Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

KONSEPSI ISLAM TENTANG PERNIKAHAN

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN
SOLOK
2O22
KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penyusunan makalah yang berjudul “Konsepsi Islam Tentang Pernikahan “
dapat selesai dengan tepat waktu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibuk Adriyanti, S.H.M.H selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum UNIVERSITAS
MAHAPUTRA MUHAMMAD YAMIN.
2. Bapak Tomi Farto, S.Pd.I,.M.Pd. selaku pembimbing yang telah sabar dan
meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan arahan kepada penyusun dalam
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman – teman dari prodi hukum yang telah memberikan semangat, yang tidak bisa
penyusun ungkapkan satu persatu. Serta berbagai pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini, masih belum sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak dan semoga
makalah ini bermanfaat. Aamiin.

Solok, Januari 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1

1.1Latar Belakang................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 1
1.3Tujuan Penulisan.............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 2

2. 1 Konsep Pernikahan Dalam Islam...................................................................... 2


2.2 Hikmah Pernikahan........................................................................................ 8
2.3 Pernikahan Beda Agama................................................................................ 9
2.4 Pandangan Islam Tentang Poligami..............................................................14

BAB III PENUTUP........................................................................................................... 18

3. 1Kesimpulan....................................................................................................... 18

3.2Saran.................................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG
Makalah ini merupakan pemenuhan tugas Pendidikan Agama Islam yang memang
harus terpenuhi sebagai nilai tambahan yang sudah ditentukan oleh pengajar di samping itu
juga makalah ini sangat bermanfaat bagi pembaca karena pada makalah ini sedikit/banyaknya
terdapat ilmu yang dapat diambil sebagai pengetahuan atau wawasan.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang diberikan kesempurnaan


dibandingkan makhluk lain, maka dari itu ada beberapa manusia yang memang menggunakan
akalnya untuk mengkaji hal-hal yang belum ada sebagai rasa keingintahuan seperti halnya
pada makalah ini juga akan mengkaji yaitu diantaranya tentang Konsepsi Islam Tentang
Pernikahan, yang berisi dari berbagai sumber, agar makalah ini ada nilai banding dengan
makalah lain.

1.2RUMUSAN MASALAH
Beberapa pokok yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain adalah sebagai
berikut:

1. Apa itu Konsepsi Islam Tentang Pernikahan?


2. Apa itu Hikmah Pernikahan ?
3. Bagaimana Pandangan Islam Tentang Pernikahan Beda Agama ?
4. Bagaimana Pandangan Islam Tentang Poligami ?

1.3TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah nilai dan memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
2. Mengetahui Konsep Pernikahan Dalam Islam
3. Mengetahui Hikmah Pernikahan
4. Mengetahui tentang Pernikahan Beda Agama
5. Mengetahui Pandangan Islam Tentang Poligami

1
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 KONSEP PERNIKAHAN DALAM ISLAM

1. Pengertian pernikahan dalam islam

Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi
hubungan yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap
untuk membangun rumah tangga. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh seorang
ulama, Abdurrahman Al-Jaziri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sebuah
perjanjian suci yang dilakukan antara laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan
untuk membentuk keluarga bahagia.Dalam hal ini, perjannjian suci pernikahan dapat
dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab dan qabul yang merupakan bentuk dari
perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan oleh satu majelis, baik itu berasal dari
langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan (calon suami atau calon istri) atau
dapat diwalikan.

Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu asas hidup yang bisa membuat umat
Muslim menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya menjadi cara
untuk melaksanakan ibadah saja, tetapi juga berhubungan dengan membangun kehidupan
rumah tangga dan keturunan. Bahkan, dengan pernikahan, pintu silaturahmi menjadi
terbuka lebar karena menjadi lebih mengenal keluarga suami dan keluarga istri, sehingga
antara anggota keluarga yang satu dengan lainnya bisa saling membantu.Oleh sebab itu,
supaya tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri dan anggota keluarga dari
kedua belah pihak harus menjaga komunikasi, saling mencintai, saling memberi kasih
sayang, saling mengingatkan agar tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu satu
sama lain.

Menjaga silaturahmi ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 36:

2
Artinya:
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa
pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri.

2. Pengertian Pernikahan Menurut Ahli Ulama

Pernikahan diambil dari kata nikah yang berarti suatu akad perkawinan yang
dilaksanakan berbdasarkan dengan aturan-aturan hukum yang berlaku dan ajaran agama.
Sedangkan kata nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu “An-nikah”. Secara bahasa, “An-
nikah” memiliki arti bersatu, berkumpul, dan berhubungam. Sementara itu, secara definisi
pernikahan juga dijelaskan oleh beberapa ahli ulama yang sering dikenal dengan empat
mahzab fikih.

1. Imam Maliki

Imam Maliki mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad yang dapat
mengubah hubungan seksual seorang perempuan yang bukan mahram, budak,
dan majusi menjadi hubungan seksual yang halal dengan shighat.

2. Imam Hanafi

Imam Hanafi menyatakan bahwa pernikahan adalah seseorang yang mendapatkan


hak untuk melakukan hubungan biologis seksual dengan seorang perempuan.
Dalam hal ini, seorang perempuan itu merupakan perempuan dengan hukum tidak
ada halangan sesuai dengan syari’i untuk dinikahi.

3. Imam Syafi’i

Imam Syafi’I menyatakan bahwa pernikahan adalah suatu akad yang memberikan
hak untuk melakukan hubungan seksual dengan mengucapkan lafadz nikah,
tazwij atau lafadz lain dengan makna yang sama.

4. Imam Hambali

Imam Hambali menngungkapkan bahwa pernikahan adalah sebuah proses


terjadinya akad perkawinan dengan tujuan untuk mendapatkan pengakuan dalam
lafadz nikah atau kata-kata yang memiliki persamaan makna.
3
Setelah mendengarkan ungkapan dari para ahli ulama, maka pernikahan adalah suatu
proses akad perkawinan yang memiliki tujuan untuk mendapatkan pengakuan dan
mengubah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan yang tadinya haram menjadi
hubungan seksual yang halal.

3. Syarat Sah Pernikahan dalam Islam

Dalam Islam, syarat sah pernikahan terdiri dari beberapa hal, di antaranya:

1. Calon Pengantin Beragama Islam

Syarat sah pernikahan pertama adalah calon pengantin, baik itu laki-laki atau
perempuan harus beragama Islam. Apabila salah satu calon mempelai belum
beragama Islam, maka pernikahan tidak akan sah. Oleh sebab itu, jika salah satu
calon mempelai belum beragama Islam, ia harus beragama Islam terlebih dahulu.

2. Mengetahui Wali Akad Nikah Bagi Perempuan

Wali akad dalam proses pernikahan ini harus ada karena jika berarti pernikahan
menjadi tidak sah. Dalam agama Islam, untuk memilih wali sudah ada aturannya,
sehingga tidak boleh sembarangan memilih wali akad nikah. Ayah kandung
adalah wali nikah utama bagi mempelai perempuan. Jika, ayah kandung dari
perempuan sudah meninggal dunia, maka calon pengantin perempuan dapat
diwalikan oleh kakek, saudara laki-laki seayah seibu, , paman, dan seterusnya
yang sesuai dengan urutan nasab.Wali akad nikah tidak boleh seoang perempuan
dan harus seorang laki-laki. Hal ini sesuai dengan hadist:

Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW bahwa perempuan tidak
boleh menikahkan (menjadi wali) terhadap perempuan dan tidak boleh
menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).Apabila dari keturunan
nasab tidak ada yang bisa menjadi wali, maka bisa digantikan dengan wali hakim
sebagai syarat sah pernikahan.

3. Bukan Mahram

Pernikahan akan dinyatakan tidak sah, jika kedua mempelai merupakan mahram.
Dengan kata lain, pernikahan dapat dilakukan dengan bukan mahram. Dalam hal
ini, bukan mahram merupakan tanda bahwa pernikahan dapat dilakukan karena
tidak ada penghalangya.

4
Selain itu, bagi calon mempelai harus mencari jejak dari pasangannya, apakah
semasa kecil diberikan oleh ASI dari ibu yang sama atau tidak. Jika, diberikan
oleh ASI dari ibu yang sama maka hal itu termasuk ke dalam mahram, sehingga
pernikahan tidak bisa dilakukan.

4. Sedang Tidak Melakukan Ibadah Haji atau Ihram

Para ulama melarang jika sedang melaksanakan ibadah haji atau ihram untuk
melakukan pernikahan. Para ulama menyatakan hal ini berdasarkan seorang
ulama bermazhab Syafi’I yang terkandung di dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib.
Di dalam kitab itu disebut bahwa salah satu larangan haji adalah tidak boleh
melaksanakan akad nikah atau wali dalam pernikahan:

“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang ketika ihram) yaitu akad nikah.
Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi
orang lain (menjadi wali).”

Selain itu, pernikahan tidak boleh dilakukan saat sedang melaksanakan haji juga
terdapat di hadist Bukhari:

Rasulullah bersabda bahwa seorang yang sedang ber-ihram tidak boleh


menikahkan, tidak boleh dinikahkan, dan tidak boleh mengkhitbah.

5. Dilakukan Atas Dasar Cinta bukan Karena Paksaan

Terjadinya pernikahan harus didasari atas dasar cinta bukan atas dasar paksaan.
Apabila pernikahan terjadi karena adanya paksaan, maka pernikahan itu bisa saja
dinyatakan tidak sah. Dengan kata lain, suatu proses pernikahan harus
berdasarkan keinginan dari calon pengantin laki-laki atau calon pengantin
perempuan.

4. Rukun Nikah dalam Islam

Di dalam Islam, rukun pernikahan terdiri dari 5, yaitu:

1. Adanya Calon Pengantin

Calon pengantin harus terdiri dari laki-laki dan perempuan yang bukan
mahramnya dan calon pengantin perempuan tidak terhalang secara syari’i untuk
menikah.

5
2. Adanya Wali

Bagi calon pengantin perempuan harus dihadiri oleh wali atau wali hakim.

3. Dihadiri Dua Orang Saksi

Ketika pernikahan berlangsung harus ada dua orang saksi yang adil atau yang
memenuhi syarat sebagai saksi.

4. Diucapkan Ijab

Ijab diucapkan oleh wali dari calon pengantin perempuan atau yang menjadi
wakilnya.

5. Diucapkan Qabul dari pengantin Laki-Laki

Calon pengantin laki-laki mengucapkan qabul di depan saksi dan wali dengan
penuh keyakinan.

5. Dasar hukum pernikahan


Terdapat dalil-dalil pernikahan yang ada dalam al-Qur‟an, hadits,Undang-Undang dan
Kompilasi Hukum Islam. Diantaranya yaitu:

1. Al Quran

Ada beberapa surat dalam Al Quran yang mengenai dasar hukum pernikahan.

Ayat-ayat tersebut menjadi bukti bahwa pernikahan memiliki dasar hukum yang
kuat di dalam Al Quran.

Berikut ayat-ayat tersebut:

Al Quran Surat Annisa ayat 1

Artinya: "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah


menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan, bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu."

6
Al Quran Surat An Nuur ayat 31

Artinya: "Dan, kawinkanlah orang-orang yang sendiria di antara kamu, orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan, Allah Maha Luas (Pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui."

Al Quran Surat Ar Ruum ayat 21

Artinya: "Dan, diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptkan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya dan dijadikan- Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir."

Al Quran Surat An Nahl ayat 72

Artinya: "Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka, mengapakah mereka beriman
kepada yang batil dan mengingkari nikmat Allah."

2. Hadist

Dalam hadist atau sunnah ada beberapa yang menjadi dasar hukum pernikah,
yakni:

"Wanita dinikahi karena empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya,


kecantikannya, dan karena agamanya. Maka, dapatkanlah wanita yang taat
beragama niscaya kamu akan beruntung." (HR Bukhari dan Muslim).

"Tetapi aku salat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan. Barang
siapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku." (HR Bukhari dan
Muslim).

"Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya.


Karenanya, bertakwalah kepada Allah pada separuh lainnya." (HR Baihaqi).

7
2. 2 HIKMAH PERNIKAHAN

Hikmah pernikahan sangat erat kaitannya dengan tujuan diciptakannya manusia di


muka bumi. Allah menciptakan manusia dengan tujuan memakmurkan bumi, di mana
segala isi dan ketentuan di dalamnya diciptakan untuk kepentingan manusia itu sendiri.

Ada begitu banyak hikmah pernikahan yang dapat digali, baik secara naqliyah maupun
aqliyah. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi Tuntutan Fitrah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan rasa tertarik kepada lawan jenisnya. Laki-
laki tertarik dengan wanita, begitu pun sebaliknya. Ketertarikan ini merupakan fitrah
yang telah Allah tetapkan kepada manusia.

Oleh karena itu, pernikahan disyari’atkan dalam Islam dengan tujuan memenuhi fitrah
tersebut. Islam tidak menghalangi dan menutupi keinginan ini, bahkan melarang
kehidupan umat Muslim yang menolak pernikahan ataupun bertahallul (membujang).

2. Menghindari Perusakan Moral

Allah telah menganugerahi manusia dengan berbagai nikmat, salah satunya adalah
fitrah untuk berhubungan seksual. Namun, fitrah ini akan berakibat negatif jika tidak
diberi batasan yang dibenarkan dalam syariat.

Nafsunya akan berusaha untuk memenuhi fitrah tersebut dengan berbagai cara yang
dilarang agama. Hal ini bisa menimbulkan perusakan moral dan perilaku menyimpang
lainnya seperti perzinaan, kumpul kebo, dan lain-lain.

Islam hadir memberikan solusi melalui pernikahan. Ini menjadi salah satu hikmah
pernikahan yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat.

Hal serupa juga disampaikan oleh Ustadz Muharrar, Lc. Dalam ceramah singkatnya di
Chanel Youtube Yuvid TV, beliau mengatakan:

“Di antara maslahat dan hikmah menikah adalah menjaga (himayah) masyarakat dari
tersebarnya perilaku-perilaku buruk, perilaku-perilaku menyimpang seperti zina,
perselingkuhan, dan lain sebagainya.”

8
3. Mewujudkan Ketenangan Jiwa

Mengutip jurnal berjudul "Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam" oleh
Ahmad Atabik, dkk., salah satu hikmah pernikahan yang terpenting adalah ketenangan
jiwa karena terciptanya perasaan-perasaan cinta dan kasih.

Dengan melakukan perkawinan, manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniah dan


rohaniah berupa kasih sayang, ketenangan, ketenteraman, dan kebahagiaan hidup. Allah
SWT berfirman:

ٍ ‫ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي‬
َ‫ت لِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ َ‫َو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل‬

Artinya: Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-


pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang
berpikir. (QS. Ar-Rum: 21)

4. Menyambung Keturunan

Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, beriman dan bertakwa.
Anak yang cerdas secara emosional dan intelektual juga dibutuhkan untuk melanjutkan
syiar agama yang dibawa orangtuanya.

Dengan menikah, semua hal itu dapat terwujud. Sehingga keturunan dan generasi Islam
yang unggul pun dapat terus ada dan berkelanjutan.

2. 3 PERNIKAHAN BEDA AGAMA

Banyak pernikahan beda agama di Indonesia dilakukan secara diam-diam atau terang-
terangan, bahkan dicatatkan dalam dalam data kependudukan sebagai pasangan yang
terdaftar. Namun heboh soal nikah beda agama setelah ada putusan Pengadilan Negeri
Surabaya.

Putusan untuk mengizinkan pencatatan nikah beda agama ini ditetapkan dalam
Penetapan Nomor 916/Pdt.P/2022/PN.Sby". Alasannya karena adanya kekosongan
hukum, demi Hak Asasi Manusia (HAM) dan menghindari kumpul kebo. Padahal saat

9
yang bersamaan ia telah melanggar hukum yang berlaku, tidak memenuhi HAM dan
melegalkan kumpul kebo.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia di bagian Bab hak
untuk berkeluarga dan melanjutnya keturunan pasal 10 dikatakan, “Perkawinan yang
sah hanya dapat berlangsung atas kehendak bebas calon suami dan istri yang
bersangkutan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”

Adapun ketentuan undang-undang perkawinan menyebutkan bahwa sahnya


peerkawinan apabila sesuai deangan hukum masing-masing agama dan kepercayaan.
Ini jelas tidak sesuai ajaran agama Islam yang melarang pernikahan beda agama.

Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor


1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Kedua produk perundang-undangan ini
mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan perkawinan termasuk perkawinan
beda agama.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan


pasal 2 ayat (1) disebutkan: "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu." Dalam rumusan ini diketahui
bahwa tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agama dan kepercayaan

Ketentuan pasal ini menunjukkan bahwa perkawinan dinyatakan sah manakala


ditetapkan berdasarkan hukum agama yang dipeluknya. Bagi yang beragama Islam
maka acuan sah dan tidaknya suatu perkawinan adalah berdasarkan ajaran agama Islam.

Hal senada diterangkan beberapa pasal dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Pasal 4 menjelaskan bahwa,
"Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan". Pasal 40
menyebutkan, dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita karena keadaan tertentu; seorang wanita yang tidak beragam Islam.

Lebih tegas lagi larangan menikah beda agama pada Pasal 44: "Seorang wanita Islam
dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam".
Pasal 61 disebutkan: "Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah
perkawinan, kecuali tidak sekufu karena perbedaan agama atau ikhtilaf al-dien."

10
Tentu undang-undang dan peraturan perkawinan itu menyerap dari hukum Islam. Surat
al-Baqarah ayat 221 Allah SWT melarang pernikahan beda agama dan sama sekali tak
membuka peluang disahkan:

ۗ ‫وْ ا‬€€ُ‫ ِر ِك ْينَ َح ٰتّى يُْؤ ِمن‬€ ‫وا ْال ُم ْش‬€€‫ت َح ٰتّى يُْؤ ِم َّن ۗ َواَل َ َمةٌ ُّمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر َك ٍة َّولَوْ اَ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۚ َواَل تُ ْن ِك ُح‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ٰك‬
ٰۤ ُ
‫ه‬€ٖ €ِ‫ِّن ٰا ٰيت‬€ُ ‫ه َويُبَي‬€ۚ ٖ €ِ‫ َر ِة بِا ِ ْذن‬€ِ‫ ْدع ُْٓوا اِلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغف‬€َ‫ار ۖ َوهّٰللا ُ ي‬
ِ َّ‫ك يَ ْد ُعوْ نَ اِلَى الن‬
َ ‫ول ِٕى‬ ٍ ‫د ُّمْؤ ِم ٌن خَ ْي ٌر ِّم ْن ُّم ْش ِر‬€ٌ ‫َولَ َع ْب‬
‫ك َّولَوْ اَ ْع َجبَ ُك ْم ۗ ا‬
٢٢١ - ࣖ ‫اس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُوْ ن‬
ِ َّ‫لِلن‬

Artinya, “Janganlah kalian menikahi wanita-wanita musyrik sehingga mereka beriman.


Sesungguhnya seorang budak perempuan yang mu'min itu lebih baik daripada wanita
musyrik walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kalian menikahkan laki-laki
musyrik (dengan Wanita Muslimah) sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak
laki-laki yang beriman itu lebih baik dari pada orang musyrik sekalipun dia menarik
hatimu. Mereka itu mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izinNya, dan Allah menjelaskan ayat-ayatnya kepada manusia agar
mereka mengambil pelajaran” (QS Al-Baqarah: 221).

Adapun sebab turun ayat 221 ini, menurut riwayat yang diceritakan oleh Ibnu
Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Wahidi yang bersumber dari al-Muqatil adalah
berkenaan dengan Ibnu Abi Martsad al-Ghanawi yang meminta izin kepada Rasulullah
saw untuk menikahi anak seorang wanita Quraisy yang miskin tapi cantik yang dulu
menjadi kekasihnya sebelum masuk Islam, namun masih musyrikah. Sedangkan Ibnu
Abi Martsad adalah seorang Muslim. Rasulullah SAW melarang sahabatnya untuk
menikahinya. Lalu Allah menurunkan ayat ini. (Tafsir Al-Baghawi).

Ibnu Katsir mengulas tafsir ayat di atas, bahwa Allah SWT mengharamkan bagi orang
mukmin menikah dengan orang musyrik yang menyembah berhala. Lalu ayat ini
menggeneralisir hukum haramnya menikah dengan orang musyrik dari kitabiyah
(Yahudi dan Nasrani) dan Watsaniyah (penyembah berhala). Akan tetapi Ibnu Katsir
mengecualikan pernikahan orang muslim dengan perempuan Ahli Kitab dengan
landasan ayat Al-Qur'an yang menjelaskan hukum pernikahan beda agama adalah
Surat al-Maidah ayat 5:

َ‫ت ِمن‬ ُ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫ت َو ْال ُمح‬ ِ ‫ت ِمنَ ْال ُمْؤ ِم ٰن‬ ُ ‫ص ٰن‬َ ْ‫ب ِح ٌّل لَّ ُك ْم ۖ َوطَ َعا ُم ُك ْم ِح ٌّل لَّهُ ْم ۖ َو ْال ُمح‬
َ ‫ط َعا ُم الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬
َ ‫ت َو‬ ُ ۗ ‫اَ ْليَوْ َم اُ ِح َّل لَ ُك ُم الطَّيِّ ٰب‬
‫ا ِن‬€€‫رْ بِااْل ِ ْي َم‬€€ُ‫ دَا ۗ ٍن َو َم ْن يَّ ْكف‬€‫ي اَ ْخ‬
ْٓ ‫ ِذ‬€‫افِ ِح ْينَ َواَل ُمتَّ ِخ‬€‫صنِ ْينَ َغي َْر ُم َس‬ ِ ْ‫ب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم اِ َذآ ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن ُمح‬ َ ‫الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت‬
٥ - ࣖ َ‫فَقَ ْد َحبِطَ َع َملُهٗ َۖوه َُو فِى ااْل ٰ ِخ َر ِة ِمنَ ْال ٰخ ِس ِر ْين‬

11
Artinya, “Pada hari ini dihalalkan bagimu segala yang baik-baik. Makanan
(sembelihan) Ahli Kitab itu halal bagimu, dan makananmu halal bagi mereka. Dan
(dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di
antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga
kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu, apabila kamu
membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan
bukan untuk menjadikan perempuan piaraan. Barangsiapa kafir setelah beriman, maka
sungguh, sia-sia amal mereka, dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi” (QS.
Al-Maidah: 5).

Ayat ini memberi peluang pernikahan beda agama, yaitu bagi laki-laki muslim boleh
menikah dengan Ahli Kitab. Menurut Syekh at-Thanthawi dalam Kitab Al-Wasith,
yang dimaksud Ahli Kitab dalam ayat ini ialah Yahudi dan Nasrani.

Al-Nawawi menjelaskan bahwa menurut Imam al-Syafi’i, laki-laki muslim boleh


menikahi wanita kitabiyah tersebut apabila mereka beragama menurut Taurat dan Injil
sebelum diturunkannya al-Qur’an, dan mereka tetap beragama menurut kitab sucinya.
Sementara menurut tiga mazhab lainnya, Hanafi, Maliki dan Hambali, bahwa laki-laki
muslim boleh menikahi wanita kitabiyah bersifat mutlak, meski agama Ahli Kitab
tersebut telah dinasakh (diubah).Sahabat Abdullah bin Umar dan sebagian sahabat
lainnya menyatakan, bahwa haram dan tidak sah menikah dengan Ahli Kitab karena
mereka telah mengubahnya dan menyatakan bahwa Allah SWT adalah yang ketiga dari
ketiga tuhan (trinitas). Maka sebenarnya mereka telah menyekutukan Allah SWT
(syirik) dalam aqidah. Mereka menakwil kepada makna yang lebih dekat, ialah boleh
menikah dengan Ahli Kitab di zaman turunnya ayat ini belum banyak perempuan
muslimah sehingga diberi dispensasi oleh Allah SWT. Sedangkan zaman sekarang
sudah banyak perempuan muslimah maka hilang dispensasi itu dan hukumnya haram
menikah dengan Ahli Kitab.

Dalam ayat Al-Qur’an yang lain, Allah SWT menjelaskan bahwa haram hukumnya
seorang muslim menikah dengan orang kafir. Hal ini dijelaskan dalam Surat Al-
Mumtahanah ayat 10 sebagai berikut:

ِ ۗ َّ‫وْ ه َُّن اِلَى ْال ُكف‬€€‫ت فَاَل تَرْ ِج ُع‬


‫ار‬ ٍ ‫ت فَا ْمتَ ِحنُوْ ه ۗ َُّن هّٰللَا ُ اَ ْعلَ ُم بِا ِ ْي َمانِ ِه َّن فَا ِ ْن َعلِ ْمتُ ُموْ ه َُّن ُمْؤ ِم ٰن‬ ٍ ‫ت ُم ٰه ِج ٰر‬ ُ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا َج ۤا َء ُك ُم ْال ُمْؤ ِم ٰن‬
َ ‫ ُكوْ ا بِ ِع‬€ ‫وْ َره ۗ َُّن َواَل تُ ْم ِس‬€€‫اَل ه َُّن ِح ٌّل لَّهُ ْم َواَل هُ ْم يَ ِحلُّوْ نَ لَه ۗ َُّن َو ٰاتُوْ هُ ْم َّمآ اَ ْنفَقُوْ ۗا َواَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم اَ ْن تَ ْن ِكحُوْ ه َُّن اِ َذآ ٰاتَ ْيتُ ُموْ ه َُّن اُ ُج‬
‫ ِم‬€ ‫ص‬
١٠ - ‫ْال َك َوافِ ِر َو ْسـَٔلُوْ ا َمآ اَ ْنفَ ْقتُ ْم َو ْليَ ْسـَٔلُوْ ا َمآ اَ ْنفَقُوْ ۗا ٰذلِ ُك ْم ُح ْك ُم هّٰللا ِ ۗيَحْ ُك ُم بَ ْينَ ُك ۗ ْم َوهّٰللا ُ َعلِ ْي ٌم َح ِك ْي ٌم‬

12
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin
datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka
(benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang
kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-
orang kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami) mereka mahar
yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa bagimu menikahi mereka apabila kamu
bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali
(pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta kembali
mahar yang telah kamu berikan; dan (jika suaminya tetap kafir) biarkan mereka
meminta kembali mahar yang telah mereka bayar (kepada mantan istrinya yang telah
beriman). Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah
Maha Mengetahui, Mahabijaksana”. (QS. Al-Mumtahanah: 10).

Menurut At-Thabari ayat di atas menjelaskan tentang perjanjian Rasulullah saw dan
kaum musyrik Mekkah di Hudaibiyah, bahwa setiap orang yang datang dari mereka
harus dikembalikan kepada kaum musyrik Mekkah. Lalu ketika ada perempuan yang
datang dari musyrik Mekkah dikecualikan jika setelah diuji ternyata ia beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya, maka perempuan itu tidak boleh dikembalikan kepada kaum
musyrikin Mekkah. Sebab orang mukmin tidak halal menikah dengan perempuan orang
kafir dan orang muslimah tidak halal dinikahi oleh laki-laki kafir.

Majelis Ulama Indonesia nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 mengeluarkan fatwa


tentang hukum larangan pernikahan beda agama sebagai berikut: - Perkawinan beda
agama adalah haram dan tidak sah. - Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu
Kitab, menurut qaul mu’tamad adalah haram dan tidak sah.

Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait nikah beda agama. Fatwa
itu ditetapkan dalam Muktamar Ke-28 di Yogyakarta pada akhir November 1989.
Ulama NU dalam fatwanya menegaskan bahwa nikah antara dua orang yang berlainan
agama di Indonesia hukumnya tidak sah.

Sedangkan organisasi Muhammadiyah dalam keputusan Muktamar Tarjih Ke-22 tahun


1989 di Malang Jawa Timur telah mentarjihkan/menguatkan pendapat yang
mengatakan tidak boleh menikahi wanita non-muslimah atau Ahlul Kitab, dengan
beberapa alasan sebagai berikut:

13
- Ahlul Kitab yang ada sekarang tidak sama dengan Ahlul Kitab yang ada pada waktu
zaman Nabi SAW. - Semua Ahlul Kitab zaman sekarang sudah jelas-jelas musyrik atau
menyekutukan Allah SWT, dengan mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah (menurut
Yahudi) dan Isa itu anak Allah (menurut Nasrani). - Pernikahan beda agama dipastikan
tidak akan mungkin mewujudkan keluarga sakinah sebagai tujuan utama
dilaksanakannya pernikahan. - Insya Allah umat Islam tidak kekurangan wanita
Muslimah, bahkan realitasnya jumlah kaum wanita Muslimah lebih banyak dari kaum
laki-lakinya.

Simpulannya, pernikahan beda agama antara wanita muslimah dengan laki-laki


nonmuslim hukumnya tidak sah menurut kesepakatan para ulama salaf dan khalaf.
Pernikahan beda agama antara laki-laki muslim dan wanita kitabiyah (Yahudi dan
Nasrani) terdapat perbedaan pendapat antara para ulama, ada yang mengatakan boleh
dan ada yang melarangnya. Namun ulama Indonesia yang tergabung di organisasi MUI,
NU, dan Muhammadiyah bersepakat melarang pernikahan beda agama secara mutlak,
baik laki-laki muslim maupun perempuan muslimah.

Dari uraian di atas yang memaparkan dari berbagai perspektif, mulai dari rujukan tafsir,
fiqih, peraturan perundang-undangan, dan sosial keagamaan dapat disimpulkan bahwa
ulama sepakat pernikahan beda agama antara pasangan laki-laki muslim maupun
perempuan muslimah dengan orang musyrik atau musyrikah hukumnya tidak sah dan
haram.

Begitu juga ulama sepakat bahwa pernikahan perempuan muslimah dengan musyrik,
kafir atau Kitabi hukumnya tidak sah dan haram. Sedangkan pernikahan laki-laki
muslim dengan perempuan Kitabiyah (Yahudi dan Nasrani) ada perbedaan pendapat
antara para ulama zaman salaf, namun ulama kontemporer khususunya ulama-ulama
yang tergabung pada organisasi-organisasi Islam di Indonesia bersepakat hukum nikah
beda agama secara mutlak tidak sah dan haram.

2. 4 PANDANGAN ISLAM TENTANG POLIGAMI

1. Poligami dalam islam

Poligami yang paling umum ditemui adalah lelaki yang beristri lebih dari satu dalam satu
waktu. Berulang kali dihubungkan dengan agama Islam, disebutkan di dalam kitab dan
hadis bahwa beristri lebih dari satu memang diperbolehkan bagi lelaki yang memenuhi

14
syarat tertentu. Salah satu syarat bagi seorang lelaki untuk menjalankan poligami adalah
harus mampu berlaku adil pada istri mengenai pembagian waktu, harta, dan
perhatian.Banyak orang berpendapat bahwa hukum poligami dalam Islam adalah sunah.
Namun, jika dilihat dari sisi hukum, umumnya para ulama berpendapat bahwa hukum
poligami sesungguhnya bukanlah sunah, melainkan mubah atau boleh.

Walaupun demikian, poligami tentu bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan oleh siapa
saja. Ketika hendak berpoligami, seorang lelaki seharusnya bercermin dahulu apakah ia
telah memenuhi syarat untuk melakukannya atau tidak.

Ketika syarat telah terpenuhi, bukan berarti jalan menuju poligami akan semulus jalan
tol. Walaupun merasa telah memenuhi syarat, tidak sedikit orang yang gagal dalam
berpoligami. Tantangan terbesar dan yang sering menjadi salah satu faktor kegagalan
berpoligami adalah penolakan istri pertama.

2. Syarat dan Hukum poligami

Tidak banyak yang menyadari bahwa izin dari istri pertama merupakan salah satu syarat
keberhasilan berpoligami. Tanpa izin dari istri pertama atau jika dilakukan secara
sembunyi-sembunyi, poligami justru menjadi pemicu perceraian. Dilansir dari Komnas
Perempuan, pada tahun 2015 poligami masuk ke dalam daftar tiga besar penyebab
perceraian.

Perlunya izin dari istri pertama untuk melakukan poligami juga dijelaskan dalam UU
Perkawinan yang berlaku di Indonesia. Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan Pasal 3 Ayat 2, disebutkan bahwa pengadilan dapat memberikan izin kepada
seorang suami untuk beristri lebih dari satu apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Tentu saja istri pertama merupakan contoh pihak yang bersangkutan
tersebut.

3. Dampak poigami dalam rumah tangga

Walaupun beberapa data menunjukkan bahwa poligami dapat memicu perceraian, tak
sedikit poligami yang berjalan sukses. Contohnya, almarhum ustaz Arifin Ilham dengan
tiga orang istri dan Puspo Wardoyo, seorang pengusaha restoran, yang memiliki empat
orang istri.Dalam Islam, poligami merupakan cara agar lelaki tidak terjerumus ke dalam
perbuatan menyimpang, seperti berzina dan juga cara untuk menjaga kehormatan

15
perempuan dan lelaki. Poligami juga dapat menjadi cara untuk memperbanyak keturunan
atau solusi bagi pasangan suami dan istri yang sebelumnya sulit memiliki anak.

Namun, di luar faktor tersebut, poligami memberikan satu pertanyaan besar bagi para
pelakunya. Haruskah para istri tinggal di dalam satu rumah yang sama atau tinggal di
rumah yang berbeda? Hal inilah yang harus dipertimbangkan bagi para lelaki yang
memutuskan berpoligami. Setiap pilihan tempat tinggal nantinya disertai dengan
kelebihan dan kekurangan.

Tinggal dalam satu rumah yang sama dengan beberapa istri mungkin akan
mempermudah suami dalam membagi waktu dan perhatian. Uang belanja yang harus
dikeluarkan juga dapat dihemat dibandingkan dengan memutuskan para istri tinggal di
rumah yang berbeda.

Beberapa poin rekomendasi yang dihasilkan dari Diskusi Ilmiah “Poligami Di Tengah
Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga” yang dibacakan oleh Ketua Umum
Yayasan Mitra Daya Setara (MDS), Mudjiati, sebagai berikut:

• Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia baik hukum positif maupun


hukum agama bahwa perkawinan berasaskan monogami

• Batasan mengenai perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974


tentang Perkawinan, makna perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga
yang bahagia, kekal, berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Ketentuan pasal 3 ayat
1 undang-undang tentang perkawinan pada dasarnya dalam suatu perkawinan
seorang pria hanya boleh mempunyai satu orang istri dan seorang wanita hanya
boleh mempunyai satu orang suami

• Istilah poligami tidak ditemukan dalam undang-undang perkawinan namun


dalam ketentuan pengaturannya membuka peluang untuk seorang suami dapat
mempunyai lebih dari satu istri dengan mengajukan permohonan izin ke pengadilan
dan persyaratan yang berat yakni istri tidak dapat memiliki keturunan dan adanya
persetujuan dari istri.

• Hukum agama terutama islam menunjukkan poligami bisa dilakukan dalam


kondisi darurat dengan prinsip adil. Dalam islam pun poligami boleh dilakukan
namun bukan menjadi anjuran apalagi kewajiban untuk dilakukan.

16
• Saat ini praktik poligami akhir-akhir ini marak diberitakan di media secara
masif dimana pelaksanaan tidak selalu sesuai dengan persyaratan yang diwajibkan
dan cenderung mengabaikan hak-hak istri yang dipoligami.

• Poligami mempunyai banyak dampak negatif baik dari sisi sosial, ekonomi,
budaya, dan kesehatan terutama pada istri dan anak. Untuk itu, perlu menciptakan
bangsa yang tangguh dan berkarakter harus dimulai dari keluarga yang harmonis.

• Meningkatkan harkat dan martabat perempuan dengan menyempurnakan


undang-undang perkawinan khususnya konsep monogami.

• Mengintensifkan upaya pengembangan kesetaraan antara laki-laki dan


perempuan dan pengadilan agama agar dapat menciptakan suatu kebijakan yang
memperketat terjadinya poligami.

• Rekomendasi bagi media diharapkan untuk tidak memberitakan terkait


poligami secara fulgar tapi lebih kepada monogami. Memberitakan pemberitaan
yang mengedukasi terkait monogami, keluarga tangguh, dan kesetaraan gender.
Mengadvokasi tentang penyempurnaan undang-undang perkawinan.

• Rekomendasi masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat agar melalukan


upaya pemberdayaan perempuan agar tidak mudah/menolak dipoligami.
Membangun upaya kesetaraan gender, melakukan edukasi membangun keluarga
tangguh, advokasi penyempurnaan undang-undang perkawinan, mempromosikan
perkawinan berasaskan monogami, dan membentuk komunitas yang mendukung
terhadap monogami.

17
BAB III

PENUTUP

3. 1KESIMPULAN

Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat


penting bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan, mempertahankan
keberadaannya dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh Agama Islam sehingga
kita bisa berkembang biak dengan baik dan benar menurut Islam.

Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia kemungkinan akan berzina,
berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka akan mirip seperti
binatang yang selalu berganti-ganti pasangan..

3. 2SARAN

Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang luhur dan sakral,
bermakna ibadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas
dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus
diindahkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Saleh Ridwan, Muhammad. Perkawinan Dalam Prespektif Hukum Islam dan Hukum
Nasional. Makassar: Alauddin University Press, 2014.

Syihab, Umar. Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran, semarang: Toha Putra Group,
1996.

Mulyadi. (2019). TUNANGAN DAN NIKAH SIRRI DI DESA CURAH KALAK


JANGKAR SITUBONDO. ASA, 1(1), 49–73. Retrieved from

https://ejournal.stisabuzairi.ac.id/index.php/asa/article/view/4

Mutawalli asy-Sya'rawi, M. (2020). Anda Bertanya, Islam Menjawab. Depok: Gema


Insani. ISBN 978-602-250-866-3.
https://kuliahade.wordpress.com/2010/03/31/hukum-perdata-pencegahan-dan-pembatalan-
perkawinan/, diakses 13/01/2023 pukul 20:30 WIB.

19

Anda mungkin juga menyukai