Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas untuk mata pelajaran Agama,
dengan judul : “pernikahan dalam islam”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai tim penulis
manyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
baik dari sisi materi maupun penulisannya. Kami dengan rendah hati dan dengan
tangan terbuka menerima berbagai masukkan maupun saran yang bersifat
membangun yang di harapkan berguna bagi seluruh pembaca.
2
Daftar isi
JUDUL………………………………………………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………….3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………………………………………………4
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………………………………………5
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………….…….21
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………22
3
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga
dapat berarti ijab qobul ( akad nikah ) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditunjukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesuai peraturan yang diwajibkan oleh islam.
Pernikahan menurut syariat islam, mempunyai beberapa aspek, di antaranya aspek ibadah,
hokum dan sosial. Dari aspek ibadah, melaksanakan pernikahan berarti melaksanakan sebagian
dari ibadah, yang berarti pula menyempurnakan sebagian dari agama. Dari aspek hokum,
pernikahan yang sesuai dengan syariat islam merupakan suatu perjanjian yang kuat, yang
didalamnya mengandung suatu komitmen bersama dan menuntut adanya penunaian hak dan
kewajiban bagi keduanya. Sementara dari aspek sosial, pernikahan bertujuan membentuk
keluarga yang diliputi rasa saling cinta dan rasa kasih saying antarsesama anggota keluarga,
yang pada gilirannya terwujud sebuah komunitas masyarakat yang marhamah, dibawah
taungan Allah SWT yang baldatun tayyibatun warabbun ghafur.
Tujuan menikah dalam islam memiliki arti begitu dalam bagi allah swt dan nabi-Nya.
Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut suatu kesatuan yang
luhur dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan menikah dalam islam yang seharusnya
dipahami orang muslim.
4
B. Rumusan Masalah
5
BAB 2
Pembahasan
Namun yang perlu diketahui adalah kondisi kesehatan dan gizi bayi dipengaruhi oleh Moms
dan juga Dads.Itulah mengapa setiap pasangan yang hendak menikah harus memahami
terlebih dahulu akan hal itu.Dengan demikian, bidan diperlukan untuk mendampingi para calon
pengantin pada saat pra pernikahan.Sebelum menikah setiap pasangan diwajibkan melakukan
serangkaian cek pra nikah Tujuannya untuk mendeteksi apakah ada gangguan kesehatan yang
membahayakan pasangan atau keturunan di kemudian hari.Bidan bisa berperan untuk
memastikan kondisi kesehatan terutama bagi para perempuan. Pengasuhan kebidanan
diberikan kepada perempuan selama siklus kehidupan perempuan itu sendiri.
Sedangkan kata cinta dalam al-Quran disebut Hubb (mahabbah) dan Wudda (mawaddah), keduanya
memiliki arti yang sama yaitu menyukai, senang, menya-yangi.
Dijadikan indah pada (pandengan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-
wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)
(QS. 3/Ali Imran: 14).
6
Jadi Wudda (kasih sayang) diberikan Allah sebagai hadiah atas keimanan, amal sholeh manusia,
hal ini dipertegas lagi dalam firman Allah :
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah ia men-ciptakan untukmu dari jenismu sendiri,
supaya kamu cen-derung merasa tentram kepa-danya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang (QS. 30/Ar Rum: 21).
Dalam ayat ini pun Allah menggambarkan “cenderung dan tentram” yang dapat diraih dengan
pernikahan oleh masing-masing pasangan akan diberi hadiah (ja’ala) kasih sayang dan rahmat.
Dalam praktiknya, istilah pacaran dengan tunangan sering dirangkai menjadi satu. Muda-mudi
yang pacaran, kalau ada kesesuaian lahir-batin, dilanjutkan dengan tunangan. Sebaliknya, mereka yang
bertunangan biasanya diikuti dengan pacaran. Pacaran dimaksudkan sebagai proses mengenal pribadi
masing-masing pasangan, sedangkan tunangan itu adalah perjanjian untuk mengikat pernikahan, yang
seringkali ditandai dengan tukar cincin atau perkenalan antara kedua keluarga.
Namun yang menjadi persoalan dewasa ini terkadang pacaran itu dimaknai dengan bermesraan,
berpelukan, berciuman, dan bahkan sampai pada hubungan intim. Hal ini jelas bertentangan dengan
nilai adat, budaya, kemanusiaan yang beradab, dan tuntutan Islam. Semua perkara yang dapat
mendekatkan seseorang ke arah perzinaan, atau seks pranikah itu dilarang secara tegas.
C. Pacaran
Pacaran sangat sering didengar saat ini untuk menggambarkan hubungan laki-laki dan perempuan.
Islam telah mengatur bagaimana seharusnya hubungan laki-laki dan perempuan, lalu apakah terdapat
pacaran dalam Islam? Kata Pacaran dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti
(Purwodarminto, 1976):
1. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi
mereka.
2. Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk
berzina.
3. Pacaran berarti berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami
atau istri.
Pacaran menurut arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan nash:
7
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk.” (QS. al-Isra’ (17): 32)
Pernikahan merupakan sunnah Rasulullah shallallahu alayhi wasallam, dengan arti bahwa suatu
perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu alayhi wasallam agar kaum muslimin
melakukannya.
Pada umumnya suatu pernikahan terjadi setelah melalui beberapa proses, yaitu proses sebelum terjadi
akad nikah, proses akad nikah dan proses setelah terjadi akad nikah. Proses sebelum terjadi akad nikah
melalui beberapa tahap, yaitu tahap penjajakan, tahap peminangan dan tahap pertunangan. Tahap
penjajakan mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya, atau pihak
keluarga masing-masing. Rasulullah shallallahu alayhi wasallam memerintahkan agar pihak-pihak yang
melakukan pernikahan melihat atau mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya, berdasarkan hadits:
“Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang seorang
permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah engkau telah melihatnya? Laki-laki itu
menjawab: “Belum”. Berkata Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata
perempuan Anshar ada sesuatu.” (HR. an-Nasa’i, Ibnu Majah, at-Tirmizi, dan dinyatakannya sebagai
hadits hasan)
“Dari Anas ra. Rasulullah shallallahu alayhi wasallam memerintahkan (kaum muslimin) agar
melakukan pernikahan dan sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata: Kawinilah
olehmu wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan
banyaknya kamu di hari kiamat.”
Dari kedua hadits diatas dipahami bahwa ada masa penjajakan untuk memilih calon suami atau istri
sebelum menetapkan keputusan untuk malakukan peminangan. Penjajakan ini mungkin dilakukan oleh
pihak laki-laki atau pihak perempuan atau keluarga mereka. Jika dalam penjajakan ini ada pihak yang
diabaikan terutama calon istri atau calon suami maka yang bersangkutan boleh membatalkan pinangan
akan pernikahan tersebut, berdasarkan hadits:
“Dari Ibnu Abbas, ra, bahwasanya Rasululah shallallahu alayhi wasallam bersabda: Orang yang tidak
mempunyai jodoh lebih berhak terhadap (pernikahan) dirinya dibanding walinya, dan gadis dimintakan
perintah untuk pernikahannya dan (tanda) persetujuannya ialah diamnya.”
8
Dan hadist:
“Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya jariah seorang gadis datang menghadap rasulullah shallallahu alayhi
wasallam dan menyampaikan bahwa bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang laki-laki,
sedang ia tidak menyukainya. Maka Rsulullah shallallahu alayhi wasallam menyuruhnya untuk memilih
(apakah menerima atau tidak).”
Masa penjajakan ini dapat disamakan dengan masa pacaran menurut pengertian ketiga di atas.
Setelah masa pacaran dilanjutkan dengan masa meminang, jika peminangan diterima maka jarak antara
masa peminangan dan masa pelaksanaan akad nikah disebut masa pertunangan. Pada masa
pertunangan ini masing-masing pihak harus menjaga diri mereka masing-masing karena hukum
hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad nikah.
Rasulullah shallallahu alayhi wasallam memberi tuntunan bagi orang yang dalam masa pacaran atau
dalam masa pertunangan sebagi berikut:
1. Pada masa pertunangan antara mereka yang bertunangan dan pacaran adalah seperti
hubungan orang-orang yang tidak ada hubungan mahram atau belum melaksanakan
akad nikah, karena itu mereka harus:
2. Memelihara matanya agar tidak melihat aurat pacar atau tunangannya, begitu pula
wanita atau laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya.
3. Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina.
4. Dijaga dan diawasi oleh keluarga dari kedua belah pihak
Akan tetapi yang terjadi saat ini adalah pacaran yang bukan demikian akan tetapi adalah pacaran
sebagaimana pengertian 1 dan 2 yang jelas keharamanya. Sehingga kegiatan semacam ini hendaknya
dijauhi sebagaimana maksiat yang lainya. Untuk menjaga dari hal yang demikian dianjurkan sering
melakukan puasa-puasa sunat, kerena melakukan puasa itu merupakan perisai baginya. Hal diatas
dipahami dari hadits:
“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, Rasulullah shallallahu alayhi wasallam mengatakan kepada kami: Hai
sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah,
hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga
pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa
(sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai baginya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
9
D.Hukum Menikah
Pada dasarnya,hukum menikah adalah mubah atau sesuatu yang dibolehkan.Namun,hukum ini
bisa berubah jika dilihat dari situasi dan kondisi serta niat seseorang yang akan menikah. Hukum
Menikah menurut islam menjadi wajib bila seseorang telah mampu,baik secara fisik maupun finansial.
Sedangkan, bila ia tidak segera menikah di khawatirkan berbuat zina. Dasar hukum nikah menjadi
sunnah bila seorang menginginkan sekali punya anak dan tak mampu mengendalikan diri dan berbuat
zina, dan seorang boleh melakukan perkawinan dengan tujuan mencari kenikmatan.
3. Makruh
selanjutnya hukum nikah makruh.Hal itu terjadi bila seseorang akan menikah tetapi tidak
berniat memiliki anak,juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina.padahal,apabila ia menikah
ibadah sunahnya akan terlantar
4. Mubah
Seseorang yang hendak menikah tetapi ia mampu menahan nafsunya dari berbuat zina,maka
hukum nikahnya adalah mubah.sementara,ia belum berniat memiliki anak dan seandainya ia
menikah ibadah sunnahnya tidak akan terlantar
5. Haram
Hukum nikah menjadi haram jika ia menikah justru akan merugikan istrinya, karena ia tidak
mampu memberikan nafkah lahir dan batin.atau,jika menikah,ia akan mencari mata
pencaharian yang diharamkan oleh allah. Sementara, hukum menikah bagi wanita adalah wajib
Hukum menikah dalam Al-Qur'an,Barangsiapa menikah,maka ia telah menyempurnakan
separuh ibadahnya (agamanya).dan hendaklah ia bertakwah kepada Allah SWT dalam
memlihara yang sebagian sisanya.’’(HR.Thabrani dan Hakim).
Menurut hukum islam perkawinan adalah akad antara wali wanita calon istri dengan pria calon
suaminya. Akad nikah itu harus diucapkan oleh wali si wanita dengan jelas berupa ijab qabul dan
dilaksanakan dihadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat.
Dalam islam terdapat macam-macam pernikahan yang digolongkan berdasarkan hukum islam yang
berlaku.
10
Macam-macam pernikahan tersebut yaitu sebagai berikut:
Pernikahan Wajib (Az Zawaj Al Wajib)
Pernikahan yang Dianjurkan (Az Zawaj Al Mustahab)
3. Jenis Pernikahan yang Kurang atau Tidak Disukai (Az Zawaj Al Makruh)
4. Jenis Pernikahan yang Dibolehkan (Az Zawaj Al Mubah)
Jenis Pernikahan yang Diharamkan ( Larangan Keras)
Baik laki-laki maupun perempuan, harus memiliki 4 pertimbangan dan kriteria utama, antara lain :
1. Wajah, wajah ini menjadi salah satu kriteria yang penting. Tidak dapat dipungkiri bahwa
seseorang akan melihat fisik lebih dulu sebelum ingin mengenal lebih lanjut.Namun kriteria ini
jangan dijadikan prioritas.sebab cantik sifatnya subjektif.
2. Harta, mencari jodoh berdasarkan hartanya juga diperlukan.mapan dapat di jadikan salah satu
acuan dalam mencari jodoh.Tapi tetap saja mampu di jadikan prioritas,hal itu karena harta dan
kekayaan mempunyai batas.tidak abadi ataupun kekal.
3. Keturunan, keturunan merupakan salah satu kriteria yang harus di perhatikan dalam memilh
jodoh.Namun keturunan tidak dapat di jadikan acuan.
4. Agama, kriteria terakhir yaitu agama ,meskipun merupakan kriteria terakhir,kriteria satu ini
dikatakan paling penting oleh Nabi Muhammad SAW.Dalam memilih jodoh utamakan
agamanya.karena dengan agama kita akan mendapatkan semuanya.
G. Ta’aruf
Taaruf ialah perkenalan atau saling mengenal yang dianjurkan dalam agama Islam. Taaruf
berasal dari kata ta'arafa - yata'arafu yang artinya saling mengenal sebelum menuju jenjang pernikahan .
Khibtah ialah meminang atau lamaran, menawarkan diri untuk menikah. Secara syari, taaruf
merupakan perintah Rasulullah SAW untuk setiap pasangan yang memang ingin menikah. Dapat
11
dikatakan, taaruf ialah sebuah proses yang sangat sakral dan dapat dikatakan sangat mulia, karena ada
niat yang suci di baliknya, yakni untuk menikah.
Saat seseorang menjalin proses taaruf, baik pria maupun wanita memiliki kewajiban mencari tahun
sebanyak-banyaknya tentang satu sama lain dalam waktu yang singkat. Ini disebut dengan masa
penjajakan sebelum menikah.
Dalam QS. Al Hujurat ayat 13 telah diterangkan secara jelas mengenai taaruf:
ِ ارفُ ٓو ۟ا ۚ ِإنَّ َأ ْك َر َم ُك ْم عِ ن َد ٱهَّلل ُ ٰ َٓيَأ ُّي َها ٱل َّناسُ ِإ َّنا َخ َل ْق ٰ َن ُكم مِّن َذ َك ٍر َوُأن َث ٰى َو َج َع ْل ٰ َن ُك ْم
َ شعُوبًا َو َقبَٓاِئ َل لِ َت َع
َأ ْت َق ٰى ُك ْم ۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ َعلِي ٌم َخ ِبي ٌر
Perlu diingat, taaruf tak boleh terlalu lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Apabila dilakukan dalam
waktu lama, sangat merugikan pihak wanita.
Oleh sebab itu, apabila sudah mengambil keputusan untuk taaruf, maka segeralah menikah. Jarak ideal
taaruf dan khitbah yakni sekitar 1 sampai 3 minggu saja.
12
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal."
Tahapan Taaruf
1. Datangi Kedua Orang Tuanya
Dalam agama Islam, jika ada seorang pria tertarik dengan seorang wanita, maka ia sangat
dianjurkan untuk langsung datang menemui kedua orang tua wanita tersebut dan kemudian
menyampaikan niatnya.
2. Menjalin Komunikasi
Ketika taaruf, cukup saling bertanya beberapa hal seperti perihal dirinya. Misalkan apa hal yang
disukai atau tidak disukai. Dan tidak dianjurkan untuk sering bertemu atau saling berkirim pesan
terlalu sering. Apabila ingin bertemu, harus mengajak keluarga atau teman dekat ke rumah si
wanita agar pesan itu dapat disampaikan dengan jelas.
3. Tidak Berduaan (Tidak ber-Khalwat)
Setelah memperoleh restu dari orang tua wanita, bukan berarti dapat bertemu dan
mengajaknya jalan-jalan. Perlu diingat, pertemuan harus ditemani pihak ketiga.
4. Tundukkan Pandangan
Menundukkan pandangan maksudnya ialah menjaga pandangan agar tak dilepas begitu saja
tanpa kendali, agar menghindari hal yang tidak diinginkan jika bertemu.
5. Salat Istikharoh
Setelah mendapat foto dan data, salat istikharoh agar Allah SWT memberikan jawaban yang
terbaik. Saat melakukan salat istikharoh, ikhlaskan semua hasil pada Allah SWT dan jangan ada
kecenderungan terlebih dulu pada calon yang diinginkan. Luruskan niat bahwa menikah karena
ingin membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah dan wa rahmah.
6. Tentukan Waktu Khitbah (Lamaran)
Perlu diingat, taaruf tak boleh terlalu lama, bahkan sampai bertahun-tahun. Apabila dilakukan
dalam waktu lama, sangat merugikan pihak wanita.
13
H.KHITBAH
Khitbah adalah salah satu proses atau jembatan menuju pelaminan yang dianjurkan oleh Islam.
Walaupun tidak sama, akan tetapi khitbah menjadi salah satu proses yang hampir mirip dengan
tunangan. Jika dilihat dari segi bahasa, khitbah memiliki arti meminta, melamar, atau meminang
seorang perempuan untuk dijadikan sebagai seorang istri.
Dalam KHI atau Kompilasi Hukum Islam, khitbah adalah sebuah upaya untuk menuju ke arah
terwujudnya perjodohan antara laki-laki dan perempuan. Khitbah juga bisa dikatakan sebagai proses
laki-laki dalam meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi istrinya dengan cara menggunakan
hal yang umum dilakukan di masyarakat.
Pengertian Khitbah
Khitbah adalah salah satu prosesi lamaran dimana pihak dari keluarga laki-laki berkunjung ke rumah
calon mempelai perempuan. Di dalam pertemuan itu, pihak keluarga laki-laki akan mengungkapkan
tujuan datang ke rumah yaitu mengajak calon mempelai perempuan untuk membangun rumah tangga
atau menikah. Permohonan tersebut dapat disampaikan langsung oleh calon mempelai laki-laki atau
juga bisa disampaikan oleh perwakilan dari pihak keluarga yang dipercaya dan sesuai dengan ketentuan
agama. Dalam proses khitbah, pihak perempuan hanya perlu menjawab “iya” atau “tidak”.
Apabila calon mempelai perempuan menyetujui khitbah tersebut, maka dirinya bisa disebut sebagai
makhthubah, yaitu berarti perempuan yang sudah resmi dilamar oleh laki-laki. Dengan begitu,
perempuan tersebut tidak diizinkan untuk menerima lamaran dari laki-laki lain.
Berikut ini adalah beberapa syarat yang harus kamu lakukan sebelum melakukan
khitbah.
1. Mengerti dan pernah bertemu atau melihat alon mempelai perempuan
2. Calon Mempelai Perempuan Sedang Tidak Di Dalam Proses Khitbah Dengan Laki-laki Lain
Hal tersebut berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW, “Seorang laki-laki tidak
diperbolehkan melamar seorang perempuan yang sudah dilamar oleh saudaranya.”
(HR. Ibnu Majah)
3. Pihak Perempuan Diperbolehkan Menerima Maupun Menolak Laki-laki yang Melamarnya.
Ketika melamar, ada baiknya jika calon perempuan ditanya dan ditunggu jawabannya
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan supaya tidak ada paksaan yang terjadi dalam proses
khitbah tersebut.
4. Tidak Diizinkan Melamar Perempuan yang Sedang Berada di Dalam Masa Iddah
Perempuan yang sedang berada di dalam masa iddah atau baru saja ditinggal mati,
diceraikan oleh suaminya, mempunyai waktu jeda yang tidak diperbolehkan menikah lagi.
14
Apabila masa iddahnya belum selesai, maka pihak laki-laki harus menunggu dulu dan
dilarang melamarnya secara terus terang.
5. Memilih Pasangan yang Sesuai Dengan Ajaran Rasulullah
Menurut penuturan beberapa ulama besar, khitbah digolongkan sebagai pendahuluan dan
persiapan sebelum dilaksanakannya pernikahan. Melakukan khitbah yang mengikat seorang perempuan
sebelum memutuskan untuk menikah hukumnya adalah mubah atau diperbolehkan. Selama syarat dan
ketentuan khitbah bisa terpenuhi sesuKhitbah diizinkan di dalam Islam karena bertujuan untuk
mengetahui kerelaan dari pihak perempuan yang akan dipinang. Sekaligus sebagai proses janji bahwa
pihak laki-laki serius akan mempersunting perempuan tersebut sebagai istri.
Berikut ini adalah beberapa syarat bagi perempuan yang diperbolehkan untuk di khitbah, antara lain:
1. Dapat dilakukan kepada para perempuan yang masih lajang atau janda yang sudah selesai
masa iddahnya.
2. Perempuan yang tidak sedang dalam masa iddah. Di dalam Alquran Allah SWT berfirman:
“Dan suaminya berhak rujuk kepada kepada mantan istri dalam masa penantian tersebut,
apabila para suami menghendaki ishlah. (QS Al-Baqarah: 228)
3. Perempuan bukanlah mahram bagi laki-laki lain
4. Perempuan yang tidak atau belum dilamar oleh seorang laki-laki. Rasulullah SAW bersabda:
“Janganlah kamu (seorang laki-laki) meminang seorang perempuan yang sudah dipinang
saudaranya. Sebelum laki-laki tersebut meninggalkan perempuan itu atau sudah
mengizinkannya. (HR Abu Hurairah)
I. Akad nikah
15
Akad nikah adalah acara inti dari seluruh rangkaian proses pernikahan. Akad nikah dimaknai sebagai
perjanjian antara wali dari mempelai perempuan dengan mempelai laki-laki dengan paling sedikit
dua orang saksi yang mencukupi syarat menurut syariat agama.
Dengan adanya akad nikah, maka hubungan antara dua insan yang sudah bersepakat untuk hidup
berumah tangga diresmikan di hadapan manusia dan Tuhan.
Pernikahan juga harus melalui prosesi dari pihak KUA agar sah di mata hukum. Diantaranya:
1. Pembukaan
2. Khotbah nikah
3. Ijab kabul
4. Doa nikah
6. Penutup
Kehidupan suami-istri adalah kehidupan yang sarat dengan ketenangan, ketenteraman, kasih sayang
dan persahabatan. Interaksi suami-istri tegak di atas prinsip ta’awun (tolong-menolong), saling
menopang, bersahabat, harmonis, menyegarkan, tidak kaku dan formalistik. Hubungan suami-istri
adalah interaksi yang penuh kehangatan, kesejukan dan jauh dari kekakuan.
Kepemimpinan seorang suami di dalam rumah tangga adalah kepemimpinan yang bersifat mengatur
dan melayani (ri’ayah), bukan kepemimpinan diktator layaknya seorang penguasa yang selalu
16
menggunakan pendekatan kekuasaan. Seorang istri juga diwajibkan taat kepada suami dalam batas-
batas yang telah ditetapkan syariah. Adapun suami diwajibkan memberi nafkah kepada istri dengan
cara yang makruf.
Pasal ini didasarkan pada nas-nas al-Quran dan as-Sunnah yang menjelaskan hakikat kehidupan suami-
istri, hak dan kewajiban, serta sifat interaksi di antara keduanya. Di dalam al-Quran, Allah SWT
menjelaskan bahwa ikatan suami-istri ditetapkan untuk melahirkan ketenangan (sakinah):
Dialah Yang menciptakan kalian dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya agar dia
merasa senang kepadanya (TQS al-A’raf [7]: 189).
٢١ َت لِّقَ ۡو ٖم يَتَفَ َّكرُون َ ِق لَ ُكم ِّم ۡن َأنفُ ِس ُكمۡ َأ ۡز ٰ َو ٗجا لِّت َۡس ُكنُ ٓو ْا ِإلَ ۡيهَا َو َج َع َل بَ ۡينَ ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚةً ِإ َّن فِي ٰ َذل
ٖ َك أَل ٓ ٰي َ ََو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِٓۦه َأ ۡن َخل
Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian
sendiri supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan Dia jadikan di antara kalian rasa
kasih dan sayang. Sungguh pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
bagi kaum yang berpikir (TQS ar-Rum [30]: 21).
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf (TQS al-
Baqarah [2]: 228).
Imam al-Qurthubi menjelaskan makna ayat ini dengan mengutip sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas ra.
yang berkata, “Maknanya, para istri memiliki hak mendapatkan persahabatan dan pergaulan yang baik
17
dari suami-suami mereka sebagaimana kewajiban mereka taat kepada suami-suami mereka dalam
perkara-perkara yang diwajibkan atas diri mereka.” (Al-Qurthubi, Al-Jami` li Ahkam al-Qur’an, 3/123-
124. Maktabah Syamilah).
َ ق هللاَ فِى النِّ َسا ِء فَِإنَّ ُك ْم َأخ َْذتُ ُموْ ه َُّن َوا ْستَحْ لَ ْلتُ ْم فُر
ُِوجه َُّن بِ َكلِ َم ِة هللا ُ َّفَات
Bertakwalah kalian kepada Allah dalam (urusan-urusan) wanita (istri). Sungguh kalian telah mengambil
mereka dengan amanah dari Allah dan kalian telah menghalalkan kemaluan-kemaluan mereka dengan
kalimat Allah (HR Muslim).
Yang terbaik di antara kalian adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluarganya. Aku
adalah yang terbaik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku (HR at-Tirmidzi).
Yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istri mereka (HR at-Tirmidzi).
Baginda Nabi saw. adalah orang yang paling baik dalam mempergauli keluarganya. Beliau setelah selesai
shalat Isya’, misalnya, biasa mengobrol sebentar dengan keluarganya sebelum beranjak ke peraduan.
Beliau senantiasa menghibur mereka dengan obrolan-obrolan.
18
Nas-nas di atas menunjukkan bahwa seorang suami berkewajiban menciptakan kehidupan rumah
tangga yang dipenuhi keamanan, ketenangan dan ketenteraman. Di dalam Tafsir al-
Qurthubi diriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas ra. berkata, “Sungguh, aku akan berhias untuk istriku
sebagaimana dia berhias untukku. Aku tidak suka mengambil seluruh hakku kepada dia sehingga dia
meminta haknya kepadaku. Sebab, Allah SWT telah berfirman (yang artinya): Para wanita mempunyai
hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf (TQS al-Baqarah [2]: 228).
Maksudnya adalah berhias yang tidak berdosa.” (Al-Qurthubi, Tafsir Qurthubi, 3/123. Maktabah
Syamilah).
Dalam hal kepemimpinan rumah tangga, kepemimpinan tersebut bersifat mengatur dan melayani
(ri’ayah), bukan kepemimpinan layaknya seorang penguasa. Di dalam al-Quran Allah SWT berfirman:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita (TQS an-Nisa‘ [4]: 34).
Kepemimpinan (al-qawamah) di dalam ayat ini merupakan kepemimpinan yang mengatur dan melayani
(ri’ayah), bukan kepemimpinan instruksional dan penguasaan. Menurut bahasa Arab, makna
kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan (qawamah ar-rijal ‘ala an-nisa`) adalah (al-infaq
‘alayha wa al-qiyam bi ma tahtajuhu: menafkahi istri dan memenuhi apa yang ia butuhkan.”
Makna literal ini digunakan pula pada makna syar’i dari kata al-qawamah. Atas dasar itu, makna
kepemimpinan seorang laki-laki atas perempuan adalah kepemimpinan untuk menegakkan urusan-
urusan wanita.”
Adapun dalam karakter perlakuan dan pergaulan suami-istri yang ditetapkan syariah adalah ‘isyrah
shuhbah (pergaulan yang penuh dengan persahabatan). Di dalam al-Quran, Allah SWT mensifati istri
dengan sebutan shahibah (Lihat: QS ‘Abasa [80]: 36).
Adapun dalam hal ketaatan, Allah SWT memerintahkan istri untuk taat kepada suami dan
mengharamkan nusyuz (membangkang kepada suami) (Lihat: QS an-Nisa‘ [4]: 34).
19
َّ َوالَ ت َِج ُد ا ْم َرَأةٌ َحالَ َوةَ ْاِإل يْما َ ِن َحتَّى تَُؤ دِّي َح،ت ْال َمرْ َأة َأ ْن تَ ْس ُج َد لِ َزوْ ِجهَا ِم ْن َع ِظي ِْم َحقِّ ِه َعلَ ْيهَا
ق ُ ْت َأ َحدًا َأ ْن يَ ْس ُج َد َأِل َح ٍد َأِل َمر
ُ ْلَوْ َأ َمر
Andai aku diperbolehkan memerintahkan seseorang untuk sujud (menyembah) kepada orang lain,
niscaya aku memerintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya karena begitu besarnya hak
suami atas istrinya. Seorang wanita tidak akan merasakan manisnya iman hingga ia memenuhi hak
suaminya walaupun suami meminta dirinya, sedangkan ia sedang berada di atas kendaraan.” (HR al-
Hakim).
BAB 3
20
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga
dapat berarti ijab qobul ( akad nikah ) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang
manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditunjukan untuk melanjutkan ke pernikahan,
sesuai peraturan yang diwajibkan oleh islam.
Tujuan menikah dalam islam memiliki arti begitu dalam bagi allah swt dan nabi-Nya. Sebuah
pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut suatu kesatuan yang luhur
dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan menikah dalam islam yang seharusnya
dipahami orang muslim.
21
Daftar Pustaka
https://nakita.grid.id/read/023293143/peran-bidan-di-pra-pernikahan-berikan-pengasuhan-
bagi-para-calon-pengantin-agar-sehat-dan-layak-memiliki-momongan
https://www.tribunnews.com/pendidikan/2022/05/08/5-hukum-menikah-dalam-islam-dari-
wajib-sunah-hingga-haram
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6033310/detikkultum-ustaz-dasad-latif-4-kriteria-
saat-memilih-jodoh-mana-yang-utama
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6033310/detikkultum-ustaz-dasad-latif-4-kriteria-
saat-memilih-jodoh-mana-yang-utama
https://m.merdeka.com/trending/apa-itu-taaruf-ketahui-pengertian-manfaat-beserta-
tahapannya-kln.html
https://wolipop.detik.com/wedding-news/d-4836484/pengertian-khitbah-atau-lamaran-dan-
tata-caranya-sesuai-sunnah
https://www.inews.id/lifestyle/muslim/tata-cara-akad-nikah-menurut-ajaran-islam
https://kepri.kemenag.go.id/page/det/hak-dan-kewajiban-suami-istri-dalam-kehidupan-rumah-
tangga
22