Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Indahnya Membangun Mahligai
Rumah Tanggga dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas pada mata kuliah Pendidikan Agama
di Universitas Pamulang. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang hukum pernikahan dalam Islam .
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Kelompok 9
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................. 1
2.1. Pengertian, Rukun, Syarat Sah, Hukum serta Tujuan pernikahan dalam
Islam ...................................................................................................... 9
2.2. Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Kehidupan Berumah Tangga... 10
2.3. Hukum Perceraian, Rujuk, dan Poligami dalam Islam ......................... 11
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Rukun, Syarat Sah,Hukum serta Tujuan pernikahan dalam Islam
Dalam Al-qur'an dan hadist Nabi Muhammad Saw juga dalam kehidupan
sehari-hari orang arab sering memakai kata nikah dan zawaj yang artinya adalah
pernikahan atau perkawinan menurut literatur fiqh berbahasa arab. Menurut Islam
perkawinan adalah perjanjian suci yang kuat dan kokoh untuk membentuk
keluarga yang kekal, saling menyantuni, saling mengasihi, aman tenteram,
bahagia dan kekal antara seorang laki-laki dan perempuan yang disaksikan oleh
dua orang saksi laki-laki. Selain itu, perkawinan juga diatur dalam hukum Islam
harus dilakukan dengan akad atau perikatan hukum antara kedua belah pihak.
Pernikahan atau perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan, apabila
sesuatu sudah diikatkan antara yang satu dengan yang lain maka akan saling
ada keterikatan dari kedua belah pihak. (QS. Ad-Dhukhan: 54). Yang
artinya: “Demikianlah dan kami kawinkan mereka dengan bidadari.”.
a. Wali
Dalam sebuah pernikahan bahwa wali merupakan salah satu rukun yang harus
ada. Wali berasal dari pihak perempuan yang akan dinikahkan kepada
pengantin laki-laki. Karena kemutlakan adanya wali dalam sebuah akad
nikah adalah menghalalkan kemaluan wanita yang wanita tersebut tidak mungkin
akan menghalalkan kemaluannya sendiri tanpa adanya wali. Salah satu rukun
nikah yaitu wali juga terdapat dalam HR Abu Daud, At-Tirmidzy dan Ibnu
Majah bahwa “Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka
nikahnya batal, batal, batal.” Adanya wali merupakan suatu yang harus ada,
apabila wanita tersebut tidak mampu menyediakan wali dari pihaknya atau
seorang yang dapat menjadi hakim maka ada tiga cara, yaitu :
e. Calon Istri
Calon istri adalah rukun yang harus dipenuhi, wanita yang masih terdapat
pertalian darah, hubungan sepersusuan atau kemertuaan haram untuk dinikahi.
Diatur pasal 44, bahwa wanita Islam dilarang menikah dengan pria yang tidak
beragama Islam.
a. Orang yang menjadi wali adalah orang yang tidak ada atau kurang keahlian
salah satu dari pihak orang tua atau anak.
b. Wanita baligh dan berakal, menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali,
adapun hak wali dalam akad ada dua syarat, yaitu suami harus sekufu atau
tidak lebih rendah kondisinya dari wanita, dan mahar akad sebesar mahar mitsil
atau kurtang dari mahar mitsil apabila wali ridho.
d. Tidak ada cacat sehingga dari pihak suami yang memperbolehkan faskh
seperti penyakit kritis berbahaya.
1. Wajib
Wajib apabila sesorang telah mampu baik fisik maupun finansial, apabila tidak
segera menikah dikhawatirkan berbuat zina.
2. Sunnah
3. Makruh
Bagi orang yang lemah syahwat dan tidak mampu menafkahi istrinya.
4. Mubah
Orang yang hendak menikah tetapi masih mampu menahan nafsunya dari zina dan
dia belum berniat untuk segera menikah dan mempunyai anak.
5. Haram
Haram hukumnya apabila menikah akan merugikan istrinya dan tidak mampu
menafkahi baik lahir maupun batin.
Peratama, sunnah Para Nabi dan Rasul "Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri
dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat
melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. (QS. Ar-Ra'd : 38).
Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan
sunnah para rasul : Hinna, berparfum, siwak dan menikah. (HR. At-Tirmizi 1080)
Kedua, Nikah merupakan bagian dari tanda kekuasan Allah "Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. "Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.(QS. Al Ruum/29 : 21)
Ketiga, salah satu jalan untuk menjadi kaya "Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha
luas lagi Maha Mengetahui.(QS.Al Nur/24 : 32)
Keempat, nikah merupakan ibadah dan setengah dari agama. Dari Anas ra bahwa
Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri
shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia
tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR.Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
Kelima, tidak ada pembujangan dalam Islam. Islam berpendirian tidak ada
pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan.
Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada
perbuatan zina. Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang
bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin
dan melarang hidup membujang dan kebiri. Seorang muslim tidak halal
menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi
berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya
dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan
hubungan dengan duniawinya. Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat
Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan
perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang.
Maka Rasulullah SAW dengan nada marah lantas ia berkata: 'Sesungguhnya
orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat
terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu
akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu
menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka
Allah pun akan meluruskan kepadamu. Kemudian turunlah ayat: Hai orang-orang
yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang
dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas,karena
sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas. (QS. Al
Maidah/5: 87)
Keenam, menikah itu ciri khas makhluk hidup Selain itu secara filosofis, menikah
atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluk hidup. Allah SWT telah
menegaskan bahwa makhluk-makhluk ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk
berpasangan satu sama lain. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya : “Dan
segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah.”(QS. Az-Zariyat : 49)
2.2 Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Kehidupan Berumah Tangga
Hak Kewajiban
1. Ditaati perintahnya
Hak suami terhadap istri yang pertama ialah ditaati perintahnya, namun
dalam hal kebaikan. Saking pentingnya, ketaatan seorang istri pada suami
bahkan termasuk salah satu hal yang dapat menyebabkannya masuk surga
2. Melayani kebutuhan suami
Salah satu kewajiban yang harus dipatuhi istri ialah melayani kebutuhan
suami, terutama melakukan hubungan intim. Seorang istri tidak boleh
menolak jika suami mengajaknya melakukan hubungan intim, kecuali
dalam kondisi uzur syar'i seperti haid, puasa Ramadan, sakit, dan
sebagainya. Serta pelayanan lainnya seperti Hak suami terhadap istri
dalam ajaran Islam selanjutnya ialah soal penampilan. Seorang istri harus
menjaga penampilannya agar tetap cantik, wangi, dan berpenampilan
menarik di hadapan suaminya agar bisa menyenangkan hati suami.
Adapun yang menjadi hak istri atau bisa juga dikatakan kewajiban suami terhadap
isteri adalah sebagai berikut:
1. Memberi mahar
Menurut Mutafa Diibul Bigha, Mahar adalah harta benda yang harus
diberikan oleh seorang laki-laki (calon suami) kepada perempuan (calon
isteri) karena pernikahan.
2. Memberi nafkah
Nafkah berasal dari bahasa arab (an-nafaqah) yang artinya pengeluaran.
Yakni Pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk
sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi
tanggung jawabnya.
3. Menggauli istri secara baik.
Menggauli istri dengan baik dan adil merupakan salah satu kewajiban
suami terhadap istrinya. Sebagaimana Firman Allah dalam Alquran surat
an-Nisa ayat 19 yang berbunyi:
َْض َم^ ۤ^ا ٰاتَ ْیتُ ُم^^وْ ه َُّن اِاَّل ۤ اَ ْن یَّاْتِ ْین ُ ٰۤیاَیُّهَا الَّ ِذ ْینَ ٰا َمنُوْ ا اَل یَ ِحلُّ لَ ُك ْم اَ ْن ت َِرثُوا النِّ َسآ َء كَرْ هًاؕ َواَل تَ ْع
ِ ضلُوْ ه َُّن لِت َْذهَبُوْ ا بِبَع
فَا ِ ْن َك ِر ْهتُ ُموْ ه َُّن فَ َع ٰۤسى اَ ْن تَ ْك َرهُوْ ا َشیْــٴًـا َّویَجْ َع َل هّٰللا ُ فِ ْی ِه َخ ْیرًا َكثِ ْیرًا-ف
ِ ۚ ْبِفَا ِح َش ٍة ُّمبَیِّنَ ٍ^ة َوعَا ِشرُوْ ه َُّن بِ ْال َم ْعرُو
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu
mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah
kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji
yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.”
4. Memberikan cinta dan kasih sayang kepada istri.
Sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ar Rum ayat 21 di atas
pada kalimat
dapat juga dimaknai bahwa seorang suami wajib memberikan cinta dan
kasih sayang kepada istrinya yang terwujud dalam perlakuan dan
perkataan yang mampu membuat rasa tenang dan nyaman bagi istri dalam
menjalankan fungsinya sebagai istri sekaligus ibu rumah tangga. Adapun
bentuk perlakuan tersebut bisa berupa perhatian, ketulusan, keromantisan,
kemesraan, rayuan, senda gurau, dan seterusnya.
3. Hak Bersama
Hak bersama suami istri adalah hak yang melekat pada kedua belah pihak
yang harus dilakukan dengan penuh kesadaran, tanpa adanya paksaan dan
intervensi dari pihak manapun. Menurut Sayyid Sabiq, hak bersama antara suami
dan istri meliputi hal-hal sebagaimana berikut, yaitu:
a. Menikmati hubungan seksual. Hubungan seksual yang terjadi antara suami istri
adalah merupakan hubungan timbal balik yang harus dilakukan bersama-sama
dengan penuh perasaan dan kerelaan atas dasar kasih sayang yang tulus. Salah
satu pihak tidak bisa memaksanakan kehendaknya atas yang lain karena hubungan
seksual tidak bisa dilakukan secara mandiri oleh salah satu pihak saja.
b. Antara suami dan istri sama-sama dilarang melakukan pernikahan dalam jalur
keturunan. Artinya, seorang istri haram dinikahi oleh ayah dari suaminya,
kakeknya, anak-anaknya dan cucu-cunya. Demikian juga suami tidak bisa
menikahi ibu dari istrinya, anak perempuannya dan cucu-cucunya.
c. Menasabkan anak (keturunan) pada suami yang sah. Baik dalam kondisi masih
dalam hubungan suami istri atau setelah perceraian, nasab anak akibat hubungan
perkawinan yang sah tetap melekat pada suami (sebagai ayah yang sah).
1. Perceraian
a) Pengertian Perceraian
Kata "cerai" dalam KBBI berarti : Pisah, Putus hubungan sebgai suami
istri ; talak. Kemudian, kata "perceraian" mengandung arti : Perpisahan,
Perihal bercerai (antara suami istri) ; perpecahan. Adapun kata "bercerai"
berati : Tidak bercampur (berhubungan,bersatu, dsb) lagi, Berhenti
berlaki-bini(suamu-istri).
Perceraian dalam Islam dikenal dengan istilah talak (țalaq), Kata Țalaq
diambil dari kata ițlaq yang berarti melepaskan atau menanggalkan,
semakna dengan kata talak, adalah al-irsȃl atau tarku, yang berarti
melepaskan dan menanggalkan,yaitu melepaskan tali perkawinan
mengakhiri hubungan suami isteri; atau secara harfiah berarti
membebaskan seekor binatang. Ia dipergunakan dalam syari’ah untuk
menunjukkan cara yang sah dalam mengakhiri sebuah perkawinan.
Meskipun Islam memperkenankan perceraian, jika terdapat alasan-alasan
yang kuat baginya, namun hak itu hanya dapat dipergunakan dalam
keadaan yang mendesak. Talak bukanlah sebuah larangan, namun sebagai
pintu terakhir dari rumah tangga, ketika tidak ada jalan keluar lagi.
Sebagaimana HR. Abu Daud dari Ibnu Umar:
عن ابن عمر قال قال رسول هلال ) صلى هلال عليه وسلم ( إن
18 (أبغضاحاللالىلهلالعزوجاللطالقـ )رواهأبوداود
c) Macam-macam Talak
Talak dibagi kepada dua macam, sebagai berikut:
1. Talak Raj’i adalah suatu talak dimana suami memiliki hak untuk
merujuk isteri tanpa kehendaknya. Dan talak raj’i ini disyaratkan pada
isteri yang telah digauli. Dengan demikian, yang dimaksud dengan
talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada isteri
sebagai talak satu atau dua, yang di ikrarkan di depan sidang
pengadilan, dan suami diperbolehkan merujuk’nya bila masih dalam
masa iddah, tanpa diharuskan nikah baru. Hal ini sesuai dengan firman
Allah, QS. Al- Baqarah (2):229 “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali.
setelah itu boleh rujuk kembali dengan cara yang ma'ruf atau
menceraikannya dengan cara yang baik”
2. Talak Ba’in secara etimologi, ba’in adalah nyata, jelas, pisah atau
jatuh, yaitu talak yang terjadi karena isteri belum digauli oleh suami,
atau karena adanya bilangan talak tertentu (tiga kali), dan atau karena
adanya penerimaan talak tebus (khulu’), meskipun ini masih
diperselisihkan fuqaha, apakah khulu’ ini talak atau fasakh. Talak
ba’in dibagi menjadi dua macam, yaitu ba’in şugra dan ba’in kubra.
- Ba’in şugra adalah talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari
bekas suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru (tajdid an-
nikah) kepada bekas isterinya. Yang dimaksud menghilangkan hak-hak
rujuk, seperti suami tidak diperkenankan rujuk kepada isterinya yang
ditalak, hingga masa iddahnya habis. Suami diperbolehkan kembali
kepada isterinya namun diharuskan nikah baru (tajdid an nikah) dan
juga mahar baru (tajdid al mahr).
- Ba’in kubra adalah talak yang menghilangkan hak suami untuk nikah
kembali kepada isterinya, kecuali kalau bekas isterinya telah kawin
dengan laki-laki lain dan telah berkumpul sebagaimana suami isteri
secara nyata dan sah, dan juga isteri tersebut telah menjalani masa
iddahnya serta iddahnya telah habis pula. Allah berfirman QS. Al-
Baqarah (2): 230 “maka apabila suami mentalaknya, sesudah talak
yang kedua, maka perempuan itu tidak halal baginya sampai dia kawin
dengan suami yang lain”.
2. Rujuk
3. Poligami
a) Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, dari kata poly yang
berarti banyak dan gamien yang berarti kawin, jika digabungkan
akan berarti suatu perkawinan yang banyak (Bibit suprapto, 1990:
61). Dalam bahasa Arab poligami disebut ta’adud al-zawajah.
Poligami diartikan dengan perkawinan yang dilakukan dengan
beberapa pasangan pada waktu bersamaan.
a. Dasar Hukum Poligami
Al-Qur’an surah al-Nisa ayat 3: yang artinya “Dan jika kamu takut
tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-
wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adi, maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian
itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Q.S. al-Nisa
[4]: 3). Ayat tersebut menegaskan bahwa keadilan tidak
mungkin dapat dicapai jika berkaitan dengan perasaan atau
hati dan emosi cinta. Keadilan yang harus dicapai adalah keadilan
materi semata-mata, sehingga seorang suami yang poligami
harus menjamin kesejahteraan istri-istrinya dan mengatur waktu
gilir secara adil.
b) Dasar untuk Berpoligami
Sejak masa Rasulullah Saw, Sahabat, Tabi’in, periode ijtihad dan
setelahnya sebagian besar kaum Muslimin memahami dua ayat
akhkam yaitu surat an-Nisâ’ayat 3 dan 129 itu sebagai berikut :
1.Perintah Allah SWT, “maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi”, difahami fi’il amar (kata perintah) fankihû
sebagai perintah ibâhah(boleh), bukan wajib. Pilihan boleh ini
menunjukkan memiliki hak untuk lebih dari satu tapi
dianjurkan tetap satu jika tidak mampu. Ahli bahasa dan tafsir juga
sepakat bahwa ayat tersebut sifatnya memiliki batas
diperbolehkan.
2. Poligami berlaku seperti halnya pernikahan yang memiliki
jangka dan waktu dalam akad dan bersifat darurat bukan
karena nafsu atau keinginan memperkaya diri.
3.Asas keadilan bukan hanya dilihat dari kesiapan dan mampu
dari segi ekonomi saja (nafkah), melainkan mampu memenuhi
dan menyenangkan istri-istrinya dan tidak berperilaku zhalim.
Jika hal tersebut terjadi, maka lebih baik satu istri saja.
Sebagaimana firman Allah, “Kemudian jika kamu takut tidak akan
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki”.
4.Mafhum mukhâlafah dari syarat adil tersebut adalah jika muncul
kekhawatiran tidak bisa berlaku adil dalam memenuhi hak-hak istri
yang kawin lebih dari satu, makaasas monogami wajib. Bila
tetap memaksakan diri, maka ia berdosa meskipun perkawinannya
tetap sah.
c) Dasar Sosial Kebolehan Poligami
Secara umum,al-Qur’an dan hadits memperbolehkan praktik
poligami ini. Dari pendekatan sosial ada beberapa keadaan secara
sosial masyarakat yang merupakan pemecahan terbaik bagi
diperbolehkannya poligami.
1)Bila istri menderita suatu penyakit yang berbahaya seperti
lumpuh, ayan atau penyakit menular. Dalam keadaan ini,maka
akan lebih baik bila ada istri yang lain untuk memenuhi dan
melayani berbagai keperluan si suami dan anak-anaknya.
Kehadirannya pun akan turut membantu istri yang sakit itu.
2). Bila si istri terbukti mandul dan setelah melalui pemeriksaan
medis, para ahli berpendapat bahwa dia tak dapat hamil, maka
sebaiknya suami menikah lagi untuk mendapatkan istri kedua
sehingga dia mungkin akan memperoleh keturunan, karena
anak merupakan permata kehidupan.
3). Bila istri sakit ingatan. Dalam hal ini tentu suami dan anak-anak
sangat menderita.
4). Bila istri telah lanjut usia dan sedemikian lemahnya sehingga
tak mampu memenuhi kewajibannya sebagai seorang istri,
memelihara rumah tangga dan melayani suaminya.
5). Bila suami mendapatkan bahwa istrinya memiliki sifat yang
buruk dan tak dapat diperbaiki, maka secepatnya dia menikahi istri
yang lain.
6). Bila dia minggat dari rumah suaminya dan membangkang
sedangkan si suami merasa sakit untuk memperbaikinya.
7). Pada masa perang dimana kaum lelaki terbunuh meninggalkan
wanita yang sangat banyak jumlahnya, maka poligami dapat
berfungsi sebagai jalan pemecahan terbaik.
8). Bila lelaki itu merasa bahwa dia tak dapat bekerja tanpa
adanya istri kedua untuk memenuhi hajat syahwatnya yang
sangat kuat serta dia memiliki harta yang cukup untuk
membiayai, maka sebaiknya dia mengambil istri yang lain.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akan ada saja masalah yang muncul ketika sesorang membangun mahligai
rumah tangga seperti perceraian, berpoligami, dan hasrat ingin kembali kepada
pasangan (rujuk). Semua hal itu telah diatur dalam Islam,mulai dari hukum,
syarat, maupun rukunnya.
3.2 Saran
Nurani, S. M. (2021). Relasi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif
Hukum Islam (Studi Analitis Relevansi Hak Dan Kewajiban Suami Istri
Berdasarkan Tafsir Ahkam Dan Hadits Ahkam). Al-Syakhsiyyah: Journal of Law
& Family Studies, 3(1), 98-116.
Hafidzi, A. (2017). Prasyarat Poligami Dalam Kitab Fiqih Islam Dan Kompilasi
Hukum Islam Perspektif Maslahah Mursalah. Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan
Perundangan Islam, 7(2), 366-392.
https://www.academia.edu/37153260/PERNIKAHAN_DALAM_ISLAM_Wahyu
https://www.popbela.com/relationship/married/windari-subangkit/hak-suami-
terhadap-istri-dalam-ajaran-islam/1
https://pa-palangkaraya.go.id/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-perspektif-
al-quran/ "HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM PERSPEKTIF
AL-QUR’AN (Oleh : H. Muammar, S.H.I)"