Anda di halaman 1dari 14

“ CALON PENGANTIN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN ”

Dibuat untuk bahan diskusi kelas dan memenuhi tugas fiqh munakahat

Dosen Pengampu :

Muhammad Irfan S.H.I, M.S.Y

Disusun oleh:

Ari Saputra Efendi

NPM. 2021020418

Pebrizio Sandy

NPM. 2021020143

Muhammad Faiz

NPM. 2021020458

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIASYAH SYARIAH)

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SAW, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulisan makalah berjudul "CALON PENGANTIN LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kami meminta kritik dan saran pembaca guna sempurnanya makalah ini. Kami juga
menyadari penyelesaian penulisan makalah ini bukan semata-mata atas usaha sendiri,
melainkan karena bantuan, bimbingan, serta petunjuk berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ucapkan terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, serta petunjuk yang diberikan.

Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
kita tentang seberapa pentingnya penggunaan tanda baca yang benar sesuai dengan EYD.
Kami sadar dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa kekurangan. Akan tetapi
kami yakin makalah ini dapat bermanfaat buat kita semua. Selamat membaca ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini

Sekian , Terima kasih

Wassalamu’alaikum WR. Wb.

Bandar Lampung, 10 November


2021

Penulis

2
3
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4

A. Latar Belakang..............................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5

C. Tujuan Masalah............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6

A. Pengertian Calon Pengantin.........................................................................................6

B. Tujuan Calon pengantin laki-laki Dan perempuan...................................................6

C. Syarat Calon Pengantin................................................................................................9

BAB III PENUTUP................................................................................................................11

A. Kesimpulan..................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................13

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi kaum muslimin. Dalam
undang-undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang wanita dan seorang pria sebagai suami isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan
Yang Maha Esa.” Sedang dalam Kompilasi Hukum Islam “perkawinan yang sah
menurut hukum Islam merupakan pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan
ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”

Dari pengertian di atas dalam artian lain dalam pernikahan pasti wajib adanya
calon pengantin baik laki atau pun perempuan, pernikahan memiliki tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga calon baik suami maupun
isteri harus saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material. 3 Hal
ini sejalan dengan firman Allah yang artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-
Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
orang kaum yang berfikir.”(QS. Ar-Rum: 21) Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam
Islam perkawinan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan seksual seseorang secara
halal serta untuk melangsungkan keturunannya dalam suasana saling mencintai
(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah) antara suami isteri.

Jadi, pada dasarnya perkawinan merupakan cara penghalalan terhadap


hubungan antar kedua lawan jenis, yang semula diharamkan, seperti memegang,
memeluk,mencium dan hubungan intim. Dalam ilmu pengetahuan, perkawinan
memiliki multi dimensi diantaranya dimensi sosiologis dan psikologis, secara
sosiologis perkawinan merupakan cara untuk melangsungkan kehidupan umat
manusia di muka bumi, karena tanpa adanya regenerasi, populasi manusia di bumi ini
akan punah. Sedangkan secara psikologis dengan adanya perkBaBinan, kedua insan
suami dan isteri yang semula merupakan orang lain kemudian menjadi satu. Mereka

5
saling memiliki, saling menjaga, saling membutuhkan, dan tentu saja saling mencintai
dan saling menyayangi, sehingga terwujud keluarga yang harmonis.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Calon Pengantin?
2. Apa Tujuan dari Calon Pengantin Laki-laki dan Perempuan?
3. Apa saja Syarat-syarat Calon Pengantin?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari calon pengantin
2. Untuk mengetahui tujuan calon pengantin laki-laki Dan perempuan
3. Untuk mengetahui syarat calon pengantin

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Calon Pengantin

Menurut Kemenag RI (2018) calon pengantin adalah pasangan yang akan


melangsungkan pernikahan. Calon pengantin dapat dikatakan sebagai pasangan yang
belum mempunyai ikatan, baik secara hukum Agama ataupun Negara dan pasangan
tersebut berproses menuju pernikahan serta proses memenuhi persyaratan dalam
melengkapi data-data yang diperlukan untuk pernikahan (Depag surabaya, 2010).
CATIN atau Calon Pengantin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan
istilah yang digunakan pada wanita usia subur yang mempunyai kondisi sehat
sebelum hamil agar dapat melahirkan bayi yang normal dan sehat serta Calon
Pengantin laki-laki yang akan diperkenalkan dengan permasalahan kesehatan
reproduksi dirinya serta pasangan yang akan dinikahinya (KBBI, 2019).
Calon Pengantin adalah terdiri dari dua kata yaitu calon dan pengantin, yang
memiliki arti sebagai berikut, “Calon adalah orang yang akan menjadi pengantin”.
Sedangkan “Pengantin adalah orang yang sedang melangsungkan pernikahannya”.
Jadi calon pengantin adalah seorang laki-laki dan seorang perempuan yang ingin atau
berkehendak untuk melaksanakan pernikahan. Dengan kata lain calon pengantin ini
adalah peserta yang akan mengikuti bimbingan pranikah yang diadakan oleh Kantor
Urusan Agama sebelum calon pengantin ini akan melangsungkan akad nikah (Mia
fatmawati, 2016).

B. Tujuan Calon pengantin laki-laki Dan perempuan

Tujuan Calon pengantin laki-laki Dan perempuan menurut agama Islam ialah
untuk memenuhi petunjuk Agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
keluarga; sejahtera Artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin disebabkan
terpenuhinya keperluan Hidup dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni
kasih sayang antar Anggota keluarga. Memperhatikan uraian Imam Al-Ghazali dalam
Isyanya tentang faedah Melangsungkan pernikahan, maka tujuan pernikahan itu dapat
dikembangkan Menjadi lima yaitu:

7
1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
Naluri manusia mempunyai kecenderungan untuk mempunyai
Keturunan yang sah keabsahan anak keturunan yang diakui oleh dirinya
Sendiri, masyarakat, negara dan kebenaran keyakinan agama Islam Memberi
jalan untuk itu. Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan
oleh Kehadiran anak-anak. Anak merupakan buah hati dan belahan jiwa.
Banyak hidup rumah tangga kandas karena tidak mendapat karunia anak.
Anak sebagai keturunan bukan saja menjadi buah hati, tetapi juga Sebagai
pembantu-pembantu dalam hidup di usia, bahkan akan memberi Tambahan
amal kebajikan di akhirat nanti, manakala dapat mendidiknya Menjadi anak
yang Shaleh.

2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan


Menumpahkan kasih sayangnya.
Sudah menjadi kodrat ibadah Allah SWT, manusia diciptakan
Berjodoh-jodoh dan diciptakan oleh Allah SWT mempunyai keinginan Untuk
berhubungan antara pria dan wanita. Al-Quran dilukiskan bahwa Laki-laki dan
perempuan bagaikan pakaian, artinya yang satu memerlukan Yang lain.
Sebagaimana tersebut pada surat Al-Baqarah ayat 187 Artinya: “Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur Dengan istri-istri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan Kamu pun adalah pakaian bagi mereka.
Allah mengetahui bahwasanya Kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena
itu Allah mengampuni kamu Dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang
campurilah mereka dan Ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan
Makan minumlah Hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
Yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,
(tetapi) Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam
Mesjid. Itulah larangan Allah, Maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya
Mereka bertakwa.”(QS. Al-Baqarah (2):187). Di samping perkawinan untuk
pengaturan naluri seksual juga Untuk menyalurkan cinta dan kasih sayang di
kalangan pria dan wanita Secara harmonis dan bertanggungjawab. Pernikahan

8
mengikat adanya Kebebasan menumpahkan cinta dan kasih sayang secara
harmonis dan Bertanggungjawab melaksanakan kewajiban

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan


Kerusakan
Ketenangan dapat ditunjukkan melalui perkawinan. Orang-orang Yang
tidak melakukan penyalurannya dengan perkawinan akan Mengalami
ketidakwajaran dan dapat menimbulkan kerusakan, entah Kerusakan dirinya
sendiri ataupun orang lain karena manusia mempunyai Nafsu, sedangkan
nafsu itu condong untuk mengajak kepada perbuatan Yang tidak baik,
sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT. Yang Artinya: “dan aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali Nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”(QS. Yusuf (12): 53). Dorongan nafsu yang utama ialah nafsu
seksual, karenanya perlulah Menyalurkan dengan baik, yakni pernikahan.
Pernikahan dapat Mengurangi dorongan yang kuat atau dapat mengembalikan
gejolak Nafsu seksual.

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak


Serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
Kekayaan yang halal.
Hidup sehari-hari menunjukkan bahwa orang-orang yang belum
Berkeluarga tindakannya sering masih dipengaruhi oleh emosinya Sehingga
kurang mantap dan kurang bertanggungjawab. Demikian pula Dalam
menggunakan hartanya, orang-orang yang telah berkeluarga lebih Efektif dan
hemat, karena mengingat kebutuhan keluarga di rumah. Rasa tanggung jawab
akan kebutuhan itu mendorong semangat Untuk mencari rezeki sebagai bekal
hidup sekeluarga dan hidupnya tidak Hanya untuk dirinya, tetapi untuk diri
dan keluarganya. Suami istri yang pernikahan didasarkan pada pengalaman
agama, Jerih payah dalam usahanya dan upayanya mencari keperluan
hidupnya Dan keluarga yang dibina dapat digolongkan ibadah dalam arti luas.

9
Dengan demikian, melalui rumah tangga dapat ditimbulkan gairah Bekerja dan
bertanggung jawab serta berusaha mencari harta yang halal.

5. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang


tenteram Atas dasar cinta dan kasih sayang.
Dalam hidupnya manusia memerlukan ketenangan dan Ketenteraman
hidup. Ketenangan dan ketenteraman untuk mencapai Kebahagian.
Kebahagiaan masyarakat dapat dicapai dengan adanya Ketenangan dan
ketenteraman anggota keluarga dalam keluarganya. Ketenangan dan
ketenteraman keluarga tergantung dari keberhasilan Pembinaan yang harmonis
antara suami istri dalam satu rumah Tangga. Keharmonisan diciptakan oleh
adanya kesadaran anggota keluarga Dalam menggunakan hak dan pemenuhan
kewajiban. Allah menjadikan Unit keluarga yang dibina dengan pernikahan
antar suami istri dalam Membentuk ketenangan dan ketenteraman serta
mengembangkan cinta Dan kasih sayang sesama warganya. Hasil penelitian
para sosiolog dan antropolog membuktikan bahwa Pada masyarakat kuno
sebagaimana primitifnya juga terdapat hukum. Selama ada masyarakat,
masyarakat besar maupun kecil, selalu diikuti Oleh hukum. Termasuk ke
dalam masyarakat kecil adalah keluarga yang umum disebut sebagai “unit
terkecil” dalam masyarakat. Jika demikian halnya, dapatlah disimpulkan
bahwa setiap bidang hukum termasuk hukum keluarga, pasti memiliki fungsi
atau kedudukan.Adapun tujuan dari persyaratan hukum keluarga Islam bagi
keluarga muslim secara ringkas ialah untuk mewujudkan kehidupan keluarga
muslim yang sakinah, yakni keluarga muslim yang bahagia dan sejahtera.
Tentu sejahtera dalam konteks yang sangat luas mengingat ruang-lingkup
hukum keluarga itu sendiri, tidak hanya identik dengan hukum perkawinan
dan hal-hal lain yang bertalian dengannya, akan tetapi juga mencakup perihal
kewarisan dan wasiat di samping perwalian dan pengampuan/ pengawasan (al-
hajr).

C. Syarat Calon Pengantin

10
Syarat-syarat nikah merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Apabila syarat-
syaratnya terpenuhi, maka pernikahan itu sudah sah dan Menimbulkan adanya segala
hak dan kewajiban sebagai suami istri.Pada garis besar syarat-syarat sahnya
pernikahan itu ada dua:
1. Mempelai perempuannya halal dinikah oleh laki-laki yang ingin
Menjadikannya istri. Jadi, perempuannya itu bukan merupakan orang Yang
haram dinikahi. Baik karena haram dinikahi untuk sementara Maupun untuk
selama-lamanya. Akad nikahnya dihadiri para saksi. Dalam pelaksanaan
pernikahan ada beberapa syarat bagi kedua Pihak yang melaksanakan akad
(lelaki dan perempuan), dan beberapa Syarat dalam sighat (ijab dan qabul).
2. Syarat-syarat kedua belah pihak yang melakukan akad

Kedua belah pihak disyaratkan dua hal:

a. Mampu melaksanakan: orang yang melaksanakan akad bagi dirinya


Maupun orang lain harus mampu melakukan akad.. syarat itu cukup
Dengan adanya sifat tamyiz.
b. Mendengar perkataan orang lain. Masing-masing kedua belah pihak
Harus mampu mendengar perkataan yang lain, sekalipun secara
hukmi Saja.
3. Syarat-syarat pada Laki-laki
a. Calon suami beragama Islam
b. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
c. Orangnya diketahui dan tertentu.
d. Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri
e. Calon suami rela (tidak paksa) untuk melakukan perkawinan itu.
f. Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu betul
Calon istrinya halal baginya.
g. Tidak sedang melakukan ihram.
h. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
i. Tidak sedang mempunyai istri empat
4. Syarat-syarat pada perempuan
a. Harus benar-benar berjenis kelamin perempuan

11
b. Hendaknya perempuan tersebut jelas-jelas tidak diharamkan atas
Lelaki yang mau menikahinya. Oleh karenanya, pernikahan tidak
sah Dilakukan dengan mahram.
c. Beragama Islam atau ahli Kitab.
d. Wanita itu tentu orangnya
e. Wanita itu tidak dalam ikatan pernikahan dan tidak masih dalam idah
f. Tidak dipaksa/ ikhtiar
g. Tidak dalam keadaan ihram atau umrah

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Calon Pengantin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan istilah


yang digunakan pada wanita usia subur yang mempunyai kondisi sehat sebelum hamil
agar dapat melahirkan bayi yang normal dan sehat serta Calon Pengantin laki-laki
yang akan diperkenalkan dengan permasalahan kesehatan reproduksi dirinya serta
pasangan yang akan dinikahinya.
Tujuan Calon pengantin laki-laki Dan perempuan menurut agama Islam ialah
untuk memenuhi petunjuk Agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera dan bahagia.
1. Syarat-syarat pada Laki-laki
- Calon suami beragama Islam
- Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul laki-laki
- Orangnya diketahui dan tertentu.
- Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri
- Calon suami rela (tidak paksa) untuk melakukan perkawinan itu.
- Calon mempelai laki-laki tahu/ kenal pada calon istri serta tahu betul
Calon istrinya halal baginya.
- Tidak sedang melakukan ihram.
- Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri.
- Tidak sedang mempunyai istri empat

12
2. Syarat-syarat pada perempuan
- Harus benar-benar berjenis kelamin perempuan
- Hendaknya perempuan tersebut jelas-jelas tidak diharamkan atas
Lelaki yang mau menikahinya. Oleh karenanya, pernikahan tidak
sah Dilakukan dengan mahram.
- Beragama Islam atau ahli Kitab
- Wanita itu tentu orangnya
- Wanita itu tidak dalam ikatan pernikahan dan tidak masih dalam idah
- Tidak dipaksa/ ikhtiar
- Tidak dalam keadaan ihram atau umrah

13
DAFTAR PUSTAKA

Adji, Sution Usman, 1989, Kawin Lari dan Antar Agama, Yogyakarta: Liberty.

Ahmad, Rofiq, 2001, Amiruddin & Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode
Penelitian Hukum, Mataram: Divisi Buku Perguruan Tinggi PT. Raja
Grafindo.

Dimyati, Khudzaifah dan Kelik Wardiono, 2004, Metode Penelitian Hukum,


Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Eoh O.S, 2001, Perkawinan Antar Agama dalam Praktek dan Teori, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Eddie Siregar, Eddie, 2012, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Jakarta: Sekertaris Jenderal MPR RI.

Ghozali, Abdul Rahman, 2003, Fiqh Munakahat, Jakarta: Prenada Media Group.

Hamid, Andi Tahir, 2005 Beberapa Hal Baru Tentang Peradilan Agama Dan
Bidangnya, Jakarta: Sinar Grafika.

14

Anda mungkin juga menyukai