Anda di halaman 1dari 23

Makalah Pendidikan Agama Islam

“Nikah”

Disusun oleh:
Faisal Erlangga
NIM : 2014036002
Ade Lufty Novi Andika
NIM :

PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI


FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang
Berjudul “NIKAH” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas
dari Bapak Dr. H. Nurdin, S.HI., M.Ed, pada mata kuliah Pendidikan Agama
Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah bagi para pembaca
dan juga Bagi kami.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Nurdin, S.HI.,
M.Ed, selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam kami serta Teman-
teman yang kami banggakan.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata Sempurna.
Oleh karena itu, kami menerima segala bentuk kritik dan saran Pembaca demi
penyempurnaan makalah ini.

Tenggarong, 19 April 2021

Hormat Saya,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................

1.1 Latar Belakang .....................................................................

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………….

1.3 Tujuan Penulisan ………………………...............................

1.4 Manfaat Penulisan ………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN .................................................................

2.1 Pengertian Nikah Menurut Bahasa Dan Istilah ......................

2.2 Syarat – Syarat Dan Rukun Nikah .....................................

2.3 Tujuan Pernikahan Dalam Islam .........................................

2.4 Prosesi Pernikahan Menurut Islam Di Indonesia.............

2.5 Bagaimana Islam Mengarahkan Pergaulan Remaja.....................................

BAB III PENUTUP ......................................................................................................

3. 1 Kesimpulan ..................................................................

3.2 Saran ...........................................................

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Merupakan makhluk yang memiliki naluri ataupun keinginan didalam


dirinya. Pernikahan merupakan salah satu naluri serta kewajiban dari seorang
manusia. Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada
pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata
cara atau aturan-aturan Allah Swt. Sehingga mereka yang tergolong ahli
ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain.

Setiap Makhluk pasti ingin berkembang biak dan memiliki keturunan,


tetapi yang membedakan Manusia dengan makhluk – makhluk lainnya adalah
ikatan pernikahan. Allah S.W.T menganjurkan Manusia untuk menikah agar
dapat mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan
dengan cara yang sesuai dan menurut kaiadah norma Agama, Laki-laki dan
perempuan memiliki fitrah yang saling membutuhkan satu sama lain.
1.2 Rumusan Masalah

a. Pengertian Nikah menurut Bahasa dan istilah

b. Syarat-syarat dan Rukun Nikah

c. Tujuan pernikahan dalam Islam

d. Prosesi Pernikahan menurut Islam di Indonesia

e. Bagaimana Islam Mengarahkan Pergaulan remaja

1.3 Tujuan Penulisan

a. Memahami Pengertian Nikah menurut Bahasa dan istilah

b. Mengetahui Syarat-syarat dan Rukun Nikah

c. Memahami Tujuan pernikahan dalam Islam

d. Mengetahui Prosesi Pernikahan menurut Islam di Indonesia

e. Memahami Bagaimana Islam Mengarahkan Pergaulan Remaja

1.4 Manfaat Penulisan

1. Agar mahasiswa/I dapat lebih memahami Pengertian Nikah


Menurut Bahasa Dan Istilah
2. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui Syarat- Syarat Dan Rukun
Nikah.
3. Agar mahasiswa/I dapat memahami Tujuan Pernikahan Dalam
Islam
4. Agar mahasiswa/I dapat mengetahui Prosesi Pernikahan
Menurut Islam
5. Agar mahasiswa/I dapat memahami Bagaimana Islam
Mengarahkan Pergaulan Remaja.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Nikah Menurut Bahasa Dan Istilah

Nikah menurut bahasa berasal dari kata nakaha yankihu nikahan yang
Berarti kawin. Dalam istilah nikah berarti ikatan suami istri yang sah yang
Menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban bagi suami isteri.
Dalam buku fiqih wanita yang dimaksud Nikah atau perkawinan adalah
Sunnatullah pada hamba-hamba-Nya.

Dengan perkawinan Allah


Menghendaki agar mereka mengemudikan bahtera kehidupan. Sunnatullah
Yang berupa perkawinan ini tidak hanya berlaku dikalangan manusia saja, tapi
Juga didunia binatang.

Allah Ta‟ala berfirman:

ًَ َ‫َي ٍء َخلَ ْقنَا ًَْش َج ْي ِن لَ َعلَ ُك ْم َح َر َك ًُْسن‬


ْ ‫ِم ْن ُّك ِل ش‬

“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu Mengingat


akan kebersamaan Allah.”

Namun demikian, Allah SWT tidak menghendaki perkembangan dunia


Berjalan sekehendaknya.Oleh sebab itu diatur-Nya lah naluri apapun yang ada
Pada manusia dan dibuatkan untuknya prinsip-prinsip dan undang-undang,
Sehingga kemanusiaan manusia tetap utuh, bahkan semakin baik, suci dan
Bersih.Demikianlah, bahwa segala sesuatu yang ada pada jiwa manusia
Sebenarnya tak pernah terlepasdari didikan Allah.

Menurut pengertian sebagian fuqaha, perkawinan ialah aqad yang


Mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafadz
Nikah atau ziwaj atau semakna keduanya. Pengertian ini dibuat hanya melihat
Dari satu segi saja ialah kebolehan hukum, dalam hubungan antara seorang
Laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi dibolehkan.

Perkawinan mengandung aspek akibat hukum melangsungkan perkawinan


Ialah saling mendapat hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan
Hubungan pergaulan yang dilandasi tolong-menolong.
Karena perkawinan
Termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung adanya
Tujuan/maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.

Perkawinan ialah suatu


Aqad atau perikatan untuk menghasilkan hubungan kelamin antara laki-laki
Dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagian hidup berkeluarga
Yang meliputi rasa ketenteraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai
Allah SWT.

Sedangkan menurut istilah para ulama berbeda pendapat dalam


Memberikan pengertian nikah sebagai berikut :

1. Abu Zahra dalam kitab al-Ahwal al-Syakhsiyah mendefenisikan nikah

Adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan kelamin antara pria dan
Wanita yang saling mencintai, saling membantu, yang masing-masing
Mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

2. Prof. Dr. Hazairin mendefenisikan bahwa inti dari perkawinan itu adalah

Hubungan seksual menurut beliau tidak ada, kecuali akad nikah


(perkawinan).

3. T.M. Hasbi Ash Shiddiqy berpendapat bahwa pernikahan adalah

Melaksanakan akad yang dijalin dengan pengakuan kedua belah pihak


Antara laki-laki dan perempuan atas kerelaan kedua belah pihak yang
Berdasarkan sifat yang ditentukan syara‟ untuk menghalalkan hidup
Berumah tangga dan menjadikan seseorang cenderung kepada yang lain.

4. Golongan Hanafiyyah mengartikan nikah dengan akad yang untuk

Memiliki kemanfaatan atas sesuatu yang menyenangkan yang dilakukan


sengaja, berarti seseorang dapat menguasai perempuan dengan
Seluruh anggota badanya untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan.

5. Golongan Malikiyah pernikahan diartikan dengan akad yang mengandung

Sesuatu yang berarti mut‟ah atau untuk mencapai kepuasan dengan tidak
Diwajibkan adanya harga
6. Golongan Syafi‟yyah mengartikan dengan akad yang mengandung

Pemilikan untuk melakukan persetubuhan yang diungkapkan dengan kata-Kata


ankaha atau tazwij atau dengan kata-kata lain yang disamakan denganKeduanya.
Imam syafi‟I mengartikan dengan akad yang diucapkan antara
Wali pihak perempuan dan kabul dari pihak laki-laki.

7. Menurut UU. No. 1 1974 (pasal 1) perkawinan adalah ikatan lahir batin

Antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami istri dengan
Tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia dan kekal
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.)
Dari beberapa pengertian nikah di atas, maka dapat ditarik
Kesimpulan bahwa pernikahan adalah suatu akad antara laki-laki dan
Perempuan atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak yang
Dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang telah
Ditentukan syara‟ untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya
Sehingga satu sama lain saling membutuhkan dan memenuhi dalam
Kehidupan rumah tangga.
2.2 Syarat – Syarat Dan Rukun Nikah

A. Syarat – Syarat Nikah

Syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau
Tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk
Dalam rangkaian pekerjaan tersebut. Adapun syarat sah dalam pernikahan
Sebagai berikut:

1) Calon suami

Seorang calon suami yang akan menikah harus memenuhi


Syarat-syarat sebagai berikut:

a) Bukan mahram dari calon istri


b) Tidak terpaksa (atas kemauan sendiri)
c) Jelas orangnya (bukan banci)
d) Tidak sedang ihram haji
2) Calon istri

Bagi calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi


Syarat-syarat sebagai berikut:

a) Tidak bersuami
b) Bukan mahram
c) Tidak dalam masa iddah
d) Merdeka (atas kemauan sendiri)
e) Jelas orangnya
f) Tidak sedang ihram haji

3) Wali

Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, harus


Memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Waras akalnya
d) Tidak dipaksa
e) Adil
f) Tidak sedang ihram haji

4) Ijab kabul

Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan kabul


Ialah sesuatu yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya
Disaksikan oleh dua orang saksi.

5) Mahar

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada


Calon mempelai wanita, baik dalam bentuk barang atau jasa yang
Tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Fuqaha>’ sependapat bahwa maskawin itu termasuk syarat
Sahnya nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk
Meniadakannya.
Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa ayat 4:

‫ فَِإ ْن ِطنْب َ لَ ُك ْم َع ْن َش ْي ٍء ِمْنهُ َن ْف ًسا فَ ُكلُوهُ َهنِيًئا َم ِريًئا‬،ً‫ص ُدقَاهِتِ َّن حِن ْلَة‬
َ َ‫ِّساء‬
َ ‫َوآتُوا الن‬

Artinya : Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang


Kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian
Jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
Dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (QS. An Nisa>’: 4).

Di dalam KHI Pasal 30 dijelaskan dengan tegas bahwa: ‚calon


Mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita
Yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah
Pihak.‛ Yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan
Lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan akhirat.

B. Rukun Pernikahan

Rukun adalah sesuatu yang harus ada untuk menentukan sah atau
Tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), namun sesuatu itu termasuk dalam
Rangkaian pekerjaan tersebut. Adapun rukun dalam sebuah pernikahan,
Jumhur ulama sepakat ada empat, yaitu:

1) Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan


pernikahan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua
mempelai adalah:
a) Laki-laki dan perempuan yang melangsungkan pernikahan
Haruslah sama-sama beragama Islam.

b) Keduanya harus jelas identitasnya dan bisa dibedakan dengan


Orang lain, baik terkait dengan nama, keberadaan, jenis kelamin
Dan hal-hal lainnya yang berkenaan dengan dirinya. Dengan
Adanya syariat peminangan sebelum berlangsungnya pernikahan
Kiranya merupakan suatu syarat supaya kedua calon mempelai
Bisa sama-sama tahu dan mengenal satu sama lain secara baik dan
Terbuka.

c) Kedua belah pihak telah setuju untuk menikah dan juga setuju
Dengan pihak yang mengawininya. Tentang izin dan persetujuan
Dari kedua belah pihak yang akan melangsungkan pernikahan
Ulama fikih berbeda pendapat dalam menyikapinya.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam ditegaskan mengenai
Persyaratan persetujuan kedua mempelai pada pasal 16, yaitu:

a) Perkawinan didasarkan atas persetujuan calon mempelai.

b) Bentuk persetujuan calon mempelai wanita berupa pernyataan Tegas dan


nyata dengan tulisan, lisan, atau isyarat tapi dapat juga
Dengan berupa diam dalam arti selama tidak ada penolakan yang
Tegas.

c) Antara kedua belah pihak tidak ada hal-hal yang terlarang


untukMelangsungkan pernikahan.

d) Kedua belah pihak telah mencapai usia yang pantas dan layak
Untuk melangsungkan pernikahan. Untuk syarat yang terakhir ini
Akan dibahas sendiri pada penjelasan selanjutnya.

2) Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.


Akad nikah dianggap sah apabila ada seorang wali atau
Wakilnya yang akan menikahkannya, sabda Nabi saw.:
Artinya: Diriwayatkan dari Hasan dari Ibn Lahi’ah dari Ja’far
Ibn Rabi’ah dari Ibn Syihab dari ’Urwah ibn al-Zubair dari ’Aisyah
Berkata: Rasulullah SAW bersabda: Perempuan mana saja yang
Menikah tanpa seizin walinya maka pernikahannya batal. Jika
Suaminya telah menggaulinya, maka maskawinnya adalah untuknya
(wanita) terhadap apa yang diperoleh darinya. Apabila mereka
Bertengkar, maka penguasa menjadi wali bagi mereka yang tidak
Mempunyai wali. (HR. Ahmad).

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang Menjadi wali adalah:

a) Orang merdeka (bukan budak)


b) Laki-laki (bukan perempuan) sebagaimana yang dijelaskan dalam
Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah. Namun ulama Hanafiah
Dan Syiah Imamiyah berbeda pendapan tentang hal ini. Keduanya
Berpendapat bahwa perempuan yang telah dewasa dan berakal
Sehat dapat menjadi wali untuk dirinya sendiri dan dapat pula
Menjadi wali untuk perempuan lain yang mengharuskan adanya Wali.

c) Telah dewasa dan berakal sehat. Oleh karena itu anak kecil atau
Orang gila tidak berhak menjadi wali. Hal ini merupakan syarat
Umum bagi seseorang yang melakukan akad.

d) Tidak sedang melakukan ihram untuk haji atau umrah. Hal ini
Berdasarkan hadis Nabi dari Us|man menurut riwayat Abu Muslim
Yang artinya ‚Orang yang sedang ihram tidak boleh menikahkan
Seseorang dan tidak boleh pula dinikahkan oleh seseorang.‛

e) Tidak dalam keadaan mendapat pengampuan (mahjur ‘alaih). Hal


Ini karena orang yang berada di bawah pengampuan tidak dapat
Berbuat hukum dengan dirinya sendiri.

f) Adil dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa besar dan tidak
Sering terlibat dengan dosa kecil serta tetap memelihara murah
Dan sopan santun. Hadis Nabi dari ‘Aisyah menurut riwayat Al
Qut}ni menjelaslan bahwa ‚Tidak sah nikah kecuali bila ada wali
Dan dua orang saksi yang adil.‛

g) Berpikiran baik. Oleh karena itu tidak sah menjadi wali seseorang
Yang terganggu pikirannya sebab ketuaannya, karena
Dikhawatirkan tidak akan mendatangkan maslahat dalam
Pernikahan tersebut.

h) Seorang muslim, oleh karena itu orang yang tidak beragama Islam
Tidak sah menjadi wali untuk pernikahan muslim. Allah berfirman
Dalam surat Ali Imran ayat 28:

ۗ ً‫َي ٍء ِآاَّل اَ ْن تَتَّقُوْ ا ِم ْنهُ ْم تُ ٰقىة‬ ‫هّٰللا‬ َ ِ‫اَل يَتَّ ِخ ِذ ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ ْال ٰكفِ ِر ْينَ اَوْ لِيَ ۤا َء ِم ْن ُدوْ ِن ْال ُمْؤ ِمنِ ْي ۚنَ َو َم ْن يَّ ْف َعلْ ٰذل‬
ْ ‫ْس ِمنَ ِ فِ ْي ش‬ َ ‫ك فَلَي‬
ْ ‫هّٰللا‬ ْ ‫هّٰللا‬ ُ ِّ
ِ ‫َوي َُحذ ُرك ُم ُ نَف َسهٗ ۗ َواِلَى ِ ال َم‬
‫ص ْي ُر‬

Artinya: Janganlah orang-orang mukmin mengambil


Orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
Mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari
Pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari
Sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan
Kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Hanya kepada Allah kembali (mu). (QS. Ali
Imran: 28).

3) Adanya dua orang saksi


Ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang kedudukan
Saksi dalam pernikahan, apakah termasuk rukun ataukah termasuk
Syarat dalam pernikahan. Ulama Syafi>’iyah dan Hana>bilah
Berpendapat bahwa saksi itu adalah termasuk rukun dari pernikahan.
Sedangkan menurut Hana>fiyah dan Z}ahi>riyah, saksi merupakan salah
Satu dari dari syarat-syarat pernikahan yang ada. Tentang keharusan
Adanya saksi dalam akad pernikahan dijelaskan dalam Al Quran surat

Al Talaq ayat 2:

‫ف َّواَ ْش ِه ُدوْ ا َذ َويْ َع ْد ٍل ِّم ْن ُك ْم َواَقِ ْي ُموا ال َّشهَا َدةَ— هّٰلِل ِ ٰۗذلِ ُك ْم يُوْ َعظُ بِ ٖه‬
ٍ ْ‫ارقُوْ ه َُّن بِ َم ْعرُو‬ ٍ ْ‫فَاِ َذا بَلَ ْغنَ اَ َجلَه َُّن فَا َ ْم ِس ُكوْ ه َُّن بِ َم ْعرُو‬
ِ َ‫ف اَوْ ف‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰلل‬
‫ق َ يَجْ َعلْ لَّهٗ َم ْخ َرجًا‬ ِ َّ‫ۙ َم ْن َكانَ يُْؤ ِمنُ بِا ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر ەۗ َو َم ْن يَّت‬

Artinya: Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya,


Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan
Baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
Kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya
Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Al T}ala>q: 2).14
Tidak semua orang boleh menjadi saksi, khususnya dalam
Pernikahan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dia bisa
Menjadi saksi yang sah, yaitu:

a) Saksi berjumlah minimal dua orang. Pendapat inilah yang


Dipegang oleh jumhur ulama. Sedangkan hana>fiyah berpendapat
Lain, menurutnya, saksi itu boleh terdiri dari satu orang laki-laki
Dan dua orang perempuan.

b) Kedua saksi itu merdeka (bukan budak).

c) Saksi bersifat adil dalam arti tidak pernah melakukan dosa besar

Dan tidak selalu melakukan dosa kecil dan tetap menjaga muru>ah.

d) Saksi harus beragama Islam.

e) Saksi harus bisa mendengar dan melihat.

f) Kedua saksi adalah laki-laki. Menurut Hana>fiyah saksi itu boleh


Terdiri dari perempuan asalkan harus disertai saksi dari laki-laki.
Sedangkan menurut Zahiriyah, saksi boleh dari perempuan dengan Pertimbangan
dua orang perempuan sama kedudukannya dengan Seorang laki-laki.

4) Sighat akad nikah yaitu ijab dan kabul yang diucapkan oleh
wali atau Wakilnya dari pihak wanita dan dijawab oleh
calon pengantin laki-Laki.Dalam hukum Islam, akad
pernikahan itu bukanlah sekedar Perjanjian yang bersifat
keperdataan. Akad dinyatakan sebagai Perjanjian yang kuat
yang disebut dengan ungkapan misaqan galizan Dalam Al
Quran, yang mana perjanjian itu bukan haya disaksikan
oleh Dua orang saksi atau kehadiran orang banyak pada
waktu Terlangsungnya pernikahan, akan tetapi juga
disaksikan langsung olehAllah SWT. Oleh karena itu
perjanjian pada akad pernikahan ini Sangatlah bersifat
agung dan sakral.Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
agar akad ijab kabulItu bisa menjadi sah, yaitu:

a) Akad dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan kabul. Ijab


Berarti penyerahan dari pihak pertama, sedangkan Kabul adalah
Penerimaan dari pihak kedua. Contoh penyebutan ijab ‚saya
Nikahkan anak saya yang bernama Khotibah dengan mahar uang
Satu juta rupiah dibayar tunai‛. Lalu kabulnya ‚saya terima
Menikahi anak bapak yang bernama Khotibah dengan mahar uang
Sebesar satu juta rupiah. Materi dari ijab dan Kabul tidak boleh
Berbeda, seperti nama si perempuan dan bentuk mahar yang sudah
Ditentukan.

b) Ijab dan Kabul harus menggunakan lafad yang jelas dan terang
Sehingga dapat dipahami oleh kedua belah pihak secara tegas.
Dalam akad tidak boleh menggunakan kata sindiran karena masih
Dibutuhkan sebuah niat, sedangkan saksi dalam pernikahan itu
Tidak akan dapat mengetahui apa yang diniatkan oleh seseorang.
Lafad yang sharih (terang) yang disepakati oleh ulama ialah kata
Nakaha atau zawaja, atau terjemahan dari keduanya.

c) Ijab dan kabul tidak boleh dengan menggunakan ungkapan yang


Bersifat membatasi masa berlangsungnya pernikahan, karena
Adanya pernikahan itu bertujuan untuk selama hidupnya, bukan
Sesaat saja.

d) Ijab dan kabul harus diucapkan secara bersinambungan tanpa


Terputus walau sesaat

2.3 Tujuan Pernikahan Dalam Islam

Tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi petunjuk


Agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan
Bahagia. Namun, pada umumnya tujuan pernikahan bergantung pada
Masing-masing individu yang akan melaksanakan pernikahan karena lebih
Bersifat subjektif. Namun demikian, ada tujuan yang bersifat umum yang
Memang diinginkan oleh semua orang yang akan melangsungkan pernikahan
Yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju
Kebahagiaan dan kesejahteraan akhirat.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam, tujuan pernikahan dibuat
Lebih spesifik lagi dengan menggunakan term-term Qurani seperti misaqan
Galizan, ibadah, sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Menurut Slamet Abidin, tujuan pernikahan ada dua, yaitu:

a. Melaksanakan libido seksualitas (‫ك ْنُح ِنَ ) نء ِنط ْك َو ْانل‬


Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
Insting seks, hanya kadar dan intensitasnya yang berbeda. Dengan
Pernikahan, seorang laki-laki dapat menyalurkan nafsu seksualnya pada
Seorang perempuan dengan sah dan begitu juga sebaliknya. Pernyataan
Tersebut didasarkan pada firman Allah SWT dalam Al Quran surat Al

Baqarah ayat 223:

َ‫ث لَّ ُك ْم ۖ فَْأتُوْ ا َحرْ ثَ ُك ْم اَ ٰنّى ِشْئتُ ْم ۖ َوقَ ِّد ُموْ ا اِل َ ْنفُ ِس ُك ْم ۗ َواتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ ُك ْم ُّم ٰلقُوْ هُ ۗ َوبَ ِّش ِر ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬
ٌ ْ‫نِ َس ۤاُؤ ُك ْم َحر‬
Artinya: Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu
Bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat kamu bercocok tanam itu,
Bagaimana saja yang kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik)
Untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwa
Kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berikan kabar gembira orang-orang
Yang beriman. (QS. Al Baqarah: 223).

b. Memperoleh keturunan
Insting untuk mendapatkan keturunan juga dimiliki oleh pria
Maupun wanita, akan tetapi perlu diketahui bahwa mempunyai anak
Bukanlah suatu kewajiban melainkan amanat dari Allah SWT. Walaupun
Dalam kenyataannya ada seseorang yang ditakdirkan untuk tidak
Mempunyai anak.

Seperti firman Allah SWT dalam surat Asy Syura ayat 49-50:

‫ق َما يَش َۤا ُء ۗيَهَبُ لِ َم ْن يَّش َۤا ُء اِنَاثًا َّويَهَبُ لِ َم ْن يَّش َۤا ُء ال ُّذ ُكوْ َر‬
ُ ُ‫ض يَ ْخل‬
ِ ۗ ْ‫ت َوااْل َر‬ ُ ‫ۙ هّٰلِل ِ ُم ْل‬
ِ ‫ك السَّمٰ ٰو‬

Artinya: Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia


Menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak
Perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak
laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan
Kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan
Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Asy Syu>ra:49-50).

Melihat dua tujuan di atas, Imam Al Ghazaliy dalam Ihya’-nya


Tentang faedah pernikahan, maka tujuan pernikahan dapat dikembangkan
Menjadi lima, yaitu:

1) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

2) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan


Menumpahkan kasih sayangnya.

3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan


Kerusakan.

4) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak Serta


kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta Kekayaan
yang halal.
5) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tenteramAtas dasar cinta dan kasih sayang.

2.4 Prosesi Pernikahan Menurut Islam Di Indonesia

Dalam agama Islam, untuk prosesi pernikahan yang sah ada lima hal yang harus
dipenuhi.

Yaitu, adanya calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, wali dari
mempelai perempuan,

adanya minimal dua orang saksi, dan terakhir adalah ijab kabul. Kalau lima syarat
di atas sudah dipenuhi, maka pernikahanmu sudah bisa dikatakan sah menurut
agama.

Tapi, pernikahan juga harus melalui pihak KUA agar sah di mata hukum.

1. Pembukaan
Terlebih dulu, calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, keluarga, serta para
hadirin yang ikut menyaksikan prosesi dipersilakan memasuki tempat
dilangsungkannya akad nikah. Kemudian, acara akan dimulai dengan pembukaan
yang dipandu oleh pembawa acara. Biasanya dilakukan dengan membaca
‘bismillah’, berlanjut dengan doa agar acara berjalan dengan lancar, dan
pembacaan ayat suci al-Quran.

2. Khotbah nikah
Khotbah nikah merupakan hal yang disunahkan dalam Islam. Karena sunah, maka
sebisa mungkin ada dalam setiap prosesi akad nikah. Biasanya, khotbah nikah
akan disampaikan langsung oleh petugas dari KUA atau penghulu yang akan
menikahkan. Fungsi dari khotbah nikah ini sendiri adalah sebagai pembekalan
bagi kedua mempelai, sekaligus pengingat tentang pentingnya menjaga keutuhan
dalam rumah tangga

3. Ijab kabul
Sebelumnya, penghulu akan bertanya, “Saudara (nama calon suami) apakah Anda
setuju untuk menerima Saudari (nama calon istri) sebagai istri dengan (mahar)”,
sebanyak tiga kali. Setelahnya, barulah acara inti dari rangkaian prosesi akad nikah
alias pembacaan ijab kabul dilaksanakan. Kalau calon suami sudah bersedia
menerima dan dan menyepakati ijab kabul, maka penghulu akan menanyakan
keabsahan ijab kabul ini kepada para saksi dan wali yang dihadirkan.

4. Doa nikah
Kalau semua yang hadir sudah sepakat untuk sah, maka penghulu akan
membacakan doa-doa pernikahan karena kamu dan pasangan sudah resmi menjadi
suami istri. Selain penghulu, kamu atau pihak keluarga juga boleh mengundang
pemuka agama di tempatmu secara khusus untuk membacakan doa akad nikah.

5. Penandatanganan buku nikah


Sebenarnya prosesi pernikahan sudah selesai dan dinyatakan sah secara agama
setelah ijab kabul diucapkan. Tapi agar sah di mata hukum, prosesi yang satu ini
tetap nggak boleh dilewatkan. Pasti kamu sudah paham kan, untuk urusan hukum
negara, segala sesuatunya nggak akan sah tanpa adanya penandatanganan
dokumen. Dokumen yang harus ditandatangani oleh kedua pengantin pastinya
adalah buku nikah.

6. Penutup
Kalau lima prosesi di atas sudah selesai dilakukan, maka acara pun sudah boleh
ditutup atau diakhiri. Penutupan biasanya dilakukan dengan pembacaan doa
terakhir oleh pemuka agama yang diundang atau oleh penghulu. Momen tambahan
lain di akhir prosesi akad nikah biasanya adalah pengambilan dokumentasi dua
mempelai dengan buku nikah, serah terima mahar, atau tukar cincin.
2.5 Bagaimana Islam Mengarahkan Pergaulan Remaja

Dalam operasional pergaulan Islam ada aturan baku yang mesti mutlak
untuk ditaati adalah:

1. Wajib atas pria dan wanita untuk menundukkan


pandangannya, kecuali empat hal :
 bertujuan meminang
 belajar-mengajar
 pengobatan
 proses pengadilan (AtTarbiyah Al-Aulad Fil
Islam, Abdullah Nashih Ulwan)
2. Menutup aurat secara sempurna, tidak sekadar tutup
tapi masihKelihatan lekuk tubuh dan bentuknya.
3. Larangan bepergian buat wanita tanpa muhrim sejauh
perjalan sehari semalam (pendapat lain, seukuran
jamak sholat).
4. Bagi yang sudah berkeluarga, seorang isteri dilarang
pergi tanpa ijin suami.
5. Larangan bertabarruj bagi wanita
(bersolek/berdandan untuk memperlihatkan perhiasan
dan kecantikan kepada orang lain) kecuali untuk
suami.
6. Larangan berkhalwat (berdua-dua antara pria dan
wanita di tempat sepi)
7. Perintah untuk menjauhi tempat-tempat yang subhat,
menjurus maksiat.
8. Anjuran untuk menjauhi ikhtilat antara kelompok
pria dan kelompok wanita.
9. Hubungan ta’awun (tolong menolong) pria dan
wanita dilakukan dalam bentuk umum, seperti
mu’amalah.
10. Anjuran segera menikah, bila tidak mampu suruhan
berpuasa dilaksanakan.
11. Anjuran bertawakkal, menyerahkan segala
permasalahan pada Allah.
12. Islam menyuruh pria dan wanita untuk bertakwa
kepada Allah sebagai kendali internal jiwa seseorang
terhadap perbuatan dosa dan maksiat.

ِ َ‫الزنٰى اِنَّهٗ َكا َن ف‬


‫اح َشةً ۗ َو َساۤ َء َسبِْياًل‬ ٓ ِّ ‫َواَل َت ْق َربُوا‬
“Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu
perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan” (QS.17:32).

Dan, kita bisa memahami rambu-rambu Ilahiah seperti berikut ini :

1. Rambu hati, didasarkan hadits shahih Bukhari :

“Zina itu banyak cabangnya, yaitu zina hati, mata, dan telinga, dan alat kelaminlah
yang akan membuktikan apakah berzina atau tidak”.

2. Rambu mata, didasarkan pada hadits shahih Bukhari

“Apabila seseorang memalingkan pandangannya pada wanita (lawan jenis;pen)


yang bukan muhrimnya karena takut kepada Allah, maka Allah akan membuat dia
merasakan manisnya iman”.

“Katakanlah kepada orang laki-laki yg beriman: hendaklah mereka menahan


pandangannya yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah maha tau apa yang mereka perbuat” ,(An-Nur/24:30)

Ada larangan untuk mengumbar pandangan, dan hadits lewat Imam Ali :
“Hai Ali, hanya dijadikan halal bagimu pandangan yang pertama”(Bukhari).
3. Rambu telinga, adanya larangan untuk mendengar perkataan-
perkataan yang tidak senonoh dan jorok.

4. Rambu tangan, wujudnya dengan martubasi dan bersalaman atau


menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya. Didasarkan pada
hadits :

“Lebih baik seseorang menggenggam bara api (babi, di lain riwayat) atau
ditombak dari duburnya hingga menembus kepala daripada menyentuh wanita
yang bukan muhrimnya.”

Rasullullah selama hidupnya tidak pernah menyentuh wanita yang bukan


muhrimnya, hanya mengucapkan salam.

5. Rambu kaki, larangan untuk melangkahkan kaki ke tempat-tempat


maksiat atau tempat dimana terjadi pembauran laki-laki wanita
yang tidak dikehendaki dalam Islam. Khusus wanita dilarang
menghentakkan kaki dengan maksud memperlihatkan perhiasan

” Katakanlah pada wanita beriman hendaklah ia menahan pandangannya, dan


memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakan perhiasannnya,
kecuali yang biasa nampak dari padanya, dan hendaklah ia menutup kain kerudung
ke dadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya kecuali kepada suami,
orang tua, atau kepada anak-anak mereka dst” (An-Nur/24:31).

6. Rambu suara, berdasarkan firman Allah:

“Hai isteri-isteri Nabi, tiadalah kamu seperti salah seorang dari perempuan-
perempuan itu jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu terlalu lembut dalam
berbicara sehingga tertariklah orang yang di hatinya ada penyakit (keinginan), dan
ucapkanlah perkataan yang baik”.( Al-Ahzab/33:32 🙂

Ayat ini tentu tidak hanya ditujukan buat isteri Rasul semata. Untuk itu kita perlu
berhati-hati terhadap suara yang mendayu, mendesah, merayu seperti sering
dieksploitasi media massa.

7. Rambu seluruh tubuh, dasarnya (An-Nur/24:1, 31,


Al-Ahzab/33:59).

“Hai nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan


perempuan-perempuan mukmin, ‘Hendaklah mereka itu memakai jilbab atas
dirinya.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenal, maka mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampunlagi Maha Penyayang”

Ayat di atas mewajibkan kita untuk menutup seluruh tubuh kecuali muka dan
telapak tangan, kecuali muhrimnya. Sementara untuk pria auratnya adalan antara
pusar dengan lutut.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Suku kutai merupakan hasil dari akulturasi masuknya islam ke dalam
kerajaan kutai hal inilah yang menciptakan perbedaan unsur kebudayaan
antara dayak dan kutai dan dari makalah ini mudah mudahan dapat
memberikan informasi yang bermanfaat sebagai saran pembelajaan.
DAFTAR PUSTAKA
https://gerrydanpss.wordpress.com/kebudayaansukukutai
https://kesultanankutaikartanegara.com
https://sitinursaidah.com/jurnalbahasakutai
https://kutaihulu.com/sukukutai

Anda mungkin juga menyukai