Anda di halaman 1dari 16

MUHKAM DAN MUTASYABIH

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur an

DISUSUN OLEH:

Kelompok : 8

1 Lailan Nur Rangkuti (20120015)


2 Rizka Nailah Lubis (20120032)

SEMESTER

: II

DOSEN PENGAMPU:
Fauzul Fil Amri, M.Pd

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
T.A.2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta
alam.Rahmat dan keselamatan semoga senantiasa dilimpahkan Allah Kepada Nabi
Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, serta para pengikutnya yang
setia hingga akhir zaman. Dan tak lupa penulis bersyukur atas tersusunnya
makalah ini.

Sebelumnya kami ucapkan banyak terima kasih kepada dosen pengampu


yang telah memberikan kami kesempatan untuk membahas Makalah yang
berjudul Muhkam dan Mutasyabih .

Tujuan kami menyusun makalah ini adalah tiada lain untuk memperkaya
ilmu pengetahuan kita semua dan untuk memenuhi tugas mata kuliah.

Kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan pihak-pihak yang membutuhkan untuk dijadikan literatur. Apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...

Panyabungan, 6 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI  ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Muhkam Dan Mutasyabih 3
B. Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih 4
C. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap
Muhkam Dan Mutasyabih 5
D. Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabih 6
E. Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih 7
F. Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih 7
G. Al-Mutasyabihat Dalam Ayat-ayat
Tentang Sifat-sifat Allah 10
H. Jenis-jenis Muhkam dan Mutasyabih 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami
hukum-hukum yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan  pemahaman dalam
kebahasaan. Para ulama’ yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan
penelitian secara sesama terhadap nash-nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu
diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi pegangan umat Islam guna
memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah
Ilmu muhkam wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan
pendapat ulama tentang adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara
yang lain mengatakan bahwa didalam Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak
berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang mempelajari ayat atau surat Al-
Qur’an cukup penting kedududkannya. Sementara itu muhkam dan mutasyabih
adalah Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial dalam sejarah
penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai
hakikat muhkam dan mutasyabih.
Allah menyampaikan pesan dalam al-qur`an dengan berbagai cara dan
bentuk dalalah baik yang jelas ataupun dengan cara yang samar (mubham). Di
antara bentuk keduanya terdapat bentuk muhkam dan mutasyabih. Itu semua
merupakan kerunia Allah subhanahu wa ta`ala kepada ummat manusia agar dapat
memahami dengan elastis, syamil, dan komprehensif.
Di antara gaya penyampaian al-qur`an terkadang menggunakan lafadz dan
uslub yang berbeda-beda tetapi maknanya tetap satu, yaitu sebagian lafadz serupa
dengan sebagian yang lain tetapi maknanya serasi dan cocok, tidak ada yang
bersifat umum dan samar (mutasyabih) dan dapat memberikan peluang bagi para
mujtahid dan cendekiawan untuk dapat mengembalikannya kepada yang tegas
maksudnya dan disebut muhkam, mengembalikan yang samar kepada yang jelas
maknanya, mengembalikan masalah cabang kepada masalah pokok, yang bersifat
parsial kepada yang kulli.

1
2

B. Rumusan Masalah
1 Apa Yang Dimaksud Dengan Muhkam Dan Mutasyabih?
2 Bagaimana Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih?
3 Bagaiamana Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan
Mutasyabih?
4 Apa Yang Menyebabkan  Adanya Ayat Mutasyabih?
5 Sebutkan Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih?
6 Apakah Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih?
7 Bagaiamana Al-Mutasyabihat Dalam Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah?
8 Apa saja Jenis-jenis Muhkam dan Mutasyabih?

C. Tujuan Masalah
1 Untuk mengetahui Muhkam Dan Mutasyabih
2 Untuk mengetahui  Karakteristik Al-Muhkan Dan Al-Mutasyabih
3 Untuk mengetahui  Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam
Dan Mutasyabih
4 Untuk mengetahui  Menyebabkan  Adanya Ayat Mutasyabih
5 Untuk mengetahui  Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih
6 Untuk mengetahui  Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan Dan Mutasyabih
7 Untuk mengetahui  Al-Mutasyabihat Dalam Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat
Allah
8 Untuk mengetahui  Jenis-jenis Muhkam dan Mutasyabih
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih


Muhkam berasal dari kata Ihkam, yang berati kekukuhan, kesempurnaan,
keseksamaan, dan pencegahan. Sedangkan secara terminologi, Muhkam berarti
ayat-ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari ayat-ayat
lain. Mutasyabih berasal dari kata tasyabuh, yang secara bahasa berarti
keserupaan dan kesamaan yang biasanya membawa kepada kesamaran antara dua
hal.
Sedangkan secara terminoligi Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum
jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, maknanya
yang tersembunyi dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang
mengetahuinya.1
Ayat-ayat muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan
gamblang, baik melalui takwil ataupun tidak. Sedangkan ayat-ayatmutasyabih
adalah ayat yang maksudnya hanya dapat diketahui Allah, seperti saat kedatangan
hari kiamat, keluarnya dajjal, dan huruf-huruf muqatha’ah. (Kelompok
Ahlussunnah)
Ibn Abi Hatim mengatakan bahwa ayat-ayat muhkam adalah ayat yang
harus diimani dan diamalkan, sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah ayat yang
harus diimani, tetapi tidak harus diamalkan.
Mayoritas Ulama Ahlul Fiqh yang berasal dari pendapat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam adalah lafadz yang tak bisa ditakwilkan melainkan
hanya satu arah/segi saja. Sedangkan lafadz yang mutasyabbih adalah lafadz yang
bisa ditakwilkan dalam beberapa arah/segi, karena masih samar.2
Menurut Ibnu Abbas, Muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya
mengandung satu makna. Sedangkan Mutasyabihat adalah ayat yang mengandung
pengertian bermacam-macam.. Menurut Imam as Suyuthi muhkam adalah suatu
yang jelas artinya, sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya.

1 Rosihon Anwar, 2012, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, hal. 121
2 Abdul Jalal, 2008, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, hal. 239

3
4

Sedangkan menurut Manna’ Al-Qaththan, Muhkam adalah ayat yang


maksudnya dapat diketahui secara langsung tanpa memerlukan keterangan lain.
Sedangkan Mutasyabih tidak seperti itu, ia memerlukan penjelasan dengan
menunjuk kepada ayat lain.
Dengan demikian muhkam adalah ayat yang terang makna serta lafaznya
dan cepat di pahami. Sedangkan Mutasyabih, ialah ayat-ayat yang bersifat global
yang memerlukan ta’wil dan yang sukar dipahami.3

B. Karakteristik Al-Muhkan dan Al-Mutasyabih


Banyaknya perbedaan pendapat mengenai muhkan dan mutasyabih,
menyulitkan untuk membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk muhkan dan
mutasyabih.
J.M.S Baljon mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat barwa yang
termasuk kriteria ayat-ayat muhkam adalah apabia ayat-ayat tersebut berhubungan
dengan hakikat (kenyataan). Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah yang
menuntut penelitian.
Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kriteria ayat-ayat muhkam dan
mutasyabih sebagai berikut :
1 Muhkam
a. Yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat yang lain
b. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat-ayat lain.
c. Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang harus diimani dan
diamalkan.
2 Mutasyabih
a. Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya
hari kiamat.
b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu baik
dengan hadits atau ayat muhkam.
c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya,
sebagaimana diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya

3 Kamaluddin Marzuki, 1992, Ulumul Qur’an, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal. 113
5

Alloh, karuniailah ia ilmu yang mendalam mengenai agama dan


limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,”. 4

C. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam dan Mutasyabih


Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang
penjelasannya memerlukan penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal
tersebut, para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda. Antara lain :
1 Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang
jelas petunjuknya, dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz
mutasyabih adalah lafadz yang sama maksud petunjuknya sehingga tidak
terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sebab lafadz mutasyabih itu
termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti hal-
hal yang ghaib.
2 Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat
Ibnu Abbas mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa
dita’wil kecuali satu arah. Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya
dapat dita’wilkan dalam beberapa segi, karena masih sama.5
3 Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha
untuk mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya
kepada Allah SWT. Bagi kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu
dita'wilkan. Sebab yang mengetahui hakikatnya hanyalah Allah SWT,
mereka hanya berusaha mengimaninya.
4 Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat
– ayat mutasyabihat harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang
sesuai dan sedekat mungkin dengan dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz
istiwa' (besemayam) dengan maha berkuasa menciptakan sesuatu tanpa
susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah) dalam Qs. Al-Fajr:
22, dita'wilkan dengan kedatangan perintah-Nya. 

4 Hasbi Ash-Shiddieqy,1993, ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta:Bulan Bintang, hal. 166


5 Abdul Jalal, 2008, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, hal. 239
6

D. Sebab-Sebab Adanya Ayat Autasyabih


Sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT
menjadikan demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari
yang Mutasyabih, dan menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang
Mutasyabih.
Imam Ar-Raghib Al- Asfihani  dalam kitabnya Mufradatil Qur’an
menyatakan bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu
sebagai berikut:
1 Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu
sebagai berikut:
a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib
(asing), atau yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.
b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas.
Contoh tasyabuh (kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat
di dalam surah An-Nisa ayat 3:
َ ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َٰى َوثُاَل‬
‫ث َو ُربَا َع‬ َ ‫ط‬َ ‫َوإِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تُ ْق ِسطُوا فِي ْاليَتَا َم ٰى فَا ْن ِكحُوا َما‬
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-
hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil
terhadap anak yatim, lalu mengapa disuruh menikahi wanita yang baik-baik, dua,
tiga atau empat. Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu
singkat.
2 Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT,
sifat-sifat hari kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu
tidak terjangkau oleh pikiran manusia.
3 Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek,
sebagai berikut:
a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus.
b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban
agama atau kesunahannya.
7

c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan.


d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah6

E. Macam-Macam Ayat Muhkam dan Mutasyabih


Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:
1 Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat
manusia, kecuali Allah SWT.
2 Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang
dengan jalan pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti
pencirian mujmal, menentukan mutasyarak, mengqayyidkan yang
mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3 Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu
dan sains, bukan oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini
termasuk urusan-urusan yang hanya diketahui Allah SWT dan orang-
orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.

F. Hikmah Adanya Ayat-Ayat Muhkan dan Mutasyabih


Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat
berbagai mukzijat dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan
oleh umat di dunia ini. Alloh tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita
tanpa ada sebabnya. Dibawah ini ada beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat
muhkan dan mutasyabih, diantaranya adalah :
1 Muhkam
a. Jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan
sirnalah ujian keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
b. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan bahasa
Arabnya lemah. Sebab arti dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
c. Memudahkan manusia mengetahui arti , maksud dan menghayatinya.
d. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan
isi al-Qur'an sebab ayatnya mudah dimengerti dan dipahami.

6 Acep Hermawan, Ulumul Quran, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011,hal. 146


8

e. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari


isinya.
f. Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.
g. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya orang kemampuan bahasa
Arabnya lemah. Dengan adanya ayat-ayat muhkam yang sudah jelas arti
maksudnya, sangat besar arti dan faedahnya bagi mereka.
h. Memudahkan bagi manusia mengetahui arti dan maksudnya. Juga
memudahkan bagi mereka dalam menghayati makna maksudnya agar
mudah mengamalkan pelaksanaan ajaran-ajarannya.
i. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati, dan mengamalkan
isi kandungan Al-Quran, karena lafal ayat-ayatnya telah mudah
diketahui, gampang dipahami, dan jelas pula untuk diamalkan.
j. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isi
ajarannya, karena lafal ayat-ayat dengan sendirinya sudah dapat
menjelaskan arti maksudnya, tidak harus menuggu penafsiran atau
penjelasan dari lafal ayat atau surah yang lain.7
2 Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah
kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang
benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah,
segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak mungkin
bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai kandungan Al-
Quran sehingga kita akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an
dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir.
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang
mengkajinya.
d. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk
memahaminya diperlukan cara penafsiran antara satu dengan yang

7 Abdul Jalal,2008, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, hal. 230


9

lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu seperti ilmu bahasa,


gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan sebagainya8
e. Memperlihatkan kelemahan akal manusia. Akal sedang dicoba untuk
meyakini keberadaan ayat-ayat mutasyabih sebagaimana Allah memberi
cobaan pada badan untuk beribadah. Seandainya akal yang merupakan
anggota badan paling mulia itu tidak diuji, tentunya seseorang yang
berpengetahuan tinggi akan menyombongkan keilmuannya sehingga
enggan tunduk kepada naluri kehambaannya. Ayat-ayat mutasyabih
merupakan sarana bagi penundukan akal terhadap Allah karena
kesadaraannya akan ketidakmampuan akalnya untuk mengungkap ayat-
ayat mutasyabih itu.
f. Teguran bagi orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat mutasybih.
Sebagaimana Allah menyebutkan wa ma yadzdzakkaru ila ulu al-albab
sebagai cercaan terhadap orang-orang yang mengutak-atik ayat-ayat
mutasyabih. Sebaliknya Allah memberikan pujian bagi orang-orang yang
mendalami ilmunya, yakni orang-orang yang tidak mengikuti hawa
nafsunya untuk mengotak-atik ayat-ayat mutasyabih sehingga mereka
berkata rabbana la tuzighqulubana. Mereka menyadari keterbatasan
akalnya dan mengharapkan ilmu ladunni.
g. Membuktikan kelemahan dan kebodohan manusia. Sebesar apapun usaha
dan persiapan manusia, masih ada kekurangan dan kelemahannya. Hal
tersebut menunjukkan betapa besar kekuasaan Allah SWT, dan
kekuasaan ilmu-Nya yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
h. Memperlihatkan kemukjizatan Al-Quran, ketinggian mutu sastra dan
balaghahnya, agar manusia menyadari sepenuhnya bahwa kitab itu
bukanlah buatan manusia biasa, melainkan wahyu ciptaan Allah SWT.
i. Mendorong kegiatan mempelajari disiplin ilmu pengetahuan yang
bermacam-macam.

8 Syaih Muhammad Jamil, 1995, Bagaimana Memahami Al-Quran, Jakarta :Pustaka Al-
Kautsar, hlm 121
10

G. Al-Mutasyabihat Dalam Ayat-ayat Tentang Sifat-sifat Allah

Sebagaimana telah kita jelaskan bahwa diantara yang termasuk


mutasyabih adalah ayat tentang sifat-sifat Allah Ta’ala

Dan lainnya yang mana para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi
ayat tentang sifat-sifat menjadi bebera madzhab sebagaimana yang paparkan oleh
Imam as-Suyutihiy:

1. Madzhab jumhur ahli sunnah dari kalangan salaf dan ahli hadits.

Yang berpendapat dengan mengimani sifat-sifat tersebut dengan


mengembalikan makna yang dimaksud kepada Allah tanpa mentafsirkan sebagai
bentuk tadzih atau mensucikan hakikatnya.

2. Madzhab khalaf yaitu sebagian kalangan dari ahlusunnah.

Dengan berpendapat membolehkan ta’wil sifat-sifat sesuai dengan


kemuliaan Allah Ta’ala. Dahulunya Imam al-Haramain termasuk yang
berpendapat seperti ini, namun kemudian beliau rujuk kepada pendapat salaf
seraya berkata didalam kitab ar-Risalah an-Nidzamiyah: Yang aku rela dalam
beragama kepada Allah dengan penuh keyakinan adalah mengikuti salaf al-
ummah, sesungguhnya mereka meniti sebuah jalan yang meninggalkan
pertentangan antara makna-makna sifat tersebut.

3. Madzhab Mutawassith.

Disini Imam as-Suyuthiy menukil perkataan Ibnu Daqiq al-‘Id yang mana
beliau berkata: jika penta’wilan itu dekat pengertiannya dalam bahasa arab maka
kami tidak mengingkarinya, jika jauh dari pengertian bahasa arab maka kami
tawaqquf darinya dan mengimani maknanya sesuai dengan yang diinginkan oleh
Allah dengan menjaga kesucian maknanya.

H. Jenis-jenis Muhkam dan Mutasyabih


Muhkam dan Mutasyabih masing-masing dapat dibagi ke dalam dua
kategori, yaitu :
11

1. Muhkam
a. Muhkam li dzatihi, yaitu muhkam yang semata-mata karena arti yang
ditunjukinya itu tidak mungkin dapat dimansukhkan. Misalnya adalah
keharusan beribadah hanya kepada Allah subhanahu wa ta`ala semata
dan berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang
diperintahkan oleh Allah
b. Muhkam li ghairihi, adalah ayat-ayat yang belum dinasakh pada zaman
Rasulullah, sebagaimana dikemukakan oleh al-Baazdawi dalam Kasyf
al-Asrar yang dikutip oleh al-`Aks, “ yang tidak dinasakh sehingga
terputusnya wahyu dan Nabi telah wafat, maka ini dinamakan muhkam
li ghairihi, jenis ini mencakup al-dzahir, al-nash, al-mufassar, dan al-
muhkam”, karena masing-masing belum terkena nasakh hingga
muhkam yang disebabkan oleh terputusnya kemungkinan adanya
nasakh. Artinya dianggap muhkam ini karena suatu lafadz yang
menunjukkan atas keabadian berlakunya, sehingga tidak dapat
dimansukhkan, atau muhkam karena faktor luar bila tidak dapatnya
lafadz itu dinasakh bukan karena nash atau teks nya itu sendiri tetapi
karena tidak ada nash yang menasakhnya.
2 Mutasyabih
a. Mutasyabih ayat yang terdapat dalam lafadz huruf berupa huruf-huruf
pada permulaan beberapa surah dalam Al-Qur`an.
b. Mutasyabih yang terdapat dalam mafhum ayat seperti yang terdapat
pada ayat-ayat yang berbicara tentang sifat-sifat Allah.10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan
keterangan dari ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang
belum jelas maksudnya, dan mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau
maknanya yang tersembunyi, dan memerlukan keterangan tertentu, atau hanya
Allah yang mengetahuinya
Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan
demikian. Imam Ar-Raghib Al- Asfihani  dalam kitabnya Mufradatil Qur’an
menyatakan bahwa sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu
sebagai berikut:Kesamaran dari aspek lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya,
kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.
Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat
Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan
dan amal karena pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an
mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan
petunjuk bagi manusia

B. Saran
Demikianlah uraian yang dapat saya sampaikan. Mudah-mudahan dengan
uraian yang ini dapat menambah pengetahuan kita dan berguna dalam kehidupan
kita. Makanya saya mengharap kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Amin

12
DAFTAR PUSTAKA

Anwar .Rosihon.2013.”Ulum  Al- Qur’an”. Bandung:CV Pustaka Setia


Ash-Shiddieqy, Hasbi.1993. “Ilmu-ilmu Al-Qur’an”. Jakarta:Bulan Bintang,
Hermawan,Acep. 2011. “Ulumul Quran”.Bandung : Remaja Rosdakarya
Jalal, Abdul. 2008. “Ulumul Qur’an”. Surabaya: Dunia Ilmu
Marzuki, Kamaluddin. 1992. “Ulumul Qur’an”.  Bandung: Remaja Rosdakarya
Muhammad,Syaih Jamil.1995. “Bagaimana Memahami Al-
Quran”. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar

Anda mungkin juga menyukai