Dosen:Drs.Kholis Kohari,M.A
OLEH:
Segala puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tak lupa
kami sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta
keluarga,sahabat,dan pengikutnya. Yang telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam
yang berilmu pengetahuan. Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Ulumul Quran,
dengan judul “Al-muhkam Wal Mutasyabih”. Dalam pembuatan makalah ini, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan,
maupun isinya. Oleh karena itu kami masih memerlukan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Karena sesungguhnya tiada yang sempurna di
dunia ini.Akhirnya hanya kepada Allah SWT kita kembalikan semua, karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT semata.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
Bab 1 Pendahuluan..............................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
Bab 2 Pembahasan...............................................................................................................2
Bab 3 Penutup......................................................................................................................7
A. Penutup....................................................................................................................7
B. Kesimpulan..............................................................................................................7
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami hukum-
hukum yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan pemahaman dalam kebahasaan. Para
ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian secara sesama
terhadap nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah yang
menjadi pegangan umat Islam guna memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah Ilmu muhkam
wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat ulama tentang
adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam
Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang
mempelajari ayat atau surat Al-Qur’an cukup penting kedududkannya. Sementara itu
muhkam dan mutasyabih adalah Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial
dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai
hakikat muhkam dan mutasyabih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Muhkam Dan Mutasyabih?
2. Bagaimana Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih?
3. Bagaiaman Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih?
4 Apa Yang Menyebabkan Adanya Ayat Mutasyabih?
5. Sebutkan Segala Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih?
6. Apakah Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih?
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
Sedangkan menurut Manna’ Al-Qaththan, Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain. Sedangkan Mutasyabih tidak
seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan menunjuk kepada ayat lain.
Dengan demikian muhkam adalah ayat yang terang makna serta lafaznya dan cepat di
pahami. Sedangkan Mutasyabih, ialah ayat-ayat yang bersifat global yang memerlukan ta’wil
dan yang sukar dipahami. [3]
2. Mutasyabih
a. Artinya, ayat-ayat yang tidak diketahui, kebenaran adalah seperti jam penghakiman.
b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu baik dengan hadits atau ayat
muhkam.
c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya, sebagaimana
diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Alloh, karuniailah ia ilmu yang
mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,”. [4]
3
C. PERBEDAAN PENDAPAT PARA ULAMA TERHADAP MUHKAM DAN
MUTASYABIH
Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang penjelasannya
memerlukan penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal tersebut, para ulama memiliki
pendapat yang berbeda-beda. Antara lain :
1. Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas
petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz mutasyabih adalah lafadz
yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sebab
lafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti
hal-hal yang ghaib.
2. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali satu arah.
Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat di ta’wilkan dalam beberapa segi, karena
masih sama. [5]
3. Madzhab salaf, seorang sarjana dari generasi teman. Mereka berusaha untuk
mempercayainya dan menyerahkan makna dan maknanya hanya kepada Allah SWT. Bagi
orang salaf, ayat-ayat mutasyabihat tidak perlu dibacakan. Satu-satunya alasan siapa yang
tahu kebenaran adalah bahwa Allah SWT hanya mencoba untuk mempercayainya.
4. Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat – ayat
mutasyabihat harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat
mungkin dengan dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha
berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah)
dalam Qs. Al-Fajr: 22, di ta'wilkan dengan kedatangan perintah-Nya. [6]
4
sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:
1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:
a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau
yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh tasyabuh
(kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:
َو ِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل ُتْقِس ُطوا ِفي اْلَيَتاَم ٰى َفاْنِك ُحوا َم ا َطاَب َلُك ْم ِم َن الِّنَس اِء َم ْثَنٰى َو ُثاَل َث َو ُر َباَع
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak
yatim, lalu mengapa disuruh menikahi wanita yang baik-baik, dua, tiga atau empat.
Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu singkat.
2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari
kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh pikiran
manusia.
3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Contohnya,
ayat 5 surah At-Taubah yang Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian
temukan mereka itu”.
Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama atau
kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha yang Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk
mengingat Aku (Allah)”.
Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara shalat agar dapat
mengingatkan kepada Allah SWT.
c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya,
dalam ayat 102 surat Ali Imran yang Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam Keadaan beragama Islam”.
5
Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.
d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189
surah Al-Baqarah:
):وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة
Atinya: “Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.
Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.[7]
2. Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal, menentukan
mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan
oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya
diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.[8]
6
b. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Sebab arti
dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
2. Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya
sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-
Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak
mungkin bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai kandungan Al-Quran sehingga
kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan
berpikir.
7
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap
maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.