Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada hakekatnya setiap manusia memiliki nafsu dan akal fikiran. Itu
yang membedakan dengan makhluk hidup ciptaan Tuhan yang lain. Manusia
dikatakan sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan
makhluk lain. Untuk mangaktualisasikan berkah dari Tuhan yang berupa
nafsu dan fikiran ini manusia bisa merealisasikannya dengan saling cinta-
mencintai, sayang-menyayangi dan saling menjaga satu sama lainnya.
Dalam hubungannya antara manusia yang satu dan manusia yang
lain tentu harus ada norma-norma atau nilai-nilai yang harus dipatuhi.
Manusia tidak lantas bebas berbuat apa saja dengan manusia yang lain.
Sebagai contoh, untuk dapat dikatakan atau diakui dalam hubungannya
sebagai suami dan isteri, manusia harus mensahkannya dengan perkawinan.
Dan kemudian mendaftarkan perkawinannya tersebut sehingga perkawinan
tersebut memperoleh kepastian hukum. Baik dari segi agama maupun dari
segi hukum.
Manusia itu tidak akan berkembang tanpa adanya perkawinan,
karena dengan adanya perkawinan menyebabkan adanya keturunan dan
keturunan menimbulkan keluarga yang berkembang menjadi kerabat dan
akhirnya menjadi masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Macam-Macam Penyebab Putusnya Perkawinan ?
2. BagaimanaWaktu Tunggu ?
3. Apa Pengertian dari Rujuk ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kata perkawinan menurut istilah hukum Islam sama dengan kata
“nikah” dan kata “ zawaj “. Nikah menurut bahasa mempunyai arti
sebenarnya (Hakikat) yakni “ dham “ yang berarti menghimpit, menindih atau
berkumpul. Nikah mempunyai arti kiasa yakni “ wathaa “ yang berarti “
setubuh “ atau “ aqad” yang berarti mengadakan perjanjian pernikahan. Dala
kehidupa sehari-hari nikah dalam arti kiasan lebih banyak di pakai dalam arti
sebenarnya jarang sekali di pakai saat ini.
Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat kedua pasangan
tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahannya. Bercerai antara dua
pasangan dan tidak berhasil setelah segala sarana perbaikan dan upaya
mempertemukan kembali di antara kedua belah pihak, maka perceraian dalam
keadaan seperti ini merupakan obat yang sangat pahit yang tidak ada obat
yang lainnya. Talak disyari’atkan oleh Islam, itulah yang sesuai dengan akal,
hikmah dan kemaslahatan.

B. Macam-Macam Putusnya Perkawinan


Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai putusnya
perkawinan diatur dalam Pasal 199, menerangkan bahwa putusnya
perkawinan disebabkan:
a. Karena meninggal dunia
b. Karena perceraian
Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut “talak” atau“furqah”. Talak berarti
membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai
(lawan dari berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Fiqih sebagai
satu istilah, yang berarti perceraian antara suami-isteri. 1

1
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta: At-Tahiriyyah, 1976), h. 381

2
Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang
disebabkan karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang dimaksud di
sini ialah talak dalam arti yang khusus.
Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan
perceraian pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian
walaupun diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian
adalah sesuatu yang bertentangan dengan asas – asas Hukum Islam.

C. ‘Iddah (Waktu Tunggu)


‘Iddah ialah masa menunggu atau tenggang waktu sesudah jatuh talak,
dalam waktu mana si suami boleh merujuk kembali isterinya. Sehingga pada
masa iddah ini si isteri belum boleh melangsungkan perkawinan baru dengan
laki-laki lain.

a. Tujuan dan Kegunaan Masa Iddah


Kegunaan dan tujuan iddah dalah sebagai berikut:
a. Untuk memberi kesempatan berpikir kembali denagn pikiran yang
jernih, setelah mereka menghadapi keadaan rumah tangga yang panas
dan yang demikian keruhnya sehingga mengakibatkan perkawina
mereka putus. Kalau pikiran telah jernih dan dingin diharapkan suami
akan merujuk isterinya kembali dan begitu pula si isteri diharapkan
jangan menolak rujuk suaminya itu. Sehingga hubungan perkawinan
mereka dapat diteruskan kembali.
b. Dalam perceraian karena ditinggal mati suami, iddah ini diadakan
untuk menunjukkan rasa berkabung atas kematian suami.
c. Untuk mengetahui apakah dalam masa iddah yang berkisar antara tiga
atau empat bulan itu, isteri dalam keadaan mengandung atau tidak.
Hal ini penting sekali untuk ketegasan dan kepastian hukum mengenai
bapak si anak yang seandainya telah ada dalam kandungan wanita
yang bersangkutan.

3
b. Macam-macam Iddah
Di lihat dari sebab terjadinya perceraian, maka iddah dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Iddah kematian
Isteri yang ditinggal mati suaminya harus menjalani masa iddahnya
sebagai berikut:
 Bagi isteri yang di tinggal mati suaminya dan tidak sedang
mengandung, iddahnya adalah 4 bulan 10 hari. Ketentuan ini tercantum
dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 234, yang berbunyi:
“Orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dengan
meninggalkan isteri-isteri, hendaklah isteri-isteri itu menjalani masa
iddah selama empat bulan sepuluh hari”.
 Bagi isteri yang sedang mengandung iddahnya adalah sampai
melahirkan. Dasarnya adalah Al-Quran syrat At-Talaaq ayat 4, yang
bunyinya:
“Isteri yang sedang hamil iddahnya dalah sampai melahirkan
kandungan”
b. Iddah talak
Isteri yang bercerai dengan suaminya dengan jalan talak, iddahnya dalah
sebagai berikut:
 Untuk isteri yang dicerai dalam keadaan mengandung maka iddahnya
adalah sampai melahirkan kandungannya.
 Istri yang di cerai ketika masih mengalami haid, iddahnya adalah tiga
kali suci, termasuk suci pada saat terjadi talak, asal sebelumnya tidak
dilakukan hubungan suami-isteri, sesuai dengan ketentuan surat Al-
Baqarah 228.
 Isteri yang tidak pernah atau tidak dapat lagi mengalami haid
iddahnya adalah tiga bulan. Ketentuan ini terdapat dalam Al-Quran
Surat Al-Talaaq ayat 4.
 Bagi isteri yang belum pernah dikumpuli dan kemudian ditalak, maka
menurut ketentuan Al-Quran surat Al-Akrab ayat 49, isteri tersebut

4
tidak perlu menjalani masa iddah. Dan apabila pada waktu akad-nikah
belum ditentukan berapa jumlah maskawin yang akan diberikan
kepadanya, maka suami yang mentalak itu wajib memberikan
sejumlah harta kepada isteri yang di talak sebelum dicampuri itu.
 Perceraian dengan jalan fasakh berlaku juga ketentuan iddah karena
talak.

c. Kewajiban dan Hak Isteri dalam Masa Iddah


Kewajiban isteri dalam masa iddah ialah harus bertempat tinggal di rumah
yang ditentukan oleh suami untuk didiami, sampai masa iddahnya habis.
Selama waktu iddah isteri dilarang diusir atau dikeluarkan dari rumah
tersebut. Selama masa iddah isteri berhak mendapat nafkah dari suaminya
seperti nafkah sebelum terjadi perceraian, yaitu berupa perumahan, makanan
dan pakaian.
Bagi isteri yang meninggalkan rumah yang telah ditetapkan tanpa alasan-
alasan yang bisa dipertanggung-jawabkan, ia dianggap nusyuz (durhaka).
Isteri yang sudah nusyuz tidak berhak lagi menerima nafkah iddah atau hak
nafkah iddahnya menjadi gugur.

d. Nafkah Setelah Habis Iddah


Wanita yang ditalak suaminya dan masa iddahnya telah habis, ia boleh
melakukan perkawinan baru dengan laki-laki lain. Dengan terjadinya
perkawinan baru ini, hubungan bekas suami dengan isteri tersebut telah betul-
betul putus, sehingga dengan sendirinya isteri tidak berhak lagi menerima
nafkah dari bekas suaminya, demikian sebaliknya suami tidak berkewajiban
lagi memberi nafkah pada isterinya.
Tapi dalam Undang-Undang Perkawinan dalam pasal 41 ayat (c) memberi
ketentuan bahwa pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi
bekas isteri. Hal ini sesuai juga dengan Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 241.2

2
Kopral Anjay, loc.cit.,

5
D. Rujuk
Rujuk adalah berarti kembali, artinya adalah kembali hidup sebagai
suami-isteri antara laki-laki dan wanita yang melakukan perceraian dengan
jalan talak raj’i selama masih dalam masa iddah tanpa melalui akad
pernikahan yang baru. Yang mempunyai hak rujuk adalah suami, sebagai
imbangan dari hak talak yang dimilikinya.

a. Syarat-syarat Rujuk
Apabila bekas suami hendak merujuk bekas istrinya, hendaklah
memenuhi syarat-syarat sebagia berikut:
 Bekas isteri yang ditalak itu sudah pernah dicampuri. Sehingga
perceraian yang terjadi di mana isteri belum pernah dicampuri oleh
suami, tak memberikan hak rujuk kepada suami.
 Harus dilakukan dalam masa iddah.
 Harus disaksikan oleh dua orang saksi.
 Talak yang dijatuhkan oleh suami tidak disertai ‘iwald dari pihak isteri.
 Persetujuan isteri yang akan dirujuk.

b. Cara Pelaksanaan Rujuk


1. Niat untuk merujuk istrinya dalam rangka untuk memperbaiki kembali
hubungan yang retak. Sehingga rujuk diharamkan dengan niat
memudharatkan
2. Prosesnya adalah:
a. Dengan ucapan, yaitu setiap lafadz yang menunjukkan makna rujuk
disertai niat.
Contohnya: aku telah merujuk (mengembalikan) isteriku, atau aku
telah mengembalikan isteriku kesisiku. Aku telah menginginkan
isteriku lagi.

6
b. Dengan cara mengaulinya disertai niat rujuk menurut pendapat yang benar.
Oleh karena itu seorang suami yang menalak istrinya tidak boleh
menggaulinya tanpa niat rujuk.

E. Akibat Hukum Putusnya Pernikahan


Perceraian memiliki akibat hukum yang luas, baik dalam lapangan
Hukum Keluarga maupun dalam Hukum Kebendaan serta Hukum
Perjanjian.3
Seperti yang ada di dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan,
disebutkan bahwa akibat hukum yang terjadi karena perceraian adalah
sebagai berikut:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana
ada perselisihan tentang penguasaan anak-anak, pengadilan
memberikan keputusannya.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka
pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
c. Biaya hidup istri yang telah ditalak oleh suaminya tidak menjadi
tanggungan suaminya lagi namun pengadilan dapat mewajibkan kepada
bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau
menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

3
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia , (Jakarta: Indonesia
Legal Centre Publishing, 2002), hal. 46.

7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Jadi talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah


hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Talak adalah
perbuatan halal namun sangat di benci oleh Allah SWT. Talak di bagi menjadi
berbagai macam tergantung dari situasi dan kondisinya yaitu: Khulu’, Fasakh,
Zhihar, Ila’, dan Li’an.
Rujuk adalah kembali sebagai suami-isteri antara laki-laki dan wanita yang
melakukan perceraian dengan jalan talak raj’i selama masih dalam masa iddah
tanpa melalui akad pernikahan yang baru.
Masa menunggu atau tenggang waktu sesudah jatuh talak, dalam waktu
mana si suami boleh merujuk kembali isterinya di sebut masa iddah.
Akibat hukum putusnya pernikahan di atur dalam Pasal 41 Undang-
undang Perkawinan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman. 1976. Fiqh Islam. Jakarta: At-Tahiriyyah.


Ghazaly, Abdurrahman. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.
Sakti Rangkuti, “Pengertian Talak Atau Perceraian Dalam Islam”, di akses
di http://saktirangkuti.blogspot.com/2013/01/pengertian-talak-atau-
perceraian-dalam.html
Kopral Anjay, “Macam-macam Talak”, di akses di http://super-
anjay.blogspot.com/
Bashir, Ahmad Azhar. 2010. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII
press.
Abdullah, “Penjelasan Sederhana Tentang Talak (perceraian), Rujuk dan
Iddah (setelah diperbaiki/dilengkapi)”, di akses di
http://tauhiddansyirik.wordpress.com/2013/01/29/1299/
Prodjohamidjo, Martiman. 2002. Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta:
Indonesia Legal Centre Publishing.

Anda mungkin juga menyukai