Anda di halaman 1dari 17

MUNAKAHAH

OLEH:
KELOMPOK 9

HABIB MAULANA (197310407)


ROCXY MULTAPEA (197310090)
ZULFADLI YASANOVA (197310094)

Dosen Pembimbing : Yan Roni S.Pd.I., M.Pd

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini.

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Pekanbaru, 20 Februari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii


DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
2.1 pengertian nikah ....................................................................................................... 3
2.2 konsep pernikahan dalam islam ............................................................................... 3
2.3 ta’aruf dalam rangka khitbah (peminangan) ............................................................ 4
2.4 dasar hukum nikah .................................................................................................... 4
2.5 rukun dan syarat nikah ............................................................................................. 5
2.6 mahar dan walimatul ‘ursy....................................................................................... 7
2.7 hak dan kewajiban suami-istri ................................................................................. 7
2.8 putusnya perkawinan ............................................................................................... 8
2.9 hukum pacaran dan hamil diluar nikah .................................................................... 9
2.10 hikmah dan filosofi nikah ........................................................................................ 12
BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 13
3.2 Saran ........................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, ada lelaki ada
perempuan, salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk
meneruskan generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh sebab itu Allah SWT memberikan
manusia karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk
melanjutkan dan melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan
yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang
sesuai dengan syariat-Nya. Islam menjadikan lembaga pernikahan,agar lahir keturunan secara
terhormat, maka pernikahan adalah satu hal yang wajar jika dikatakan sebagai suatu peristiwa
dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan nikah?
2. Bagaimana konsep pernikahan dalam islam?
3. Bagaimana ta’aruf dalam rangka khitbah (peminangan)?
4. Bagaimana dasar hukum nikah?
5. Apa rukun dan syarat nikah?
6. Apa yang dimasud dengan mahar dan walimatul ‘ursy?
7. Bagaimana hak dan kewajiban suami-istri?
8. Apa yang dimaksud dengan putusnya perkawinan?
9. Bagaimana hukum pacaran dan hamil diluar nikah?
10. Bagaimana hikmah dan filosofi nikah?

1.3 Tujuan
Tujuan makalah ini sebagai berikut:
1. untuk mengetahui pengertian nikah

1
2. untuk mengetahui konsep pernikahan dalam islam
3. untuk mengetahui ta’aruf dalam rangka khitbah (peminangan)
4. untuk mengetahui dasar hukum nikah
5. untuk mengetahui rukun dan syarat nikah
6. untuk mengetahui maksud mahar dan walimatul ‘ursy
7. untuk mengetahui hak dan kewajiban suami-istri
8. untuk mengetahui maksud putusnya perkawinan
9. untuk mengetahui hukum pacaran dan hamil diluar nikah
10. untuk mengetahui hikmah dan filosofi nikah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan


Pernikahan berasal dari kata dasar nikah. Kata nikah menurut bahasa Indonesia berarti
berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syariat, nikah artinya Perjanjian (akad) antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrimnya untuk membangun rumah tangga dan
dengan pernikahan dapat menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka
rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhoi oleh Allah SWT. Menurut Undang-
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, pengertian pernikahan adalah ikatan lahir bathin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri untuk membentuk keluarga yang sakinah,
mawadah dan rahmah.

2.2 Konsep Pernikahan Dalam Islam


Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat
berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang
diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan
yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan
yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t.
menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.
Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagi satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan
sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan
besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin
Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ْف ا ْل َبا ِقى‬ ِ َّ ‫ فَ ْل َيت‬،‫ان‬
ِ ‫ق هللاَ ِفي ال ِِّنص‬ ِ ‫ْف اْ ِإل ْي َم‬ ْ ‫ َم ْن ت َ َز َّو َج فَقَ ِد ا‬.
َ ‫ست َ ْك َم َل ِنص‬
“Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia
bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi”. [Hadist Riwayat Thabrani dan
Hakim]

3
2.3 Ta’aruf dalam Rangka Khitbah (Peminangan)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan
untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua
pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh
Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus
dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan
tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan tanda
ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki, pemberian
tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan,
namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan
calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota
yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata
lelaki itu kepada Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin
kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai) Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang
wanita yang telah bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

2.4 Dasar Hukum


a. Dalil Al-Qur’an
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
” Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim, maka kawinilah
perempuan-perempuan lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat dan jika kamu takut tidak
akan berlaku adil, cukup sayu orang.” (An - Nisa : 3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan
nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada istri

4
berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan
bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.
Menurut Al-Qur’an, Surat Al A’raaf ayat 189 berbunyi :
“Dialah yang menciptakan kamu dari suatu zat dan daripadanya Dia menciptakan istrinya
agar Dia merasa senang.” (Al A’raaf : 189).
Sehingga perkawinan adalah menciptakan kehidupan keluarga anatar suami istri dan anak-
anak serta orang tua agar tercapai suatu kehidupan yang aman dan tenteram (Sakinah), pergaulan
yang saling mencintai (Mawaddah) dan saling menyantuni (Rohmah).
b. Dalil As-Sunnah
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud r.a. dari Rasulullah yang bersabda, “Wahai para
pemuda, barangsiapa dioantara kalian memiliki kemampuan, maka nikahilah, karena itu dapat
lebih baik menahan pandangan dan menjaga kehormatan. Dan siapa yang tidak memiiki
kemampuan itu, hendaklah ia selalu berpuasa, sebab puasa itu merupakan kendali baginya.
(H.R.Bukhari-Muslim).

2.5 Rukun dan Syarat Nikah


1. Ijab-Qabul
Islam menjadikan Ijab (pernyataan wali dalam menyerahkan mempelai wanita kepada
mempelai pria) dan Qabul (pernyataan mempelai pria dalam menerima ijab) sebagai bukti
kerelaan kedua belah pihak. Al Qur-an mengistilahkan ijab-qabul sebagai miitsaaqan ghaliizhaa
(perjanjian yang kokoh) sebagai pertanda keagungan dan kesucian, disamping penegasan
maksud niat nikah tersebut adalah untuk selamanya.
Syarat ijab-qabul adalah :
a. Diucapkan dengan bahasa yang dimengerti oleh semua pihak yang hadir.
b. Menyebut jelas pernikahan & nama mempelai pria-wanita
2. Adanya mempelai pria
Syarat mempelai pria adalah :
a. Muslim & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka )
b. Bukan mahrom dari calon isteri
c. Tidak dipaksa.
d. Orangnya jelas.

5
e. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
3. Adanya mempelai wanita.
Syarat mempelai wanita adalah :
a. Muslimah (atau beragama samawi, tetapi bukan kafirah/musyrikah) & mukallaf
b. Tidak ada halangan syar’i (tidak bersuami, tidak dalam masa ‘iddah & bukan mahrom
dari calon suami).
c. Tidak dipaksa.
d. Orangnya jelas.
e. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
4. Adanya wali.
Syarat wali adalah :
a. Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
b. ‘Adil
c. Tidak dipaksa.
d. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
5. Adanya saksi (2 orang pria).
Meskipun semua yang hadir menyaksikan aqad nikah pada hakikatnya adalah saksi, tetapi
Islam mengajarkan tetap harus adanya 2 orang saksi pria yang jujur lagi adil agar pernikahan
tersebut menjadi sah. Syarat saksi adalah :
a. Muslim laki-laki & mukallaf (sehat akal-baligh-merdeka).
b. ‘Adil
c. Dapat mendengar dan melihat.
d. Tidak dipaksa.
e. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab-qabul.
f. Tidak sedang melaksanakan ibadah haji.
6. Mahar.
Beberapa ketentuan tentang mahar :
a. Mahar adalah pemberian wajib (yang tak dapat digantikan dengan lainnya) dari seorang
suami kepada isteri, baik sebelum, sesudah maupun pada saat aqad nikah. Lihat QS. An
Nisaa’ : 4.

6
b. Mahar wajib diterimakan kepada isteri dan menjadi hak miliknya, bukan kepada/milik
mertua.
c. Mahar yang tidak tunai pada akad nikah, wajib dilunasi setelah adanya persetubuhan.
d. Mahar dapat dinikmati bersama suami jika sang isteri memberikan dengan kerelaan.
e. Mahar tidak memiliki batasan kadar dan nilai.

2.6 Mahar dan walimatul ‘ursy


1. Mahar
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa
cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya. Atau suatu pemberian yang diwajibkan
bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakakn,
mengajar, dll).
Karena mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik mengatakannya sebagai
rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib.
2. walimatul ‘ursy
Walimatul ‘Urs atau yang lazim dikenal sebagai pesta pernikahan, adalah jamuan makan yang
diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan. Biasanya walimatul 'urs dilaksanakan setelah
akad nikah. Kata walimah berasal dari kata al-Walamu yang dalam bahasa Indonesia bermakna
"pertemuan". Di dalam kamus ilmu fiqih disebutkan bahwa walimah itu adalah makanan
pernikahan atau semua makanan yang ditujukan untuk disantap para undangan.

2.6 Hak Dan Keawajiban Suami Istri


1. Hak dan kewajiban Istri
Hak:
 Hak mengenai harta yaitu mahar atau mas kawin dan nafkah.
 Hak mendapat perlakuan baik dari suami.
Kewajiban:
 Hormat dan patuh pada suami dalam batas-batas yang ditentukan oleh norma dan susila.
 Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga keselamatan dan mewujudkan
kesejahteraan keluarga.

7
2. Hak dan kewajiban Suami
Hak:
Ketaatan istri kepada suami dalam melaksanakan urusan rumah tangga termasuk di dalamnya
memelihara dan mendidik anak, selama suami menjalankan ketentuan-ketentuan Allah SWT
yang berhubungan dengan kehidupan suami istri.
Kewajiban suami
 Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir dan batin, serta menjaga dan
bertanggungjawab atas keselamatan dan kesejahteraannya.
 Memberi nafkah sesuai kemampuan serta mengusahakan keperluan keluarga terutama
sandang, pangan dan papan.

2.8 Putusnya Perkawinan


1. Thalaq
Secara harfiyah talak itu berarti lepas dan bebas. Dalam mengemukakan rumusan arti talak
secara terminologis kelihatannya ulama mengemukakan rumusan yang berbeda namun
essensinya sama. Al-Mahalli dalam kitabnya Syarh Minnhaj al- Thalibin merumuskan:
Melepaskan hubungan pernikahan dengan menggunakan lafaz talak dan sejenisnya .
2. Khulu’
Bila seorang istri melihat pada suaminya sesuatu yang tidak di ridhai Allah untuk
melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si suami tidak merasa perlu untuk
menceraikannya, maka si istri dapat meminta perceraian dari suaminya dengan kompensasi
ganti rugi yang diberikannya kepada suaminya. Bila suami menerima dan menceraikannya
istrinya atas dasar uang ganti itu, maka putuslah perkawinan antara keduanya. Putus
perkawinan cara ini disebut Khulu’.
3. Zhihar
Yang di maksud Zhihar ialah “seorang laki-laki menyerupakan istrinya dengan ibunya
sehingga istrinya itu haram atasnya, seperti kata suami kepada istrinya, Engkau tampak
olehku seperti punggung ibuku“
4. Ila’
ialah artinya ‘’sumpah si suami tidak akan mencampuri istrinya dalam masa yang lebih
dari 4 bulan atau dengan tidak menyebutkan jangka waktunya.

8
5. Li’an
Li’an ialah perkataan suami sebagai berikut “Saya persaksikan kepada Allah bahwa saya
benar terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa dia telah berzina. Kalau ada anak yang
diyakininya bukan anaknya, hendaklah diterangkan pula bahwa anak itu bukan anaknya.
Perkataan tersebut hendaklah diulanginya empat kali, kemudian ditambahkan lagi dengan
kalimat, Laknat Allah akan menimpaku sekiranya aku dusta dalam tuduhan ini”
6. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang diniatkan dan diakadkan untuk sementara waktu saja
(hanya untuk bersenang-senang), misalnya seminggu, satu bulan, atau dua bulan. Masa
berlakunya pernikahan dinyatakan terbatas. Nikah mut’ah telah dilarang oleh rasulullah saw.
7. Iddah
di dalam agama Islam adalah sebuah masa di mana seorang perempuan yang telah diceraikan
oleh suaminya, baik diceraikan karena suaminya mati atau karena dicerai ketika suaminya hidup,
untuk menunggu dan menahan diri dari menikahi laki-laki lain.

2.9 Hukum Pacaran dan hamil diluar nikah


Tidak pernah dibenarkan adanya hubungan pacaran di dalam Islam. Justru sebaliknya, Islam
melarang adanya pacaran di antara mereka yang mukan muhrim karena dapat menimbulkan
berbagai fitnah dan dosa. Dalam Islam, pacaran adalah haram.
Islam melarang pacaran bukan tanpa sebab. Pacaran itu, selain daripada mendekati zina yang
merupakan dosa besar, juga bisa menimbulkan berbagai macam bahaya yang kesemuanya tidak
hanya akan merugikan diri sendiri tetapi juga orang lain.
1. Mendekati zina
Ini merupakan bahaya pasti yang disebabkan oleh pacaran. Laki-laki diharuskan menjaga
pandangannya dari perempuan, dan perempuan pun harus sadar diri akan keberadaannya
dihadapan laki-laki yang bukan mahramnya. Hadist dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya,
mengatakan: “Rasulullah SAW berkata kepada Ali: Hai Ali, janganlah ikuti pandangan pertama
dengan pandangan kedua. Karena pandangan pertama untukmu (dimaafkan) dan pandangan
kedua tidak untukmu (tidak dimaafkan).” (H. R. Abu Dawud).
Bahkan, jika ada yang mengaku pacaran dalam jarang jauh atau yang lebih dikenal dengan
LDR (long distance relationship) sama saja perkaranya. Zina bukan berarti bertemu lantas

9
melakukan hubungan intim tanpa ada ikatan pernikahan. Bahkan ketika si laki-laki mengirimkan
pesan pendek kepada si perempuan, itu juga mendekati zina.
Bahkan, bisa jadi sudah termasuk dalam zina hati dan pikiran. Memikirkan betapa bahagianya
saat mengirimkan pesan tersebut sambil membayangkan wajah satu sama lain, bertambahlah lagi
dosanya.
2. Menghilangkan konsentrasi
Ada yang bilang pacaran itu bisa menjadi penyemangat untuk belajar atau bekerja? Sungguh
salah pemikiran yang demikian. Nyatanya, pacaran itu hanya menguras otak dan membuyarkan
konsentrasi. Fokus belajar justru hilang dan pekerjaan jadi terabaikan. Pacaran itu tidak mudah,
sebab melibatkan dua kepala, bahkan bisa tiga, empat, dan seterusnya, dengan prioritas utama
adalah “bagaimana-caranya-membahagiakan-si-pacar.”
Akibatnya, berbagai cara dilakukan hanya demi membuat senang satu sama lain. Rela
meninggalkan pekerjaan dan membuang waktu belajar hanya demi menemani sang Pacar
berjalan-jalan. Jika suatu saat terjadi yang nama perselisihan, justru akan memicu stres yang
menyebabkan semangat belajar menjadi hilang.
Bahkan hanya dengan memikirkan si Pacar saja sudah banyak menyita waktu dan
membuatnya terbuang secara sia-sia. Padahal, tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan
adalah melanggar perintah Allah SWT dan hanya menumpuk dosa semata.
3. Penyebab banyak kerugian
Salah satu bagian daripada budaya pacaran itu adalah usahanya memberikan kebahagian bagi
pasangan padahal tanpa ia sadari itu hanya sia-sia. Rela menghabiskan waktu, uang dan harapan
hanya demi seseorang yang bahkan belum tentu adala jodohnya. Padahal, lebih baik jika waktu
itu digunakan untuk beribadah dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Lalu, uang yang digunakan untuk pergi menonton film di bioskop, makan di restoran mewah,
membeli ini itu untuk pacar, disedekahkan kepada mereka yang lebih membutuhkan. Sedekah
bahkan memberikan berkah kepada harta kita, sedangkan pacar?—Percayalah, senyum dari
mereka yang menerima bantuan kita jauh lebih indah dibandingkan senyuman pacarmu itu.
Belum lagi jika seluruh biaya yang dikeluarkan tak jarang bukan dari penghasilan sendiri
melainkan dari orang tua, sering terjadi pada remaja, bertambahlah beban orang tua.
Kalaupun dari hasil pendapatan sendiri, tetap saja tidak benar hubungan pacaran tersebut
karena jika memang seorang laki-laki itu bersungguh-sungguh, ia tidak akan datang ke rumah

10
hanya untuk mengajak jalan wanitanya, tapi lelaki yang serius akan datang ke rumah membawa
orang tua/walinya dan melamar wanita yang dicintainya tersebut dihadapan orang tuanya.
4. Mengganggu kehidupan bermasyarakat
Orang yang berpacaran sering meresahkan masyarakat dan menimbulkan berbagai fitnah,
terutama mereka yang sering berdua-duaan di tempat sepi misalnya di dalam kost-kostan. Sering
kita mendengar adanya penggrebekkan kost mesum dan menemukan banyak pasangan yang
tidak sah tertangkap. Di dalam kehidupan bermasyarakat, ini benar-benar merusak moral dan
akan menjadi contoh yang teramat buruk bagi anak-anak yang mlihatnya.

Hukum Hamil Di luar Nikah


Seorang wanita yang hamil diluar nikah tentunya sudah melakukan perbuatan zina. Dalam
hukum islam wanita yang melakukan hubungan seksual diluar pernikahan disebut sebagi pezina.
Zina sangat dilarang dalam islam dan haram hukumnya. Hukum hamil diluar nikah tentunya
berdosa dan wajib mendapatkan hukuman sesuai syariat islam. Tidak hanya sang wanita orang
yang melakukan zina juga harus dihukum. Adapun hukuman orang yang melakukan zina adalah
sebagai berikut :
1. Hukuman Dera
Wanita yang berzina baik hamil ataupun tidak dan ia mengakuinya maka harus diberikan
hukuman dera atau cambuk. Hukuman dera diberikan pada mereka yang melakukan zina ghoiru
muhson atau mereka yang belum menikah sebagaimana dijelaskan dalam Qur’an Surat An Nur
ayat 2 yang berbunyi: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari
akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-
orang yang beriman.” (An Nur :2)
2. Hukuman Rajam
Bagi pasangan yang melakukan zina dan mereka sudah menikah maka hukuman zina muhson
yang mereka lakukan adalah dengan hukuman rajam atau dilempari batu hingga mati termasuk
wanita yang sedang hamil. Sebagaimana hadits rasulullah SAW berikut ini
Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Ketika beliau sedang berada didalam
masjid. Laki-laki itu memanggil-manggil Nabi seraya mengatakan,” Hai Rasulullah aku telah

11
berbuat zina, tapi aku menyesal, “Ucapan itu di ulanginya sampai empat kali. Setelah Nabi
mendengar pernyataan yang sudah empat kali diulangi itu, lalu beliau pun memanggilnya,
seraya berkata, “Apakah engkau ini gila?’’ Tidak, jawab laki-laki itu, Nabi bertanya lagi, ‘’
Adakah engkau ini orang yang muhsan?’’‘’Ya,’’ jawabnya. Kemudian, Nabi bersabda lagi,’’
Bawalah laki-laki ini dan langsung rajam oleh kamu sekalian,’’(H.R. Bukhari dari Abu
Hurairah)

2.10 Hikmah Pernikahan


1. Memenuhi Kebutuhan Biologis
Manusia secara biologis membutuhkan hubungan seksual dengan lawan jenisnya. Allah SWT
menganjurkan yaitu dengan cara yang halal dan mendapat ridha-Nya yakni melalui cara
pernikahan. Hubungan seksual tanpa melalui pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam
termasuk perzinahan.
2. Mendapat Ketentraman Hati
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah pasti
memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kebutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan
kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya
bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan lembaga yang
dapat menghindarkan kegelisahan.Pernikahan merupakan lembaga yang ampuh untuk membina
ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga.
3. Menambah Hubungan Silaturahmi
Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga memupuk rasa sosial
dan dapat membentuk masyarakat yang kuat serta bahagia.
4. Menyalurkan Naluri Keibu-Bapakan
Mereka yang telah menikah dan memperoleh anak, naluri keibu-bapakanakan tumbuh saling
melengkapi dalam suasana hidup kekeluargaan. ini akan menimbulkan perasaan ramah, saling
mencintai, dan saling menyayangi antara satu dengan anggota keluarga lainnya.
5. Memperpanjang Usia
Hasil penelitian masalah-masalah kependudukan yang dilakukan PBB tahun 1958,
menunjukkan bahwa pasangan suami-istri mampunyai kemungkinan lebih panjang umurnya dari
pada orang-orang yangtidak menikah selama hidupnya.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perkawinan dalam fiqh berbahasa arab disebut dengan dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Kata
na-kaha dan za-wa-ja terdapat dalam Al-Qur’an dengan arti kawin yang berarti bergabung,
hubungan kelamin, dan juga berarti akad.
Salah satu hikmah perkawinan adalah bisa menghindarkan perbuatan maksiat dan
melanjutkan keturunan.
Dasar hukum perkawinan menurut fiqh salah satunya yaitu disebutkan dalam Al-qur’an Surat
An-Nisa’ ayat 3 dan dalil As-Sunnah diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud r.a. dari
Rasulullah. Perkawinan diatur dalam UU Perkawinan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) dan
menurut KHI diatur dalam Pasal 2 dan 3.
Apa yang dinyatakan sah menurut fiqh munakahat juga disahkan menurut UU Perkawinan.
KHI adalah UU Perkawinan yang dilengkapi dengan fiqh munakahat atau dalam arti lain bahwa
fiqh munakahat adalah bagian dari KHI. Fiqh munakahat yang merupakan bagian dari KHI tidak
seluruhnya sama dengan fiqh munakahat yang terdapat dalam mazhab yang dianut selama ini
mazhab Syafi’iy.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan makalah berikutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://makalah-fiqh.blogspot.com/2012/05/munakahat.html
https://almanhaj.or.id/173-konsep-islam-tentang-perkawinan.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_dalam_Islam
http://scarmakalah.blogspot.com/2012/03/pengertian-dasar-hukum-dan-hikmah.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Walimatul_%27ursy
http://wwwasihningrum.blogspot.com/2013/10/mahar-dan-walimah_10.html
http://pm.unida.gontor.ac.id/2019/09/11/hak-dan-kewajiban-suami-istri-dalam-dua-perspektif-
yaitu-syariat-islam-dan-menurut-uu-perkawinan/
https://knowledgeisfreee.blogspot.com/2015/10/pengertian-talak-khulu-zhihar-ila-lian.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Iddah
https://id.wikipedia.org/wiki/Rujuk
https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/pacaran-dalam-islam
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-hamil-diluar-nikah

14

Anda mungkin juga menyukai