Anda di halaman 1dari 18

MEMAHAMI MUKHAM DAN MUTASYABIH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Dr. A. Dimyati Badruzzaman, MA

KELOMPOK 4
Disusun Oleh:
Meyda Dzrikriana (21312419)
Nadya Octaviony (21312423)
Riska Widiyaningsih (213124450)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM (PAI) FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL QUR’AN (IIQ) JAKARTA
Tahun Ajaran 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wata’ala atas rahmat dan karuniaNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang mudah-mudahan sesuai dengan yang
diharapkan.Sholawat serta salam semoga selalu tercurah untuk baginda Nabi Muhammad
Shollollahu Alaihi Wasallam.yang telah membawa kita dari zaman jahilliyah menuju zaman
islamiyah.Adapun tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul
Qur’an, juga untuk mengetahui penjelasan tentang MEMAHAMI MUKHAM DAN
MUTASYABIH.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih karena tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, penyusunan makalah ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik.Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. A. Dimyati Badruzzaman,
MA selaku dosen mata kuliah Ulumul Qur’an.
Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, mengingat penulis masih dalam tahap
belajar oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dalam penulisan karya tulis ini
sangat penulis harapkan.Semoga pembuatan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan dapat
menambah referensi bagi orang lain.

Bekasi, 15 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

Bab 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Penulisan

Bab 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Muhkam dan Mutasyabih
B. Pentingnya Mempelajari Ilmu Muhkam dan Mutasyabih
C. Macam – Macam Ayat Mutasyabihat
D. Mutasyabihat dalam Ayat – Ayat Sifat Allah
E. Perbedaan Ulama Seputar Mutasya-bihat
F. Hikmah Mengetahui Muhkam dan Mutasyabihat

Bab 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
C. DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami hukum-hukum
yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan pemahaman dalam kebahasaan. Para ulama’ yang
ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian secara sesama terhadap nash-nash al-
Qur’an, lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat Islam
guna memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah Ilmu muhkam wal
Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat ulama tentang adanya
hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada
ayat atau surat yang tidak berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat
Al-Qur’an cukup penting kedududkannya. Sementara itu muhkam dan mutasyabih adalah Sebuah
kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena
perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai hakikat muhkam dan mutasyabih.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud mukham dan mutasyabih ?
2. Apa pentingnya mempelajari ilmu muhkam dan mutasyabih ?
3. Apa saja macam-macam mutasyabih ?
4. Bagaimana mutasyabih dalam ayat-ayat tentang sifat Allah?
5. Apa saja perbedaan ulama seputar mutasyabihat ?
6. Apa saja hikmah mengetahui muhkam dan mutasyabih ?

C. Tujuan
1. Memahami muhkam dan mutasyabih
2. Dapat memahami pentingnya mempelajari ilm muhkam dan mutasyabih
3. Dapat memahami macam-macam mutasyabih
4. Dapat memahami ayat-ayat dalam sifat Allah
5. Dapat memahami perbedaan ulama mengenai mutasyabihat
6. Dapat mengetahui hikmah mengetahui muhkam dan mutasyabihat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Muhkam Dan Mutasyabih

Ayat-ayat yang terkandung dalam Alquran adakalanya berbentuk lafadz, ungkapan,dan uslub
yang berbeda tetapi artinya tetapi artinya tetap satu, sudah jelas maksudnya sehingga tidak
menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya. Di samping ayat yang sudah jelas
tersebut, ada lagi ayat-ayat Alquran yang bersifat umum dan samar-samar yang menimbulkan
keraguan bagi yang membacanya sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihad bagi para
mujtahid untuk dapat mengembalikan kepada makna yang jelas dan tegas. Kelompok ayat
pertama, yang telah jelas maksudnya itu disebut dengan Muhkam, sedangkan kelompok ayat yang
kedua yang masih samar-samar disebut dengan Mutasyabih, kedua macam ayat inilah yang akan
menjadi pembahasan pada bagian ini.
Pada sisi lain Al-Qaththan menyatakan bahwa Alquran seluruhnya muhkam dan juga
mutasyabih.Pendapat ini karena memandang muhkam dan mutasyabih secara umum. Seluruh
Alquran adalah muhkam jika kata muhkam itu berarti kokoh, kuat, membedakan antara yang hak
dengan yang batil, yang benar dan yang salah. Dan Alquran itu seluruhnya adalah mutasyabih
jika mutasyabih itu berarti kesempurnaan dan kebaikan. Alquran satu ayat dengan ayat lainmya
saling menyempumakan dan memperbaiki ajaran-ajaran yang salah yang selalu dilakukan oleh
orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Ada beberapa pengertian yang dikemukakan oleh ulama tafsir mengenai muhkam dan
mutasyabih:
1. Menurut As-Suyuti Muhkam adalah sesuatu yang telah jelas artinya, sedangkan
mutasyabih, adalah sebaliknya. 1
2. Menurut Imam Ar-Razi muhkam adalah ayat-ayat yang dalalahnya kuat baik maksud
maupun lafadznya. Sedangkan Mutasyabih adalah ayat-ayat yang dalalahnya lemah.
Masih bersifat mujmal, memerlukan takwil, dan sulit dipahami. 2

1
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Jakarta, Amzah, 2009), hal 78
2
Muhammad Al-Bakr Ismail, Dirasat fi Ulum Al-Qur’an (Jakarta, Dar Al- Manar, 1991) hal, 211.
Menurut Manna’ Al-Qathan muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara
langsung tanpa memerlukan keterangan lain, sedangkan mutasyabih tidak seperti itu, ia
3
memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat yang lain.
Dari pendapat-pendapat tentang ayat-ayat Al-qur’an yang muhkamat dan mutasyabihat
diatas, dapat disimpulkan bahwa ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas lebih baik. Lafaz
maupun maksudnya sehingga tidak menimbulkan keraguan dan kekliruan bagi orang yang
memahaminya. Ayat yang muhkamat ini tidak memerlukan takwil karena telah jelas, lain halnya
dengan ayat-ayat mutasyabihat. Ayat-ayat mutasyabihat ini merupakan kumpulan ayat-ayat yang
terdapat dalam Al-qur’an yang belum jelas maksudnya, hal itu dikarenakan ayat mutasyabih
bersifat bersifat mujmal(global)dia membutuhkan rincian lebih dalam. Selain bersifat mujmal
ayat-ayat tersebut juga bersifat mu’awwal sehingga karena sifatnya ini seseorang dapat
mengetahui maknanya setelah melakukan pentakwilan.4
Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berarti kekukuhan, kesempurnaan,
keseksamaan dan pencegahan. Akan tetapi semua pengertian tersebut kembali pada arti dasarnya
yaitu pencegahan. Seperti pada kalimat ahkam al Amr yang berarti Dia menyempurnakan suatu
hal dan mencegahnya dari kerusakan Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berarti
kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Akan tetapi semua pengertian
tersebut kembali pada arti dasarnya yaitu pencegahan. Seperti pada kalimat ahkam al Amr yang
berarti Dia menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan Muhkam berasal dari
kata ihkam yang secara bahasa berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan.
Akan tetapi semua pengertian tersebut kembali pada arti dasarnya yaitu pencegahan. Seperti
pada kalimat ahkam al Amr yang berarti Dia menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari
kerusakan Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara bahasa berarti kekukuhan,
kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Akan tetapi semua pengertian tersebut kembali
pada arti dasarnya yaitu pencegahan. Seperti pada kalimat ahkam al Amr yang berarti Dia
menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan Muhkam berasal dari kata ihkam
yang secara bahasa berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Akan tetapi
semua pengertian tersebut kembali pada arti dasarnya yaitu pencegahan. Seperti pada kalimat
ahkam al Amr yang berarti Dia menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan.

3
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Jakarta, Amzah, 2009), hal 78
4
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Jakarta, Amzah, 2009), hal 78
Sedangkan menurut Muhammad anwar Firdausi, Muhkam berasal dari kata ihkam yang secara
bahasa berarti kekukuhan, kesempurnaan, keseksamaan dan pencegahan. Akan tetapi semua
pengertian tersebut kembali pada arti dasarnya yaitu pencegahan. Seperti pada kalimat ahkam al
Amr yang berarti Dia menyempurnakan suatu hal dan mencegahnya dari kerusakan. 5 Sedangkan
kata mutasyabih berasal dari kata tasyabuh secara etimologis berarti keserupaan dan kesamaan
yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua hal. Seperti dalam ayat-ayat al Quran
yang menggunakan kedua kata tersebut:
‫ ثم فصلت من لدن حكيم خبير‬, ‫الر كتب أحكمت أيته‬
“Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan
secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana
lagi Maha tahu” (QS Hud: 1)
‫ا هلل نزل أحسن ا لحديث كتا با متشا بها‬
"Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) al Quran yang serupa (mutu ayat
ayatnya) lagi berulang-ulang”. ( QS al Zumar:23)

Kedua contoh ayat diatas terkesan menimbulkan pemahaman yang berbeda. Untuk itu Ibnu
Habib an Naisaburi berpendapat bahwa Al-Qur'an seluruhnya muhkam berdasarkan ayat
pertama, dan Al-Qur'an seluuhnya adalah mutasyabih berdasarkan ayat kedua. Menurutnya ayat
pertama adalah muhkamnya Al-Qur'an adalah kesempurnaanya dan tidak danya pertntangan
antara ayat-ayat nya. Sedangkan maksud mutasyabih pada ayat selanjutnya adalah menjelaskan
segi kesamaan ayat-ayat al- Qur'an dalam kebenaran, kebaikan dan kemukjizatan nya.

Pendapat itu juga sama seperti yang dilontarkan oleh M Hasbiy as-shidiq bahwa al-Qur'an
semuanya muhkammah, jika dimaksudkan dengan kemuhkamannya dilihat dari keposisi
lafadnya dan nilai estetika nadzamnya sungguh sangat sempurna. Ia juga mengatakan bahwa
seluruh al-Qur'an mutasyabih, jika dikehendaki kemutasyabihanya yaitu kemutamatsilan serupa
Oleh karena itu baik muhkam danmutasyabij dengan memandang pengertian secara mutlak
sebagaimana diatas tersebut tidak menafikan satu dengan yang lain, sehingga pertanyaan
alQuran itu seluruhnya muhkam adalah maksudnya itqon(kokoh,indah) artinya ayat-ayatnya

5
Muhammad anwar Firdausi, Fakultas Humainora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Membincang ayat-ayat
muhkam dan mutasyabih(https://www.researchgate.net/publication/283520412_Membincang_Ayat-
ayat_Muhkam_Dan_Mutasyabih). 16.02.21 Jam 13.32 WIB.
serupa dan sebagiannya membenarkan sebagian yang lain.atau sebanding ayat-ayatnya baik dari
aspek balaghohnya maupun i'jaznya, 6

Sedangkan pengertian muhkam dan mutsyabih secara terminologi, di kalangan ulama


banyak berbeda pendapat. Seperti al Suyuti telah mengemukakan delapan belas definisi, dan al
Zarkoni juga telah mengemukakan sebelas definisi pula. Dari seluruh definisi tersebut yang
sering dipergunakan ialah sebagai berikut:
1. Muhkam adalah ayat yang mudah diketahui maksudnya, sedang mutasyabih hanyalah
diketahui maksudnya oleh Allah sendiri.
2. Muhkam adalah ayat yang hanya mengandung satu wajah, sedang mutasyabih mengandung
banyak wajah.
3. Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat deketahui secara langsung, tanpa memerlukan
keterangan lain, sedang mutasyabih tidak demikian, ia memerlukan penjelasan dengan merujuk
kepada ayat-ayat lain 7.
4. Muhkam adalah ayat yang jelas ma’nanya dan tidak masuk kepadanya isykal (kepelikan).
Mutasyabih ialah lawannya muhkam atas ism-ism musytarok dan lafalnya mubhamah (samar-
samar)

Dari uraian diatas dapat diketahui dua hal penting yang perlu dicermati yaitu pertama, dalam
memperbincangkan muhkam kita tidak banyak mengalami kesulitan yang berarti. Sedangkan
kedua tentang mutasyabihah ternyata tidak sedikit menimbulkan masalah yang kiranya perlu
dibahas lebih lanjut.

6
Muhammad anwar Firdausi, Fakultas Humainora UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Membincang ayat-ayat
muhkam dan mutasyabih(https://www.researchgate.net/publication/283520412_Membincang_Ayat-
ayat_Muhkam_Dan_Mutasyabih). 16.02.21 Jam 13.32 WIB.
7
Ibid.
B. Pentingnya Mempelajari Ilmu Muhkam dan Mutasyabihat

Para ulama menyebutkan beberapa pentingnya mempelajari ayat-ayat mutasyabihat, empat


diantaranya disebutkan oleh Al-Suyuthi dalam kitabnya Al-Itqan:
1. Mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkapkan maksudnya, dengan akan
menambah pahala.
Seandainya Al-Qur’an semuanya muhkamat, niscaya hanya ada satu mahzab. Sebab
kejelasanyan itu akan membatasi semua mahzab yang selainnya, selanjutnya hal ini akan
mengakibatkan para penganut mazhab tidak mau menerima dan memanfaatkannya.
Dengan demikian, maka seluruh penganut mazhab memperhatikan dan memikirkannya.
Jika mereka terus menggali maka akhirnya ayat-ayat yang muhkmat menjadi penafsiran
bagi ayat-ayat mutasyabihat.
Apabila Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya
diperlukan cara penafsiran tarjih antara satu dan lainya, selanjutnya hal ini memerlukan
kepada berbagai ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, bayan, usul fiqih dan lain-lainya.
Seandainya tidak seperti itu maka tidak akan muncul ilmu-ilmu tersebut.
Al-Qur’an berisi dakwah kepada orang-orang tertentu dan umum. Orang-orang awam
biasanya tidak menyukai hal-hal yang bersifat abstrak. Oleh karena itu, jika mereka
mendengar pertama kalinya tentang sesuatu wujud tetapi tidak berwujud fisik dan
berbentuk, mereka menyangka bahwa hal itu tidak benar dan akhirnya mereka terjerumus
pada ta’thil (peniadaan sifat Allah). Karena itu, sebaiknya disampaikan kepada mereka
lafal-lafal yang menujukan pengertian-pengertian yang sesuai dengan imajinasi dan
khayal mereka. Pertama adalah ayat-ayat mutasyabihat yang dengannya diajak bicara
pada tahap pemula. Pada akhirnya,bagian kedua berupa ayat muhkamat menyingkapkan
hakikat sebenarnya.
2. Merupakan rahmat Allah kepada manusia yang lemah ini, yang tak sanggup mengetahui
segala sesuatu. Ketika Tuhan menampakkan (tajalli) kepada Nabi Musa disebuah gunung,
lalu karenanya ia menjadi pingsan, maka bagaimanakah seandainya Tuhan
menampakkan zat-Nya ?. Oleh karena itu, maka Allah merahasiakan terjadinya kiamat
kepada manusia sebagai rahmat-Nya agar mereka tidak bermalas-malasan dalam
menghadapi hari kiamat itu, dan juga agar tidak dihantui oleh rasa takut dan gelisah
karena dekatnya waktu kiamat tersebut.
Sebagai ujian dan cobaan apakah manusia itu betul-betul percaya kepada berita yang
benar, ataukah tidak.
Untuk membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia,sekalipun ilmunya banyak. Dan
juga membuktikan dengan nyata kekuasaan Allah yang luar biasa, bahwa Dia sendiri
sajalah yang mengetahui segala sesuatu dengan ilmu-Nya, sedangkan makhluknya tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah, kecuali apa yang dikehendaki-Nya. Dengan
kelemahan itulah, maka manusia diharapkan tidak akan sombong. 8
3. Untuk memudahkan menghafal dan memelihara Al-Qur’an, karena setiap kata yang
mengandung segi-segi yang lazim mempunyai kesamaran, biasanya menunjukkan arti
yang banyak sekali, melebihi apa yang seharusnya dari pokok perkataan. Seandainya arti-
arti yang banyak ini dijabarkan dengan menggunakan lafazh-lafazh, tentulah Al-Qur’an
itu akan terdiri dari beberapa jlid yang tebal, sehingga menyulitkan orang untuk
menghafal dan memeliharanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kahfi: 109
”Katakanlah: “ kalau sekiranya lautan menjadin tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat
Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula). (Qs.Al-Kahfi: 109).
4. Dengan adanya muhkam dan mutasyabih di dalam Al-Qur’an, mendorong ahli pikir untuk
meminta bantuan berdasarkan dalil aqliyah, sehingga iya terlepas dari dari kegelapan
taqlid. Dalam keadaan demikian Al-Qur’an menjunjung tinggi aqal pikiran dan
memegangnya dengan teguh, sebagai dasar untuk mencari kebenaran. Seandainya Al-
Qur’an itu semuanya muhkam, tentulah iya tidak membutuhkan kepada dalil-dalil aqli,
sehingga akal itu dalam keadaan sia-sia.

8
Hermawan acep, Ulumul qur’an pembahasan tentang muhkam dan mutasyabih,
(http://bahanajarguruataumahasiswa.blogspot.com/2015/10/ulumul-quran-pembahasan-al-muhkam-dan.html. )16. 02.
21 Jam 15.39 WIB.
C. Macam Macam Ayat Mutasyabihat

Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam: 9

Pertama Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali
Allah SWT. Contoh:
ِ ‫َو ِع ْندَ ٗه َمفَاتِ ُح ْالغَ ْي‬
‫ب ََل َي ْعلَ ُم َها ٓ ا اَِل ه َُو‬
“Kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya selain Dia”.

Kedua Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam, seperti ayat-ayat yang kandungannya bersifat umum,
atau yang kesamarannya lahir dari singkatnya redaksi dan atau susunan kata-katanya. Contoh:
pencirian mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang
tertib.
Seperti dalam Q.S Annisa/4:3
‫ساءِ َمثْ ٰنى َوث ُ ٰلثَ َو ُر ٰب َع ۚ فَا ِْن خِ ْفت ُ ْم ا َ اَل ت َ ْع ِدلُ ْوا فَ َواحِ دَة ً ا‬
َ ِ‫اب لَكُ ْم مِنَ الن‬
َ ‫ط‬َ ‫ْو َما ََ َوا ِْن خِ ْفت ُ ْم ا َ اَل ت ُ ْق ِسطُ ْوا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬
‫َت ا َ ْي َمانُكُ ْم ٰذلِكَ اَدْ ٰنٓى ا َ اَل تَعُ ْولُ ْوا‬ ْ ‫َملَك‬

“Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
(bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau
empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja
atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat
zalim”.
(An-Nisā' [4]:3)

Ketiga Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan
oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah
SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan, Ayat-ayat semacam ini tidak
terungkap maknanya hanya dengan menggunakan nalar semata-mata.
Seperti keterangan Q.S. Ali Imran/3:7.

9
Abdul Jalal, Ulumul Quran, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2008), hal. 239
ِ ‫اَل ْلبَا‬
‫ب‬ ٓ ‫الر ِس ُخ ْونَ فِى ْالع ِْل ِم يَقُ ْولُ ْونَ ٰا َمناا بِ ٖۙه كُلٌّ م ِْن ِع ْن ِد َربِنَا ۚ َو َما يَذا اك ُر ا ا‬
َ ْ ‫َِل اُولُوا‬ ‫َو َما يَ ْعلَ ُم ت َأ ْ ِو ْيلَ ٗ ٓه ا اَِل ه‬
‫ّٰللاُ َۘو ه‬
“Padahal, tidak ada yang mengetahui takwilnya, kecuali Allah. Orang-orang yang ilmunya
mendalam berkata, “Kami beriman kepadanya (Al-Qur’an), semuanya dari Tuhan kami.” Tidak ada
yang dapat mengambil pelajaran, kecuali ululalbab”.
(Āli ‘Imrān [3]:7)10

D. Mutasyabihat dalam ayat- ayat tentang sifat Allah

Ayat-ayat mutasyabih tentang sifat-sifat Allah terdapat perbedaan di kalangan ulama:


Pertama, Mazhab Salaf mengimani sifat-sifat Mutasyabih dan menyerahkan maknanya kepada
Allah swt. Pendapat ini didasari oleh ayat 5 Surah Thaha yang berbunyi:
‫علَى ْال َع ْر ِش ا ْست َٰوى‬ ‫اَ ا‬
َ ‫لر ْحمٰ ُن‬
“(Dialah Allah) Yang Maha Pengasih (dan) bersemayam di atas ʻArasy”.
(Ṭāhā [20]:5)
Dari ayat di atas muncul kisah di mana pada suatu hari Imam Malik ditanya tentang makna
istiwa (bersemayam), lalu ia menjawab: "Lafaz Istiwa' dapat dimengerti, tetapi tentang
bagaimananya tidaklah dapat diketahui oleh seorang pun selain Allah". Bahkan Imam Malik
mengatakan bahwa pertanyaan seperti itu adalah bid'ah. 11
Kedua, Mazhab Khallaf menyikapi sifat-sifat mutasyabih Allah. dengan menetapkan makna-makna
bagi lafaz-lafaz yang menuntut lahimya mustahil bagi Allah, dengan pengertian yang layak bagi zat
Allah, golongan ini dinamakan juga dengan golongan muawwilah.
Dari kedua pendapat tentang ayat-ayat mutasyabih mengenai sifat Allah dapat disimpulkan
bahwa kaum Salaf mensucikan Allah dari makna lahir lafaz dan menyerahkan hakikat maknanya
kepada Allah. Lain halnya dengan kaum Khallaf, mereka mengartikan bahwa kata istiwa dengan
Maha Berkuasa Allah dalam menciptakan segala sesuatu tanpa susah.
Untuk melengkapi pembahasan ini ada baiknya dipaparkan tentang beberapa ayat Alquran
yang menyebutkan sifat-sifat mutasyabihat Nya seperti:

10
http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/ululalbab/article/view/2930
11
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Jakarta, Amzah, 2009), hal 84
1. QS. Thaha ayat 5: 5‫علَى ْالعَ ْر ِش ا ْست َٰوى‬ ‫ ا َ ا‬artinya "(Allah) maha pengasih bersemayam di atas
َ ُ‫لر ْحمٰ ن‬
Arasy".
َ ‫ َولَ َيا ٍل‬artinya "Dan datanglah kepada Tuhanmu sedang para Malaikat
2. QS. Al Fajr ayat 2: ‫ع ْش ٖۙ ٍر‬
berbaris baris".
3. QS Al An'am ayat 61: 9‫ َوه َُو ْالقَاه ُِر فَ ْوقَ ِعبَادِه‬artinya "Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan
tertinggi di atas hamba-hamba Nya".
4. QS Ar- Rahman ayat 27: ‫اَل ْك َر ِۚام‬ ِ ْ ‫ اويَب ْٰقى َو ْجهُ َر ِبكَ ذُو ْال َج ٰل ِل َو‬artinya “Dan tetap kekal wajah tuhan mu”.
َ ‫ع ٰلى‬
5. QS. Taha ayat 39: ‫ع ْينِ ْي‬ ْ ُ ‫ۘ َو ِلت‬artinya “Agar engkau di asuh di atas mata- Ku”.
َ ‫صنَ َع‬
6. QS. Al- Fath ayat 10: ‫ّٰللاِ فَ ْوقَ ا َ ْي ِد ْي ِه ْم‬
‫ َيد ُ ه‬artinya “Tangan Allah diatas tangan mereka”.
7. QS. Al- Imran ayat 28: ٗ‫ّٰللاُ نَ ْفسَه‬ ‫ َويُ َحذ ُِركُ ُم ه‬artinya “Allah memperingantkan kamu terhadap dirinya”.

Demikianlah beberapa contoh ayat-ayat mutasyabih tentang sifat sifat Allah dan masih
banyak lagi ayat-ayat mengenai masalah ini yang belum sempat diungkapkan. Yang jelas pada ayat-
ayat tersebut terdapat kata-kata bersemayam, datang, di atas, sisi, wajah, mata, tangan, dan diri yang
dijadikan "sifat Allah". Kata-kata tersebut menunjukkan keadaan, tempat, dan anggota yang
layaknya dipakai bagi makhluk yang baru, misalnya manusia. Karena kata-kata tersebut dibangsakan
yang Qadim (Allah) maka sulit dipahami akan maksud yang sebenarnya. Itulah sebabnya ayat-ayat
tersebut dinamakan mutasyabihah. 12

E. Perbedaan Ulama Seputar Mutasya-bihat

Dalam kajian ilmu tafsir, persoalan muhkam dan mutasyabih telah memunculkan banyak
pendapat dan opini dikalangan ahli tafsir. Al-Quran telah memuat kedua terminologi tersebut yaitu
Q.S. Ali Imran [3]: 7,

12
Abu Anwar, Ulumul Qur’an (Jakarta, Amzah, 2009), hal 85
ُ ‫ب َواُخ َُر ُمت َٰشبِهٰ تٌ فَا َ اما الا ِذيْنَ فِ ْي قُلُ ْوبِ ِه ْم زَ ْي ٌغ فَيَتابِعُ ْونَ َما تَشَابَهَ مِ ْنه‬ ِ ‫ت ه اُن ا ُ ُّم ْال ِك ٰت‬
ٌ ٰ‫ت ُّم ْح َكم‬ ٌ ‫ب ِم ْنهُ ٰا ٰي‬َ ‫علَيْكَ ْال ِك ٰت‬ َ ‫ي ا َ ْنزَ َل‬ ْٓ ‫ه َُو الا ِذ‬
‫َِل اُولُوا‬ٓ ‫الر ِس ُخ ْونَ فِى ْالع ِْل ِم يَقُ ْولُ ْونَ ٰا َمناا ِب ٖۙه كُ ٌّل مِ ْن ِع ْن ِد َر ِبنَا ۚ َو َما يَذ ا اك ُر ا ا‬ ‫ا ْبتِغَا َء ْال ِفتْنَ ِة َوا ْبتِغَا َء ت َأ ْ ِو ْيل ِۚه َو َما يَ ْعلَ ُم ت َأ ْ ِو ْيلَ ٗ ٓه ا اَِل ه‬
‫ّٰللا ُ َۘو ه‬
ِ ‫اَل ْل َبا‬
‫ب‬ َْ

Ayat di atas memuat istilah muhkamat dan mutasyabihat dalamm posisi paradoks. Istilah pertama
berkonotasi pada sesuatu yang jelas dan terang dalalahnya, sementara yang kedua menunjukkan
kepada sesuatu yang samar dalalahnya.
Dalam konteks ini, pertanyaannya adalah apakah Al-Quran seluruhnya muhkam atau semuanya
mutasyabih atau mengandung muhkam mutasyabih secara bersamaan? Bermula dari pertanyaan ini,
para ulama berbeda-beda menyikapinya. 13

Pertama, Al-Quran mengandung muhkam dan mutasyabih. Asumsi ini didasarkan pada Q.S. Ali
Imran: 7,

ِ ‫ت هُ ان ا ُ ُّم ْال ِك ٰت‬


ٌ ٰ‫ب َواُخ َُر ُمت َٰش ِبه‬
‫ت‬ ٌ ‫ب مِ ْنهُ ٰا ٰي‬
ٌ ٰ‫ت ُّم ْح َكم‬ َ ‫ع َليْكَ ْال ِك ٰت‬ ْٓ ‫ه َُو الا ِذ‬
َ َ‫ي ا َ ْنزَ ل‬

Ayat tersebut secara jelas memuat istilah muhkamat dan mutasyabihat. Hal ini secara jelas pula
mengungkapkan pola yang terkandung dalam Al-Quran.

Kedua, bahwa Al-Quran seluruhnya bersifat muhkam. Dasar asumsi ini berasal dari Q.S. Hud [11]:
1,

‫ت م ِْن لاد ُْن َح ِكي ٍْم َخ ِبي ٖۙ ٍْر‬ ِ ُ‫ت ٰا ٰيتُهٗ ث ُ ام ف‬


ْ َ‫صل‬ ْ ‫ال ٰر ِك ٰتبٌ ا ُ ْح ِك َم‬

Asumsi ini juga bermakna bahwa Al-Quran seluruhnya muhkam dalam artian kata-katanya tetap
fasih, membedakan yang hak dan batil, antara yang benar dan dusta. Menurut al-Qattan, inilah yang
dimaksud dengan al-Ihkam al-‘amm atau muhkam dalam pengertian yang umum.

Amir ‘Abdul Aziz dalam Dirasat fi ‘Ulum al-Qur’an, Subhi as-Salih dalam Mabahis fi ‘Ulum Al-
13

Quran, Muhammad ‘Abdul ‘AzIm az-Zarqani dalam Manahil al-‘Irfan fi Ulum Al-Quran
Ketiga, bahwa Al-Quran seluruhnya bersifat mutasyabih. Asumsi ini didasarkan pada Q.S. Az-
Zumar: 23,

‫شع ُِّر مِ ْنهُ ُجلُ ْود ُ الا ِذيْنَ َي ْخش َْونَ َربا ُه ْم‬ ِ ‫سنَ ْال َح ِد ْي‬
َ ‫ث ِك ٰتبًا ُّمتَشَا ِب ًها امثَان ٖۙ َِي ت َ ْق‬ ‫ۚ َه‬
َ ْ‫ّٰللاُ ن اَزلَ اَح‬

Maksud dari asumsi ini adalah Al-Quran sebagiannya serupa dengan sebagian yang lain dalam hal
kesempurnaan dan keindahan, sebagiannya membenarkan sebagian yang lain, serta sesuai pula
maknanya. Inilah yang kemudian dinamakan dengan at-tasyabuh al-‘amm atau mutasyabih dalam
artian umum.

Dari ketiga pendapat tersebut, nampaknya asumsi atau pendapat pertamalah yang banyak dibahas
lebih mendalam dan mendetail oleh para ahli tafsir. Persoalan yang kemudian muncul dari asumsi
tersebut adalah terkait pengertian muhkam dan mutasyabih, bagaimana cara berinteraksi atau
berdialektika dengan ayat-ayat muhkam dan mutasyabih. Dari sini juga memunculkan ragam
pendapat yang tak kalah serunya.

Ibnu Abbas, misalnya, berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang muhkamat adalah menjelaskan
apa yang dihalalkan dan diharamkan, yang belum dibatalkan dan yang harus diimplementasikan. 14
Contoh kategori ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang mengandung prinsip bagi manusia, seperti anti
kemusyrikan, berbakti kepada orang tua, larangan membunuh, berzina, mencuri dan seterusnya.

Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang mengandung huruf terpisah, seperti huruf
muqatha’ah, alif-lam-mim-, shad, nun yang berada pada awal surat Al-Quran dan dikenal
dengan fawatih al-suwar. Selain itu ayat-ayat yang sudah dibatalkan dan yang tidak dilaksanakan
juga termasuk dalam kategori mutasyabihat.

Pendapat yang berbeda pun dikemukakan oleh Al-Qaradawi dalam Kaifa Nata’amalu ma’a Al-
Quran al-Adzim, ia berpendapat bahwa muhkam adalah ayat yang jelas dengan sendirinya
menunjukkan pada maknanya dengan terang, dan tidak memperlihatkan kesamaran baik dari segi
lafal ataupun dari segi makna. Sedangkan yang dimaksud dengan mutasyabih adalah lafal yang sukar

14
mubayyinat bil halal wal haram lamm tunsakh yu’malu biha
dalam penafsirannya karena adanya keserupaan dengan yang lain, baik dari segi lafal ataupun
makna. Wallahu A’lam.

F. Hikmah Mengetahui Mahkam dan Mutasyabih

Adanya ayat-ayat muhkamat dalam Al-Quran jelas banyak hikmahnya bagi umat manusia,
diantaranya sebagai berikut :
1. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang yang kemampuan bahasa Arabnya
lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti maksudnya, sangat besar
arti dan faedahnya bagi mereka.
2. Memudahkan manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga memudahkan mereka dalam
menghayati makna maksudnya agar mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
3. Mendorong umat manusia giat memahami, menghayati, dan mengamalkan isi kandungan
Al-Quran.
4. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi ajarannya, karena
lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat menjelaskan arti maksudnya.
5. Memperlancar usaha penafsiran atau penjelasan maksud kandungan ayat-ayat Al-Quran.
6. Membantu para guru, dosen, muballigh, dan juru dakwah dalam usaha menerangkan isi
ajaran kitab Al-Quran dan tafsiran ayat-ayatnya kepada masyarakat.
7. Mempercepat usaha tahfidzul Quran (penghafalan Quran) 15

15
Ibid
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih diantaranya adalah apa yang disimpulkan oleh
Imam az-Zarkasyiy –rahimahullah- berkata:
‫ان ْال َح ََل ِل وال َح َر ِام‬
ِ ‫ح فَ ُه َو َما أ َ ْح َك َمتْهُ ِباأل َ ْم ِر َوالنا ْهي ِ و َب َي‬
ِ ‫َوأ َ اما ِف ْي ا َِلصْطِ ََل‬

“Adapun secara istilah al-Muhkam adalah apa yang telah ditetapkan atau dikuatkan dengan
perintah dan larangan dan penjelasan tentang halal dan haram.”

‫ظاه ِِر مع ا ْخت ََِلفِ ْال َمعَانِي‬ ْ َ ‫وأما ال َمتَشَابِهُ فأ‬


َ ‫صلُهُ أن يَ ْشتَبِهَ اللَ ْفظُ في ال‬

“Adapun al-mutasyabih pada dasarnya adalah kemiripin lafadz secara dhzahir sementara
maknanya berbeda.”

2. Macam-macam al-mutasyabih antara lain al-Mutasyabih al-Haqiqiy dan al-Idhafiy

3. diantara yang termasuk al-Mutasyabihat adalah Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah

4. Perdebatan Ulama Seputar Mutasyabihat yang penulis lebih cenderung kepada pendapat
jumhur ahlusunnah dari kalangan salaf.

5. Terdapat banyak hikmah saat mengetahui permasalahan muhkam dan mutasyabih


diantaranya sebagai ujian bagi kita apakah kita beriman kepada hal yang ghaib, atau juga
menjelaskan tentang hakikat lemah dan bodohnya kita sebagai insan.

B. Saran
Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Qur’an lebih
mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Demi kesempurnaan makalah ini, kami mengharapkan masukan yang membangun. Semoga
bermanfaat dan senantiasa menjadi manusia yang selalu menjaga atau memelihara Al-Qur’an
dengan baik. Sebagai bahan kajian yang baik maka perlu untuk mengkaji setiap apa yang
disajikan di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Jalal, Abdul. 2000, Ulumul Qur’an, Surabaya; Dunia Ilmu.


https://www.referensimakalah.com/2012/02/hikmah-ayat-muhkam-dan-ayat-mutasyabih_811.html
https://tafsiralquran.id/inilah-ragam-pendapat-ulama-tentang-muhkam-dan-mutasyabih/
https://tafsiralquran.id/klasifikasi-ayat-ayat-muhkam-dan-mutasyabihat-begini-penjelasannya/

Anda mungkin juga menyukai