Anda di halaman 1dari 12

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat yang tiada
terkira kepada kita semua seluruh makhluk-Nya. Setiap hari, setiap waktu terus rahmat dan
karunia-Nya  kita rasakan. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam Nabi
Muhammad SAW, manusia utama yang menjadi  panutan setiap insan di dunia, yang menjadi
pembawa alqur’an untuk menjadi rahmad bagi semesta alam.

Dengan mengucap syukur atas pertolongan dan karunia-Nya lah, makalah


tentang  “Rujuk” dapat kami selesaikan. Makalah ini kami perbuat guna untuk memenuhi
tugas mata kuliah Fiqh Munakahat II. Makalah yang kami buat ini kiranya menjadi bahan
yang berguna untuk pembelajaran.

Kami memohon maaf jika masih banyak kekurangan dalam makalah yang kami
sajikan ini. Kami berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT. Senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Metro, 02 Oktober 2018


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Yang Maha Esa (Pasal 1). Syari’at Islam menetapkan bahwa akad
perkawinan antara suami istri untuk selama hayat dikandung badan, sekali menikah
untuk selama hidup, agar didalam ikatan pernikahan  suami istri bisa hidup bersama
menjalin kasih sayang untuk mewujudkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan
hidup (sakinah), memelihara dan mendidik anak sebagai generasi yang handal. Dalam
kehidupan berumah tangga tidak akan terlepas juga dengan berbagai permasalahan yang
menjadi sebab dan musabbab terjadinya perceraian. Namun, perceraian bukanlah solusi
akhir dari sebuah permasalahan. Bila permasalahan itu sangat merugikan bagi keduanya
maka wajib hukumnya talak. Begitupun sebaliknya.

Seorang suami yang terlanjur mentalak istrinya maka boleh merujuk kembali dengan
beberapa syarat dan seorang suami juga harus tahu tatacaranya. Berikut akan kami
paparkan satu-persatu mengenai pembahasan pengertian rujuk, dasar hukumnya, syarat
dan rukunnya serta persoalan rujuk yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Rujuk?
2. Apa Dasar Hukum Dari Rujuk?
3. Apa Sebab-Sebab Terjadinya Rujuk?
4. Apa Saja Rukun Dan Syarat Rujuk?
5. Apa Akibat Dari Rujuk?
6. Bagaimana Tata Cara Pelaksanaan Rujuk?

C. Tujuan
1. Mengetahui Apa Itu Pengertian Rujuk
2. Mengetahui Dasar Hukum Rujuk
3. Mengetahui Sebab-Sebab Terjadinya Rujuk
4. Mengetahui Tukun Dan Syarat Rujuk
5. Mengetahui Akibat Dari Rujuk
6. Mengetahui Bagaimana Tata Cara Pelaksanaan Rujuk
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, Rujuk dalam pengertian fikih menurut al-
Mahalli sebagaimana dikutip oleh Amir Syarifuddin ialah kembali ke dalam hubungan
perkawinan dari cerai yang bukan ba’in, selama dalam masa iddah.
Pengertian rujuk ini juga diisyaratkan dalam pasal 163 KHI yaitu: seorang suami
dapat merujuk istrinya yang dalam masa iddah.
Dengan demikian jelas bahwa rujuk hanya dapat dilakukan ketika mantan istri dalam
masa iddah, bukan dari talak ba’in.1
Menurut fuqaha’, pengertian rujuk adalah sebagai berikut:
a. Menurut Imam Malik rujuk adalah kembalinya isteri yang telah ditalak selain
ba’in, kepada perlindungan suami, dengan tanpa ada pembaharuan akad serta
dalam masa iddah.
b. Menurut Imam Syafi’i rujuk adalah mengembalikan status seorang wanita dalam
satu ikatan perkawinan dari talak yang bukan ba’in dalam masa iddah melalui
cara-cara tertentu.
c. Menurut Imam Hambali rujuk adalah mengembalikan keadaan isteri kepada
keadaan yang semula setelah terjadinya talak raj’i dan masih berada dalam masa
iddah tanpa akad yang baru.
d. Menurut Imam Hanafi rujuk adalah melanjutkan pernikahan dengan bekas isteri
yang ditalak raj’i dalam masa iddah.
Dari beberapa pengertian rujuk tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan rujuk adalah kembalinya seorang isteri yang ditalak raj’i
selama dalam masa iddah kepada perlindungan suami dengan cara-cara tertentu tanpa
ada akad yang baru.
Pengertian rujuk ini juga diisyaratkan dalam pasal 163 KHI yaitu: seorang suami
dapat merujuk isterinya yang dalam masa iddah. Dengan demikian jelas bahwa rujuk
hanya dapat dilakukan ketika mantan isteri dalam masa iddah.

1
Amir Syarifuddin, Hukum perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.337
B. DASAR HUKUM
Seorang suami yang hendak rujuk kepada istrinya, menurut Syafi’i dan Hanbali harus
ada dua orang yang menjadi saksi. Hal tersebut digunakan untuk menghindari
kemadhorotan dan menghindari fitnah atau gunjingan masyarakat. Argumentasi yang
digunakan kedua Ulama ternama ini adalah firman Allah swt.
        
            
          
Artinya:
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan
baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya
jalan keluar”.  ( Q.S. Ath-Thalaaq [65] : 2 ).2

Hal ini berbeda dengan pendapat Hanafi dan Maliki serta jumhur ulama lainnya, yang
menyatakan bahwa amar yang terdapat dalam ayat diatas adalah menunjukkan pada amar
irsyad atau amar sunnah, bukan amar wajib. Kelompok ini memberikan suatu komparasi
( perbandingan ) bahwa mendatangkan orang untuk menjadi saksi pada pelaksanaan talak
adalah sunnah, bukan wajib. Demikian juga dengan hukum mendatangkan saksi untuk
proses rujuk adalah sunnah, apalagi fungsi rujuk adalah untuk meneruskan pernikahan
yang lama, sehingga rujuk itu tidak perlu kehadiran wali dan kerelaannya orang yang
dirujuki.

Al-Baqarah ( 2 ): 228 :

          
            
           
         

Artinya:

2
Mohammad Asmawi, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan, (Yogyakarta: Darussalam, 2004), h.
276
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali
quru’ (suci). Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan
suami-suaminya berhak rujuk dengannya dalam masa menanti (iddah) itu, jika
mereka (para suami) itu menghendaki ishlah (berbaikan)”. (Q.S. Al-Baqarah (2):
228 ).3

Imam Syafi’i berkata dalam kitabnya : “ Siapa saja diantara suami merdeka yang
menceraikan istrinya dengan talak satu atau talak dua setelah ia mencampurinya,
maka ia lebih berhak untuk rujuk dengan istrinya itu selama iddah belum berakhir.
Ini berdasarkan kitab Allah Azza wa Jalla dan sunnah Rasulullah, karena
sesungguhnya rukanah menceraikan istrinya dengan mengucapkan perkataan yang
bemakna talak ba’in kubra, namun maksudnya hanyalah talak satu, maka Rasulullah
mengembalikan istrinya kepadanya.

Sama saja dalam hal ini, semua wanita yang menjadi istri laki-laki merdeka, baik
ia wanita muslimah, kafir dzimmi atau budak. Talak bagi budak hanya dua kali,
adapun orang merdeka yang kafir dzimmi dalam masalah talak dan rujuk sama
seperti laki-laki muslim yang merdeka. Apabila iddah telah berakhir, maka tidak ada
jalan bagi suami untuk rujuk dengan istrinya kecuali melalui proses pernikahan yang
baru.4

C. Sebab-sebab terjadinya rujuk

Ketentuan rujuk itu ada karena adanya ketentuan talak. Dalam pasal 163 ayat 2
huruf a Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa rujuk dapat dilakukan dalam
hal-hal putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali
atau talak yang dijatuhkan qabla al-dukhul.5

3
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemah, 56.
4
Mohammad Asmawi, Nikah dalam perbincangan dan perbedaan…., h.. 277
5
Undang-Undang R.I. Nomor 1 tahun 1974 & Kompilasi Hukum Islam, (Grahamedia Press, 2014), h.
379
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rujuk tidak akan terjadi jika tidak ada
talak raj’i terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan bahwa talak merupakan salah satu
penyebab adanya rujuk.

D. Syarat dan Rukun Rujuk


1. Hak Rujuk

Rujuk adalah hak suami selama masa iddah, karena tidak seorang pun yang dapat
menghapus hak rujuk. Imam Asy Syafi’i mengatakan bahwa rujuk menjadi hak laki-
laki bukan hak perempuan, sehingga bila ada seorang laki-laki berkata sedang
isterinya dalam masa iddah “saya telah merujukimu hari ini atau besok atau
sebelumnya”, lalu wanita maka yang diterima adalah perkataan laki-laki.

Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 228:

        

Artinya:
“Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika
mereka (para suami) itu menghendaki ishlah”. (QS. al-Baqarah ayat, 2:228)

Berdasarkan ayat di atas rujuk merupakan hak mutlak suami, sehingga isteri yang
dalam masa iddah tidak berhak mencegah suami dalam rujuk dan bagi isteri tidak ada
uang/benda pengganti (iwadh) dalam rujuk, karena wanita itu adalah menjadi hak
laki-laki dan tidak ada bagi wanita hak atas laki-laki dan tidak ada urusan bagi wanita
pada sesuatu yang menjadi hak laki-laki terhadap wanita. Sedang terhadap isteri yang
telah selesai masa iddah, maka bagi laki-laki tidak ada hak rujuk atas wanita.
2. Syarat Rujuk
Seperti dijelaskan di atas, bahwa rujuk dapat terjadi selama isteri masih dalam
masa iddah talak raj’i, maka apabila mantan suami hendak merujuk isterinya, maka
hendaklah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Mantan isteri yang ditalak itu sudah pernah dicampuri.
b. Harus dilakukan dalam masa iddah.
c. Harus dilakukan oleh dua orang saksi.
d. Istri baru dicerai dua kali
e. Persetujuan isteri yang akan dirujuk.6

3. Rukun Rujuk
Dalam pelaksanaan rujuk, rukun rujuk sangat penting, karena rujuk dipandang sah
apabila memenuhi rukun yang diterapkan oleh fuqaha’. Adapun mengenai rukun
rujuk tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Isteri
Keadaan isteri disyaratkan:
a. Sudah dicampuri
b. Talaknya adalah talak raj’i
c. Isteri tengah menjalani masa ‘iddah
2) Suami
Rujuk dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri artinya bukan atas paksaan
dari pihak lain
a. Sighat (lafat rujuk)
b. Saksi7

E. Akibat dari rujuk


Akibat dari rujuk sebenarnya tidak begitu eksterm atau keras, justru rujuk berfunsi
sebagai penyelamat pernikahan dari rusaknya cinta dan hubungan pernikahannya yang
tidak membaik. Dengan adanya rujuk maka setiap orang yang akan melepaskan
hubungan pernikahannya akan sadar bahwa yang namanya thalak, berlanjut ke iddah,
akan membuat seseorang itu bosan mengikuti proses-prosesnya. Jika seorang suami istri
masih diberi kecintaan maka ia akan kembali lagi.8
Pelaksanaan ruju’ sebaiknya dipersaksikan, hal tersebut digunakan untuk menghindari
kemadhorotan dan menghindari fitnah. Aturan tentang ruju’ ini merupakan indikasi
bahwa islam sebenarnya menghendaki perkawinan itu dapat berlangsung dalam waktu
yang lama. Oleh karena itu jika terjadi perceraian maka mantan suami dianjurkan untuk
melaksakan ruju’ sebelum kesempatan tersebut diambil orang lain setelah masa ‘iddah
selesai, pihak istri berhak menerima dan menolak ruju’ dari mantan suaminya itu. Di

6
Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), h. 101
7
Kamal Mukhtar, Asas-Asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h.
238

8
Supriatna, Fiqh Munakahat II, cet I (Yogyakarta, UIN Suka , 2008), h. 71.
Indonesia terdapat adanya perpaduan hukum antara hukum islam,hukum positif, dan ada
hukum adat pula. Jadi kompilasi hukum islam (KHI) mengatur persoalan ruju’ ini pada
bab XVII pasal 163-166, sedangkan tata cara ruju’ diatur dalam pasal 167-169.9

F. Tata cara pelaksanaan rujuk


Dalam madzhab Syafi’i atau kitab Imam asy-Syafi’i “al-Um” tidak disebutkan tentang
tempat tata cara pelaksanaan rujuk. Apakah pengucapan rujuk itu dilakukan suatu
lembaga tertentu, misalnya di Pengadilan Agama atau di KUA, seperti sekarang ini.
Semua itu tidak dijelaskan, dikarenakan kondisi sosial masyarakat waktu itu, banyak
menganut berbagai madzhab yang berbeda-beda. Sehingga untuk menjadi seragam dalam
menentukan hukum Islam sangat minim. Namun apabila dua pihak yang berpekara yang
bukan dari pengikut madzhab yang termasyur di negeri ini, maka ditunjuklah seorang
qodhi yang memutus perkara itu sesuai dengan madzhab yang diikuti kedua pihak yang
berpekara. Oleh karena itu, rujuk bisa dilakukan di rumah suami atau isteri, di masjid
atau tempat lain yang layak dijadikan untuk rujuk, dengan diputuskan oleh qodhi
(seorang ulama fiqh yang terpandang) dan diikrarkan dengan perkataan secara tegas dan
terang-terangan (benar-benar berniat untuk merujuk) kepada bekas isterinya dan rujuk
tidak bermotif untuk menyakiti atau menyusahkan bekas isterinya.

Dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 167 sampai dengan pasal 169 dijelaskan
mengenai tata cara melaksanakan rujuk. Adapun bunyi pasal tersebut adalah:

Pasal 167:

1) Suami yang hendak merujuk isterinya datang bersama-sama isterinya ke Pegawai


Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat
tinggal suami isteri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat
keterangan lain yang diperlukan.
2) Rujuk dilakukan dengan persetujuan isteri di hadapan Pegawai Pencatat Nikah atau
Pembantu Pegawai Pencatat Nikah.

9
Ibid,. hlm.76.
3) Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan
menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat merujuk
menurut hukum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam
masa iddah talak raj’i, apakah perempuan yang akan dirujuk itu adalah isterinya.
4) Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing masing yang bersangkutan
beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
5) Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah menasihati suami isteri tentang hukum-hukum dan kewajiban
mereka yang berhubungan dengan rujuk.

Pasal 168:

1) Dalam hal rujuk dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah daftar
rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masing-masing yang
bersangkutan beserta saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah
yang mewilayahinya, disertai suratsurat keterangan yang diperlukan untuk dicatat
dalam Buku Pendaftar Rujuk dan yang lain disimpan.
2) Pengiriman lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat Nikah
dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujuk dilakukan.
3) Apabila lembar pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka Pembantu Pegawai
Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua, dengan berita acara
tentang sebab-sebab hilangnya.

Pasal 169:

1) Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan
mengirimkannya kepada Pengadilan Agama di tempat berlangsungnya talak yang
bersangkutan, dan kepada suami dan isteri masing-masing diberikan Kutipan Buku
Pendaftar Rujuk menurut contoh yag ditetapkan oleh Menteri Agama.
2) Suami isteri atau kuasanya dengan membawa Kutipan Buku Pendaftar Rujuk
tersebut datang ke Pengadiln Agama di tempat berlangsungnya talak dahulu untuk
mengurus dan mengambil Kutipan Akta Nikah masing-masing yang bersangkutan
setelah diberi catatan oleh Pengadilan Agama dalam ruang yang telah tersedia pada
Kutipan Akta Nikah tersebut, bahwa yang bersangkutan telah rujuk.
3) Catatan yang dimaksud ayat (2) berisi tempat terjadinya rujuk, tanggal rujuk
diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftar Rujuk dan tanda tangan
Panitera.10

Ketentuan tentang pencatatan rujuk ini hanya didasarkan kepada konsep maslahat
mursalah, karena tidak ada nash yang mengaturnya. Dasar konsep ini adalah untuk
membangun suatu hukum untuk mewujudkan kemaslahatan umat, sebab sebagaimana
nikah rujuk pun hanya bisa dibuktikan dengan akta. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga
ketertiban hukum dan administrasi dalam masyarakat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan adanya syariat tentang rujuk ini merupakan indikasi bahwa islam
menghendaki bahwa suatu perkawinan berlangsung selamanya. Oleh karena itu, kendati

10
Undang-Undang R.I. Nomor 1 tahun 1974 & Kompilasi Hukum Islam…., h. 379-380
telah terjadi pemutusan hubugan perkawinan, Allah SWT. Masih memberi prioritas
utama kepada suaminya untuk menyambung kembali tali perkawinan yang nyaris
terputus sebelum kesempatan itu diberikan kepada orang lain setelah berakhirnya masa
iddah.
Rujuk merupakan hak suami selama masa iddah, karena tidak seorangpun yanga
dapat menghapus hak rujuk. Kalau ada seorang laki-laki berkata tidak akan merujuk
istrinya ia tetap masih tetap berhak merjukinya. Karena kemanapun istri itu berada
selama masih dalam tanggungan iddah, suami masih punya hak untuk merujuknya
karena dalam masa iddah itu suami masih mempunyai tanggunan untuk memberi nafkah.
Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan terjadinya talak antara
suami istri meskipun berstatus talak raj‟i, namun pada dasarnya talak itu mengakibatkan
keharaman hubungan seksual antara keduanya, sebagaimana laki-laki lain juga
diharamkan melakukan hal yang serupa itu. Oleh karena itu, kendati bekas suami dalam
masa iddah berhak merujuk bekas istrinya itu dan mengembalikannya sebagaimana
suami istri yang sah secara penuh, namun karena timbulnya keharaman itu berdasarkan
talak yang diucapkan oleh bekas suami terhadap bekas istrinya itu, maka untuk
menghalalkan kembali bekas istrinya menjadi istrinya lagi haruslah dengan pernyataan
rujuk yang diucapkan oleh bekas suami dimaksud.

Anda mungkin juga menyukai