Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA
PEMBINAAN KELUARGA DALAM ISLAM

DOSEN : AMRI AMIR,Lc.,M.H.

KELOMPOK 8 :
NUR RAIMAH (23366035)

NEZLA ANITA (23366034)

HALIMAH ADHA ANANDA (23366028)

DIMAS FAIRUZ QALBI (23086317)

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkat
Ridho-Nya kami mampu merampungkan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa juga
kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi
Wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan semua ummatnya yang selalu
istiqomah sampai akhir zaman.

Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dengan judul pembinaan keluarga dalam islam. Yang mana di
dalam makalah ini kami membahas tentang gambaran keluarga yang mampu memberikan
ketenangan, ketentraman kesejukan dan kedamaian yang dilandasi oleh iman, takwa serta
dapat menjalankan syari'at Ilahi Rabbi dengan sebaik-baiknya.

Namun, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu, kami
sangat berharap kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan makalah ini. Harapan kami
semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi harapan berbagai pihak.
Aamiin.

September , 2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
Pendahuluan..................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................5
1.3 Tujuan..................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................6
PEMBAHASAN............................................................................................................6
A. DEFINISI PERNIKAHAN MENURUT ISLAM..............................................6
B. TUJUAN PERNIKAHAN....................................................................................7
C. HUKUM PERNIKAHAN....................................................................................9
D. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI UNTUK MENCAPAI
KELUARGA HARMONIS....................................................................................10
E. PEMBINAAN KELUARGA ISLAMI..............................................................15
BAB III........................................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................................17
KESIMPULAN........................................................................................................17
BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan memainkan peran penting
dalam membangun suatu bangsa. Pernikahan dianggap sebagai dasar pertama untuk
membangun keluarga yang bahagia dan harmonis. Pasangan suami istri diharapkan dapat
membina hubungan yang baik antara suami, istri, dan anak-anak mereka. Namun, terkadang
pernikahan baru menghadapi problematika yang besar dan jika tidak dapat diatasi, perceraian
akan terjadi.
Keluarga dalam Islam merupakan tumpuan harapan pertama untuk masa depan bangsa dan
negara. Keluarga memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional, sosial,
dan ekonomi kepada anggotanya. Impian keluarga sakinah merupakan hal yang sudah lazim
bagi setiap muslim bahkan non-muslim sekalipun. Keluarga sakinah dalam perspektif Islam
merupakan gambaran keluarga mampu memberikan ketenangan, ketentraman, kesejukan, dan
kedamaian yang dilandasi oleh iman dan taqwa serta dapat menjalankan syariat Ilahi Rabbi
dengan sebaik-baiknya.
Dalam konteks pernikahan, keluarga dapat didefinisikan sebagai unit sosial yang terdiri dari
pasangan suami dan istri yang telah sah secara hukum dan sosial serta anak-anak (jika ada).
Keluarga memiliki peran penting dalam memberikan dukungan emosional, sosial, dan
ekonomi kepada anggotanya. Keluarga juga bisa diibaratkan sebagai sebuah bangunan yang
membutuhkan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang kuat.
Pernikahan dianggap sebagai sebuah perintah agama serta satu-satunya jalan penyaluran
seksualitas yang disahkan oleh agama Islam. Agama Islam juga menetapkan bahwa satu-
satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah dengan pernikahan.
Pernikahan bukan hanya sekedar sarana penyaluran kebutuhan seksualitas namun juga dapat
membawa kedamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat membangun surga
dunia di dalamnya jika dilakukan dengan cara sesuai dengan jalur yang sudah ditetapkan
Islam.
1.2 Rumusan Masalah
a. apa yang dimaksud dengan pernikahan menurut islam?
b. apa saja tujuan pernikahan dalam islam?
c. apa saja hukum pernikahan?
d. apa saja hak dan kewajiban suami dan istri untuk mencapai keluarga yang
harmonis?
e. bagaimana pembinaan keluarga dalam islam?

1.3 Tujuan
a. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pernikahan menurut islam.
b. untuk mengetahui apa saja tujuan pernikahan dalam islam.
c. untuk mengetahui apa saja hukum pernikahan.
d. untuk mengetahui apa yang di maksud dengan hak dan kewajiban suami dan istri
untuk mencapai keluarga yang harmonis.
e. untuk mengetahui pembinaan keluarga dalam islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERNIKAHAN MENURUT ISLAM


Di dalam agama Islam, pernikahan dapat diartikan bahwa suatu perjanjian suci yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang ingin melanjutkan hubungan menjadi hubungan
yang halal. Mereka akan mengikat janji untuk menyatakan bahwa sudah siap untuk
membangun rumah tangga. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh seorang ulama,
Abdurrahman Al-Jaziri yang menyatakan bahwa perkawinan adalah sebuah perjanjian suci
yang dilakukan antara laki-laki dan seorang perempuan dengan tujuan untuk membentuk
keluarga bahagia.

Dalam hal ini, perjanjian suci pernikahan dapat dinyatakan ke dalam bentuk ijab dan
qabul. Ijab dan qabul yang merupakan bentuk dari perjanjian pernikahan ini harus dinyatakan
oleh satu majelis, baik itu berasal dari langsung dari pihak yang melangsungkan pernikahan
(calon suami atau calon istri) atau dapat diwalikan.

Pernikahan dalam Islam merupakan salah satu asas hidup yang bisa membuat umat
Muslim menjadi lebih baik lagi. Oleh karena itu, pernikahan bukan hanya menjadi cara untuk
melaksanakan ibadah saja, tetapi juga berhubungan dengan membangun kehidupan rumah
tangga dan keturunan. Bahkan, dengan pernikahan, pintu silaturahmi menjadi terbuka lebar
karena menjadi lebih mengenal keluarga suami dan keluarga istri, sehingga antara anggota
keluarga yang satu dengan lainnya bisa saling membantu.

Oleh sebab itu, supaya tali silaturahmi menjadi lebih erat, maka suami istri dan anggota
keluarga dari kedua belah pihak harus menjaga komunikasi, saling mencintai, saling memberi
kasih sayang, saling mengingatkan agar tidak melakukan kejahatan, dan saling membantu
satu sama lain.

Menjaga silaturahmi ada di dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 36:

Artinya :
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang
kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.

Pernikahan adalah salah satu fase dalam hidup yang bisa dijalani seorang muslim
setalah menemukan pasangan hidup dan siap secara mental maupun finansial. Jika sudah
mampu dan matang secara emosional, dengan menikah, seseorang dapat menyempurnakan
separuh agamanya. Dari mahligai rumah tangga, pelbagai hal yang selama ini dikategorikan
sebagai dosa, jika dilakukan dengan suami atau istrinya dicatat sebagai ibadah di sisi Allah
SWT. Hal ini tergambar dalam hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik bahwasanya
Rasulullah SAW bersabda: "Siapa yang diberi karunia oleh Allah seorang istri yang salihah,
berarti Allah telah menolongnya untuk menyempurnakan setengah agamanya. Karena itu,
bertaqwalah kepada Allah setengah sisanya," (H.R. Baihaqi).

Di dalam Islam, pernikahan itu bukan hanya berbicara tentang hubungan pria dan wanita
yang diakui secara sah secara agama dan hukum negara, dan bukan hanya berbicara
kebutuhan biologis laki-laki dan perempuan saja, tetapi pernikahan dalam Islam sangat erat
kaitannya dengan kondisi jiwa manusia, kerohanian (lahir dan batin), nilai-nilai kemanusian,
dan adanya suatu kebenaran.

Tidak hanya itu, pernikahan dalam pandangan Islam merupakan kewajiban dari
kehidupan rumah tangga yang harus mengikuti ajaran-ajaran keimanan dan ketaqwaan
kepada Allah. Hal ini senada dengan yang tercantum di dalam Pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang berbunyi “perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.”

B. TUJUAN PERNIKAHAN
Tujuan-tujuan ini berupaya untuk mengantarkan seorang muslim agar memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia Pernikahan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan


dasar manusia. Kebutuhan itu terdiri dari kebutuhan emosional, biologis, rasa saling
membutuhkan, dan lain sebagainya. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah
bahwasanya Rasululllah SAW bersabda: "Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya,
kedudukannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya,
maka kamu tidak akan celaka," (H.R. Bukhari dan Muslim).

2. Mendapatkan ketenangan hidup. Dengan menikah, suami atau istri dapat saling
melengkapi satu sama lain. Jika merasa cocok, kedua-duanya akan memberi dukungan, baik
itu dukungan moriel atau materiel, penghargaan, serta kasih sayang yang akan memberikan
ketenangan hidup bagi kedua pasangan.
3. Menjaga akhlak. Dengan menikah, seorang muslim akan terhindar dari dosa zina,
sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara
kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji [kemaluan]. Dan barangsiapa yang tidak mampu,
maka hendaklah ia puasa, karena shaum itu dapat membentengi dirinya,” (H.R. Bukhari dan
Muslim).

4. Meningkatkan ibadah kepada Allah SWT Perbuatan yang sebelumnya haram sebelum
menikah, usai dilangsungkan perkawinan menjadi ibadah pada suami atau istri. Sebagai
misal, berkasih sayang antara yang berbeda mahram adalah dosa, namun jika dilakukan
dalam mahligai perkawinan, maka akan dicatat sebagai pahala di sisi Allah SWT. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: “ ... 'Jika kalian bersetubuh
dengan istri-istri kalian termasuk sedekah!'. Mendengar sabda Rasulullah para sahabat
keheranan dan bertanya: 'Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya
terhadap istrinya akan mendapat pahala?' Nabi Muhammad SAW menjawab, 'Bagaimana
menurut kalian jika mereka [para suami] bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka
berdosa?' Jawab para shahabat, 'Ya, benar'. Beliau bersabda lagi, 'Begitu pula kalau mereka
bersetubuh dengan istrinya [di tempat yang halal], mereka akan memperoleh pahala!' (H.R.
Muslim).

5. Memperoleh keturunan yang saleh dan salihah Salah satu amal yang tak habis pahalanya
kendati seorang muslim sudah meninggal adalah keturunan yang saleh atau salihah. Dengan
berumah tangga, seseorang dapat mendidik generasi muslim yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, yang merupakan tabungan pahala dan amal kebaikan yang
berkepanjangan. "Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan
menjadikan bagimu dari istri-istrimu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki
yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang batil dan mengingkari
nikmat Allah?” (Q.S. An-Nahl[16]: 72). Doa agar diberi jodoh dan keturunan yang baik
Berikut ini adalah doa yang disarankan untuk selalu diutarakan jika seorang muslim berharap
mendapatkan jodoh dan keturunan yang baik. ‫َو اَّلِذ يَن َيُقوُلوَن َر َّبَنا َهْب َلَنا ِم ْن َأْز َو اِج َنا َو ُذ ِّرَّياِتَنا ُق َّرَة َأْع ُيٍن‬
‫ َو اْج َع ْلَنا ِلْلُم َّتِقيَن ِإَم اًم ا‬Artinya: “Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah
kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon: 74).
C. HUKUM PERNIKAHAN
Berdasarkan syariat islam dan tuntunan cara pernikahan yang benar maka hukum
pernikahan dapat digolongkan dalam lima kategori yaitu wajib, sunnah, haram, makruh dan
mubah. Hukum pernikahan tersebut dikategorikan berdasarkan keadaan dan kemampuan
seseorang untuk menikah. Sebagaimana dijabarkan dalam penjelasan berikut ini

1. Wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki kemampuan untuk
membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat menahan dirinya dari hal-hal
yang dapat menjuruskannya pada perbuatan zina. Orang tersebut wajib hukumnya untuk
melaksanakan pernikahan karena dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa melakukan
perbuatan zina yang dilarang dalam islam (baca zina dalam islam). Hal ini sesuai dengan
kaidah yang menyebutkan bahwa

“Apabila suatu perbuatan bergantung pada sesuatu yang lain, maka sesuatu yang lain itu pun
wajib”

2. Sunnat

Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk membangun rumah tangga akan tetapi ia
dapat menahan dirinya dari sesuatu yang mampu menjerumuskannya dalam perbuatan
zina.dengan kata lain, seseorang hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak
dikhawatirkan melakukan perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian, agama
islam selalu menganjurkan umatnya untuk

menikah jika sudah memiliki kemampuan dan melakukan pernikahan sebagai salah satu
bentuk ibadah.

3. Haram

Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang tidak
memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu kehidupan rumah tangga
dan jika menikah ia dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya. Selain itu, pernikahan
dengan maksud untuk menganiaya atau menyakiti seseorang juga haram hukumnya dalam
islam atau bertujuan untuk menghalangi seseorang agar tidak menikah dengan orang lain
namun ia kemudian menelantarkan atau tidak mengurus pasangannya tersebut.

Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam islam misalnya pernikahan dengan
mahram (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram) atau wanita yang haram
dinikahi atau pernikahan sedarah, atau pernikahan beda agama antara wanita muslim dengan
pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim dengan wanita non-muslim selain ahli kitab.
4. Makruh

Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki cukup
kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat menahan dirinya dari
perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir dalam perbuatan zina.
Pernikahan hukumnya makruh karena meskipun ia memiliki keinginan untuk menikah tetapi
tidak memiliki keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi kewajiban suami terhadap
istri maupun kewajiban istri terhadap suami.

5.mubah

Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang memiliki
kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam perbuatan zina jika tidak
melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia menikah hanya untuk memenuhi
syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat islam
namun ia juga tidak dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.

D. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI UNTUK MENCAPAI


KELUARGA HARMONIS
Rumah tangga adalah institusi yang dijalankan oleh dua individu yang menjadi suami
dan istri. Hubungan suami istri ini merupakan hubungan yang kompleks dan membutuhkan
komitmen, pengertian, serta pengorbanan dari kedua belah pihak. Dalam ikatan pernikahan,
suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang saling terkait satu sama lain. Dalam konteks
ini, hak dan kewajiban suami istri menjadi landasan penting dalam membangun
keharmonisan, saling pengertian, dan kebahagiaan dalam rumah tangga. Dalam tulisan ini,
akan dibahas hak dan kewajiban suami istri serta pentingnya pemahaman dan pelaksanaan
yang seimbang dari keduanya dalam konteks rumah tangga.

Hak-hak suami dan istri adalah hak yang diberikan kepada mereka berdasarkan nilai-
nilai budaya, norma agama, dan peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Hak-hak
ini mencakup berbagai aspek penting dalam kehidupan rumah tangga diantaranya hak atas
kasih sayang, penghargaan, pengasuhan anak, dukungan finansial, kebebasan berpendapat
berekspresi serta hak untuk dilibatkan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan
kehidupan rumah tangga. Suami dan istri memiliki hak untuk merasakan cinta dan perhatian
yang tulus satu sama lain. Mereka juga berhak untuk dihormati dan diakui kontribusi dan
peran mereka dalam rumah tangga. Selain itu, hak atas pendidikan, kebebasan berekspresi,
dan partisipasi dalam pengambilan keputusan juga harus diperhatikan. Hak-hak ini
memberikan suami istri rasa keterlibatan dan pengaruh yang positif dalam menjalankan peran
dan tanggung jawabnya masing-masing dalam rumah tangga.
Namun, hak-hak ini harus diimbangi dengan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi
oleh suami dan istri dalam rumah tangga. Kewajiban-kewajiban ini melibatkan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh suami dan istri untuk mencapai keharmonisan dalam
hubungan mereka. Kewajiban ini mencakup kewajiban saling mencintai dan menghormati,
saling mendukung dalam kehidupan sehari-hari, serta berbagi tanggung jawab dalam
menjalankan rumah tangga. Suami memiliki kewajiban untuk menjadi pemimpin yang
bijaksana dalam keluarga, melindungi keluarga, mengambil keputusan yang bertujuan untuk
kebaikan keluarga, menyediakan kebutuhan batin atau emosional bagi istri dan anak-anak.
Selain itu, suami memiliki kewajiban untuk memberikan dukungan finansial yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara itu, istri juga memiliki kewajiban yang
harus dipenuhi dalam rumah tangga. Istri memiliki kewajiban untuk mendukung suami,
merawat anak-anak dengan penuh kasih sayang, serta menjalankan tugas-tugas rumah tangga
dengan penuh tanggung jawab.Istri juga memiliki peran penting dalam mendukung dan
membantu suami dalam mencapai tujuan keluarga. Kewajiban istri ini mencakup pengelolaan
rumah tangga, pendidikan anak-anak, serta membantu suami dalam menghadapi tantangan
dalam kehidupan.

Pemahaman dan pelaksanaan hak dan kewajiban suami istri sangat penting untuk
membangun keharmonisan dan kebahagiaan dalam rumah tangga. Dalam sebuah hubungan
yang sehat, saling memahami dan menghormati hak dan kewajiban masing-masing pihak
menjadi pondasi yang kuat. Pemahaman ini dapat mengurangi konflik dan meningkatkan
kerjasama di antara suami dan istri. Misalnya, dengan saling menghormati dan mendukung,
suami dan istri dapat merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam hubungan mereka.

Dalam konteks yang lebih luas, kesadaran dan pemahaman akan hak dan kewajiban
suami istri juga penting untuk membangun masyarakat yang sehat dan harmonis. Oleh karena
itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban suami istri melalui
pendidikan, pengajaran, dan kampanye sosial sangat diperlukan. Pemenuhan hak dan
kewajiban suami istri juga membantu menciptakan lingkungan yang stabil dan harmonis bagi
anak-anak. Anak-anak yang tumbuh dalam rumah tangga di mana hak dan kewajiban suami
istri dihormati akan mengalami perkembangan yang sehat secara emosional dan sosial.
Mereka akan belajar tentang nilai-nilai saling menghormati, bekerja sama, dan tanggung
jawab yang akan membentuk pola pikir dan perilaku mereka di masa depan.

Penting juga untuk mencatat bahwa hak dan kewajiban suami istri tidak bersifat statis.
Mereka dapat berubah seiring perkembangan zaman, budaya, dan nilai-nilai dalam
masyarakat. Oleh karena itu, suami dan istri harus terbuka untuk berdialog dan bernegosiasi
dalam hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka. Komunikasi yang baik
antara suami dan istri akan membantu mereka memahami kebutuhan dan harapan satu sama
lain, serta mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan satu sama lain.
Namun beberapa budaya, implementasi dan pemahaman yang benar tentang hak dan
kewajiban ini masih merupakan tantangan dalam masyarakat modern. Perubahan sosial,
pengaruh budaya, dan pergeseran peran gender telah mengubah dinamika dalam hubungan
suami istri.Salah satu tantangan yang dihadapi adalah adanya stereotip gender yang masih
kuat dalam masyarakat. Terkadang, peran dan tanggung jawab suami dan istri dipandang
sebagai tugas yang sudah ditentukan berdasarkan jenis kelamin, tanpa mempertimbangkan
kemampuan individu atau kebutuhan keluarga secara keseluruhan. Hal ini dapat
menyebabkan ketidakseimbangan dalam pembagian tugas dan tanggung jawab, memicu
konflik dalam rumah tangga, ketegangan, dan bahkan keretakan dalam hubungan suami istri
yang berujung perpisahan. Oleh karena itu, diperlukan upaya dalam meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya saling menghormati, saling mendukung, dan memahami peran
serta tanggung jawab masing-masing dalam rumah tangga tanpa memandang gender atau
jenis kelamin.
Hak Suami dan Istri dalam Hukum Keluarga Islam
1. Hak Suami
Dalam hukum keluarga Islam, suami memiliki beberapa hak yang diakui dan diatur. Hak-hak
ini memberikan kerangka kerja bagi suami untuk menjalankan peran kepemimpinan dalam
keluarga. Berikut adalah beberapa hak suami dalam konteks tersebut:
1) Hak untuk Mendapatkan Ketaatan dan Penghormatan dari Istri
Suami memiliki hak untuk mendapatkan ketaatan dan penghormatan dari istri sesuai dengan
ajaran agama Islam. Ini mencakup penghormatan dalam ucapan, sikap, dan perilaku istri
terhadap suami sebagai pemimpin keluarga.
2) Hak untuk Memimpin Keluarga
Suami memiliki hak untuk memimpin keluarga dalam hal-hal yang berkaitan dengan
keputusan penting. Ini termasuk keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan keluarga,
pendidikan anak-anak, dan keuangan keluarga. Suami bertanggung jawab untuk memikul
tanggung jawab kepemimpinan dengan keadilan dan keseimbangan.
3) Hak untuk Mengambil Keputusan yang Berkaitan dengan Kehidupan Keluarga
Suami memiliki hak untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan kehidupan keluarga,
seperti pemilihan tempat tinggal, pendidikan anak-anak, dan masalah keuangan. Namun, hak
ini dijalankan dengan memperhatikan pendapat dan konsultasi dengan istri untuk mencapai
keputusan yang terbaik bagi keluarga.
4) Hak untuk Dihormati dan Dilayani
Suami memiliki hak untuk dihormati oleh istri dan diperlakukan dengan layanan yang baik.
Ini mencakup perilaku istri yang sopan, penghormatan terhadap keinginan dan kebutuhan
suami, serta upaya untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada suami.
5) Hak untuk Memiliki Waktu Privat dengan Istri
Suami memiliki hak untuk memiliki waktu privat dengan istri tanpa campur tangan pihak
luar. Ini mencakup hak untuk menjalin hubungan intim dengan istri dan menghabiskan waktu
bersama dalam suasana yang tenang dan penuh kasih sayang.
6) Hak untuk Menerima Nafkah Istri
Suami memiliki hak untuk menerima nafkah yang cukup dari istri sesuai dengan kemampuan
ekonomi istri. Nafkah ini meliputi pemenuhan kebutuhan dasar suami seperti makanan,
pakaian, tempat tinggal, dan perawatan kesehatan
Hak-hak suami dalam hukum keluarga Islam bertujuan untuk memberikan kerangka yang
seimbang dalam hubungan suami-istri, dengan suami sebagai pemimpin yang bertanggung
jawab dan istri sebagai pendukung yang setia. Penting bagi suami untuk menjalankan hak-
hak ini dengan keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab, serta mempertimbangkan
kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga secara keseluruhan.
2. Hak Istri
Dalam hukum keluarga Islam, istri juga memiliki hak-hak yang diakui dan diatur untuk
melindungi kepentingan dan keberadaannya dalam ikatan pernikahan. Hak-hak ini
memberikan kerangka kerja yang adil dan seimbang dalam hubungan suami-istri. Berikut
adalah beberapa hak istri dalam konteks tersebut:
1) Hak untuk Diberi Nafkah yang Cukup
Istri memiliki hak untuk menerima nafkah yang cukup dari suami sesuai dengan keadaan
ekonomi suami. Ini mencakup pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
tinggal, dan perawatan kesehatan. Suami diharapkan memenuhi kewajiban ini secara adil dan
bertanggung jawab.
2) Hak untuk Dihormati, Dilindungi, dan Mendapatkan Perlakuan Adil
Istri memiliki hak untuk dihormati oleh suami dan tidak diperlakukan dengan perlakuan yang
tidak adil atau tidak manusiawi. Suami diharapkan menghargai pendapat, perasaan, dan hak-
hak istri serta melindunginya dari segala bentuk kekerasan fisik atau verbal.
3) Hak untuk Berpartisipasi dalam Pengambilan Keputusan Keluarga
Istri memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang penting dalam
kehidupan keluarga, seperti keputusan pendidikan anak-anak, masalah keuangan, atau
pemilihan tempat tinggal. Suami diharapkan mendengarkan pendapat istri, menghargai
masukan dan saran yang diberikan, serta mencari kesepakatan bersama dalam keputusan
tersebut.
4) Hak untuk Memiliki Waktu Privat dengan Suami
Istri memiliki hak untuk memiliki waktu privat dengan suami tanpa gangguan dari pihak luar.
Hak ini mencakup hak untuk menjalin hubungan intim dengan suami dan menghabiskan
waktu bersama dalam suasana yang tenang dan penuh kasih sayang.
5) Hak untuk Mendapatkan Kasih Sayang dan Perhatian
Istri memiliki hak untuk menerima kasih sayang, perhatian, dan dukungan emosional dari
suami. Suami diharapkan memberikan perhatian yang cukup kepada istri, mendengarkan
dengan empati, serta berusaha memahami kebutuhan dan keinginan istri.
6) Hak untuk Mendapatkan Pendidikan dan Pengembangan Diri
Istri memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan, pengembangan diri, dan kesempatan untuk
mengejar minat atau karier yang sesuai dengan keyakinan dan kemampuannya. Suami
diharapkan mendukung istri dalam meraih potensi pribadinya dan memberikan kesempatan
yang setara.
Hak-hak istri dalam hukum keluarga Islam bertujuan untuk memberikan perlindungan,
keadilan, dan keseimbangan dalam hubungan suami-istri. Penting bagi suami untuk mengakui
dan menghormati hak-hak ini serta memastikan kesejahteraan dan kebahagiaan istri dalam
ikatan pernikahan.
Dalam konteks kewajiban dan hak dalam hukum keluarga Islam, penting bagi suami dan istri
untuk saling memahami dan menghormati peran dan hak masing-masing. Kewajiban suami
sebagai pemimpin keluarga harus dipenuhi dengan tanggung jawab yang adil, sedangkan istri
memiliki kewajiban dalam menjaga rumah tangga dan memberikan dukungan kepada suami.
Di sisi lain, suami memiliki hak untuk mendapatkan ketaatan dan penghormatan dari istri,
sedangkan istri memiliki hak untuk mendapatkan nafkah yang cukup, dihormati, dan
dilindungi.
Memahami dan menghormati kewajiban dan hak suami-istri adalah kunci untuk membangun
keharmonisan dalam hubungan suami-istri. Hal ini menciptakan keseimbangan, penghargaan,
dan rasa keadilan antara pasangan. Ketika setiap pasangan memenuhi kewajiban dengan baik
dan menghormati hak satu sama lain, hubungan dapat berkembang dengan baik dan mencapai
kebahagiaan. Pentingnya memahami dan menghormati kewajiban dan hak suami-istri terletak
pada menciptakan hubungan yang saling mendukung, saling menghargai, dan saling
melengkapi. Dengan memahami peran dan tanggung jawab masing-masing, pasangan dapat
bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama dan mengatasi hambatan dalam perjalanan
kehidupan bersama.
Dalam pernikahan dalam konteks hukum keluarga Islam, penting bagi suami dan istri untuk
terus belajar dan berkomunikasi tentang ajaran agama yang berkaitan. Dengan pendekatan
saling mendukung, menghormati perbedaan, dan mencari kesepakatan bersama dalam
pengambilan keputusan, pasangan dapat memperkuat ikatan suami-istri dan membangun
keluarga yang harmonis.
Dengan memahami dan menghormati kewajiban dan hak suami-istri, pasangan dapat
menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang, saling pengertian, dan saling mendukung
dalam pernikahan mereka. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan
dalam hubungan suami-istri, tetapi juga memberikan fondasi yang kuat bagi keluarga yang
bahagia dan harmonis secara keseluruhan.
E. PEMBINAAN KELUARGA ISLAMI

Merupakan sunnatullah bahwa segala sesuatu selalu bermula dari yang kecil. Tidak ada dalam
sejarah sesuatu bisa muncul menjadi besar tanpa diawali dari yang kecil.

Bangunan yang kokoh tidak mungkin berdiri megah jika tidak didukung oleh fondasi, pasir,
batu, dan semen yang cukup. Demikian pula dalam satu negara. Negara tidak akan menjadi baik
jika lingkungan terkecil penyusun negara, yakni keluarga, juga tidak baik.

Keluarga, menurut pandangan Islam, tidak hanya sebagai tempat berkumpulnya suami, istri, dan
anak. Tetapi lebih dari itu, keluarga memiliki fungsi dan peranan yang penting dalam
menentukan nasib suatu bangsa. Secara khusus Allah mengingatkan kepada kita dalam firman-
Nya, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu ..." (QS 66: 6).

Allah SWT juga menegaskan kerugian terbesar pada hari kiamat nanti adalah ketika kita
kehilangan keluarga yang kita sayangi. Perhatikan firman Allah, yang artinya, "Dan kamu akan
melihat mereka dihadapkan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina, mereka melihat
dengan pandangan yang lesu. Dan orang-orang yang beriman berkata, 'Sesungguhnya orang-
orang yang merugi ialah orang-orang yang kehilangan diri mereka sendiri dan keluarga
mereka pada hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya orang-orang yang zalim itu berada dalam
azab yang kekal'" (QS 42: 45).

Karena itu, perbaikan keluarga menjadi keharusan ketika kita hendak memperbaiki negara.
Langkah pertama dalam memperbaiki kualitas keluarga adalah dengan menanamkan nilai-nilai
ketauhidan dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini pula yang dilakukan dan
dicontohkan oleh para rasul dan nabi kepada keluarga, anak, dan istrinya.

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub, 'Hai
anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam'" (QS 2: 132).

Demikian pula dengan apa yang dicontohkan Luqman kepada anaknya. "Dan ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran, 'Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan adalah benar-benar kezaliman yang
besar'" (QS 31: 13).

Langkah kedua dengan menanamkan kebiasaan saling menasihati. Saling memberikan nasihat
selain sebagai bagian dari hak seorang Muslim terhadap Muslim lainnya juga merupakan salah
satu perilaku orang beriman (QS 90: 17, 103: 3).
Dengan membudayakan saling memberi nasihat, maka keluarga kita akan selalu terjaga dari
kemaksiatan dan kemunkaran serta akan terbina hubungan yang harmonis dan sakinah.

Kemudian langkah ketiga dengan memperbanyak doa serta memohon kebaikan dan keberkahan
dalam keluarga. Allah memberikan teladan melalui doa Ibadurrahman, "Ya Tuhan kami,
anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati, dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa" (QS 25: 74).
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
keluarga adalah satu kesatuan hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad nikah
menurut ajaran Islam. Dengan adanya ikatan akad pernikahan tersebut dimaksudkan anak dan
keturunan yang dihasilkan menjadi sah secara hukum dan agama

Perkawinan atau pernikahan pada dasarnya adalah suatu ikatan yang mengikat dua insan
manusia yang berlainan jenis untuk memenuhi hasrat kebutuhan jasmani dan rohaninya
dengan tujuan membentuk keluarga yang Islami sesuai dengan sunnah Allah swt. dan
Rasul.Rukun perkawinan secara lengkap yaitu adanya calon mempelai laki-laki muslim dan
perempuan muslim, Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan,
Dua orang saksi yang adil, Ijab-qabul dan Mahar sebagai pemberian mempelai laki-laki
kepada mempelai perempuan pada saat akad pernikahan.

Proses pembinaan keluarga dalam islam adalah dengan menumbuhkan sikap saling mengerti
dan memahami antar masing-masing anggota keluarga dalam melaksanakan hak dan
kewajibannya. Seorang muslim yang telah mempunyai kemampuan secara lahir dan bathin
hendaknya secepatnya untuk menikah. Karena pada dasarnya pernikahan merupakan salah
satu cara seseorang untuk mengindari perbuatan zina dan melindungi sebuah keturunan dari
ketidakpastian masa depannya.

Anda mungkin juga menyukai