“R U J U K”
DISUSUN OLEH :
FAKULTAS SYARI’AH
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-NYA sehingga saya dapat menyusun makalah Fiqih
Munakahat yang berjudul “Rujuk”. Kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak dosen yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk menyusun
makalah ini dan membantu kami dalam penyelesaiannya. Kami sangat bersyukur
karena dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
Munakahat II.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan dan sebagai
umpan balik yang positif demi perbaikan di masa mendatang. Harapan kami
semoga makalah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khusunya
di bidang Fiqih.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan kami berharap agar
makalah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, tidak sedikit
ternyata harapan dan cita-cita perkawinan kandas ditengah jalan. Padahal “
Perkara halal sangat dibenci oleh Allah adalah talaq “. Begitulah hadist rasul.
Kendati demikian walau ada ungkapan seperti itu ternyata banyak juga
kehidupan berkeluarga yang mengalami perceraian.
Zaman sekarang perceraian semakin meningkat dengan tajam.
Penyebabnya bermacam-macam diantaranya dengan kata talak, li’an, fasakh,
khuluk dan lainnya. Setelah jatuh talak maka perempuan akan mendapatkan
masa iddah, dan dimasa iddahlah suami dapat merujuk kembali istri jika ingin
kembali hidup bersama lagi.
Dalam perkara rujuk tidak semua orang sudah dapat memahami prosedur
dalam rujuk. Hal inilah yang membuat saya tertarik untuk membuat makalah
dengan judul Rujuk dalam Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Fikih Munakahat. Dalam perkara rujuk tidak semua
orang sudah dapat memahami prosedur dalam rujuk. Hal inilah yang
membuat saya tertarik untuk membuat makalah dengan judul Rujuk dalam
Hukum Islam, selain itu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fikih
Munakahat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang sudah dipaparkan
sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apakah yang dimaksud dengan rujuk?
2. Apa saja syarat dan rukun rujuk?
1
3. Apa hukum dari rujuk?
4. Bagaimana tata cara rujuk?
5. Apakah hikmah dari rujuk?
C. Tujuan
Dengan adanya rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1. Mengetahui pengertian rujuk.
2. Mengetahui syarat dan rukun rujuk.
3. Mengetahui hukum rujuk.
4. Mengetahui tata cara rujuk.
5. Mengetahui hikmah rujuk.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rujuk
Secara lughawi ruju’ atau raj’ah berarti kembali. Sedangkan definisinya
menurut al-Mahalli ialah “kembali ke dalam hubungan perkawinan dari cerai
yang bukan ba’in, selama dalam masa iddah”.1
Sebagaimana perkawinan itu adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh
agama, maka ruju’ setelah terjadinya perceraian pun merupakan suruhan
agama. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat al-Baqarah ayat
231:
Artinya: Dan apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati
akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau
ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula).
Yang dimaksud dengan rujuk ialah “mengembalikan istri yang telak ditalak
pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi karena
dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami karena
berbagai alasan. Perceraian sendiri ada tiga cara, antara lain adalah:
1. Talak tiga, dinamakan “bain kubra”. Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan
tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila
perempuan itu sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur,
sudah diceraikan, dan sudah habis pula iddah-nya, barulah suami yang
pertama boleh menikahinya kembali.
2. Talak tebus, dinamakan pula “bain sugra”. Dalam talak ini suami tidak
sah rujuk lagi, tetapi boleh menikah kembali, baik dalam iddah ataupun
sesudah habis iddahnya.
1
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta: Kencana, 2010)., hal. 145
3
3. Talak satu atau talak dua, dinamakan “talak raj’i”, artinya si suami boleh
rujuk (kembali) kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah.2
3. Ada ucapan ruju’ yang diucapakan oleh laki-laki. Karena ruju’ itu bukan
memulai nikah, tetapi hanya sekedar melanjutkan pernikahan. Ucapan
ruju’ itu menggunakan lafaz yang jelas untuk ruju’.
2
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)., hal. 418
3
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. (Jakarta: Kencana, 2010)., hal. 145
4
Berdasarkan pendapat yang mensyaratkan adanya saksi dalam ruju’ itu,
maka ucapan ruju’ tidak boleh menggunakan lafaz kinayah, karena
penggunaan lafaz kinayah memerlukan adanya niat, sedangkan saksi yang
hadir tidak akan tahu niat dalam hati itu.4
Pendapat lain yang berlaku di kalangan jumhur ulama, ruju’ itu tidak perlu
dipersaksikan, karena ruju’ itu hanyalah melanjutkan perkawinan yang telah
terputus dan bukan memulai nikah baru. Perintah Allah dalam ayat tersebut di
atas bukanlah untuk wajib. Berdasarkan pendapat ini, boleh saja ruju’ dengan
menggunakan lafaz kinayah karena saksi yang perlu mendengarnya tidak ada.
4
Ibid., hal. 146
5
Beni Ahmad Saebani. Fiqh Munakahat. (Bandung: Pustaka Setia, 2001)., hal. 102
5
C. Hukum Rujuk
Ibnu Rusyd membagi hukum ruju’ kepada dua: hukum ruju’ pada talak
raj’i dan hukum ruju’ pada talak ba’in.
1. Hukum Ruju’ pada Talak Raj’i
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak
meruju’ istri pada talak raj’i, selama istri masih berada dalam masa iddah,
tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, berdasarkan firman Allah:
Artinya: Dan suami-suami mereka lebih berhak meruju’ mereka (istri-
istri) dalam masa menanti (Iddah) itu. (QS. al-Baqarah: 228)
6
hubungan saling mewarisi antara keduanya. Sedangkan Imam Malik
berpendapat bahwa menggauli istri yang tertalak raj’i adalah haram,
sehingga suami meruju’nya. Oleh karena itu diperlukan niat.
b. Nikah muhallil
Dalam kaitan ini fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah
muhallil. Yakni jika seorang lelaki mengawini seorang perempuan
7
Ibid., hal. 293
7
dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang
pertama.
Imam Malik berpendapat bahwa nikah tersebut rusak dan harus
difasakh, baik sesudah maupun sebelum terjadi pergaulan. Demikian
pula syarat tersebut rusak dan tidak berakibat halalnya perempuan
tersebut. Dan baginya, keinginan istri untuk menikah tahlil tidak
dipegangi, tetapi keinginan lelaki itulah yang dipegangi.
Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah muhallil
dibolehkan, dan niat menikah itu tidak mempengaruhi sahnya. Pendapat
ini dikemukakan pula oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka
berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkab kehalalan istri
yang dicerai tiga kali.
Segolongan fuqaha lain berpendapat bahwa pernikahan muhallil itu
dibolehkan, tetapi syarat untuk menceraikan istri dan menyerahkan bagi
suami pertama adalah batal. Yakni bahwa syarat tersebut tidak
menyebabkab kehalalan istri yang dikawin tahlil. Pendapat ini
dikemukakan oleh Abi Laila dan diriwayatkan pula oleh Al-Tsaury.
8
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2013)., hal. 418
8
Pelaksanaan rujuk berbeda dengan pelaksanaan pernikahan, karena rujuk
itu bersifat “kembali”. Tata cara pelaksanaan rujuk diatur oleh negara dalam
kitab kompilasi hukum Islam di Indonesia, yaitu terdapat dalam:
1. Pasal 167 ayat ke:
(1) Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama istrinya ke
Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang
mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa penetapan
tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.
(2) Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri di hadapan Pegawai Pencatat
Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.
(3) Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah
memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu
memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hukum munakahat, apakah
rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam iddah talak raj’i, apakah
perempuan yang akan dirujuk itu adalah istrinya.
(4) Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran
Rujuk.
(5) Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah menasehati suami istri tentang hukum-hukum
dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk.
9
(3) Apabila lembar pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua,
dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya.
E. Hikmah Rujuk
Rujuk merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, karena ada kalanya
seseorang menceraikan istrinya tapi kemudian menyesali tindakannya itu. Hal
ini disinggung oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Kamu tidak tahu,
baragkali Allah menjadikan sesudah itu sesuatu yang baru. (QS. Ath-Thalaq
ayat 1).
Di saat itulah dibutuhkan kesempatan untuk mengembalikan hubungan
seperti semula. Jika tidak ada rujuk, maka dia tidak dapat menjalin kembali
hubungan tersebut karena bisa saja sang istri tidak bersedia untuk menikah
kembali dengannya, sedangkan dia sendiri tidak dapat menahan kesabaran
9
Instruksi Presiden R.I Nomor 1 Tahun 1991. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia.
(Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Departemen Agama R.I, 2000)., hal. 77
10
untuk bersua dengannya, sehingga bisa saja terjerumus dalam perbuatan zina.
Karena itulah syariat membenarkan adanya rujuk untuk memperbaiki
hubungan antara pasangan suami istri. Dan karena itu pula, syariat tidak
membenarkan wanita yang diceraikan untuk keluar dari rumah suaminya -
tidak seperti kenyataan yang terjadi saat ini – karena masih ada harapan yang
sangat besar untuk kembalinya hubungan mereka seperti sediakala, setelah
hilangnya faktor yang memicu terjadinya talak tersebut.10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan rujuk ialah “mengembalikan istri yang telak
ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi
10
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Fiqih Sunah untuk Wanita. (Jakarta: Al-I’tishom
Cahaya Umat, 2007)., hal. 774
11
karena dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami
karena berbagai alasan.
Sebagian ulama mensyaratkan adanya kesaksian dua orang saksi
sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah. Keharusan adanya saksi ini
bukan dilihat dari segi ruju’ itu memulai nikah atau melanjutkan nikah, tetapi
karena adanya perintah Allah untuk itu sebagaimana terdapat dalam surat al-
Thalaq ayat 2.
Hukum rujuk menurut Sulaiman Rasyid:
Wajib
HaramMakruh
Jaiz (boleh)
Sunat
B. Saran
Menikah merupakan suatu ibadah dan kebutuhan, sehingga dalam
pernikahan harus ada kesungguhan dan kesetiaan bersama. Talak merupakan
hal yang tidak disukai oleh Allah, sehingga syari’at membenarkan adanya
rujuk agar pasangan suami istri dapat kembali lagi. Oleh karena itu suami istri
hendaknya saling menjaga keharmonisan dalam rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim. Fiqih Sunah untuk Wanita. Jakarta: Al-
I’tishom Cahaya Umat, 2007
12
Amir Syarifuddin. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2010
Sulaiman Rasjid. Fiqh Islam (Hukum Fiqh Lengkap). Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2013
13