Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FIKIH II

“ Talak dan Rujuk “

Dosen Pengampu:

Mursyid Fikri S.Pd.I MH

Disusun oleh :

Muh. Ainul Muttaqin

Nurlaila

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2023

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan


rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu yang disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih” .
Shalawat serta salam semoga senantiasa selalu tercurah kepada baginda
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah menyampaikan risalah
kebenaran dan telah membawa kita dari zaman kegelapan (jahiliyah) menuju
zaman yang terang benderang yang penuh dengan petunjuk (dunul islam) beserta
keluarga, sahabat serta kita yang insya Allah selalu melaksanakan sunnahnya.

Penulis tak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Mursyid Fikri
S.Pd.I MH selaku dosen mata kuliah Fikih 2 dan seluruh pihak yang telah
membantu dalam upaya penyelesaian makalah ini. Kami menyadari makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari
semua pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini
dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang luas dan
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Makassar, 26 November 2023

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii


DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 1
C. Tujuan ..................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Muhammadiyah Dalam Dinamika Global ............................................. 3
B. Karakter Muhammadiyah........................................................................ 7
BAB III
1. Kesimpulan ......................................................................................... 12
2. Saran.................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perkawinaan adalah akad yang menghalalkan hubungan laki-laki dengan
perempuandalam ikatan suami istri. Dalam perkawinan setiap orang ingin
membentuk keluarga bahagiadan utuh sampai akhir hayat tetapi, kadang
ada suatu permasalahan yang membuat pertengkaran bahkan menngambil
jalan perceraian. Allah paling membenci hal tersebut.Talak ialah
melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan mengucapkan lafazh
yangtertentu, misalnya suami berkata kepada istrinya. Pada dasarnya talak
hukumnya boleh, tetapi sangat dibenci menurut pandangan syara’. Ucapan
untuk mentalak istri ada dua yaitu ucapan sharih, yaitu ucapan yang tegas
maksudnya untuk mentalak, dan ucapan yang kinayah yaituucapan yang
tidak jelas maksudnya.

Salah satu jalan untuk kembali yang digunakan seorang suami kepada
mantan istrinyaialah dengan rujuk. Kesempatan itu diberikan kepada setiap
manusia oleh Allah untukmemperbaiki perkawinannya yang sebelumnya
kurang baik. Hal tersebut merupakn salahsatu hikmah rujuk.

Rujuk sendiri mempunyai penngertian yang luas yaitu kembalinya seorang


suami kepada istri yang telah ditalak raj’i bukan talak ba’in selama masih
dalam masa iddah. Dari definisi tersebut, terlihat beberapa kata kunci yang
menunjukan hakikat perbuatan rujuk.Seseorang yang ingin melakukuan
rujuk harus memperhatikan hal-hal yang berkaitanmengenai rujuk agar
terlaksana dengan baik.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu:

1
1. Bagaimana defenisi, Syarat, serta macam- macam talak
2. Bagaiman defenisi, rukun, syarat, dan tata cara rujuk
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami defenisi, Syarat, serta macam-
macam talak
2. Untuk mengetahui dan memahami defenisi, rukun, syarat, dan tata cara
rujuk

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Talak
1. Pengertian Talak
Talak di ambil dari kata itlak artinya melepaskan atau
meninggalkan. Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik
ikatan nyata seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan atau pun ikatan
ma’nawi seperti nikah. Talak menurut istilah adalah menghilangkan
ikatan pernikahan atau menguranggi pelepasan ikatan dengan
mengunakan kata-kata tertentu.
Talak menurut syara’ ialah melepaskan taali perkawinan dan
mengakhiri tali pernikahan suami istri.Langgengnya kehidupan dalam
ikatan perkawinan merupakan suatu tujuan yang di utamakandalam
iman. Akad nikah di adakan untuk selamanya dan seterusnya agar
suami istri bersama-sama dapat mewujudkan rumah tangga sebagai
tempat berlindung. Allah Swt Berfirman :
‫َالَّطاَل ُق َم َّر ٰت ِن ۖ َفِاْم َس اٌۢك ِبَم ْع ُرْو ٍف َاْو َتْس ِرْيٌۢح ِبِاْح َس اٍن ۗ َو اَل َيِح ُّل َلُك ْم َاْن َتْأُخ ُذ ْو ا ِمَّم ٓا‬
‫ٰا َتْيُتُم ْو ُهَّن َش ْئًـا ِآاَّل َاْن َّيَخ اَفٓا َااَّل ُيِقْيَم ا ُح ُد ْو َد ِهّٰللاۗ َفِاْن ِخ ْفُتْم َااَّل ُيِقْيَم ا ُح ُد ْو َد ِهّٰللاۙ َفاَل ُجَن اَح َع َلْيِهَم ا‬
‫ٰۤل‬
‫ِفْيَم ا اْفَتَد ْت ِبٖه ۗ ِتْلَك ُح ُد ْو ُد ِهّٰللا َفاَل َتْعَتُد ْو َهاۚ َو َم ْن َّيَتَع َّد ُح ُد ْو َد ِهّٰللا َفُاو ِٕىَك ُهُم الّٰظ ِلُم ْو َن‬.
Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat)
menahan dengan baik, atau melepaskan dengan baik. Tidak halal bagi
kamu mengambil kembali sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa
keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh
istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka

3
janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa melanggar hukum-hukum
Allah, mereka itulah orang-orang zalim.
Oleh karna itu dapat di katakan bahwa ikatan antara suami istri
adalah ikatan yang paling suci dan kokoh dan tempaat mencurahkan
kasih sayang dan dapat memelihara anak-anaknya sehingga mereka
tumbuh dengan baik.Begitu kuat dan kokohnya hubungan antara
suami istri maka tidak sepantasnyaapabila hubungan tersebut di rusak
dan di sepelekan, setiap usaha untuk menyepelekanhubungan
pernikahan dan melemahkannya sangat dibenci oleh Islam karna ia
merusakkebaikan dan menghilangkan kemaslahatan antara suami istri.

2. Syarat Talak

Syarat melaksanakan talak oleh jumhur ulama ahli fiqih sepakat


bahwa orang yang boleh menjatuhkan talak adalah suami yang
berakal, dewasa dan kemauan sendiri, sehingga tidak sah talaknya
anak kecil, orang gila, mengigau dan dipaksa, yakni sebagai beriku:

a. Berakal, yaitu suami yang menjatuhkan talaknya dalam kedaan


akalnya sehat sehingga apabila suami dengan memiliki
kekurangan mental maka tidak bisa menjatuhkan talaknya
terhadap istrinya.
b. Dewasa, yaitu suami yang menjatuhkan talaknya ketika suami
sudah dewasa, yakni sudah baligh. Sehingga apabila suami belum
baligh maka tidak bisa menjatuhkan talaknya terhadap istrinya.
c. Kemauan sendiri yaitu suami yang menjatuhkan talaknya atas
kehendak kemauan suami sendiri, bukan atas dasar paksaan atau
ancaman dari orang lain baik berupa penyiksaan, teror, maupun
akan kehilangan pekerjaan dan sumber kehidupan lainnya.

4
3. Talaknya Orang Dipaksa, Mabuk Dan Marah

Dalam perkara suami yang menjatuhkan talaknya karena dipaksa


atau kondisi suami sedang dalam keadaan mabuk, para ulama berbeda
pendapat apakah talaknya terjadi atau tidak. Untuk lebih jelasnya
berikut penjelasannya:

a. Dipaksa

Jumhur ulama seperti Maliki, Syafii, Hanbali, Dawud berpendapat


bahwa suami yang menjatuhkan talaknya terhadap istrinya karena
adanya unsur paksaan, maka talaknya tidak terjadi. Pendapat ini
seperti yang dipahami oleh sahabat Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Ibnu
Abbas, Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib. Ini berdasarkan hadits
Nabi riwayat Bukhari dan Abu Dawud tentang diangkatnya
kekeliruan, kelupaan dan keterpaksaan. Namun dikalangan ulama
Syfaiiyah mensyaratkan dipaksanya tersebut harus ada unsur niat,
sehingga apabila penjatuhan talak yang dipaksa tersebut ada niat
untuk mentalak maka akan jatuhlah talaknya. Abu Hanifah berbeda
pendapat dengan jumhur ulama tentang talak dipaksa, beliau
berpendapat bahwa talak yang dipaksa maka tetaplah jatuh talaknya.
Abu Hanifah mengemukakan argumennya bahwa talak adalah suatu
perbuatan yang harus diberi adanya unsur pengajaran. Oleh
karenanya, beliau berpendapat bahwa talak gurauan maupun
sungguhan maka talaknya tetap akan terjadi.

b. Mabuk

Hal talaknya suami yang sedang dalam keadaan mabuk, apakah


talaknya jatuh atau tidak. Perbedaan pendapat ini dikarenakan
perbedaan sikap terhadap keadaan mabuk itu sendiri karena mabuk
5
itu hilang akalnya seperti orang gila. Apakah mabuk itu sama
hukumnya seperti orang gila ataukah ada perbedaan diantara
keduanya. Jumhur fuqaha berpendapat bahwa talaknya suami yang
sedang dalam keadaan mabuk maka talaknya tetap terjadi. Karena
beranggapan bahwa walaupun mabuk itu hilang akal sehatnya
namun ada unsur kesengajaan berdasarkan kehendak pilihannya
sendiri, berbeda halnya dengan gila. Sebagian ulama lainnya, seperti
AlMuzani, Al-Laits, sebagian pengikut Abu Hanifah, dan sebagian
pengikut Syafii berpendapat bahwa talaknya orang mabuk tidak
terjadi karena orang mabuk akal pikirannya sedang tidak sehat,
ucapan orang mabuk dianggap tidak ada. Ini sejalan dengan apa yang
diyakini oleh Utsman bin Affan bahwa talaknya orang yang mabuk
tidak terjadi.

c. Marah

Seseorang yang sedang marah maka talaknya tidaklah jatuh apabila


marahnya sampai menghilangkan akal pikiran, ini disebabkan karena
sedang dilanda kondisi emosi berlebihan sehingga tidak bisa
mengontrol dirinya sendiri baik ucapan maupun perbuatan dan apa
yang dimaksudkan. Marah yang demikian dianggap seperti orang
gila atau orang mabuk. Hal ini sebagaimana hadits Nabi bahwa
talaknya orang yang sedang marah tidak jatuh. Akan tetapi jika
marahnya sebatas sewajarnya dengan masih bisa mengontrol
emosinya, masih bisa mejaga perbuatan dan ucapannya maka
talaknya jatuh.

4. Macam-macam Talak

6
Ulama ahli fiqih sepakat bahwa talak itu ada dua, yaitu talak raj’i dan
talak ba’in. Adapun penjelasan dari kedua talak tersebut yakni sebagai
berikut:

a. Talak Raj’i
i. Talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami, dimana
suami masih dapat rujuk kembali dengan istrinya yang
sedang dalam masa menunggu (iddah). Pada masa iddah
tersebut perempuan statusnya masih sebagai istri, sehingga
tidak boleh menerima pinangan dari orang lain apa lagi
sampai melakukan akad pernikahan. Talak raj’i ini terjadi
apabila istri telah disetubuhi oleh suaminya. Jumlah
bilangan talak raj’i sebanyak dua kali, yaitu talak satu dan
talak dua. suami yang mentalak istrinya sebanyak dua kali
maka suami masih bisa untuk merujuknya kembali. Ini
sebagaimana firman Allah pada suart Al-Baqarah ayat 229
bahwa talak yang bisa untuk dirujuk itu dua kali kemudian
rujuk dengan cara yang baik atau cerai dengan cara yang
baik juga.
b. Talak Ba’in

Talak ba’in adalah talak yang dijatuhkan suami, dimana suami tidak lagi
memiliki kesempatan untuk merujuk kembali dengan bekas istrinya
tersebut. Apabila suami menghendaki untuk kembali dengan istrinya
tersebut harus dengan akad pernikahan kembali setelah ada muhallil atau
dengan syarat syarat tertentu sesuai dengan kondisi permasalahannya. Hal
ini sebagaimana firman Allah surat Al-Baqarah ayat 230 bahwa jika sumai
menceraikan istrinya ke tiga kalinya maka tidak boleh rujuk sebelum dia
menikah dengan laki-laki lain.

7
1) Bain Shughra, yaitu talak yang berakibat suami tidak bisa rujuk
kembali dengan istrinya. Namun apabila bekas suami tersebut ingin
hidup bersama kembali dengan bekas istrinya maka harus dengan
akad nikah lagi. Termasuk dalam talak ba’in shughra seperti:
a. Talak raj’i yang habis masa iddahnya
b. Talak yang dijatuhkan karena sebab khulu
c. Talak yang dijatuhkan karena sebab fasakh
d. Talak yang dijatuhkan namun suami istri tersebut belum bersetubuh

2) Bain Kubra, yaitu talak yang dilakukan ketiga kalinya yang berakibat
suami tidak bisa rujuk kembali dengan istrinya dalam masa iddah
walaupun dengan akad nikah kembali. Apabila suami menghendaki
hidup bersama kembali dengan bekas istrinya tersebut, maka harus
terpenuhi syarat-syarat berikut ini, sebagaiman dipaparkan oleh ulama
Syafiiyah:

- Bekas istri telah menikah dengan laki-laki lain dan ini murni tidak
ada campur tangan dari bekas suami tersebut yang merencanakan
agar laki-laki lain tersebut bersedia menikah dengan bekas
istrinya, kemudian diceraikan oleh laki-laki tersebut dengan
harapan bekas suaminya agar bisa menikahi bekas istrinya
kembali.
- Bekas istri tersebut telah menikah dengan laki-laki lain dan sudah
melakukan persetubuhan.
- Bekas istri tersebut telah bercerai dengan suami keduanya dan
telah habis masa iddahnya.
- Bekas suami pertama tersebut boleh menikahi bekas istrinya itu
dengan melakukan akad nikah ulang sebagaimana umumnya
penikahan, seperti harus ada wali, saksi, akad dan mahar.
8
5. Rujuk

1. Defenisi Rujuk

Rujuk merupakan prioritas utama dalam sistem hukum Islam yang


diberikan AllahSWT untuk menyambung kembali tali perkawinan yang
nyaris terputus selama-lamanya. Halini diperbolehkan kepada orang lain
setelah berakhirnya masa iddah Sebagaimana firman aAllah dalam Qs At-
Talaq ayat 2:

‫ِاَذ ا َب َلْغ َن َاَج َلُهَّن َفَاْم ِس ُك ْو ُهَّن ِبَم ْع ُرْو ٍف َاْو َف اِر ُقْو ُهَّن ِبَم ْع ُرْو ٍف َّو َاْش ِه ُدْو ا َذ َو ْي َع ْد ٍل ِّم ْنُك ْم‬
‫َو َاِقْيُموا الَّش َه اَد َة ِهّٰلِلۗ ٰذ ِلُك ْم ُيْو َع ُظ ِبٖه َم ْن َك اَن ُيْؤ ِمُن ِباِهّٰلل َو اْلَي ْو ِم اٰاْل ِخ ِر ۗە َو َم ْن َّي َّت ِق َهّٰللا َي ْج َع ْل َّلٗه َم ْخ َر ًج ا‬
٣ۙ

Artinya: "Apabila mereka telah mendekati akhir idahnya, rujuklah dengan


mereka secara baik atau lepaskanlah mereka secara baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil dari kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Yang demikian itu
dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada
Allah dan hari akhir. Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
membukakan jalan keluar baginya

. Rujuk hanya dilakukan pada talak raj’i, yaitu talak pertama atau
kedua yang dijatuhkan suami kepada istri yang telahdigauli. Oleh sebab
itu, rujuk tidak dapat diberikan pada peristiwa talak yang ketiga (ba’in).

Rujuk dilakukan melalui perkataan yang jelas, bukan perbuatan.


Para ulama berbeda pendapat mengenai rujuk yang dilakukan dengan
perbuatan. Menurut Imam Syafi’i, bahwa rujuk tersebut tidak sah.
Sedangkan menurut ulama lainnya mengatakan sah. Rujuk tidakmudah
untuk dilakukan. Sebab rujuk sendiri mempunyai tata caranya dan ada

9
pasal-pasalyang mengatur bagaimana cara merujuk. Diantara pasal-pasal
tersebut ialah: pasal 167 KHI,168 KHI dan 169 KHI. Seseoarang yang
melakukan rujuk dengan tujuan tidak baik, makahukumnya adalah haram.
Sebab hal tersebut merupakan perbuatan yang dzalim.

Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan


dalam pengertianterminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan
nikah dengan istri yang telah dicerai.

2. Rukun dan Syarat Rujuk

a. Rukun Rujuk

Yang termasuk dalam rukun rujuk ialah: keadaan istri


disyaratkan sudah dicampurioleh suaminya, suami melakukan
rujuk atas kehendak sendiri, rujuk dilakukan dengan sighat (lafal
atau perkataan rujuk dari suami) bukan melalui perbuatan
(campur), dan hadirnya saksi. Mengenai saksi para ulama masih
berbeda pendapat, apakah saksi itumerupakan rukun yang wajib
atau hanya sunnah. Sebagian mengatakan wajib, sedangkanyang
lain mengatakan hanya sunnah.

b. Syarat Rujuk

1) Laki-laki yang merujuk, adapunsyarat bagi laki-laki yang


merujuk itu adalah sebagai berikut: laki-laki yang merujuk
adalah suami bagi perempuan yang dirujuk yang dia menikahi
istrinya itu dengan nikah yang sah, dan laki-laki yang merujuk itu
mestilahseseorang yang mampu melaksanakan pernikahan dengan
sendirinya, yaitu telah dewasa dan sehat akalnya dan bertindak
dengan kesadarannya sendiri. Seseorang yang masih belum
dewasa atau dalam keadaan gila tidak sah ruju’ yang
10
dilakukannya. Begitu pula bilarujuk itu dilakukan atas paksaan
dari orang lain, tidak sah rujuknya. Tentang sahnya rujukorang
yang mabuk karena sengaja minum-minuman yang memabukkan,
ulama berbeda pendapat sebagaimana berbeda pendapat dalam
menetapkan sahnya akad yang dilakukan oleh orang mabuk.
2) Perempuan yang dirujuk, adapunsyarat sahnya rujuk bagi
perempuan yang dirujuk itu adalah perempuan itu istri yang sah
dari laki-laki yang merujuk, istri itu telah diceraikan dalam bentuk
talak raj’i. Tidak sah merujuk istri yang masih terikat dalam tali
perkawinan atau telah ditalak namun dalam bentuk talak ba’in’
istri itu masih berada dalam iddah talak raj’i. Laki-laki masih
mempunyai hubungan hukum dengan istri yang ditalaknya
secaratalak raj’i, selama berada dalam iddah.

Sehabis iddah itu putuslah hubungannya sama sekali dan dengan


sendirinya tidak lagi boleh dirujuknya, dan istri itu telah
digaulinya dalam masa perkawinan itu. Tidak sah rujuk kepada
istri yang diceraikannya sebelum istriitu sempat digaulinya,
karena rujuk hanya berlaku bila perempuan itu masih berada
dalamiddah, istri yang dicerai sebelum digauli tidak mempunyai
iddah, sebagaimana disebutkan sebelumnya.

11
c. Tata Cara Rujuk

Mengenai tata cara dalam rujuk, ada beberapa pasal yang


mengatur tata cara dalam rujuk. Diantara pasal-pasal yang
mengatur tata cara dalam rujuk serta tata caranya ialah Pasal 167
KHI:

1. Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama


istrinya ke Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami
istridengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan
surat keterangan lain yangdiperlukan,

2. Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri di hadapan Pegawai


Pencatat Nikah atauPembantu Pencatat Nikah,

3. Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan menyelidiki apakah


suami yang akan merujuk itumemenuhi syarat-syarat merujuk
menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang dilakukan itu
masih dalam talak raj’i, apakah perempuan yang akan
dirujuknya itu adalah istrinya,
4. Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing
yang bersangkutan besertasaksi-saksi menandatangani Buku
Pendaftaran Rujuk dan
5. Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah
menasehati suami istri tentanghukum-hukum dan kewajiban
mereka yang berhubungan dengan rujuk.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Talak menurut bahasa adalah membuka ikatan, baik ikatan nyata
seperti ikatan kuda atau ikatan tawanan atau pun ikatan ma’nawi seperti
nikah. Talak menurut syara’ ialahmelepaskan taali perkawinan dan
mengakhiri tali pernikahan suami istri.

Rujuk dalam pengertian etimologi adalah kembali, sedangkan


dalam pengertianterminologi adalah kembalinya suami kepada hubungan
nikah dengan istri yang telah dicerai raj’I bukan cerai ba’in, dan
dilaksanakan selama istri dalam masa iddah.Dalam hukum perkawinan
islam rujuk merupakan tindakan hukum yang terpuji
B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa yang sedang menuntut ilmu tentunya
belum banyak menemukan hal-hal yang berkaitan dengan pembahasan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekeliruan. Oleh karena itu, penulis mengharap untuk tidak hanya puas
dengan materi ini saja, tapi marilah kita mencoba mencari lagi dan
menguak ilmu agar mendorong kita untuk terus berkarya. Kami juga
sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,AbdulGani.1994. Komplikasi Hukum Islam dan Tata Hukum


Indonesia.Jakarta: Gema Insani Press

Mughniyah, Muhammad Jawad. 2008.Fiqih Lima Mazhab. Jakarta:


Lentera

Nasikhin, Durotun, Mujio Nurcholis, and Imam Sucipto. "Talak Dalam


Perbandingan Madzhab." Qiyas: Jurnal Hukum Islam dan
Peradilan 8.2 (2023): 187-196.

Nuruddin, Haji Amiur dan Azhari Akmal Tarigan. 2004. Hukum Perdat
a Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Syariffudin, Amir. 2009. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta:


Kencana. jurriyati khaira pohandi 07.12

14
15

Anda mungkin juga menyukai