“R U J U K ”
Guru Pengampu :
Bapak Luthfi
JURUSAN
DESAIN PERMODELAN & INFORMASI
BANGUNAN
KELAS XII
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, tidak sedikit
ternyata harapan dan cita-cita perkawinan kandas ditengah jalan. Padahal “
Perkara halal sangat dibenci oleh Allah adalah talaq “. Begitulah hadist rasul.
Kendati demikian walau ada ungkapan seperti itu ternyata banyak juga
kehidupan berkeluarga yang mengalami perceraian.
Zaman sekarang perceraian semakin meningkat dengan tajam.
Penyebabnya bermacam-macam diantaranya dengan kata talak, li’an, fasakh,
khuluk dan lainnya. Setelah jatuh talak maka perempuan akan mendapatkan
masa iddah, dan dimasa iddahlah suami dapat merujuk kembali istri jika ingin
kembali hidup bersama lagi.
berdasarkan hal tersebut tentu timbulah beberapa pertanyaan yg akan kami
paparkan dalam kesempatan kali ini, nah biasanya pertanyaanya apa aja sih?
pastinya
1. Apakah yang dimaksud dengan rujuk?
2. Apa saja syarat dan rukun rujuk?
3. Apa hukum dari rujuk?
4. Bagaimana tata cara rujuk?
5. Apkah hikmah dari rujuk?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Rujuk
Secara lughawi ruju’ atau raj’ah berarti kembali. Sedangkan definisinya
menurut al-Mahalli ialah “kembali ke dalam hubungan perkawinan dari cerai
yang bukan ba’in, selama dalam masa iddah”.1
Sebagaimana perkawinan itu adalah suatu perbuatan yang disuruh oleh
agama, maka ruju’ setelah ter j adinya perceraian pun merupakan suruhan
agama. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah pada surat al-Baqarah ayat
231:
Yang dimaksud dengan rujuk ialah “mengembalikan istri yang telak ditalak
pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi karena
dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami karena
berbagai alasan. Perceraian sendiri ada tiga cara, antara lain adalah:
1. Talak tiga, dinamakan “bain kubra”. Laki-laki tidak boleh rujuk lagi dan
tidak sah menikah lagi dengan bekas istrinya itu, kecuali apabila
perempuan itu sudah menikah dengan orang lain serta sudah campur,
sudah diceraikan, dan sudah habis pula iddah-nya, barulah suami yang
pertama boleh menikahinya kembali.
2. Talak tebus, dinamakan pula “bain sugra”. Dalam talak ini suami tidak
sah rujuk lagi, tetapi boleh menikah kembali, baik dalam iddah ataupun
sesudah habis iddahnya.
3. Talak satu atau talak dua, dinamakan “talak raj’i”, artinya si suami boleh
2
rujuk (kembali) kepada istrinya selama si istri masih dalam iddah. 2
3. Ada ucapan ruju’ yang diucapakan oleh laki-laki. Karena ruju’ itu bukan
memulai nikah, tetapi hanya sekedar melanjutkan pernikahan. Ucapan
ruju’ itu menggunakan lafaz yang jelas untuk ruju’.
ع ۡد ٍل ِم ۡن ُك ۡم َواَقِ ۡي ُموا ِ َفَ ِاذَا َب َل ۡغنَ اَ َجلَ ُه َّن فَاَمۡ ِس ُك ۡوه َُّن ِب َمعۡ ُر ۡوفٍ اَ ۡو ف
َ ارقُ ۡوه َُّن ِب َمعۡ ُر ۡوفٍ َّواَ ۡش ِهد ُۡوا ذَ َو ۡى
ّٰللاَ يَ ۡج َع ْل لَّهٗ َم ۡخ َرج
ٰ ق ٰ ۡ الِل َو ۡاليَ ۡو ِم
ِ اۡل ِخ ِر ۙ َو َم ۡن يَّـتَّـ ِ ٰ ظ ِب ٖه َم ۡن َكانَ ي ُۡؤ ِمنُ ِب َ لِل ٰذ ِل ُك ۡم ي ُۡو
ُ ع َّ ال
ِ ٰ ِ َش َهادَة
C. Hukum Rujuk
Ibnu Rusyd membagi hukum ruju’ kepada dua: hukum ruju’ pada talak
raj’i dan hukum ruju’ pada talak ba’in.
1. Hukum Ruju’ pada Talak Raj’i
Kaum muslimin telah sependapat bahwa suami mempunyai hak
meruju’ istri pada talak raj’i, selama istri masih berada dalam masa iddah,
tanpa mempertimbangkan persetujuan istri, berdasarkan firman Allah:
4
ى ٰ َطلَّ ٰقتُ يَت ََر بَّصۡ نَ بِا َ ۡنفُ ِس ِه َّن ثَ ٰلثَةَ قُ ُر ۡ ٓۡوءٍ ؕ َو َۡل يَ ِح ُّل لَ ُه َّن اَ ۡن ي َّۡكتُمۡ نَ َما َخلَق
ۡٓ ۡ ِّٰللاُ ف َ َو ۡال ُم
ٰ ۡ الِل َو ۡاليَ ۡو ِم
اۡل ِخ ِر َوبُعُ ۡولَت ُ ُه َّن اَ َح ُّق بِ َر ِده َِّن فِ ۡى ٰذ لِكَ ا ِۡن اَ َراد ۡ ُٓۡوا ِ ٰ ِام ِه َّن ا ِۡن ُك َّن ي ُۡؤ ِم َّن ب
ِ اَ ۡر َح
ع ِز ۡيز ٰ عل ۡي ِه َّن دَ َر َجة َو
َ ُّٰللا َ َ ف ۖ َو ِل ِلر َجا ِل ۡ َ
ِ عل ۡي ِه َّن بِال َمعۡ ُر ۡو َ ِى َّ ۡ َ
ۡ اِصۡ ََل ًحا ؕ َول ُه َّن ِمث ُل الذ
َح ِك ۡيم
Artinya: Dan suami- suami mereka lebih berhak meruju’ mereka (istri-
istri) dalam masa menanti (Iddah) itu. (QS. al-Baqarah: 228)
5
pendapat di dalamnya. Dan masih diperselisihkan pula, apakah khulu’
dapat terjadi tanpa harta pengganti.
Hukum ruju’ setelah talak tersebut (talak bai’n) sama dengan nikah
baru, yakni tentang persyaratan adanya mahar, wali dan persetujuan.
Hanya saja jumhur fuqaha berpendapat bahwa untuk perkawinan ini tidak
dipertimbangkan berakhirnya masa iddah.
Hukum ruju’ pada talak ba’in dapat dirinci menjadi dua:7
a. Talak bai’n karena talak tiga kali
Mengenai istri yang ditalak tiga kali, para ulama mengatakan
bahwa ia tidak halal lagi bagi suaminya yang pertama, keuali sesudah
digauli (oleh suami lain) berdasarkan hadis Rifa’ah bin Sama’ual:
Sesungguhn ya Rifa’ah menceraikan istrinya, Tamimah binti Wahb
pada masa Rasulullah SAW tiga kali, maka Tamimah kawin dengan
Abdurrahman bin Zubeir. Kemudian Abdurrahman berpaling
daripadanya tanpa dapat menggaulinya, lalu ia pun menceraikannya.
Maka Rifa’ah (suaminya yang pertama) bermaksud hendak
mengawininya dan berkata: Tamimah tidak halal bagimu sehingga ia
merasakan madu (berjima’ dengan suami lain) .
b. Nikah muhallil
Dalam kaitan ini fuqaha berselisih pendapat mengenai nikah
muhallil. Yakni jika seorang lelaki mengawini seorang perempuan
dengan syarat (tujuan) untuk menghalalkannya bagi suami yang
pertama.
Imam Malik berpendapat bahwa nikah tersebut rusak dan harus
difasakh, baik sesudah maupun sebelum terjadi pergaulan. Demikian
pula syarat tersebut rusak dan tidak berakibat halalnya perempuan
tersebut. Dan baginya, keinginan istri untuk menikah tahlil tidak
dipegangi, tetapi keinginan lelaki itulah yang dipegangi.
Imam Syafi’i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa nikah muhallil
dibolehkan, dan niat menikah itu tidak mempengaruhi sahnya. Pendapat
ini dikemukakan pula oleh Daud dan segolongan fuqaha. Mereka
berpendapat bahwa pernikahan tersebut menyebabkab kehalalan istri
yang dicerai tiga kali.
Segolongan fuqaha lain berpendapat bahwa pernikahan muhallil itu
dibolehkan, tetapi syarat untuk6 menceraikan istri dan menyerahkan bagi
suami pertama adalah batal. Yakni bahwa syarat tersebut tidak
menyebabkab kehalalan istri yang dikawin tahlil. Pendapat ini
dikemukakan oleh Abi Laila dan diriwayatkan pula oleh Al-Tsaury.
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduanya
(suami istri).
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
5. Sunat, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan istrinya,
atau rujuk itu lebih berfaedah bagi keduanya (suami istri).8
E. Hikmah Rujuk
Rujuk merupakan kebutuhan yang sangat mendesak, karena ada kalanya
seseorang menceraikan istrinya tapi kemudian menyesali tindakannya itu. Hal
ini disinggung oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “ Kamu tidak tahu,
baragkali Allah menjadikan sesudah itu sesuatu yang baru. (QS. Ath-Thalaq
ayat 1).
8
Di saat itulah dibutuhkan kesempatan untuk mengembalikan hubungan
seperti semula. Jika tidak ada rujuk, maka dia tidak dapat menjalin kembali
hubungan tersebut karena bisa saja sang istri tidak bersedia untuk menikah
kembali dengannya, sedangkan dia sendiri tidak dapat menahan kesabaran
untuk bersua dengannya, sehingga bisa saja terjerumus dalam perbuatan zina.
Karena itulah syariat membenarkan adanya rujuk untuk memperbaiki
hubungan antara pasangan suami istri. Dan karena itu pula, syariat tidak
membenarkan wanita yang diceraikan untuk keluar dari rumah suaminya -
tidak seperti kenyataan yang terjadi saat ini – karena masih ada harapan yang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yang dimaksud dengan rujuk ialah “mengembalikan istri yang telak
ditalak pada pernikahan yang asal sebelum diceraikan. Rujuk bisa terjadi
karena dalam pernikahan telah terjadi talak sebelumnya dari seorang suami
karena berbagai alasan.
Sebagian ulama mensyaratkan adanya kesaksian dua orang saksi
sebagaimana yang berlaku dalam akad nikah. Keharusan adanya saksi ini
bukan dilihat dari segi ruju’ itu memulai nikah atau melanjutkan nikah, tetapi
karena adanya perintah Allah untuk itu sebagaimana terdapat dalam surat al-
Thalaq ayat 2.
Hukum rujuk menurut Sulaiman Rasyid:
Wajib
HaramMakruh
Jaiz (boleh)
Sunat
9
yang terjadi saat ini – karena masih ada harapan yang sangat besar untuk
kembalinya hubungan mereka seperti sediakala
B. Saran
Menikah merupakan suatu ibadah dan kebutuhan, sehingga dalam
pernikahan harus ada kesungguhan dan kesetiaan bersama. Talak merupakan
hal yang tidak disukai oleh Allah, sehingga syari’at membenarkan adanya
rujuk agar pasangan suami istri dapat kembali lagi. Oleh karena itu suami istri
hendaknya saling menjaga keharmonisan dalam rumah tangga.
10
11