Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TALAK ,IDDAH DAN RUJU`


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Muamalah

Di susun oleh :
M.Alwi Fadillah (2001020234)
Iwan Maulana (2001020229)
Semester III
(PAI-F1)

Dosen Pembimbing :
NADLRAH NAIMI , M.A

PENDIDIKAN AGAMA ISALAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA
UTARA
TAHUN 2021
Kata Pengantar

Assalamualaikumwr.wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa
kurang suatu apa pun. Tak lupa pula penulis haturkan shalawat serta salam
kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir
pada kita di hari akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul TALAK ,IDDAH DAN RUJU`bertujuan


untuk memenuhi tugas matakuliah Ilmu Pendidikan Islam. Pada makalah diuraikan
pengertian TALAK ,IDDAH DAN RUJU`
Selama proses penyusunanmakalah, penulismendapatkanbantuan dan
bimbingan dari beberapapihak. Oleh karena itu, penulis berterimakasih kepada:
1. NADLRAH NAIMI , M.A
2. Temen-temen yang sudah ikut serta membantu.

Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan
balik berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini bias memberikan manfaat bagi
berbagai pihak. Aamiin.

Wassalamualaikumwr.wb.

Medan, 30 OKTOBER 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 Latar belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan penulisan......................................................................................................2
BAB II..............................................................................................................................2
PEMBAHASAN............................................................................................................2
2.1 Talak........................................................................................................................2
2.2 Iddah........................................................................................................................8
2.3 Ruju`.......................................................................................................................12
BAB III..........................................................................................................................15
PENUTUP....................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Suatu perkawinan dimaksudkan untuk membina hubungan yang harmonis
antara suami istri, namun kenyataan membuktikan, bahwa untuk memelihara
keharmonisan bersama suami istri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan
bahkan dalam hal perkara yang mudah dilaksanakan bahkan dalam hal kasih
sayang pun sulit untuk diwujudkan dikarenakan faktor-faktor psikologis, biologis,
ekonomis, perbedaan kecenderungan pandangan hidup.
Munculnya perubahan pandangan hidup yang berbeda antara suami istri,
timbulnya perselisihan pendapat antara keduanya, perubahan kecunderungan hati
dan lain sebagainya harus dicarikan jalan keluarnya dengan baik. Jalan keluar
pertama adalah keduanya mengadakan musyawarah untuk mufakat, sehingga
permasalahan dapat diselesaikan dan keutuhan rumah tangga tetap dapat
dipertahankan. Bila usaha yang dilakukan berdua tidak mendatangkan hasil, maka
boleh meminta bantuan pihak lain yang dianggap dapat bertanggung jawab,
terutama dari pihak keluarga terdekat suami maupun istri. Namun bila segala cara
telah dicoba dan tidak juga mendatangkan hasil, maka jalan yang dianggap
keduanya paling maslahat adalah berpisah. Perceraian memang menjadi pilihan
yang paling akhir, dan sering dirasakan sebagai pilihan yang pahit bahkan
mungkin menyakitkan, tapi meskipun perceraian sebagai suatu yang dibolehkan
oleh agama tetapi sangat dibenci oleh Allah.

1
B.      Rumusan Masalah
 Apa yang dimaksud dengan talak, iddah dan rujuk ?
 Bagaimana  hukum talak, iddah dan rujuk ?
 Apa saja rukun dan syarat talak dan rujuk ?
 Apa saja macam-macam talak dan iddah?
 Bagaimana hikmah adanya talak, iddah dan rujuk ?
C.    Tujuan
 Mengetahui maksud dari talak, iddah dan rujuk.
 Mengetahui hukum talak, iddah dan rujuk.
 Mengetahui rukun dan syarat talak dan rujuk.
  Mengetahui macam-macam talak dan iddah.
  Mengetahui hikmah adanya talak, iddah dan rujuk.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Talak (Perceraian)
1.      Pengertian Talak (Perceraian)
Talak diambil dari kata “ ithlaq” yang artinya melepaskan  atau meninggalkan.
Sedangkan menurut istilah talak adalah melepaskan ikatan perkawinanan atau
bubarnya hubungan suami istri. Menurut Sayyid Sabiq talak yaitu sebuah upaya
untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya mengkhiri hubungan
perkawinan itu sendiri.
Menurut UU. No.1/1974 Pasal 66 ayat 1 talak yaitu seorang suami yang
beragama islam yang akan menceraikan istrinya mengajukan permohonan kepada
Pengadilan untuk mengadakan sidang guna penyaksian ikrar talak.
Sedangkan menurut Komplikasi Hukum Islam Pasal 117 talak adalah ikrar
suami dihadapan sidang Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab
putusnya perkawinan dengan cara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 109,
130, 131.

2
2.       Hukum – Hukum Talak
Hukum – hukum talak yaitu sebagai berikut:
a.       Wajib, hukum ini diperbolehkan jika thalak itu dijatuhkan oleh pihak hakim
(penengah), karena perpecahan antara suami istri yang tidak mungkin disatukan
kembali dan talak adalah satu-satunya jalan.
b.      Sunnah, hukum ini diperbolehkan jika talak itu disebabkan karena istri
mengabaikan kewajibannya terhadap Allah. Sang istri dikategorikan rusak
moralnya, padahal suami sudah berusaha untuk memperbaikinya. Menurut ulama,
istri seperti itu tidak patut dipertahankan karena hal itu akan mempengaruhi
keimanan suami dan tidak membuat ketenangan dalam rumah tangga.
c.       Mubah, hukum ini dibolehkan ketika ada keperluan seperti buruknya sikap istri
terhadap suami, suami menderita karena tingkah laku istri dan suami tidak
mencapai tujuan perkawinan karena istri.
d.      Makruh, dikarenakan talak itu menghilangkan perkawinan yang di dalamnya
terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang sunah dan makruh merupakan
hukum asal dari talak tersebut.
e.       Haram, yaitu talak tanpa alasan yang benar. Diharamkan karena menganiaya
atau menyakiti istri yang akhirnya akan merugikan kedua belah pihak. Tidak ada
guna dan kemaslahatan dari talak ini.
3.       Rukun dan Syarat Talak
Berikut ini yang merupakan rukun dan syarat talak, yaitu:
a.       Suami
Yang mana selain suami tidak boleh mentalak. Talak yang dijatuhkan suami
dianggap sah jika apabila suami dalam keadaan berakal, baligh, dan atas kemauan
sendiri.

3
b.      Istri
Yaitu orang yang berada di bawah perlindungan suami dan ia adalah obyek
yang akan mendapatkan talak. Talak yang dijatuhkan kepada istri hukumnya sah
apabila istri masih dalam ikatan suami istri secara sah dan istri dalam keadaan
iddah.
c.       Shighat Talak
Shighat talak ialah kata-kata yang diucapkan suami terhadap istrinya yang
menunjukkan thalak, baik secara sharih (jelas)  maupun kinayah (sindiran), juga
bisa dengan tulisan maupun isyarat.
4.       Macam – Macam Talak
a.       Dilihat dari pengaturannya talak ada dua macam, yaitu:
1)      Ta’liq dimaksuskan seperti janji karena mengandung pengertian melakukan
pekerjaan atau meninggalkan suatu perbuatan atau menguatkan suatu kabar.
Ta’liq seperti ini menurut Sayyid Sabiq disebut dengan ta’liq sumpah atau qasam.
Misalnya seorang suami berkata kepada istrinya, “ Jika aku keluar rumah, engkau
tertalak.” Maksudnya, suami melarang istrinya keluar rumah ketika suaminya
tidak ada dirumah.
2)      Talak yang dijatuhkan untuk menjatuhkan talak bila telah terpenuhi syaratnya.
Talak seperti ini desebut disebut dengan ta’liq syarat. Misalnya seorang suami
berkata kepada istrinya, “Jika engkau  membebaskan aku dari sisa membayar
maharnya, engkau tertalak.”
b.      Dilihat dari ketentuan macamnya talak ada dua macam, yaitu:
1)      Talak sunni (sunnah) yaitu talak yang berjalan sesuai dengan ketentuan agama,
yaitu seorang suami menalak istri yang telah digaulinya dengan sekali talak pada
masa bersih dan belum is sentuh kembali selama bersih itu.

4
2)      Talak bid’i yaitu talak yang menyalahi ketentuan agama, misalnya talak yang
diucapkan dengan tiga kali talak pada wktu bersamaan atau talak dengan ucapan
talak tiga, atau menalak istri yang dalam keadaan sedang haid atau menalak istri
dalam keadaan suci, tetapi sebelumnya telah dicampuri.
c.       Dilihat dari berat ringannya talak ada dua macam , yaitu:
1)      Talak raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang telah dikumpuli,
bukan talak yang karena tebusan, bukan pula talak yang ketiga kalinya. Suami
secara langsung dapat kembali kepada istrinya yang dalam masa iddah tanpa harus
melakukan akad nikah yang baru.
2)      Talak ba’in yaitu talak yang tidak dapat rujuk oleh suami, kecuali dengan
perkawinan baru walaupun dalam masa iddah, seperti talak perempuan yang
belum digauli. Talak bai’in ini terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a)      Ba’in shugra yaitu talak yang dapat memutuskan ikatan perkawinan, artinya jika
sudah terjadi talak, istri sudah bebas menentukan pilihannya setelah habis masa
iddahnya. Suami pertama dapat rujuk dengan akad perkawinan yang  baru.
b)      Ba’in kubra yaitu substansinya suami tidak dapat rujuk kepada istrinya, kecuali
istrinya telah menikah dengan laki-laki yang lain dan bercerai kembali.
3)      Talak khulu’. Khulu’ adalah tebusan yang dibayar oleh seorang istri kepada
suami yang membencinya, agar ia (suami) dapat menceraikannya. Khulu’
adalah fasakh nikah maka fasakh nikah bukan termasuk talak, tetapi para ulama
menegaskan substansinya yang sama dengan talak. Talak dengan cara ini
diperbolehkan dalam hukum islam dengan disertai beberapa hukum perbedaan
dengan talak biasa.

5
Khulu’ hanya dibolehkan kalau ada alasan yang tepat seperti suami
meninggalkan  istrinya selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin istrinya serta
alasan yang sah, atau suami seorang yang murtad dan tidak memenuhi kewajiban
terhadap istrinya, sedangkan istri khawatir akan melanggar hukum Allah. Dalam
kondisi ini seperti ini istri tidak wajib menggauli suami dengan baik dan ia berhak
untuk khulu’
d.      Dilihat dari kata-kata atau sighat yang digunakan, talak terdiri dari dua macam,
yaitu:
1)      Sarih (terang) yaitu kalimat yang tidak ragu-ragu lagi bahwa yang dimaksud
adalah memutuskan ikatan perkawinan, seperti kata si suami, “ Engkau tertalak,”
atau “ Saya ceraikan engkau.”
2)      Kinayah (sendirian) yaitu kalimat yang masih ragu-ragu , boleh diartikan untuk
penceraian nikah dengan orang lain, seperti kata suami, “ Pulanglah engkau ke
rumah keluargamu”, atau “Pergilah dari sini” dan sebagainya.
5.       Penyebab Terjadinya Talak
            Berikut ini keadaan yang menyebabkan putusan talak, yaitu:
a.       Talak karena suami tidak memberi nafkah
      Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad membolehkan talak antara
suami dan istri karena sang suami tidak memberi nafkah, yaitu melalui keputusan
hakim. Itupun jika istri menghendakinya. Sedangkan ulama madzhab Hanafi tidak
membolehkannya, baik itu disebabkan adanya keengganan suami untuk
memberikan nafkah, karena kesulitan maupun tidakkemampuan suami
memberikan nafkah kepada istrinya.

6
b.      Talak karena bahaya yang mengancam
      Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa seorang istri mempunyai
hak untuk meminta talak melalui seorang hakim jika melihat adanya bahaya yang
dilakukan oleh suami terhadap dirinya. Misalnya, kebiasaan memukul atau
perlakuan kasar atau tindakan menyakitkan lainnya yang ia tidak mampu
menahannya. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Imam As-Syafi’i tidak
membolehkan seorang istri meminta talak kepada suaminya karena adanya bahaya
dari pihak suaminya. Yang demikian, itu karena tidak diperbolehkannya
pemaksaan suami terhadap istri untuk mentaatinya
c.       Talak karena kepentingan suami
      Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa seorang istri
diperbolehkan meminta talak untuk menghindari penderitaan yang dialaminya
karena kepergian suami dalam waktu yang cukup lama tanpa adanya alasan yang
membolehkan. Minimal meninggalkan istrinya selama 1 tahun. Imam Ahmad
menambahkan bahwa batas waktu minimal yang membolehkan seorang istri
meminta talak karena kepergian suaminya adalah 6 bulan karena masa tersebut
merupakan puncak dimana seorang istri harus bersabar atas kepergian suaminya.
d.      Talak karena suami dipenjara
      Imam Malik dan Imam Ahmad berpendapat bahwa seorang istri juga
diperbolehkan meminta talak karena hukuman penjara yang dijalani oleh
suaminya. Karena hukuman penjara tersebut akan menyebabkan seorang istri
menderita.

7
Penceraian harus berdasarkan alasan yang secara limitatif ditentukan:
a.    Zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan.
b.   Meninggalkan tanpa izin 2 tahun berturut-turut.
c.    Dihukum 5 tahun ke ataas.
6.       Hikmah Talak
            Berikut ini hikmah talak, yaitu:
a.       Sebagai jalan atau pintu darurat bagi pasangan suami istri yang memang tidak
mungkin lagi bersatu dalam ikatan rumah tangga. Bahkan, apabila tidak
menempuh jalan ini, salah satu atau keduanya akan semakin menderita baik lahir
maupun batin.
b.      Sebagai sarana untuk dapat memilih pasangan hidup yang lebih baik, cocok dan
harmonis dari sebelumnya.
c.       Akan membawa seseorang sadar bahwa hidup berumah tangga sangat rentang
dari gangguan pihak lain. Tidak bisa masing-masing pihak bersi keras atas
kemauannya sendiri.
d.      Membuat seseorang menjadi sabar dan mawas diri bahwa semua tata kehidupan
di dunia pada dasarnya atas kehendak Allah.

B.     Iddah

1.       Pengertian iddah

‘Iddah diambil dari kata al-add dan al-ihsha’, yaitu sesuatu yang dihitung
oleh perempuan, ia menempatinya dalam beberapa hari dan masa. ‘Iddah
merupakan nama untuk masa bagi perempuan untuk menunggu dan mencegahnya
untuk masa menikah setelah wafatnya suami atau berpisah dengannya.

8
‘Iddah terhitung sejak adanya sebab – sebabnya, yaitu wafat dan talak.
‘Iddah telah dikenal pada masa jahiliyah. Mereka  tidak menginginkan dan
meninggalkan ‘iddah. Ketika islam datang ditetapkanlah ‘iddah karena di
dalamnya mengandung kemaslahatan.
Ulama telah sepakat atas kewajiban ‘iddah, berdasarkan firman Allah :
Wanita – wanita yang di talak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru’. (QS. Al – Baqarah (2) : 228).
Quru’ dapat di artikan suci atau haidh.
Dan juga ucapan rasulullah kepada fatima binti qais:
Ber’iddahlah kamu diruma IBNU UMMI MAKTUM.
‘iddah memiliki dua sebab;Pertama, wafatnya suami baik ia telah
berkumpul dengannya atau belum berkumpul dengannya. Hal ini berdasarkan
firman Allah:
Orang orang yang meninggal dunia diantaranya dengan meninggalkan
istri-istri (hendakklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat
bulan sepuluh hari. (QS. AL-Baqarah (2):234).
Dan juga berdasarkan ucapan rasulullah:jangannlah seorang perempuan
berkabung atas mayyit lebih dari tiga hari kecuali kepada suami selama empat
bulan sepuluh hari, ia tidak memakai pakaian yang ditenung kecuali pakaian dari
asab, tidak bercelak, tidak memakai harum-haruman kecuali jika telah suci
sedikitpun atau pada kuku-kuku.
Kedua, terjadinya perpisahan antara suami istri dalam kehidupan, baik
dengan sebab talak atau yang lain seperti fasakh. Dengan syarat perpisahan
setelah berhubungan. Hal ini berdasarkan firman Allah:
Hai nabi apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendakklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang wajar)
dan hitunglah waktu ‘iddah itu. (QS. Ath-Thalaq (65):1).

9
Begitu pula firman-nya:
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’. (QS. Al-Baqarah (2):228)
Adapun jika istri tidak bercampur maka tidak ada ‘iddah baginya. Allah
berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya mak sekali-sekali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu yang
kamu minta menyempurnakannya. (QS.AL-Ahsab (33): 49)
Ibnu Al-Qayyim telah menjelaskan hikmah disyariatkannya ‘iddah bahwa
dalam syariat ‘iddah terdapat beberapa hukum, diantaranya ilmu dalam
melepaskan kekerabatan. Sehingga tidak terkumpul sperma dari dua orang yang
bersetubuh atau lebih banyak dari satu rahim, sehingga bercampurlah keturunan
dan menjadi rusak. Kaeran kerusakan tersebut syariah dan hikmah mencegahnya,
diantaranya:
a.       Keagungan akan pentingnya akad ini, menghilangkan kekuatannya, dan
menampakkan kemulyaannya.
b.      Memberikan waktu untuk kembali bagi orang yang bercerai. Diharapkan ia
menyesal dan kembali sehingga ia menemukan waktu yang memungkinkan untuk
kembali.
c.       Memenuhi hak suami, menampakkan pengaruh kehilangannya dalam
mencegahdari berhias.
d.      Berhati hati atas hak suami, kemaslahatan istri, hak anak, dan melaksanakan hak
Allah yang mewajibkannya  

2.      Tujuan-tujuan ‘iddah antara lain sebagai berikut:


a.       ‘iddah perempuan haidh

10
b.      ‘iddah perempuan yang tidak haidh (monopouse)
c.       ‘iddah perempuan hamil
d.      ‘iddah perempuan yang ditinggal mati suaminya
e.       ‘iddah perempuan yang istihadhah
f.       ‘iddah perempuan yang belam bercampur dengan suaminya
3.      Wajibnya ‘iddah selain pernikahan yang sah
Seseorang yang bersetubuh dengan perempuan secara syubhat (samar-samar)
maka wajib bagi perempuan untuk ber ‘iddah. Karena bersetubuh secara syubhat
seperti bersetubuh pada pernikahan. Oleh karena itu, sama seperti persetubuhan
pernikahan sehingga mengharuskan ‘iddah:
“sebagaimana keharusan ‘iddah pada pernikahan rusak (yang tidak sah) jika telah
terjadi persetubuhan.
Seseorang yang berzinah dengan perempuan, tidak wajib baginya ‘iddah
karena ‘iddah karena untuk memelihara nasab. Orang yang berzinah tidak
menjadikan nasab. Ini adalah pendapat madzhab hanafiyah, syafiiyah, Ats-Tsauri
dan ini adalah pendapat dari abu bakar dan umar.
Malik dan ahmad berkat: “baginya ber-‘iddah, apakah ‘iddahnya selama tiga
kali haidh atau sekali haidh samapi selesai? Ada dua pendapat dari ahmad.
4.      Nafkah atas perempuan yang ber-‘iddah
Para ulam fiqih telah bersepakat bahwa perempuan yang dicerai dengan talak
raj’i memiliki hak nafkah dan tempat tinggal. Mereka berbeda pendapat tentang
perempuan yang diputuskan, yaitu perempuan yang dicerai dengan talak ba’in
yang tiada rujuk kembali.
Abu hanifah berkata : “baginya nafkah dan kenyamanan seperti perempuan
yang dicerai dengan talak raj’i karena ia terbebani dengan ketetapan masa ‘iddah
dalam rumah tangga.

11
Ahmad mengatakan bahwa tidak ada nafkah dan tempat tinggal. Berdasarkan
hadits fatimah bi Qais, bahwa suaminya mencerainnya dengan talak ba’in.
Kemudian ia melapor kepada rasulullah. Ia tidak memiliki hak untuk mendapat
nafkah.
Asy-syafiih dan malik berkata: “ baginya tempat tinggal dalam setiap keadaan
dan tidak ada nafkah baginya kecuali ketika ia hamil. Kerena aisyah dan ibnu
nusayyab mengingkari hadits fatimah binti Qais.
Malik berkata: “aku mendengar ibnu syihab berkata :’perempuan yang dicerai
talak ba’in tidak keluar sehingga halal. Ia tidak mendapatkan nafkah kecuali jika
hamil. Jika hamil ia akan diberikan nafkah sehingga melahirkan. ‘lalu ia
berkata :’ini merupakan pendapat kita”.

C.    RUJUK
1.       Pengertian Rujuk
Rujuk secara bahasa adalah kembali. Sedangkan menurut istilah yakni
kembalinya hubungan suami istri yang bercerai untuk meneruskan atau membina
rumah tangga kembali sebagai suami istri.
Menurut Madzhab Hanafi rujuk adalah melangsungkan hak milik yang ada
tanpa adanya ganti rugi, selama masa iddah masih ada, atau melanjutkan
hubungan suami istri selama masih dalam masa iddah akibat talak raj’i.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama rujuk adalah mengembalikan wanita yang
ditalak, selain talak ba’in, pada perkawinan selama wanita itu masih berada dalam
masa iddah tanpa akad yang baru.
2.       Rukun dan Syarat rujuk
Adapun rukun rujuk menurut madzhab Syafi’i, yaitu:
a.       Sighat (pernyataan kembali dari suami).
b.      Suami yang akan melaksanakan rujuk.

12
Menurut madzhab Hambali, rukun rujuk yaitu:
a.       Sighat (pernyataan kembali dari suami).
b.      Suami yang akan melaksanakan rujuk.
c.       Jima’ (bersetubuh).
Sedangkan menurut madzhab Maliki rukun rujuk yaitu:
a.       Niat suami yang menyatakan rujuknya.
b.      Istri yang akan dirujuk.
Ulama fikih juga telah menetapkan syarat sahnya rujuk sebagai berikut:[11]
a.       Suami yang melakukan rujuk adalah orang yang cakap bertindak hukum yaitu
baligh dan berakal.
b.      Suami yang akan rujuk harus menyatakan dengan jelas keinginannya atau dapat
juga dengan sindiran. Sebagian ulama ada juga yang berpendapat boleh langsung
dengan perbuatan.
c.       Status wanita yang sedang di talak haruslah dalam masa iddah.
d.      Rujuk harus dilakukan secara langsung tanpa ada persyaratan-persyaratan yang
dibuat oleh suami.
3.       Hukum Rujuk
Rujuk asal hukumnya adalah boleh. Selanjutnya hukum rujuk bisa menjadi
haram, makruh, sunnah, dan wajib apabila:
a.       Haram, apabila dengan rujuk pihak istri dirugikan, seperti keadaanya lebih
menderita dibandingkan dengan sebelumya.
b.      Makruh, apabila diketahui bahwa meneruskan perceraian lebih bermanfaat bagi
keduanya jika dibandingkan dengan rujuk.

13
c.       Sunnah, apabila diketahui bahwa dengan rujuk lebih bermanfaat jika
dibandingkan dengan menuruskan perceraian.
d.      Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu, jika salah seorang
dithalak sebelum gilirannya disempurnakan.

4.       Hikmah Rujuk


Rujuk didalam islam mengandung beberapa hiknah, antara lain:
a.       Menghindarkan murka Allah karena talak itu sesuatu yang sangat dibenci.
b.      Sebagai sarana untuk mempertanggug jawabkan anak-anak mereka secara
bersama-sama, baik dalam pemeliharaan, nafkah dan lain-lain.
c.       Sebagai sarana untuk menjamin kembali pasangan suami istri yang bercerai,
sehingga pasangan tersebut bisa lebih hati-hati, saling menghargai dan
menghormati, yang pada akhirnya akan menciptakan pasangan yang serasi dan
harmonis.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Talak diambil dari kata “ ithlaq” yang artinya melepaskan  atau


meninggalkan. Sedangkan menurut istilah talak adalah melepaskan ikatan
perkawinanan atau bubarnya hubungan suami istri. Menurut Sayyid Sabiq talak
yaitu sebuah upaya untuk melepaskan ikatan perkawinan dan selanjutnya
mengkhiri hubungan perkawinan itu sendiri. Hukum talak yaitu terdiri dari wajib,
sunah, mubah, makruh dan haram dan rukun talak itu terdiri dari suami, istri dan
sighat talak. Salah satu hikmah talak yaitu sebagai jalan atau pintu darurat bagi
pasangan suami istri yang memang tidak mungkin lagi bersatu dalam ikatan
rumah tangga. Bahkan, apabila tidak menempuh jalan ini, salah satu atau
keduanya akan semakin menderita baik lahir maupun batin.
‘Iddah diambil dari kata al-add dan al-ihsha’, yaitu sesuatu yang dihitung
oleh perempuan, ia menempatinya dalam beberapa hari dan masa. ‘Iddah
merupakan nama untuk masa bagi perempuan untuk menunggu dan mencegahnya
untuk masa menikah setelah wafatnya suami atau berpisah dengannya.
Rujuk secara bahasa adalah kembali. Sedangkan menurut istilah yakni
kembalinya hubungan suami istri yang bercerai untuk meneruskan atau membina
rumah tangga kembali sebagai suami istri. Rukun meurut 4 madzhab yaitu sighat,
suami yang mentalak, jima’ (bersetubuh) dan ada niatan seorang suami untuk
rujuk kembali. Hukum rujuk ini boleh dilakukan, tetapi ada yang
membolehkan  haram, makruh, sunah dan wajib. Salah satu hikmah rujuk yaitu
menghindarkan murka Allah karena perceraian sangat dibenci dan rujuk akan
menghindari perpecahan antar kekerabatan diantara keluarga suami dan istri.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://ahsinrifqy.blogspot.com/
https://blog.justika.com/
http://eprints.walisongo.ac.id
http://repository.uinbanten.ac.id

16

Anda mungkin juga menyukai