Anda di halaman 1dari 4

Nama/NIM : Lutfi Saeru Salikhin/2008201040

Jurusan/Kelas : Hukum Keluarga Islam/A


Mata Kuliah : Praktik Qiraah dan Ibadah
Semester :1

Resume Materi Ilmu Tajwid

A. Definisi Ilmu Tajwid


1. Secara Lughah (bahasa):
At tajwiid = at tahsiin (‫ )ال تح س ين‬diambil dari kata (‫ )ح سن‬artinya: baik,indah,bagus.
Yakni memperindah, memperbagus, dan memperbaiki.
Tahsiinul qur'aan (‫ )ت جوي دال قرآن =ال قرآن ت ح س ين‬:
memperindah/memperbagus/memperbaiki bacaan Al Qur'an.
2. Sedangkan secara menurut istilah ialah :
‫را‬ ‫ن ال ج حر‬ ‫ال حيح‬ ‫ستحق حق حر‬
Mengucapkan huruf hijaiyyah dari tempat keluarnya dengan benar dan memberikan
haqnya huruf serta mustahaqnya.

Yang dimaksud dengan haqnya huruf adalah sifat laazimah atau sifat asli dalam huruf
tersebut, yang mana sifat tersebut tidak akan terpisah dari huruf tersebut karena apapun
baik itu ketika berharakat fathah, kasrah, dhammah ataupun sukun. Contoh dari sifat
tersebut diantaranya : jahr (nafas tertahan), isti‟laa (terangkatnya pangkal lidah), ithbaq
(merapatkan pangkal lidah dengan langit-langit), dan lain sebagainya.
Sedangkan, mustahaqnya huruf adalah sifat „aaridhah atau sifat yang datang sesuai
dengan kondisi tertentu; seperti idzhar (jelas), idgham (masuk), iqlab (membalik),
ikhfa‟ (samar), tarqiq (tipis), tahfkhim (tebal), dan lain sebagainya.

B. Sejarah Ilmu Tajwid


Jika diperbincangkan kapan bermulanya ilmu tajwid maka kenyataan menunjukan
bahwa ilmu ini telah bermula sejak Al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah saw.
sendiri diperintah untuk membaca Al-Qur'an dengan tajwid dan tartil seperti yang
disebut dalam Ayat 4, Surah al-Muzammil. "Bacalah Al-Qur'an itu dengan tartil
(perlahan-lahan)." Kemudian Nabi Muhammad saw. mengajarkan ayat-ayat tersebut
kepada para sahabat dengan bacaan tartil.
Sayyidina Ali r.a., apabila ditanya tentang apakah maksud Al-Qur'an dibaca secara
tartil maka beliau menjawab, " Membaguskan sebutan atau pelafalan bacaan pada
setiap huruf dan berhenti pada tempat yang betul."
Ini menunjukan bahwa pembacaan Al-Qur'an bukanlah suatu ilmu hasil dari ijtihad
(fatwa)para ulamayang diolah berdasarkan dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Sunah,
melainkan sesuatu yang taufiqi (diambil) melalui riwayat dari sumber asalnya, yaitu
sebutan dan bacaan Rasulullah saw.
Para sahabat r.a. adalah orang-orang yang amanah dalam mewariskan bacaan ini
kepada generasi umat Islam selanjutnya. Mereka tidak akan menambah ataupun
mengurangi apa yang telah mereka pelajari itu karena rasa takut mereka yang tinggi
kepada Allah Swt.
Meskipun demikian, penulisan ilmu tajwid yang paling awal dianggap ketika Usman
melengkapi mushaf dengan tanda titik dan garis atau harakat. Gerakan ini dilakukan
karena umat Islam mulai melakukan kesalahan-kesalahan dalam membaca Al-Qur'an.
Adapun yang mengetaui gerakan ini adalah Abu Aswad ad-Duwali dan al-Khali bin
Ahmad al-Farhidi. Sebelumnya, Usman menyiapkan mushaf Al-Qur'an sebanyak enam
atau tujuh buah. Beliau telah membiarkan tanpa titik-titik huruf dan baris-baris untuk
memberi keluasan kepada para sahabat dan Thabi'in pada masa itu untuk membacanya
sebagaimana yang mereka ambil dari Rasulullah saw. sesuai dengan lahjah (dialek)
bangsa Arab macam-macam.
Setelah berkembang luasnya agama Islam ke seluruh tanah Arab serta jatuhnya Roma
dan Parsi ke tangan umat Islam pada tahun pertama dan kedua Hijriah, bahasa Arab
mulai bercampur dengan bahasa penduduk-penduduk yang ditaklukan umat Islam. Hal
ini telah menyebabkan berlakunya kesalahan yang banyak dalam penggunaan bahasa
Arab dan pembacaan Al-Qur'an.
Untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam membacanya maka baris dan titik
pada huruf-hurufnya. Ilmu Qiraat yang paling awal ialah apa yang telah dihimpun oleh
Abu 'Ubaid al-Qasim Ibnu Salam dalam kitabnya al-Qiraat tetapi ada yang mengatakan
apa yang telah disusun oleh Abu 'Umar Hafs ad-Duri dalam ilmu Qiraat adalah lebih
awal. Pada kurun ke-4 Hijriah pula, lahir Ibnu Mujahid al-Bagdadi dengan karangannya
"Kitabus Sab'ah", Beliau belajar Qiraat kepada tujuh imam, sesuai dengan tujuh
perbedaan dan Mushaf Usmaniah yang berjumlah tujuh naskah.
Setelah itu lahir para ulama yang memelihara kedua ilmu ini dengan karangan-
karangan mereka dari masa ke masa, seperti Abu 'Amr ad-Dani dengan kitabnya at-
Taysir, Imam asy-Syatibi Tahani dengan kitabnya Hirzul Amani wa Wajhut Tahani
yang menjadi tonggak kepada karangan-karangan para tokoh yang sezaman dan yang
setelah mereka. Akan tetapi, yang jelas dari karangan-karangan mereka ialah ilmu
Tajwid dan ilmu Qiraat senantiasa bergandengan, ditulis dalam satu kitab tanpa
dipisahkan pembahasannya. Penulisan ini juga diajarkan kepada murid murid mereka.
Kemudian, lahir pula seorang tokoh yang amat pentingdalam ilmu Tajwid dan Qiraat,
yaitu Imam (ulama) yang lebih terkenal dengan nama Ibnul Jazari dengan karangan
beliau yang masyhur yaitu an-Nasyr, Tayyibatun Nasr, dan ad-Durratul Mudhiyyah
yang mengatakan bahwa ilmu Qiraat adalah sepuluh sebagai pelengkap dari apa yang
telah dinyatakan Imam asy-Syatibi dalam kitabnya Hirzul Amani sebagai Qiraat
ketujuh.

C. Objek Pembahasan Ilmu Tajwid


Menurut mayoritas ulama, objek pembahasan dalam ilmu tajwid adalah kata dan
kalimat dalam ayat-ayat Al Quran saja. Sedangkan, sebagian ulama yang lainnya
memasukkan hadits sebagai objek pembahasan ilmu tajwid. Sehingga membaca
haditspun juga harus sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.

D. Tujuan Mempelajari Ilmu Tajwid


Sebagai disiplin ilmu, tajwid mempunyai tujuan tersendiri. Sedangkan, tujuannya
mengacu pada pegertian tajwid diatas. adapun tujuan yang dimaksud adalah:
1. Agar pembaja dapat melafalkan huruf-huruf Hijaiyah dengan benar, yang
disesuaikan dengan mahraj dan sifatnya.
2. Agar dapat memelihara kemurnian bacaan Alqur‟an melalui tata cara membaca
alqur‟an yang benar, sehinga keberadaan bacaan Alqur‟an dewasa ini sama dengan
bacaan yang pernaj diajarkan oleh Rasulullah, mengingat bacaan Alqur‟an bersifat
“tanqifi‟‟, yakni mengikuti apa yang diajarkan rasulullah saw. Allah berfirman :
‫ي ان‬ ‫را‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ ال ق ي ( را‬: ١٧-١٨
Sesungguhnya mengumpulkan Alqur‟an dan membacanya adalah tangung jawab
kami, jika kami telah membacakan, maka kamu ikuti bacaan itu.” ( Q.S. 75, Al-
qiyamah: 17-18 )
3. Menjaga lisan pembaca, agar tidak terjadi kesalahan yang mengakibatkan
terjerumus ke perbuatan dosa.

Anda mungkin juga menyukai