Tentang
Al-muhkam Wal Mutasyabih
Dosen Pengampu :
DISUSUN:
Kelompok 8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih ......................................................... 2
B. Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih ............................................ 3
C. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap
Muhkam Dan Mutasyabih ................................................................................ 4
D. Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabih ...................................................... 4
E. Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih ........................................ 6
F. Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih ................................ 6
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Muhkam Dan Mutasyabih?
2. Bagaimana Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih?
3. Bagaiaman Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih?
4. Apa Yang Menyebabkan Adanya Ayat Mutasyabih?
5. Sebutkan Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih?
6. Apakah Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH
Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berati kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan, dan
pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti ayat-ayat yang jelas maknanya, dan
tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat lain. Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang
secara bahasa berarti keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara
dua hal.
Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya,
dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, maknanya yang tersembunyi dan memerlukan
keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya1[1]
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang, baik
melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayatmutasyabih adalah ayat yang maksudnya hanya
dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf
muqatha’ah. (Kelompok Ahlussunnah)
Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang harus diimani dan
diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang harus diimani, tetapi tidak harus
diamalkan.
Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas mengatakan, lafadz
muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan hanya satu arah/segi saja. Sedangkan
lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena
masih samar.1[2]
Menurut Ibnu Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung satu
makna. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-macam..
Menurut Imam as Suyuthi muhkam adalah suatu yang jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah
sebaliknya.
Sedangkan menurut Manna’ Al-Qaththan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan Mutasyabih tidak seperti
itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
1[2] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 239
Dengan demikian muhkam adalah ayat yang terang makna serta lafaznya dan cepat di
pahami. Sedangkan Mutasyabih, ialah ayat-ayat yang bersifat global yang memerlukan ta’wil dan
yang sukar dipahami.2[3]
2. Mutasyabih
a. Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat.
b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu baik dengan hadits atau ayat
muhkam.
c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya, sebagaimana diisyaratkan
dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Alloh, karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai
agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,”.4 [4]
2[3] Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, hlm. 113
C. PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TERHADAP MUHKAM DAN
MUTASYABIH
Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang penjelasannya memerlukan
penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal tersebut, para ulama memiliki pendapat yang
berbeda-beda. Antara lain :
1. Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas petunjuknya, dan
tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz mutasyabih adalah lafadz yang sama maksud
petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu
termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-hal yang ghaib.
2. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas mengatakan,
lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali satu arah. Sedangkan lafadz
mutasyabih adalah artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa segi, karena masih sama.3[5]
3. Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha untuk mengimaninya
dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya kepada Allah SWT. Bagi kaum salaf, ayat –
ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan. Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah
SWT, mereka hanya berusaha mengimaninya.
4. Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat mutasyabihat
harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat mungkin dengan dzat-Nya.
Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha berkuasa menciptakan sesuatu tanpa
susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah) dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan dengan
kedatangan perintah-Nya. 4[6]
3[5] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 239
4[6] http://nuhudhiyyah.blogspot.com/2016/06/makalah-ulumul-quran-tentang-al-muhkam.html?m=1 Diakses Pada
tanggal 17 Oktober 2019 Pukul 10.00 WIB
Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa sebab
adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:
1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau yang
musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh tasyabuh
(kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:
2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari kiamat,
surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh pikiran manusia.
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Contohnya, ayat 5 surah At-
Taubah;
Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama atau
kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:
Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar dapat mengingatkan
kepada Allah SWT.
c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya, dalam
ayat 102 surat Ali Imran:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”.
Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189 surah Al-
Baqarah:
):وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة
Atinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.5[7]
3. Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan pembahasan
dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal, menentukan mutasyarak,
mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
4. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan oleh
semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah
SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.6[8]
8[10] Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 230
2. Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai
penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an
seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin
bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai kandungan Al-Quran sehingga kita
akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap maksudnya
sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
d. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan cara
penafsiran antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu seperti ilmu bahasa,
gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan sebagainya9[11]
e. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk meyakini keberadaan ayat-
ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya
akal yang merupakan anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang
berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga enggan tunduk kepada naluri
kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah
karena kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-ayat mutasyabih
itu.
f. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih. Sebagaimana Allah
menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab sebagai cercaan terhadap orang-orang yang
mengutak-atik ayat-ayat mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang
mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa nafsunya untuk mengotak-atik
ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari
keterbatasan akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
g. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha dan persiapan manusia,
masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan
Allah SWT, dan kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
9[11] Syaih Muhammad Jamil, Bagaimana Memahami Al-Quran, Jakarta :Pustaka Al-Kautsar, 1995 hlm 121
h. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan balaghahnya, agar manusia
menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan
Allah SWT.
i. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang bermacam-macam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-
ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan mempunyai
banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan
tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya
Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Imam Ar-
Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa sebab adanya
kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja,
kesamaran dari aspek maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri
dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat
yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya
sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia
B. SARAN
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Qur’an lebih
mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA