Anda di halaman 1dari 3

Tuntutan Pembinaan Keluarga Islami

Dalam membina keluarga sudah tidak bisa kita pungkiri bahwasanya kita pasti dihadapkan
kepada suatu permasalahan, disini islam juga mengajarkan cara membina suatu keluarga agar
tetap sakinah, mawaddah, warahmah yang meliputi:

1. Adanya kesamaan agama antara calon suami istri untuk mewujudkan kehormatan dalam
lingkungan keluarga
2. Adanya keseimbangan atau keserasian antara calon suami istri (kufu’). Kufu’ artinya
sama atau sepadan, yang dimaksud adalah kesepadanan antara suami dengan istrinya,
baik status sosialnya, ilmunya, akhlak maupun hartanya.
3. Adanya kemampuan calon suami istri. Masalah kemampuan ini harus dipunyai oleh
setiap calon suami isteri, terutama dalam hal nafkah. Nafkah keluarga diberikan sesuai
dengan kemampuan suami bukan tuntutan istri,

Di samping kemampuan di atas, juga harus mampu dalam hal-hal yang lain yang bersangkutan
dalam masalah keluarga sebagai berikut:

 Adanya pedoman yang kokoh, yaitu Al-Quran dan Al-Hadis


 Adanya ikatan hubungan harmonis dan penuh cinta kasih di antara kelompok keluarga
 Saling hormat menghormati dan bertingkah laku yang baik
 Keseimbangan antara hak istri dan kewajibannya
 Keseimbangan antara take and give.

Tanpa adanya dasar di atas, maka dikhawatirkan akan terjadi ketegangan dan akhirnya berubah
menjadi pertikaian antar ke dua pasangan suami isteri tersebut

Konsep Talak

Talak secara bahasa ialah memutuskan ikatan. Diambil dari kata "itlaq" yang artinya adalah
melepaskan dan meninggalkan. Sedangkan menurut istilah syara’, talak yaitu melepaskan tali
perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.

Dalam istilah fiqih, talak mempunyai dua arti, yaitu arti yang umum dan arti yang khusus. Talak
menurut arti yang umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami,
yang ditetapkan oleh Hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian
karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak dalam arti yang khusus ialah
perceraian yang dijatuhkan oleh suami. Dengan pengertian talak tersebut, maka jelas yang
dimaksud dengan talak adalah melepaskan ikatan antara suami-istri, sehingga diantara keduanya
tidak berhak berkumpul lagi dalam arti tidak boleh mengadakan hubungan suami-istri tanpa
diadakan rujuk terlebih dahulu dalam masa iddahnya.
Dasar Penetapan Talak
Mengenai penetapan talak terdapat pada Al-Quran dan As-Sunnah, yaitu sebagai berikut: Dalil
dari Al-Quran surat Al-Baqarah: 229. Artinya: “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu
boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-
Baqarah: 229)

Dalil dari As-Sunnah Diantaranya sebuah Al-Hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra.
bahwasannya dia menalak istrinya yang sedang haid. Dari Ibnu Umar, bahwasannya ia telah
menceraikan istrinya ketika sang istri sedang dalam haid pada zaman Rasulullah SAW, lalu
Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda:

“Perintahkan kepadanya agar dia merujuk istrinya, kemudian membiarkan bersamanya sampai
suci, kemudian haid lagi, kemudian suci lagi. Lantas setelah itu terserah kepadanya, dia bisa
mempertahankannya jika mau dan dia bisa menalaknya (menceraikannya) sebelum
menyentuhnya (jima’) jika mau. Itulah iddah seperti yang diperintahkan oleh Allah agar para istri
yang ditalak dapat langsung menghadapinya (iddah). (HR. Bukhari dan Muslim).

Hukum Talak
Mengenai hukum talak, terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli fiqih. Dari kalangan
Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa talak itu terlarang kecuali bila diperlukan. Sedang
menurut madzhab Syafi’i membedakan hukum talak menjadi empat yaitu:

1. Wajib, yaitu seperti talaknya orang yang tidak bisa bersetubuh.


2. Haram, yaitu menjatuhkan talak sewaktu istri dalam keadaan haid.
3. Sunnah, yaitu seperti talaknya orang yang tidak bisa melaksanakan kewajibannya sebagai
suami karena tidak ada keinginan sama sekali kepada istrinya.
4. Makruh, seperti terpeliharannya semua peristiwa tersebut di atas.

Ulama Hanabilah memperinci hukum talak sebagai berikut:

1. Wajib, yaitu talak yang dijatuhkan oleh pihak hakam dalam perkara syiqoq, yakni
perselisihan istri yang tidak dapat didamaikan lagi dan kedua belah pihak memandang
bahwa perceraian adalah jalan terbaik dalam menyelesaikan persengketaan mereka.
2. Haram, yaitu talak yang tidak diperlukan atau talak tanpa alasan, karena merugikan bagi
suami-istri dan tidak ada kemaslahatan yang mau dicapai dengan perbuatan talaknya itu.
3. Sunnah, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang sudah keterlaluan dalam melanggar
perintah Allah.
4. Mubah, yaitu talak yang terjadi hanya apabila diperlukan, misal karena kelakuan istri
jelek.

Konsep Rujuk

Rujuk dalam bahasa Arab berarti kembali artinya hidup sebagai suami isteri antara laki-laki dan
wanita yang melakukan perceraian dengan jalan talak raj’i selama dalam masa iddah tanpa
pernikahan baru. Menurut fuqaha’, pengertian rujuk adalah sebagai berikut:
1. Menurut Imam Malik, rujuk adalah kembalinya istri yang telah ditalak selain ba’in,
kepada perlindungan suami, dengan tanpa ada pembaharuan akad serta dalam masa
iddah.
2. Menurut Imam Syafi’,i rujuk adalah mengembalikan status seorang wanita dalam satu
ikatan perkawinan dari talak yang bukan ba’in dalam masa iddah melalui cara-cara
tertentu.
3. Menurut Imam Hambali, rujuk adalah mengembalikan keadaan istri kepada keadaan yang
semula setelah terjadinya talak raj’i dan masih berada dalam masa iddah tanpa akad yang
baru.
4. Menurut Imam Hanafi, rujuk adalah melanjutkan pernikahan dengan bekas istri yang
ditalak raj’i dalam masa iddah.

Dari beberapa pengertian rujuk tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan rujuk adalah kembalinya seorang isteri yang ditalak selama dalam masa iddah
kepada perlindungan suami dengan cara-cara tertentu tanpa ada akad yang baru

6.1. Hukum Rujuk


Hukum rujuk dapat dibedakan menjadi 5 macam yaitu:

1. Wajib, terhadap suami yang mentalak salah seorang isterinya sebelum dia menggunakan
pembagian waktunya terhadap istri yang ditalak.
2. Haram, apabila rujuknya itu menyakiti si istri.
3. Makruh, kalau perceraian itu lebih baik dan berfaedah bagi keduannya (suami istri).
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli.
5. Sunnah, jika maksud suami adalah untuk memperbaiki keadaan isterinya, atau rujuk itu
lebih berfaedah bagi keduanya (suami istri).

Syarat Rujuk
Bahwa rujuk dapat terjadi selama istri masih dalam masa iddah talak raj’i, maka apabila mantan
suami hendak merujuk istrinya, maka hendaklah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Mantan istri yang ditalak itu sudah pernah dicampuri.


2. Harus dilakukan dalam masa iddah.
3. Harus dilakukan oleh dua orang saksi.
4. Talak yang dijatuhkan oleh suami tidak disertai ‘iwadh dari istri.
5. Persetujuan istri yang akan dirujuk.

Anda mungkin juga menyukai