Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“PERNIKAHAN DALAM ISLAM”

Dosen pengampu:

Malpha Della Thalita,S.H.,M,H.

Disusun oleh:

Ali Akbar(22651001)

Elsa Amelia firi(22651004)

Naviatul Khairiah (22651009)

Tia Puspita (22651014)

PROGRAM STUDI ILMU ALQUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI CURUP
2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Ucapan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah dan inayah-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Malpha Della Thalita,S.H.,M.H.
selaku dosen mata kuliah Fikih Ibadah, yang telah memberikan kesempatan
kepada kami untuk menyusun makalah ini yang berjudul “Pernikahan Dalam
Islam”.

Dengan keseriusan dan ketekunan dalam pembuatan makalah ini, harapan


kami dapat memberikan manfaat bagi teman-teman dan para pembaca, Serta
dapat menjadi pembelajaran bagi kami dalam pembuatan sebuah makalah,
terkhusus dalam materi ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi materi maupun dari tata
bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran
dari teman-teman demi perbaikan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini, dapat menjadi inspirasi bagi teman-teman
dan pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Curup,28 mei 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………….i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................

B. Rumusan Masalah ..............................................................................

C.Tujuan………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN

A. Landasan Hukum Nikah ....................................................................

B.Syarat Sah Akad Nikah ......................................................................

C. Hukum-Hukum Pernikahan ...............................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................
B. Saran………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan


sakral, bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan
dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-
ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam Undang-Undang RI Nomor 1
tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tujuan pernikahan, sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-


Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang
(mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-
tanda kebesaran- Nya bagi orang-orang yang berfikir”. Mawaddah warahmah
adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia melakukan
pernikahan.

Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah dalam


pengertian mencontoh tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan
supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan
bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah SWT,
dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak dahulu, dan sudah banyak sekali
dijelaskan di dalam al- Qur’an:

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan merekadengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-
Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al Nuur/24 : 32)
B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana Hukum Pernikahan Dalam Islam?

2. .Apa Saja Syarat-Syarat Sah Pernikahan Dalam Islam?

C.Tujuan

1.Mengetahui Hukum Pernikahan Dalam Islam

2.Memahami konsep Dan Syarat Sah Pernikahan Dalam Islam


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian dan Dasar Hukum Nikah


Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ‫)اﻟﻨﻜﺎح‬, adapula yang
mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan
perkataan zawaj.1 Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan.
Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi
pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar
katanya saja.2 2Perkawinan adalah ;

Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas
rukun- rukun dan syarat-syarat.3

Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada :

1 Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan


Bintang, 1974, hlm.79

2 Sudarsono, Hukum Keluarga Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, hlm. 62.

3 Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al- Syafi’i,
Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar, Semarang: Usaha Keluarga, t.th., Juz2, hlm. 36
Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk
berhubungan badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam
akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata
tersebut.44

Dalam komplikasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah


pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Dari beberapa
terminologi yang telah dikemukakan nampak jelas sekali terlihat bahwa
perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir. (QS.Ar-Rum ayat 21)

syarat sah nikah di antaranya Islam, bukan mahram, wali akad nikah, sedang
tidak ihram atau berhaji, dan bukanlah paksaan.

2.Rukun Nikah

a. Wali
Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wasallam:
“ Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya
batal… batal.. batal.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah)

b. Saksi
Rasulullah sallallahu `Alaihi Wasallam bersabda:

4Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1986, Jilid IV, hlm.
212
c. “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”(HR Al-
Baihaqi dan Ad-Daaruquthni. Asy-Syaukani dalam Nailul Athaar berkata :
“Hadist di kuatkandengan hadits-hadits lain.”)
d. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan
dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab
dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak
saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya:
“Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah
kitab Riyadhus Shalihin.”
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
1) Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
2) Adanya Ijab Qabul.
3) Adanya Mahar.
4) Adanya Wali.
5) Adanya Saksi-saksi.

Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami


istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Kedua belah pihak sudah tamyiz.
2) Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul tidak
boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada
penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul.

Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh


masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan
yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan
kata kasar. Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih
dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi berkata dalam kitabnya Minhaajul
Muslim. “Ucapan ketika akad nikah seperti: Mempelai lelaki : “Nikahkanlah
aku dengan putrimu yang bernama Fulaanah.” Wali wanita : “Aku nikahkan
kamu dengan putriku yang bernama Fulaanah.” Mempelai lelaki : “Aku terima
nikah putrimu.”

e. Mahar (Mas Kawin)


Mahar merupakan tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi
seorang wanita.Mahar juga merupakan pemberian seorang laki-laki kepada
perempuan yang dinikahinya, yang selanjutnya akan menjadi hak milik istri
secara penuh. Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita
inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam,tetapi yang
disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan dengan kemampuan pihak calon
suami. Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah saw.
bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah
(ringan).”(H.R. Al-Hakim: 2692)

3.Hukum-Hukum Nikah
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang
lima yaitu :
a. Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah,sedangkan nafsunya telah
mendesak untuk melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan
terjerumus dalam praktek perzinahan.
b. Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan
batin kepada calon istrinya,sedangkan nafsunya belum mendesak.
c. Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai
kemampuan untuk nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat
haram.
d. Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu member
belanja calon istrinya.
e. Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alas an-alasan yang mewajibkan
segera nikah atau karena alas an-alasan yang mengharamkan untuk nikah.
Anjuran Nikah

Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak
hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :

Pertama, sunnah Para Nabi dan Rasul Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan
keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan
dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).

Dan hadis Nabi:

Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan
sunnah para rasul : [1] Hinna', [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR. At-Tirmizi
1080)

Kedua, Nikah merupakan bagian dari tanda kekuasan Allah

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Al Ruum/29 : 21)

Ketiga, salah satu jalan untuk menjadi kaya

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-


orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-
hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha
Mengetahui.(QS. Al Nur/24 : 32)
Keempat, nikah merupakan ibadah dan setengah dari agama

Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki


oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah
SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh
sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).

Kelima, tidak ada pembujangan dalam Islam


Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk
dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina
dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina. Tetapi di balik itu Islam
juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk
itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan
kebiri. Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan,
bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu
kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya
untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan
menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan
tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah
s.a.w, dengan nada marah lantas ia berkata: 'Sesungguhnya orang-orang
sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-
diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal
di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia,
berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan
meluruskan kepadamu.

Kemudian turunlah ayat:


Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-
baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu
melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-
orang yang melewati batas. (QS. Al Maidah/5: 87)

Keenam, menikah itu ciri khas makhluk hidup

Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah


merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa
makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu
sama lain.
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)

Tujuan Nikah
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan
syahwatnya semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini.
Namun hendaknya ia menikah karena tujuan-tujuan berikut ini:
Pertama, Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam
sabdanya:

“Wahai sekalian para pemuda! Siapa di antara kalian yang telah mampu
untuk menikah maka hendaknya ia menikah….”

Kedua, Memperbanyak keturunan umat ini, karena Nabi Shallallahu 'alaihi


wa sallam bersabda:

“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena


(pada hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di
hadapan umat-umat yang lain.”
Ketiga, Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan
pandangannya dan pandangan istrinya dari yang haram. Karena Allah
Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:

“Katakanlah (ya Muhammad) kepada laki-laki yang beriman: ‘Hendaklah


mereka menahan sebagian pandangan mata mereka dan memelihara
kemaluan mereka, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah
kepada wanita-wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan
sebagian pandangan mata mereka dan memelihara kemaluan mereka…’.”
(An-Nur: 30-31)

Beberapa Nikah yang Dilarang

a. Nikah Syighar

Yaitu seseorang menikahkan anak perempuannya dengan syarat; Orang yang


menikahi anaknya itu juga menikahkan putri yang ia miliki kepadanya.

b. Nikah mut'ah

Ibnu Hazm mengatakan: " Nikah mut'ah adalah nikah dengan batasan waktu
tertentu dan hal ini dilarang dalam Islam".

c. Menikahi wanita yang sedang menjalani masa Iddah

Tidak seorang pun dibolehkan melamar wanita muslimah yang sedang menjalani
masa Iddah, baik karena perceraian maupun kematian suaminya.

d. Nikah Muhallil

Yaitu Wanita Muslimah yang sudah di Thalak tiga kali oleh suaminya dan sang
suami diharamkan untuk kembali lagi kepadanya.
e. Nikahnya orang yang sedang menjalankan ihram

Yaitu apabila seseorang melaksanakan pernikahan ketika ia sedang menunaikan


ibadah ihram, baik dalam haji maupun umrah, sebelum melakukan tahallul, maka
pernikahan semacam ini dianggap batal.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Jaziri, Abdurrahman. 1986. Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Dar


al- Fikr

Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al-
Syafi’i. tanpa tahun. Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar.
Semarang: Usaha Keluarga

Djalil, Abdul. 2000. Fiqh Rakyat Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan.


Yoyakarta: LKIS Yogyakarta

Kamal, Mukhtar. 1974. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan.


Jakarta: Bulan Bintang

Mubarok, Jaih. 2002. Metodologi Ijtihad Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press
Redaksi Sinar Grafika. 2000. Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta

Peraturan Perkawinan Khusus Untuk Anggota ABRI; Anggota POLRI;


Pegawai Kejaksaan; Pegawai Negeri Sipil. Jakarta: Sinar Grafika

Shihab, Muhammad Quraish. 2010. 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda
Ketahui.

Jakarta: Lentera Hati


Sudarsono. 1997. Hukum Keluarga Nasional. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai