MUNAKAHAT (PERNIKAHAN)
Nama Anggota:
Akbar Jati Laksono 2115013006
Marcel N. F 2115013027
Sinta Valentina 2115013004
Yunita 2115013003
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun dengan selesai. Makalah Pendidikan Agama Islam dengan judul “Munakahat
(pernikahan)”” Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan materi untuk
diajarkan di dalam kelas ataupun di luar kelas.
Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalamnya.
Mengingat kemampuan yang kami miliki. Dan untuk itu kritik beserta saran dari semua pihak
bisa membantu untuk menyempurnakan makalah ini.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yag telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini. Dan semoga Allah SWT meridhoi segala usaha yang kami kerjakan. Aamiin.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.......................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................2
1.3 TUJUAN...........................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN,HUKUM, DAN TUJUAN MUNAKAHAT (PERNIKAHAN)
.................................................................................................................4
A PENGERTIAN PERNIKAHAN..................................................4
B. DASAR HOKUM PERNIKAHAN............................................5
C. HUKUM NIKAH........................................................................6
D. SYARAT-SYARAT DAN RUKUN NIKAH.............................7
E. TUJUAN NIKAH........................................................................8
2.2 SYARAT MENIKAH DALAM ISLAM.......................................10
2.3 PERSIAPAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM.........................11
2.4 PEREMPUAN YANG HALAL DAN TIDAK UNTUK DINIKAHI
.................................................................................................................12
2.5 PELAKSANAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM.....................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERNIKAHAN
Istilah “nikah” berasal dari bahasa Arab “ Nakaha” sedangkan menurut istilah bahasa
Indonesia adalah “perkawinan”. Bahasa ini kerap kali dibedakan antara “nikah” dan “kawin”
akan tetapi pada prinsipnya antara“pernikahan” dan “perkawinan” hanya berbeda di dalam
menurut akal kita saja. Apabila ditinjau dari segi hukum nampak jelas bahwa pernikahan atau
perkawinan adalah suatu akad suci dan luhur antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab
sahnya status sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual dengan tujuan mecapai
keluarga sakinah, penuh kasih sayang, kebajikan dan saling menyantuni.
Nikah, menurut bahasa: al-jan‟u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Makna nikah
(zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan
(wath‟u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang hampir sama dengan di atas juga
dikemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kita nikah berasal dari bahasa Arab “nikahun” yang
merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi‟il madhi)
“nakaha”sinonimnya“tazawwaja”kemudian diterjemah dalam bahasa Indonesia sebagai
perkawinan. Kata nikah sering juga dipergunakan sebab telah masuk dalam bahasa Indonesia.
Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa berati membentuk keluarga dengan
lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Berasal dari kata an-nikah yang
menurut bahasa berarti mengumpulkan, saling memasukkan, dan wathi atau bersetubuh.
Sedangkan menurut Sayid Sabiq, perkawinan merupakan suatu sunatullah yang berlaku pada
semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan”.
Menurut para ulama fiqh mendefinisikan perkawinan sebagai berikut, yakni:
1. Mazhab Syafi‟i, nikah menurut arti aslinya akad yang dengannya menjadi halal hubungan
antara pria dan wanita, sedangkan menurut majazi adalah setubuh. Sementara menurut zauj, yang
menyimpan arti memiliki. Artinya dengan pernikahan, seseorang dapat memiliki atau
mendapatkan kesenangan dari pasangannya,
2. Mazhab Hanafi mengartikan perkawinan adalah akad yang memberikan faedah untuk
melakukan mut‟ah secara sengaja artinya kehalalan seorang laki-laki untuk melakukan
beristimta‟ dengan seorang wanita selama tidak ada faktor yang menghalangi sahnya pernikahan
tersebut secara syar‟i. Artinya, seorang laki-laki dapat menguasai perempuan dengan seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan kesenangan dan kepuasan
3
3. Mazhab Maliki mengartikan perkawinan adalah suatu akad yang mengandung arti mut‟ah
untuk mencapai kepuasan dan tidak mewajibkan adanya harga.
Adapun menurut para ahli hukum memberikan beragam pengertian atau definisi
pernikahan yaitu sebagai berikut:
1. Ahmad Azhar Bashir merumuskan: nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk
mengikatkan dari antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin
antara kedua belah pihak, dengan dasar kesukaarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk
mengujutkan suatu kebahagian hidup berkeluarga meliputi rasa kasih sayang dan ketenteraman
dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah.
2. Mahmud Yunus, merumuskan: perkawinan adalah akad antara calon laki istri untu memenuhi
hajat jenisnya menurut uyan diatur oleh syariat. Akad dalah ijab dari pihak wali perumpuan atau
wakilnya dan kabul dari calon suami atau wakilnya.
3. Sulaiman Rasyid, merumuskan: perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolongan antar seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan diantara keduanya bukan muhrim.
4. Abdul Sidik: perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dan perempuan
yang hidup bersama (bersetubuh) dan yan tujuannya membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan, serta mencegah perzinahan dan menjaga ketentraman jiwa atau batin.
Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1Tahun1974 Tentang Perkawinan,
Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan pengertian tersebut, terdapat 5 (lima)
unsur dalam perkawinan, yaitu:
1. Ikatan lahir batin
2. Antara seorang pria dan seorang wanita
3. Sebagai suami-istri
4. Membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
5. Berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Diantara pengertian-pengertian tersebut tidak terdapat pertentangan satu sama lain,
karena intinya secara sederhana dapat ditarik kesimpulan hakikat nikah adalah perjanjian antara
calon suami-istri, guna membentuk suatu keluarga.
Adapun berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 2, mengartikan
perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliidhan untuk
menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.ketentuan mengenai pernikahan
ini tergambar dalam firman Allah SWT dalam Alquran surah Ar-Rum ayat 21:
4
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram bersamanya. Dan Dia [juga] telah menjadikan di
antaramu [suami, istri] rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir,” (Ar-Rum [30]: 21).
Pada hakikatnya pernikahan adalah satu-satunya jalan keluar untuk pemenuhan
kebutuhan biologis manusia yang dihalalkan oleh Allah SWT. Selain itu tujuan dari pernikahan
adalah melanjutkan keturunan yang sudah ada serta membangun rumah tangga yang seluruh
anggota di dalamnya mendapatkan rahmat serta barokah dari Allah SWT. Menikah merupakan
salah satu anjuran yang disebutkan oleh Rasulullah untuk dilakukan. Menikah juga dianggap
sebagai penyempurna agama. Islam memandang pernikahan bukan hanya sebagai jalan untuk
berumah tangga dan memiliki keturunan, tetapi juga merupakan pintu perkenalan antar suku dan
bangsa.
Terjemah: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.
2) QS. Ad Dhariayat (51) : 49
Terjemah: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat
kebesaran Allah”.
5
Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
b. Hadits Nikah
1)Anjuran Untuk Menikah
Dari Alqamah, dia berkata,“Sesungguhnya saya berjalan bersama Abdullah bin
Mas’ud di Mina, kemudian Ustman bertemu dengan Abdullah bin Mas'ud. Ustman
menghampiri Ibnu mas'ud. Ketika Ibnu Mas'ud melihat bahwa dia tidak berkeinginan untuk
menikah, maka ia berkata kepada Alqamah, kemarilah wahai Al-Qamah. Kemudian aku
mendatangi Ibnu Mas’ud, Ustman berkata kepada Ibnu Mas’ud dengan seorang gadis,
semoga dengan demikian engkau mengingat kembali masa lampaumu yang indah. Abdullah
bin Mas’ud berkata, kalau engkau berkata demikian, saya telah mendengar Rasulullah Saw
bersabda, “Barang siapa yang telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah.
Karena menikah akan membuat seseorang mampu menahan pandangannya, lebih dapat
memelihara kemaluannya. Barang siapa yang belum mampu untuk menikah, maka hendaklah
ia berpuasa, karena puasa mampu menahan dan membentengi (gejolak syahwat)”. (Shahih,
Muttafaq Alaih). (HR. Abu Daud)
Ada pula auntuk menikahi wanita yang berpegang teguh kepada ajaran agamanya:
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw, beliau berkata,“wanita dinikahi karena empat
perkara; karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Pilihlah karena agamanya, engkau akan beruntung dan bahagia”. (Shahih Muttafaq Alaih).
(HR. Abu Daud).
C. HUKUM NIKAH
Hukum Nikah (Perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia antara
manusia dengan sesamanya dengan menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan
hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan tersebut. Hukum perkawinan
asalnya adalah mubah, namun dapat berubah menurut ahkamal-khamsah (hukum yang lima)
menurut perubahan keadaan:
1. Nikah Wajib. Nikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah
takwa. Nikah juga wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan
6
menyelamatkan dari perbuatan haram. Kewajiban ini tidak terlaksana kecuali dengan
nikah.
2. Nikah Haram. Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu
melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti memberi
nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri
3. Nikah sunnah. Nikah disunnahkan bagi orang-orang yang sudah mampu tetapi ia masih
sanggup
mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal seperti ini maka nikah lebih bak
dari pada membujang karena membujang tidak diajarkan oleh islam.
4. Nikah mubah. Yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk
nikah belum membayar dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.
Dari uraian tersebut diatas menggambarkan bahwa dasar perkawinan, menurut islam,pada
dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat
atau mafsadatnya.
7
(tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil) 10) Bukan tertentu
yang menjadi wali (Misalnya, bapak saudara lelaki yang tunggal). Katakan lah hanya ada
seorang bapak saudara yang sepatutnya menjadi wali dalam perkahwinan itu tetapi dia
mewakilkan kepada orang lain untuk menjadi wali sedangkan dia hanya menjadi saksi, maka
perkahwinan itu tidak sah karena dia dikira orang tertentu yang sepatutnya menjadi wali.
E.TUJUAN NIKAH
1. Melaksanakan Sunnah Rasul
Tentunya tujuan utama dari pernikahan adalah salah satunya untuk menjauhkan dari
perbuatan yang tidak benar seprti maksiat dan lainya. Namun sebagai seorang muslim tentu saja
kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dan ada baiknya, jika kita
mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah Saw. Dan pernikahan juga
merupakan salah satu Sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah.
2. Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Sangat dianjurkanya bagi siapa saja yang mampu untuk menikah. Hal ini karena
pernikahan adalah salah satu fitrah manusia serta naluri kemanusiaan. Karena naluri manusia
juga dipenuhi dengan hawa nafsu, maka dengan begitu ada baiknya jika kita melaksanakan
Sunnah Rosul yakni dengan cara pernikahan. Dan apabila naluri tersebut tidak terpenuhi, maka
kemungkinan besar dapat menjerumuskan seseorang kepada jalan yang diharamkan oleh Allah
SWT yaitu berzina. Salah satu fitrah manusia yakni berpasang-pasangan antara laki-laki dan
perempuan, maka akan saling melengkapi, berbagi dan saling mengisi satu sama lain.
8
3. Penyempurna Agama
Dalam Islam, menikah merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan agama.
Dengan menikah maka separuh agama telah terpenuhi. Jadi salah satu dari tujuan pernikahan
adalah menyempurnakan agama yang belum terpenuhi agar semakin kuat dan kokok dalam
beribadah.
4. Menguatkan Ibadah sebagai Benteng Kokoh Akhlaq Manusia
Dalam Islam, pernikahan merupakan hal yang paling mulia, karena pernikahan
merupakan sebuah jalan yang paling bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri serta terhindar
dari hal-hal yang dilarang oleh agama. Hal ini sesuai dengan HR. Muslim No. 1.400 di mana
Rasullullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Wahai para pemuda! Barang siapa di antara kalian mampu untuk melaksanakan
pernikahan, maka untuk itu menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih
dapat membentengi dari farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka lakukanlah
puasa, karena puasa dapat membentengi kalian dari hal kemaksiatan.” Dan tujuan utama
pernikahan dalam Islam yakni untuk menundukkan pandangan serta membentengi diri dari
perbuatan keji dan kotor yang dapat merusak martabat seseorang. Dalam Islam, sebuah
pernikahan akan memelihara serta melindungi dari kerusakan serta kekacauan yang ada di
masyarakat.
5. Menegakkan rumah tangga yang islami
Tujuan suci dari sebuah pernikahan adalah agar syariat islam dalam kehidupan rumah
tangga selalu ditegakkan oleh pasangan suami istri. Untuk itulah, sangatlah penting bagi kita
semua dalam memilih calon yang tepat sebelum melaksanakan pernikahan, agar nantinya dapat
terbina Keluarga yang Sakinah, Mawaddah, Warahmah.
6. Memperoleh Ketenangan
Dalam Islam, sebuah pernikahan sangat dianjurkan karena tujuan pernikahan nantinya
akan ada banyak manfaat yang didapat. Perasaan tenang dan tentram atau sakinah akan hadir
selepas menikah. Namun dalam sebuah pernikahan jangan hanya mengandalkan perasaan
biologis serta syahwat saja, karena hal ini tidak akan sanggup untuk menumbuhkan ketenangan
di dalam diri seseorang yang menikah.
7. Memperoleh Keturunan
Sesuai dengan Surat An Nahl Ayat 72, Allah SWT berfirman
“Allah SWT menciptakan bagimu pasangan-pasangan (suami dan isteri) dari jenis kalian
sendiri dan menjadikan anak, dan cucu bagimu dari pasangan-pasanganmu, serta memberimu
rizki yang bermanfaat. Dan mengapa? mereka beriman kepada yang keburukan dan mengingkari
nikmat Allah?”
9
Maka tujuan utama dari pernikahan itu adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih,
sholeha guna untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam. Sebagaimana firman Allah
‘Azza wa Jalla:
“Allah SWT menciptakan bagimu pasangan-pasangan (suami dan isteri) dari jenis kalian
sendiri dan menjadikan anak, dan cucu bagimu dari pasangan-pasanganmu, serta memberimu
rizki yang bermanfaat.
Dan mengapa? mereka beriman kepada yang keburukan dan mengingkari nikmat Allah?” [An-
Nahl : 72].
Yang paling utama dalam pernikahan tidak hanya sekedar memperoleh anak saja,
melainkan juga berusaha untuk mencari dan membentuk generasi yang berkualitas yang sesuai
dengan harapan, yakni mencari anak yang shalih, shaliha, serta taat kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:“Dan carilah kalian semua, sebagaimana Allah SWT
telah ditetapkanya (yaitu anak).” [Al-Baqarah : 187]
Maksudnya, Allah ‘Azza wa Jalla adalah bahwa Allah SWT telah memerintahkan kita
semua untuk memperoleh anak dengan cara yang baik yaitu dengan cara menjalin hubungan
suami istri sesuai apa yang telah Allah perintahkan kepada kita. Setiap orang tentunya memohon
dan berdoa agar dapat diberikan keturunan yang shalih dan shaliha. Maka, jika kita sudah
dikaruniani anak, maka dengan demikianlah kewajiban kita sebagai suami istri adalah
mendidiknya dengan baik dan benar sesuai dengan ajaran islam. Oleh karena itu, suami maupun
isteri sangat bertanggung jawab untuk mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke
jalan yang benar, sesuai dengan agama Islam.
1. Beragama islam
Syarat calon suami dan istri adalah beragama Islam serta jelas nama dan orangnya.
Bahkan, tidak sah jika seorang muslim menikahi nonmuslim dengan tata cara ijab kabul
Islam.
2. Bukan mahram
Bukan mahram menandakan bahwa tidak terdapat penghalang agar perkawinan bisa
dilaksanakan. Selain itu, sebelum menikah perlu menelusuri pasangan yang akan
dinikahi.
Misalnya, sewaktu kecil dibesarkan dan disusui oleh siapa. Sebab, jika ketahuan masih
saudara sepersusuan maka tergolong dalam jalur mahram seperti nasab yang haram
untuk dinikahi.
3. Wali nikah bagi perempuan
Sebuah pernikahan wajib dihadiri oleh wali nikah. Wali nikah harus laki-laki, tidak
boleh perempuan merujuk hadis:
10
"Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW: 'Perempuan tidak boleh
menikahkan (menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya."
(HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).
Wali nikah mempelai perempuan yang utama adalah ayah kandung.Namun jika ayah
dari mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah,
misalnya kakek, buyut, saudara laki-laki seayah seibu, paman, dan seterusnya
berdasarkan urutan nasab.Jika wali nasab dari keluarga tidak ada, alternatifnya adalah
wali hakim yang syarat dan ketentuannya pun telah diatur.
4. Dihadiri saksi
Syarat sah nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang saksi yang menghadiri
ijab kabul, satu bisa dari pihak mempelai wanita dan satu lagi dari mempelai pria.
5. Bukan paksaan
Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari masing-masing
pihak, saling menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah ra:
"Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai
pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya." (HR Al
Bukhari: 5136, Muslim: 3458).
11
kepengerusan dokumen, acara akad nikah, dan lain sebagainya. Jika seseorang akan
menggelar suatu pesta pernikahan yang nantinya akan mengundang masyarakat untuk
menyaksikan pernikahannya maka ia harus mempertimbangkan segala sesuatunya dengan
baik dan sebaiknya tidak berlebih-lebihan karena perbuatan tersebut tidak disukai Allah
SWT.
اح َشةً َو َم ْقتًا َو َسا َء َسبِياًل َ ََواَل تَ ْن ِكحُوا َما نَ َك َح آبَاُؤ ُك ْم ِم َن النِّ َسا ِء ِإاَّل َما قَ ْد َسل
َ ف ۚ ِإنَّهُ َك
ِ َان ف
12
Dilihat dari Q.S An-Nisa’ [4] : 22-2381 diatas maka bisa disimpulkan bahwa saudara
yang halal untuk dinikahi adalah anak dari saudara ayah atau ibu yaitu sepupu, ayah tiri
yang telah diceraikan ibu, ayah angkat, atau saudara tiri, jadi saudara yang masih
memiliki hubungan darah dan halal untuk dinikahi hanyalah sepupu, baik sepupu dekat
atau sepupu jauh.
DAFTAR PUSTAKA
13
https://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/487/398
https://www.pinhome.id/blog/makna-dan-tujuan-pernikahan-dalam-islam/#:~:text=Dalam
%20Islam%2C%20menikah%20merupakan%20salah,kuat%20dan%20kokok%20dalam
%20beribadah.
https://tirto.id/pernikahan-dalam-islam-pengertian-hukum-dan-tujuannya-gaWS
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20211004181808-289-703269/rukun-dan-syarat-sah-
nikah-dalam-islam
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/persiapan-pernikahan-dalam-islam
http://etheses.iainkediri.ac.id/977/3/933310611-bab2.pdf
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5770911/tata-cara-pernikahan-secara-islam-berapa-
usia-minimal
14