Tema :“MUNAKAHAH”
DOSEN PEMBIMBING :
Romyzal, M.Pd. I
Penyusun :
Syifa Isnaini ( 199110051 )
Nisa Ul Khoiriyah ( 199110099 )
Aulia Lorensa Veron ( 199110077 )
Khairani Aulia Ramadhan ( 199110152 )
Kelas 2/E
Prodi : Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Komunikasi
UIR
1
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Munakahah” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari bapak
Romyzal pada mata kuliah Al Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang beragama bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Romyzal selaku dosen mata kuliah Al islam
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang Kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan Kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 9
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang..................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Pengertian nikah
2. Pernikahan dalam islam
3. Konsep Ta’aruf dalam rangka khitbah (peminangan)
4. Dasar hukum
5. Rukun dan syarat nikah
6. Mahar dan walimatul ursy
7. Hak dan kewajiban suami istri
8. Putusnya perkawinan, misalnya, Thalaq, Khulu’, Ila’, Zhihar, Li’an, Mut’ah, Iddah dan
Ruju’
9. Hukum pacaran dan hamil di luar nikah
10. Hikmah dan filosofi nikah.
BAB 3 PENUTUP
Kesimpulan..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya hukum islam sudah mengatur tentang pernikahan sesuai dengan ketentuan
syari’at islam. secara garis besar hukum islam terbagi menjadi dua yitu fiqih ibadah dan fiqih
muamalat. dalam fiqih ibadah meliputi aturan tentang shalat,puasa,zakat,haji,nazar dan sebagainya
yang bertujuan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya. sedangkan fiqih
muamalah ini mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya seperti perikatan,sanksi hukum
dan aturan lain agar terwujud ketertiban dan keadilan baik secara perorangan maupun
kemasyarakatan.
Dalam ilmu fiqih membahas tentang pernikahan. yang dimaksud dengan nikah menurut
bahasa berasal dari bahasa arab yaitu nakaha yankihu nikahan yang berarti kawin. dalam istilah
nikah adalah ikatan suami istri yang sah menimbulkan akibat hukum dan hak serta kewajiban bagi
suami istri. dalam hukum kekeluargaan harus disertai dengan kuat agama yang disyariatkan islam.
beberapa hukum tersebut dapat dipelajari dalam al-qur’an dan as-sunnah.
Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu dengan berpasang-pasangan, ada lelaki ada
perempuan, salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang biak yang bertujuan untuk meneruskan
generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh sebab itu Allah SWT memberikan manusia karunia
berupa pernikahan untuk memasuki jenjang hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan
melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi sebuah hubungan
yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang dengan membawa ajaran pernikahan yang
sesuai dengan syariat-Nya. Islam menjadikan lembaga pernikahan,agar lahir keturunan secara
terhormat, maka pernikahan adalah satu hal yang wajar jika dikatakan sebagai suatu peristiwa dan
sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga kesucian fitrah.Adapun makalah ini akan
membahas mengenai pengertian dan hukum pernikahan,rukun dan syarat pernikahan, ta’aruf, mahar,
walimatul ursy, hak dan kewajiban suami istri,putusnya perkawinan, hukum pacaranserta pernikahan
yang terlarang..
4
B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah yang dapat
penulis rumuskan dan akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Pengertian nikah
2. Konsep pernikahan dalam islam
3. Ta’aruf dalam rangka khitbah (peminangan)
4. Dasar hukum
5. Rukun dan syarat nikah
6. Mahar dan walimatul ursy
7. Hak dan kewajiban suami istri
8. Putusnya perkawinan, misalnya, Thalaq, Khulu’, Ila’, Zhihar, Li’an, Mut’ah, Iddah
dan Ruju’
9. Hukum pacaran dan hamil di luar nikah
10. Hikmah dan filosofi nikah.
C. Tujuan Pembahasan
Untuk dapat memahami, lebih mengetahui tata cara dan hukum nikah dalam
kehidupan sehari-hari
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah
Arti nikah menurut bahasa yaitu : bercampur dan berkumpul, artinya bercampur dan
berkumpul antara pria dan wanita untuk melakukan persetubuhan yang halal.
Arti nikah menurut istilah :
Menurut istilah syariat, nikah artinya Perjanjian (akad) antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan yang bukan muhrimnya untuk membangun rumah tangga dan dengan pernikahan dapat
menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga
bahagia yang diridhoi oleh Allah SWT. Menurut Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
pengertian pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri
untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah.
Nikah merupakan salah satu asas yang utama dalam memelihara kemashlahatan umum.
Kalau tidak ada peraturan tentang nikah, manusia akan memperturutkan hawa nafsunya, dan hawa
nafsu ini dapat menimbulkan perselisihan dan bencana dalam masyarakat.
6
realistis untuk mempersiapkan sebuah perjalanan panjang berdua. ta'aruf adalah proses saling kenal
mengenal pra nikah dengan dilandasi ketentuan syar'i.
Meminang artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki kepada
seoranng perempuan atau sebaliknya dengan perantara seorang yang di percayainya.Dalam
merencanakan kehidupan berumah tangga, diantara langkah yang harus di tempuh oleh seorang
ikhwan adalah menetapkan seorang akhwat yang di inginkan untuk menjadi calon istrinya. Secara
syar’i ikhwan tersebut menjalaninya dengan melakukan khitbah (peminangan) kepada akhwan yang
di kehendakinya. Adapun salah satu tujuan disyari’atkannya khitbah adalah agar masing- masing
pihak dapat mengetahui calon pendamping hidupnya.Laki-laki yang meminang atu pihak perempuan
yang dipinang dalam massa menjelang perkawinan dapat saja membatalkan pinangan tersebut,
meskipun dulunya ia menerimanya. Meskipun demikian,pemutusan pinangan itu mesti dilkukan
secara baik dan tidak menyakiti pihak manapun. Pemberian yang dilakukan dalam acara peminengan
tersebut itu tidak ada kaitan apa-apa dengan mahar yang diberikan kemudian dalam perkawinan.
Dengan demikian pemberian tersebut dapat diambil kembali bila pinangan itu tidak berlanjut dengan
perkawinan.
7
D. Dasar hukum
Nikah adalah suatu ketentuan yang di syariatkan oleh agama islam dan merupakan insting
(pembawaan) bagi setiap manusia yang normal,baik pria maupun wanita yang didasarkan pada al
quran dan sunah rasul saw.Oleh karena itu merupakan upaya untuk mewujudkan suatu
masyarakat,maka islam mendasarkan hokum nikah tersebut kepada kondisi dan keadaan dari seorang
yang hendak melakukannya,baik dari segi kesanggupan fisik (seksual) maupun dari segi
kesanggupan materi (nafkah) sebagai resiko yang ditimbulkan dari nikah tersebut.
Setelah pinangan dari calon laki-laki diterima oleh calon pengantin perempuan maka
diadakanlah akad nikah.Dengan adanya akad nikah berarti calon mempelai sudah sah hidupnya
sebagai suami istri dalam suatu rumah tangga dan mereka harus melaksanakan hak dan kewajiban
masing-masing sebagai suami istri.
Suatu pernikahan dianggap sah apabila semua rukunnya sudah terpenuhi, Rukun nikah adalah
sebagai berikut :
8
1. Sighat(Aqad)
Sighat(Aqad) yaitu ijab dan qobul.Ijab adalah penyerahan dari wali perempuan atau wakilnya
seperti”saya nikahkan engkau dengan anak perempuan saya ………………………. Dengan mahar
atau mas kawin……………………………… qobul adalah penerimaan dari calon laki-laki seperti
“saya terima nikah ………………….. dengan mahar atau mas kawin ………………..
Syarat-syarat sighat (‘aqad) :
1.1 antara ijab dan qobul tidak boleh diselingi oleh pembicaraan yang lain, atau begitu lama,
artinya segera setelah selesai pengucapan kalimat ijab dari wali si perempuan, langsung di
sambut dengan pengucapankaliamt qobul oleh mempelai laki-laki.
1.2 adanya kalimat penyesuaian bunyi kalimat ijab dengan qabul, jka tidak sesuai tidak sah
nikah. Misalnya, seorang wali menikahkan Fatimah anak ali lalu diterima oleh calon
mempelai Aisyah anak Ali atau Fatimah anak umar dan lain sebagainya.
1.3 dengan kata-kata yang tegas menunjukkan lafaz nikah, misalnya, saya menikahkan
(Mengawinkan).
1.4. Tidak ada Ta’lik atau Syarat yang menghalangi berlangsungnya perkawinan. Kalau pakai
ta’lik tidak sah nikah, Mmisalnya saya nikahkan anak saya Ftimah dengan kamu, jika telah di
ceraikan oleh suaminya.
1.5 tidak dibatasi lamanya nikah dalam ijab dan qabul. Jika lamanya dibatasi maka nikahnya
tidak sah misalnya kata wali; saya nikahkan anakku Fatimah dengan kamu selama 1 tahun.
1.6 di dengar oleh dua orang saksi nikah dan di pahami maksudnya.
1.7. di sebutkan dengan khusus nama wanita yang di nikahkan itu dalam ijab dan qabul.
9
2. Calon Suami
Di sebutkan pula oleh Imam Zakaria al-Anshari dalam Fathul Wahab bi Syarhi
Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 42:
" و شرط في الزوج حل واختيار وتعيين وعلم بحل المرأة له
“Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram), tidak
terpaksa, ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya.”
3. Calon Istri
Syarat-syarat calon istri yaitu :
a. Beragama islam.
b. Tidak muhrim bagi laki-laki yang akan menikahinya.
c. Bukan istri orang lain, dan bukan istri yang dalam ‘iddah.
d. Nyata ia seorang wanita.
e. Tertentu orangnya.
f. Bukan wanita yang sedang mengerjakan haji atau umrah.
4. Wali
Seorang wanita yang akan nikah mesti memakai wali, Nikah tanpa wali batal (tidak sah).
Syarat-syarat wali :
a. Islam
b. Baligh
c. Berakal
10
d. Merdeka
e. Laki-laki
f. ‘Adil
g. Bukan sedang mengerjakan haji atau umrah.
Susunan Wali :
1. Bapak
2. Datuk (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas.
3. Saudara laki-laki yang seibu sebapak
4. Saudara laki-laki yang sebapak saja
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak
6. Anka laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja
7. Saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak (paman seibu sebapak)
8. Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja (paman sebapak)
9. Anak laki-laki bapak yang seibu sebapak (anak laki-laki paman seibu sebapak)
10. Anak laki-laki saudara lakk-laki bapak yang sebapak saja (anak laki-laki bapak yang sebapak
saja (anak laki-laki paman sebapak)
11. Hakim
B. Wali Akrab
Wali akrab ialah wali yang seibu sebapak mujbir,yang termasuk wali akbar ialah :
Saudara laki-laki yang seibu sebapak
Saudara laki-laki yang sebapak saja
Anak laki-laki saudara laki-laki seibu sebapak
Anak laki-laki saudara laki-laki yang sebapak aja
11
C. Wali Ab’ad
Wali ab’ad ialah wali yang sudah agak jauh tetapi masih termaduk wali dari segi keturunan (nasab).
Yang termasuk wali ab’ad ialah:
Saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak.
Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
Anka laki-laki saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak.
Anak laki-lkai saudara laki-lkai bapak yang sebapak saja.
D. Wali Hakim
Wali hakim ialah wali yang tidak termasuk keturunan (nasab) dari wanita yang akan di nikahkan.
Kepala Negara Islam
Kepala Negara yang beragama Islam
Qadhi
Na’ib
Pengertian Mahar
Mahar (arab : = المهرmaskawin), adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari
mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan, ketika dilangsungkan akad nikah.
Menurut KBBI mahar adalah pemberian wajib berupa uang atau barang dari mempelai laki-
laki kepada mempelai perempuan ketika dilangsungkan akad nikah
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta
kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya. Atau suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon
suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa.
12
Para ulama mazhab mengemukakan beberapa definisi, yaitu:
Mazhab Hanafi (sebagiannya) mendefinisikan, bahwa:” mahar sebagai sejumlah harta yang
menjadi hak istri, karena akad perkawinan, atau disebabkan terjadi senggama dengan
sesungguhnya”.
Mazhab Maliki mendefinisikannya: “sebagai sesuatu yang menjadikan istri halal untuk
digauli”.
Mazhab Hambali mengemukakan, bahwa mahar. “sebagai imbalan suatu perkawinan, baik
disebutkan secara jelas dalam akad nikah, ditentukan setelah akad dengan persetujuan kedua belah
pihak, maupun ditentukan oleh hakim”
Artinya,” Berikanlah maskawin [mahar] kepada wanita [yang kamu nikahi] sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan . Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah [ambillah] pemberian itu
[sebagai makanan] yang sedap lagi baik akibatnya.
(QS. An-Nisa’:24)
َ فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ِه ِم ْنه َُّن فَئَاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن فَ ِر ْي
ًضة
Artinya,” Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.
13
Syarat-syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada calon istri, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Harta/bendanya berharga
Tidak sah mahar yang dengan yang tidak memiliki harga apalagi sedikit, walaupun tidak ada
ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi, apabila mahar sedikit tetapi memiliki nilai,
maka tetap sah.
b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat
Tidak sah mahar dengan khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak
berharga.
c. Barangnya bukan barang gasab
Gasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud
untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikan kelak. Memberikan mahar dengan barang
hasil gasab, adalah tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
d. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya
Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak
disebutkan jenisnya.
Macam-macam Mahar
Ulama fiqih sepakat bahwa mahar itu ada dua macam, yaitu mahar musamma dan mahar
mitsil (sepadan).
1) Mahar musamma
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika
akad nikah, atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah. Ulama fiqh sepakat bahwa
dalam pelaksanaannya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila:
1. Telah bercampur (bersenggama).
2. Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma’.
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri,
dan ternyata hikahnya rusak dengan sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istri mahram sendiri, atau
dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai
sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya, berdasarkan firman Allah SWT: “ Jika kamu
menceraikan istri-istrimu sebelum bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah
14
menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu. (Q.S An-
Nisa: 237)”
2) Mahar mitsil (sepadan)
Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besra kadarnya pada saat sebelum ataupun
sesudah ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah
diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengikat status social,
kecantikan dan sebagainya. Bila terjadi mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum
atau ketika terjadi pernikahan, maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin
wanita (bibi, bude, anak perempuan bibi/ bude). Apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih dengan
ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Gugur/Rusaknya Mahar
Mahar yang rusak bisa terjadi karena barang itu sendiri atau karena sifat-sifat barang tersebut,
seperti tidak diketahui atau sulit diserahkan, mahar yang rusak karena zatnya sendiri, yaitu seperti
khamar yang rusak karena sulit dimiliki atau diketahui, pada dasarnya disamakan dengan jual
beliyang mengandung lima persoalan pokok, yaitu:
a. Barangnya tidak boleh dimiliki;
15
b. Mahar digabungkan dengan jual beli;
c. Penggabungan mahar dengan pemberian;
d. Cacat pada mahar; dan
e. Persyaratan dalam mahar.
Dalam hal barangnya tidak boleh dimiliki seperti: khamar, babi, dan buah yang belum masak
atau unta yang lepas
“Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Saw melarang Ali menggauli Fatimah sampai memberikan
sesuatu kepadanya. Lalu jawabnya: Saya tidak punya apa-apa. Maka sabdanya: Dimana baju besi
Huthamiyyahmu? Lalu diberikanlah barang itu kepada Fatimah.” (HR Abu Dawud, Nasa’i dan
dishahihkan oleh Hakim).
Hadis diatas menunjukkan bahwa larangan itu dimaksudkan sebagai tindakan yang lebih baik,
dan secara hukum dipandang sunnah memberikan mahar sebagian terlebih dahulu.
Walimatul ursy
Walimah الوليمةartinya Al-ja’mu = kumpul, sebab antara suami dan istri berkumpul. Walimah
الوليمةberasal dari kata Arab: اَ ْل َولِ َمartinya makanan pengantin. Maksudnya adalah makanan yang
disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu
undangan atau lainnya. Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau sesudahnya,
atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung
adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat
16
a. Tidak ada uzur syar’i
b. Dalam walimah itu tidak ada atau tidak digunakan untuk perbuatan munkar
c. Yang diundang baik dari kalangan orang kaya maupun miskin.
Secara rinci, undangan itu wajib didatangi, apabila memenuhi syarat:
a. Pengundang sudah mukhallaf, merdeka, dan sehat akal
b. Undangan tidak hanya dikhususkan kepada orang kaya tanpa melibatkan orang miskin
c. Tidak hanya tertuju kepada orang yang disenangidan orang yang dihormatinya
d. Pengundang beragama islam. Dengan demikian menurut pendapat yang lebih kuat
e. Khususnya hari pertama walimah. Demikian pendapat yang masyhur
f. Belum didahului oleh undangan lain. Jika ada undangan lain sebelumnya, yang pertama
wajib didahulukan
g. Tidak ada kemungkaran dan perkara-perkara lain yang menghalangi kehadirannya
h. Orang yang diundang tidak berhalangan.
Hikmah Walimah
Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai beberapa keuntungan (hikmah),
antara lain sebagai berikut:
1. Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT
2. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
3. Sebagai tanda resminya adanya akad nikah
4. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami isteri
5. Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah
6. sebagai pengumuman bagi masarakat, terhadap resminya pernikahan.
17
istrinya dengan benar tatkala ia haid, ketika ia shalat serta ketika istri melaksanakan kewajiban-
kewajiban agama yang lain.
Kewajiban-kewajiban suami kepada istri dan hak yang harus diterima bagi istri itu setidaknya harus
di penuhi dan disesuai dengan kemampuan dari sang suami, diantaranya :
1. Suami itu harus memberikan Nafkah; nafkah lahir seperti makan dan minum, belanja
perabotan rumah tangga, biaya sekolah, biaya mondok, dan belajar anak-anaknya. Di
samping itu juga, suami harus memberikan nafkah batin, baik hubungan seksual yang baik
dan layak, maupun hubungan psikologis dalam rumah tangga itu yang juga baik dan layak.
2. Suami harus juga memberikan mu’nah. Yang dimaksud dengan mu’nah itu adalah segala
sesuatu di luar kewajiban-kewajiban nafkah tersebut, atau bahasa lain adalah segala biaya tak
terduga, seperti biaya-biaya pengobatan jika sakit, biaya yang dengan perhiasan istri, biaya
untuk istri bersolek dan lain-lain.
3. Suami juga wajib memberikan biaya kiswah, dalam hal ini suami harus memenuhi biaya
pakaian Istri (secukupnya dan seperlunya).
H. Putusnya perkawinan misalnya: thalaq,khulu’,ila’, zhihar, li’an, mut’ah, iddah, dan ruju’
A. Thalaq
إنإبليسيضععرشهعلىالماءثميبعثسراياهفأدناهممنهمنزلةأعظمهمفتنةيجئأحدهمفيقولفعلتكذاوكذافيقولماصنعتش
يئاقالثميجئأحدهمفيقولماتركتهحتىفرقتبينهوبينامرأتهقالفيدنيهمنهويقولنعمأنت
18
Artinya:“Sesungguhnya iblis singgasananya berada di atas laut. Dia mengutus para pasukannya.
Setan yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar godaannya. Di antara mereka ada
yang melapor, ‘Saya telah melakukan godaan ini.’ Iblis berkomentar, ‘Kamu belum melakukan apa-
apa.’ Datang yang lain melaporkan, ‘Saya menggoda seseorang, sehingga ketika saya
meninggalkannya, dia telah bepisah (talak) dengan istrinya.’ Kemudian iblis mengajaknya untuk
duduk di dekatnya dan berkata, ‘Sebaik-baik setan adalah kamu.” (HR. Muslim)
Di atas merupakan hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam yang sesungguhnya merupakan
suatu peringatan tentang buruknya suatu perceraian. Mengapa? Karena perceraian itu adalah salah
satu cita-cita terbesar dari iblis yang merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling laknat,
dimana dengan adanya perceraian akan dapat menimbulkan berbagai dampak seperti terputusnya
keturunan maupun terputusnya tali silaturahmi.
Perceraian atau dalam islam dikenal dengan talak yang dapat diartikan sebagai terlepasnya
ikatan sebuah perkawinan atau juga bisa diartikan terputusnya hubungan perkawinan antar suami dan
istri dalam jangka waktu tertentu atau untuk selama-lamanya. Mengapa dikatakan dalam jangka
waktu tertentu? Karena dalam islam diperbolehkan adanya rujuk, dengan beberapa catatan seperti
firman Allah SWT berikut ini :
َ ْري ٌحبِإِحْ َسانٍ َواليَ ِحلُّلَ ُك ْمأ َ ْنتَأْ ُخ ُذوا ِم َّماآتَ ْيتُ ُموهُنَّ َشيْئاًإِالّضأ َ ْنيَ َخافَاأَالَّيُقِي َما ُحدُودَاللَّ ِهفَإ ِ ْن ِخ ْفتُ ْمأَالَّيُقِي َما ُحدُودَاللَّ ِهفَال ُجن
َاح َع ِ الطَّالقُ َم َّرتَانِفَإ ِ ْم َزا ٌكبِ َم ْعرُوفٍأَوْ تَس
َلَ ْي ِه َمافِي َماا ْفتَ َد ْتبِ ِهتِ ْل َك ُحدُودُاللَّ ِهفَالتَ ْعتَدُوهَا َو َم ْنيَتَ َع َّد ُحدُودَاللَّ ِهفَأُولَئِ َكهُ ُمالظَّالِ ُمون
Artinya:“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al- Baqarah ayat 229)
19
1. Talak atau cerai tidak boleh dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya pada saat istrinya
sedang dalam masa haid, nifas, atau saat istrinya dalam keadaan suci akan tetapi ia menggaulinya.
2. Hendaknya ketika mengucapkan talak, suami dalam keadaan sadar, karena apabila suami
mentalak istrinya dalam keadaan tidak sadar seperti ketika sedang marah, sehingga karena amarah
tersebut dapat menutupi kesadarannya hingga ia bicaa yang tidak diinginkan, maka talak yang ia
lakukan adalah tidak sah
3. Seorang suami yang mentalak atau menceraikan istrinya bermaksud untuk benar-benar
mencerai atau berpisah dengan istrinya tersebut, jangan sampai talak yang diucapkan hanya sekedar
menakut-nakuti atau menjadikan talak itu sebagai sumpah.
Hukum talak
Pada dasarnya perceraian atau talak adalah sesuatu hal yang harus dihindari dalam sebuah
perkawinan. Mengapa? Karena selain merupakan perbuatan yang amat disenangi oleh iblis, talak
juga nantinya dapat berakibat buruk bagi kehidupan, baik itu bagi pasanagan suami istri yang
memutuskan untuk bercerai, bagi keturunan atau anak-anak mereka, juga bagi anggota keluarga
lainnya. Adapun hukum dari talak atau cerai ada bermacam-macam, yaitu :
1. Wajib ; Perceraian atau talak dikatakan wajib apabila :
Antara suami dan istri tidak dapat didamaikan lagi
Tidak terjadi kata sepakat oleh dua orang wakil baik dari pihak suami maupun istri untuk
perdamaian rumah tangga yang hendak bercerai
Adanya pendapat dari pihak pengadilan yang menyatakan bahwa perceraian/ talak adalah jalan
yang terbaik.
Dan jika dalam keadaan-keadaan tersebut keduanya tidak diceraikan, maka suami akan berdosa.
2. Haram ; Suatu perceraian/ talak akan menjadi haram hukumnya apabila :
Seorang suami menceraikan istrinya ketika si istri sedang dalam masa haid atau nifas
Seorang suami yang menceraikan istri ketika si istri dalam keadaan suci yang telah disetubuhi
3. Sunnah ; Perceraian merupakan hal yang disunnahkan, apabila :
Suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya
Sang istri tidak bisa menjaga martabat dan kehormatan dirinya
20
4. Makruh ; Perceraian/ talak bisa dianggap sebagai hal yang makruh apabila seorang suami
menjatuhkan talak kepada istrinya yang baik, memiliki akhlak yang mulia, serta memiliki
pengetahuan agama yang baik.
5. Mubah ; Sedangkan perceraian atau talak bisa dikatakan mubah hukumnya apabila suami memiliki
keinginan/ nafsu yang lemah atau juga bisa dikarenakan sang istri belum datang haid atau telah habis
masa haidnya.
Rukun perceraian/ talak
1. Bagi Suami ; Suami yang hendak menceraikan istrinya haruslah :
Berakal sehat
Baligh
Bercerai atas kemauan sendiri atau tanpa adanya paksaan dari pihak lain
Jenis-jenis talak
Talak dibagi dalam beberapa jenis, yaitu :
A. Dilihat dari sighat (ucapan/ lafadz) talak
Jika ditinjau dari segi ini, talak dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Talak Sharih (Talak langsung)
Ini adalah talak yang diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya dengan lafadz atau ucapan yang
jelas dan terang. Meskipun talak ini diucapkan tanpa adanya niat ataupun saksi, akan tetapi sang
suami tetap dianggap menjatuhkan talak/ cerai.
21
Contoh Lafadz/ ucapan Talak Sharih :
Aku menceraikanmu
Engkau aku ceraikan
Engkau kutalak satu, dan lain sebagainya.
22
ۖ ِ ْري ٌحبِإِحْ َسا ٍن ۗ َواَل يَ ِحلُّلَ ُك ْمأ َ ْنتَأْ ُخ ُذوا ِم َّماآتَ ْيتُ ُموهُنَّ َش ْيئًاإِاَّل أَ ْنيَخَ افَاأَاَّل يُقِي َما ُحدُو َدهَّللا
ِ الطَّاَل قُ َم َّرتَا ِن ۖ فَإِ ْم َسا ٌكبِ َم ْعرُوفٍأَوْ تَس
َفَإِ ْن ِخ ْفتُ ْمأَاَّل يُقِي َما ُحدُودَاللَّ ِهفَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ِه َمافِي َماا ْفتَ َد ْتبِ ِه ۗ تِ ْل َك ُحدُودُاللَّ ِهفَاَل تَ ْعتَدُوهَا ۚ َو َم ْنيَتَ َع َّد ُحدُودَاللَّ ِهفَأُو ٰلَئِ َكهُ ُمالظَّالِ ُمون
Artinya:“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma´ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari
yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu
melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang
zalim.” (QS. Al- Baqarah ayat 229).
Talak Bain
Ini adalah suatu proses perceraian dimana seorang suami mengucapkan atau melafadzkan
talak tiga kepada istrinya. Dalam kasus seperti ini, sang suami tidak diperbolehkan untuk rujuk
dengan istrinya, kecuali sang istri telah menikah kembali dengan orang lain lalu sang istri diceraikan
oleh suami barunya tersebut dan telah habis masa iddahnya.
Allah SWT berfirman :
َاج َعاإِ ْنظَنَّاأَ ْنيُقِي َما ُحدُو َدهَّللا ِ ۗ َوتِ ْل َك ُحدُودُاللَّ ِهيُبَيِّنُهَالِقَوْ ٍميَ ْعلَ ُمون
َ َاح َعلَ ْي ِه َماأَ ْنيَتَ َر
َ إِ ْنطَلَّقَهَافَاَل تَ ِحلُّلَهُ ِم ْنبَ ْع ُد َحتَّ ٰىتَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َرهُ ۗ فَإ ِ ْنطَلَّقَهَافَاَل ُجن
Artinya:“Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk
kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah
hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (QS. Al- Baqarah
ayat 230)
Talak Sunni
Ini adalah perceraian dimana seorang suami mengucapkan talak kepada istri yang belum
disetubuhi ketika si istri dalam keadaan suci dari haid.
23
Talak Bid’i
Yaitu perceraian dimana suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang masih dalam masa haid atau
istri yang dalam keadaan suci dari haid akan tetapi sudah disetubuhi.
Talak Taklik
Yaitu perceraian yang terjadi akibat syarat atau sebab-sebab tertentu. Jadi apabila sang suami
melakukan sebab atau syarat-syarat tersebut, maka terjadilah perceraian atau talak.
Bagaimanakah hukumnya jika seorang suami langsung menjatuhkan talak 3
kepada istrinya?
Terdapat perbedaan pendapat tentang hal tersebut, dimana sebagian para ulama menyatakan
bahwa talak 3 hanya bisa dilakukan setelah terjadi dua kali talak dan dua kali rujuk. Pendapat ini
berdasarkan pada Firman Allah SWT dalam Surat Al- Baqarah ayat 229 yang menyatakan bahwa”
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.”
Sedangkan pendapat yang lainnya menyatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan untuk
dilakukan, yaitu dengan merujuk pada hadist:“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun
di masa khilafah ‘Umar muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata, “Manusia
sekarang ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai dengan aturan Islam
yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena ketergesa-
gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya ‘Umar pun mensahkan
talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak.” (HR Muslim)
24
Apabila seorang suami meninggalkan istrinya selama empat tahun berturut-turut tanpa
adanya kabar berita
Suami dianggap tidak melunasi mas kawin atau mahar yang telah disebutkan di dalam akad
nikah, baik sebagian maupun keseluruhan.
Suami berlaku buruk kepada istrinya seperti menganiaya, menghina, maupun tindakan
lainnya yang dapat mengancam keselamatan dan keamanan sang istri.
Khulu’
Yaitu proses perceraian atas permintaan dari pihak istri dan suami setuju dengan hal tersebut
dengan syarat sang istri memberikan imbalan kepada sang suami. Dampak dari gugatan cerai yang
dilakukan istri tersebut adalah hilangnya hak suami untuk melakukan rujuk selama sang istri sedang
dalam masa iddah atau yang disebut dengan talak ba’insughra. Dan apabila sang suami
menghendaki untuk rujuk, maka ia harus melakukan proses melamar dan menikahi kembali wanita
yang telah menjadi mantan istrinya tersebut. Dan apabilan wanita tersebut hendak menikah dengan
pria lain, maka ia harus menunggu hingga masa iddahnya selesai.
Istri yang ditalak memiliki hak untuk tetap mendapatkan mut’ah seperti biasanya. Allah SWT telah
berfirman :
ْ َُوف ۖ َحقًّا َعل
َىال ُمتَّقِين ِ َولِ ْل ُمطَلَّقَاتِ َمتَا ٌعبِ ْال َم ْعر
Artinya “Kepada wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut´ah
menurut yang ma´ruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al- Baqarah
ayat 241)
25
B. Khulu’
Gugatan cerai, dalam bahasa Arab disebut Al-Khulu (ُ) ال ُخ ْلـع. Kata Al-Khulu (ُ ) ال ُخ ْلـعdengan
ِ ْ) ُخ ْلع ُْالشو. Maknanya
didhommahkanhurupkha’nya dan disukunkan huruf Lam-nya, berasal dari kata (ب
melepas pakaian. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta kepada suaminya untuk
melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan Allah sebagai pakaian. Allah Subhanahu
waTa’ala berfirman.
I. Mubah (Diperbolehkan)
Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama suaminya karena kebencian dan takut tidak
dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah
Subhanahu waTa’ala dalam ketaatan kepadanya. dengan dasar firman Allah Subhanahu waTa’ala.
26
Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah Al-Khulu ini dengan
pernyataannya, bahwasanya Al-Khulu, ialah seorang suami menceraikan isterinya dengan
penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya
merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena
adanya ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak atau bentuk
fisiknya. Demikian juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya membutuhkan penceraian, karena
khawatir dosa yang menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra (Perceraian besar atau Talak
Tiga)
Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-Khulu (gugat cerai) bagi wanita, apabila
sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan
haknya. Apabila sang suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan
tidak memilih perceraian.
27
IV. Wajib
Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap
orang yang tidak pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang
suami memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar dari
Islam dan menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu membuktikannya di hadapan hakim
peradilan untuk dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya, namun hakim peradilan tidak
menghukuminya murtad dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan seperti itu, seorang
wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus menyerahkan harta.
Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan dan perbuatan
kufur.
Pertama: suami
Syarat suami menceraikan istrinya dalam bentuk khulu’ sebagaimana yang
berlaku thalaq adalah seseorang yang ucapannya telah dapat diperhitungkan secara syara’, yaitu
akil, balig, dan bertindak atas kehendaknya sendiri dan dengan kesengajaan. Berdasarkan syarat ini,
bila suami belum dewasa, atau suami sedang dalam keadaan gila, maka yang akan menceraikan
dengan nama khulu’ adalah walinya. Demikian pula keadaannya seseorang yang berada di bawah
pengampuan karena kebodohannya yang menerima permintaan khulu’ istri adalah walinya.
Kedua: istri yang di khulu’
Istri yang mengajukan khulu’ kepada suaminya disyaratkan hal-hal sebagai berikut:
1. Ia adalah seorang yang berada dalam wilayah si suami.
2. Ia adalah seorang yang telah dapat bertindak atas harta
28
Khulu’ boleh terjadi dari pihak ketiga, seperti walinya dengan persetujuan istri. Khulu’ sepeerti ini
disebut khulu’ajnabi. Pembayaran iwadh dalam khulu’ seperti ini ditanggung oleh
pihak ajnabi tersebut.
C. ILA’
29
Ila’ adalah sumpah suami bahwa ia tidak akan mencapuri istrinya dalam masa lebih empat
bulan atau dengan tidak menyebut masanya. Ila’ merupakan tradisi orang-orang jahiliyah Arab
dengan maksud untuk menyakiti istrinya dengan cara tidak menggauli dan membiarkan istrinya
menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian apakah dicerai atau tidak.
Setelah Islam datang, tradisi tersebut dihapus dengan cara membatasi waktu Ila’ paling lama
empat bulan. Dengan demikian, apabila masa empat bulan itu sudah lewat, suami harus memilih
rujuk atau talak. Apabila yang dipilih rujuk, suami harus membayar kafarat sumpah. Namun, jika
yang dipilih talak, akan jatuh talak sugra.
فجعل الحرام حالال، من نسائه وحرّم. آلى رسول هللا صلعم: قالت.ض.عن عائشة ر،
) ورواته ثقات،ّوجعل لليمين كفّارة(رواه التّرمذى
Artinya : Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah Saw. Telah bersumpah Ila’ diantara istrinya dan
mengharamkan berkumpul dengan mereka. Lalu beliau menghalalkan yang telah diharampkan dan
membayar kafarat bagi yang bersumpah.” (HR. Tirmidzi dan para rawinya dapat dipercaya.
Ayat diatas Allah SWT bermaksud untuk menghapuskan hukum yang berlaku pada kebiasaan orang-
orang jahiliyah, dimana seorang suami bersumpah untuk tidak mencampuri isterinya selama satu
tahun atau dua tahun bahkan lebih. Kemudian Allah SWT menjadikannya selama empat bulan saja.
Waktu yang ditetapkan oleh Allah SWT dijadikan bagi suami sebagai masa penangguhan bagi suami
untuk merenungkan diri dan memikirkan mungkin ia membatalkan sumpahnya dan kembali kepada
isterinya atau mentalaknya.
Rukun Ila’
Menurut jumhur fuqaha, ila’ memiliki empat rukun
a) Al-haalif (orang yang bersumpah atau al-mauli)
Menurut madzhab Hanafi orang yang melakukan ilaa’ adalah setiap suami yang memiliki
kemampuan untuk menjatuhkan talak. Yaitu semua orang yang aqil baligh yang memiliki
pernikahan dan disandarkannya kepada kepemilikian pernikahan. Atau orang yang tidak dapat
mendekati isterinya kecuali dengan ssuatu yang berat yang harus dia penuhi.
30
Menurut madzhab Syafii, orang yang melakukan ila’ adalah suami yang sah talaknya atau
semua suami yang aqilbaligh yang mampu untuk melakukan persetubuhan. tidak sah ilaa’ yang
dilakukan oleh anak kecil, orang gila, orang yang dipaksa dan orang yang lumpuh.
Menurut madzhab Hambali orang yang melakukan ila’ adalah setiap suami yang dapat
melakukan persetubuhan, yang bersumpah dengan nama Allah SWT atau dengan salah satu sifatnya
untuk tidak menyetubuhi isterinya yang dapatdisetubuhi dalam masa yang melebihi empat bulan.
Syarat Ila’
Menurut madzhab Hambali dan madzhab-madzhab yang lain menyebutkan empat syarat bagi ila’
yakni:
a) Si suami bersumpah dengan nama Allah SWT atau dengan salah satu sifatnya, seperti yang
maha kasih, dan tuhan sekalian alam, bahwa dia tidak menyetubuhi isterinya lebih dari empat bulan.
31
b) Si suami bersumpah untuk tidak melakukan persetubuhan selama lebih dari empat bulan karena
Allah SWT menjadikan orang yang mengucapkan sumpah menunggu selama empat bulan.
c) Si suami bersumpah untuk tidak melakukan persetubuhan di bagian vagina.
d) Yang dijadikan sebagai obyek sumpah adalah isteri, karena orang yang selain isteri tidak
memiliki hak untuk disetubuhi oleh si suami, maka si suami tidak dapat melakukan ilaa’ kepada
perempuan yang selain isteri.
D. Zhihar
Zihar adalah ungkapan suami yang menyamakan istri dengan ibu kandung atau mahramnya
seperti adik atau kakak perempuannya.Kata Zihar berasal dari kata zahara-yazhara-zahrah yang
berarti punggung, jelas atau terang. Secara terminologi, istilah zihar merupakan sebuah ungkapan
suami kepada isterinya yang bermaksud menyamakan anggota tubuh isterinya dengan ibunya,
misalnya : “punggungmu sama dengan punggung ibuku”.Sejak zaman Pra-Islam praktekzihar ini
diartikan sebagai talak kepada istri, maksudnya apabila seorang suami menzihar istrinya maka
artinya ia menjatuhkan talak kepada istrinya.
Hukum Zihar
Para ulama sepakat mengatakan zihar itu hukumnya haram. Oleh sebab itu orang yang
melakukan zihar berarti melakukan perbuatan yang berdosa. Kesepakatan para ulama ini berdasarkan
penjelasan yang gambling dari Al-Qur'an dan Hadits tentang tidak bolehnya zihar:
1. Haram menyetubuhi istrinya itu sebelum ia membayar kafarat zihar
2. Penzihar wajib membayar kafarat zihar
3. Setelah kafarat ini di bayar oleh penzihar barulah penzihar berhak kembali kepada istrinya.
Kafarat zihar yang haruslah di bayar harus berurutan, artinya apabila dia tidak sanggup membayar
bentuk kafarat yang pertama maka dia membayar dengan bentuk yang kedua, Selanjutnya bila tidak
sanggup membayar bentuk yang kedua, maka dia harus membayar dengan bentuk yang ketiga.
Bentuk kafarat zihar tersebut adalah memerdekakan budak perempuan, jika tidak mampu maka dia
32
harus puasa selama dua bulanberturut-turut, jika tidak mampu maka dia harus memberi makan
kepada 60 orang miskin
4. Hukum Suami yang Menzhihar Isterinya Kemudian Menyetubuhinya Sebelum Habis
Waktu.
E. Li’an
Li’an berasal dari kata ”la’ana” ,yang artinya laknat,sebab suami istri pada ucapan kelima saling
bermula’anah dengan kalimat “sesungguhnya padanya akan jatuh laknat alloh jika ia tergolong
orang yang telah berbuat dosa.
ِ َو ْالخَا ِم َسةُ أَ َّن لَ ْعنَتَ هَّللا-٦- َت بِاهَّلل ِ إِنَّهُ لَ ِمنَ الصَّا ِدقِين
ٍ َوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ أَ ْز َوا َجهُ ْم َولَ ْم يَ ُكن لَّهُ ْم ُشهَدَاء إِاَّل أَنفُ ُسهُ ْم فَ َشهَا َدةُ أَ َح ِد ِه ْم أَرْ بَ ُع َشهَادَا
ب هَّللا ِ َعلَ ْيهَا إِن َ َض َ َو ْال َخا ِم َسةَ أَ َّن غ-٨- َت بِاهَّلل ِ إِنَّهُ لَ ِمنَ ْال َكا ِذبِين
ٍ اب أَ ْن تَ ْشهَ َد أَرْ بَ َع َشهَادَاَ َع ْنهَا ْال َع َذ-٧- َُعلَ ْي ِه إِن َكانَ ِمنَ ْال َكا ِذبِينَ َويَ ْد َرأ
Proses pelaksanaan perceraian karena li’an diatur dalam Al-Quran syrat An-Nur ayat
6-9, sebagai berikut:
a. Suami yang menuduh isterinya berzina harus mengajukan saksi yang cukup yang turut
menyaksikan perbuatan penyelewengan tersebut.
b. Kalau suami tidak dapat mengajukan saksi, supaya ia tidak terkena hukuman menuduh zina, ia
harus mengucapkan sumpah lima kali. Empat kali dari sumpah itu ia menyatakan bahwa tuduhannya
benar, dan sumpah kelima menyatakan bahwa ia sanggup menerima laknat Tuhan apabial
tuduhannya tidak benar (dusta).
33
c. Untuk membebaskan diri dari tuduhan si isteri juga harus bersumpah lima kali. Empat kali ia
menyatakan tidak bersalah dan yang kelima ia menyatakan sanggup menerima laknat Tuhan apabila
ia bersalah dan tuduhan suaminya benar.
d. Akibat dari sumpah ini isteri telah terbebas dari tuduhan dn ancaman hukuman, namun hubungan
perkawinan menjadi putus untuk selama-lamanya.
HukumLi’an
Jika seseorang menuduh istrinya berzina tanpa bukti, maka ia telah melakukan qadzaf ( )قذفdan
berhak mendapatkan hukum had berupa 80 kali cambukan. Allah Ta’ala berfirman :
ًت ثُ َّم لَ ْم يَأْتُوا بِأَرْ بَ َع ِة ُشهَدَا َء فَاجْ لِدُوهُ ْم ثَ َمانِينَ َج ْل َدة َ َْوالَّ ِذينَ يَرْ ُمونَ ْال ُمح
ِ صنَا
Artinya: “dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh
kali cambukan” (QS. An Nuur : 4)
Had tersebut tidak berlaku jika dia membawa 4 orang saksi sebagai bukti. Allah Ta’ala
berfirman :
َوالاَّل تِي يَأْتِينَ ْالفَا ِح َشةَ ِم ْن نِ َسائِ ُك ْم فَا ْستَ ْش ِهدُوا َعلَ ْي ِه َّن أَرْ بَ َعةً ِم ْن ُك ْم
Artinnya: “dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya)” (QS. An Nisaa : 15)
34
Sebagai akibat dari sumpah li’an yang berdampak pada suami istri, yaitu li’an menimbulkan
pula perubahan pada ketentuan hukum yang mestinya dapat berlaku bagi salah satu pihak (suami
istri). Perubahan itu antara lain adalah sebagai berikut:
1. Gugur had atas istri sebagai had zina
2. Wajib had atas istri sebagai had zina
3. Suami istri bercerai untuk selamanya
4. Bila ada anak, tidak dapat diakui oleh suami sebagai anaknya.
F. Mut’ah
Kata mut’ah dalam bahasa arab berasal dari mata’a, yanta’u, mat’anwamut’atan kesenangan
atau kenikmatan.Nikah mut’ah adalah nikah atau perkawinan yang dilakukan antara laki-laki dan
wanita dengan akad dan jangka waktu tertentu.
Menurut jumhur Ulama fiqh, yang dimaksud dengan “akad dan jangka waktu tertentu” dalam
nikah mut’ah adalah akad yang tidak diikat oleh kehendak bersama yang berdasarkan cinta kasih
untuk hidup berumah tangga selama-lamanya sebagai suami isteri. Akad seperti ini hanya
berdasarkan kebutuhan biologis dalam waktu tertentu. dalam akad ini disebutkan pula jumlah atau
jenis mahar, sesuai kesepakatan kedua belah pihak, demikian pula dengan pembatasan waktu.
َّ ِض َي هللاُ َع ْنهُ أَ َّن َرسُو َل هللا
صلَى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َْن ُم ْت َح ِة النِّ َسا ِء يَوْ َم خَ يْب ِ ِع َْن َعلِّ ِي طَل
ِ ب َر
أِ ْن هُ َو أِألَ َوحْ ٌى يٌو َحى,ق َع ِن ْآلهَ َوئ
ُ و َما يَ ْن ِط.
َ
Artinya:
“Dari Ali bin Abu Thalib ia berkata “Sesungguhnya RosullulahSAWmelarang nikah mut’ah dengan
perempuan-perempuan pada waktu perang khaibar”. (HR. Bukhari-Muslim)
35
أَألَ َوأِنَّال َل قَ ْد,َاع ْ ُ ت أَ َذ ْن
ُ أَيُّهَا النَّاسُ أِنِّى ُك ْن: فَقَ َل,َصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َح َّر َم ْال ُم ْت َحة
َ ِأَ َّن َرسُوْ َل هللا
ِ ت لَ ُك ْم فِى األ ِستِ ْمت
) (رواهابرما مبه.َح َّر َمهَاأِلَى يَوْ ِم القِيَا َم ِة
Artinya:
“Bahwasanya Rosullulah SAW mengharamkan nikah mut’ah maka ia berkata: Hai manusia,
sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu sekalian nikah mut’ah. Maka seorang ketahuilah,
bahwa Allah mengharamkanya sampai hari kimat.” (HR. Ibnu Majah)
G. Iddah
Sebagaimana diketahui, wanita memiliki masa iddah, yakni masa tunggu tertentu setelah ditinggal
wafat atau diceraikan suaminya. Pada masa ini pula, suami yang mencerainya bisa kembali atau
rujuk kepadanya, tanpa memerlukan akad baru, selama talak yang dijatuhkan berupa talak raj‘i (bisa
dirujuk).
َارةوباألشهرأَواأْل َ ْق َراء
َ او َذلِ َكيحصلبِ ْالوال َد ِةت
َ َاال َمرْ أَةليعرفبَ َرا َءة َرحمه
ْ َالعدةاسْمل ُم َّدة َم ْعدُودَةتَتَ َربَّصفِيه
ْ
Artinya: “Iddah adalah nama masa tunggu tertentu bagi seorang wanita guna mengetahui kekosongan
rahimnya. Kekosongan tersebut bisa diketahui dengan kelahiran, hitungan bulan, atau dengan
hitungan quru’ (masa suci).”
MACAM-MACAM IDDAH
Ada tiga macam-macam Iddah, yaitu :
1. Iddah sampai kelahiran kandungan
Iddah seperti ini tidak ada perbedaan pendapat antara para fuqaha’ bahwa wanita yang hamil jika
berpisah dengan suaminya karena talak atau khulu’ atau fasakh, baik wanita merdeka atau budak,
wanita muslimah atau kitabiyah, iddah-nya sampai melahirkan kandungan. Firman Allah SWT. :
َ َوالت األحْ َما ِل أَ َجلُه َُّن أَ ْن ي
ض ْعنَ َح ْملَه َُّن ُ َُوأ
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya.” ( QS. Ath-Thalaq(65): 4 ).
36
Wanita yang hamil ditinggal suaminya karena meninggal dunia maka masa iddah-nya sampai
melahirka kandungannya.
َيض ِم ْن نِ َسائِ ُك ْم ِإ ِن ارْ تَ ْبتُ ْم فَ ِع َّدتُه َُّن ثَالثَةُ أَ ْشه ٍُر َوالالئِي لَ ْم يَ ِحضْ ن
ِ َوالالئِي يَئِ ْسنَ ِمنَ ْال َم ِح
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu
jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu
(pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (QS. Ath-Thalaq (65): 4).[4]
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya.” (QS. Al-Baqarah (2): 228).
37
Diantara hadis nabi yang menyuruh menjalani masa iddah tersebut adalah apa yang disampaikan
oleh aisyah menurut riwayah ibnu majah dengan sanad yang kuat yang artinya : “nabi saw.
Menyuruh baurairah untuk beriddah selama tiga kali haid.
HIKMAH IDDAH
Adapun tujuan dan hikmah di wajibkan Iddah itu adalah :
Untuk mengetahui bersihnya Rahim perempuan atau isteri tersebut dari bibit yang di
tinggalkan oleh mantan suaminya itu. Supaya tidak terjadi bercampur aduknya keturunan
(percampuran nasab), apabila mantan istri tersebut berkahwin dengan lelaki lain.
Untuk memanjangkan masa rujuk, jika cerai itu talak raj’i. Dengan adanya masa yang
panjang dan lama dapat memberi peluang kepada suami untuk berfikir (introspeksi diri) dan
mungkin menimbulkan penyesalan terhadap perbuatannya itu sehingga ia ingin kembali kepada
istrinya atau akan rujuk kembali.
Sebagai penghormatan kepada suami yang meninggal dunia. Bagi seorang isteri yang
kematian suami yang di kasihinya sudah tentu akan meninggalkan kesan yang pahit di jiwanya,
dengan adanya iddah selama empat bulan sepuluh hari adalah merupakan suatu masa yang sesuai
untuk ia bersedih, sebelum menjalani kehidupan yang baru di samping suami yang lain.
H. Ruju’
Rujuk dalam istilah hukum disebut Raj’ah, Rujuk secara bahasa berarti tahapan kembali,
Orang yang rujuk pada istrinya berarti kembali pada istrinya.Rujuk dalam syara’ adalah
mengembalikan istri yang masih dalam ‘iddah talak, bukan ba’in pada pernikahan semula[1].
Sedangkan definsi rujuk dalam pengertian fiqih menurut al-mahalliaialah:
Artinya: “kembali kedalam hubungan perkawinan dari cerai yang bukan ba’in, selama dalam
masa ‘iddah”.
Maksudnya meneruskan atau mengekalkan kembali hubungan perkawinan antara pasangan suami
istri yang sebelum itu, dikhawatirkan dapat terputus karena di jatuhkannya talak raj’i oleh suami.
Rujuk merupakan hak suami yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
Syari’at rujuk berlaku melalui ketetapan Allah SWT, yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an:
38
Artinya: “suami mereka lebih berhak untuk merujukinya jika mereka merekamenginkanislal
atau damai. Talak (yang dapat dirujuk) itu ada dua kali. (setelah suami dapat) menahan dengan
baik, atau melepaskan dengan baik.”(Qs. Al-Baqoroh [2]:228-229).
SYARAT RUJUK
Banyak yang menjelaskan tentang Syarat rujuk , baik itu di buku maupun di kitab, kita akan
memabahas syarat dari rujuk yang di jelaskan oleh ulama’ fiqih Dan juga yang di terangkan didalam
KHI.
Ulama’ fiqih menetapkan syarat sahnya rujuk, yaitu :
a. Suami yang melakukan rujuk adalah orang yang cakap bertindak hukum yaitu baligh dan
berakal.
b. Suami yang akan rujuk harus menyatakan dengan jelas keinginannya atau dapat juga dengan
sindiran. Sebagian ulama ada juga yang berpendapat boleh langsung dengan perbuatan.
c. Status wanita yang sedang ditalak haruslah masih berada dalam masa ‘iddah.
d. Rujuk harus dilakukan secara langsung tanpa ada persyaratan-persyaratan yang dibuat oleh si
suami sendiri.
Rukun rujuk
1) Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a) Berakal
b) Baligh
c)Dengan kemauan sendiri
d) Tidak di paksa dan tidak murtad
39
3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan yakin dapat hidup
bersama kembali dengan baik.
4) Dengan pernyataan ijab dan qabul.
Hukum Rujuk
1. Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan dia belum
menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang diceraikan itu.
2. Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.
3. Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
4. Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
40
perempuan. Dalam hubungan yang mahram, wanita boleh tidak memakai jilbab tapi bukan
mempertontonkan auratnya.
Hubungan Non-mahram
Selain daripada mahram, artinya laki-laki dibolehkan untuk menikahi perempuan tersebut.
Namun, terdapat larangan baginya jika berdua-duaan, melihat langsung, atau bersentuhan dengan
perempuan yang bukan mahramnya. Untuk perempuan, harus menggunakan jilbab dan menutup
seluruh auratnya jika berada di sekitar laki-laki yang bukan mahramnya tersebut.
41
Zina Ghoiru Muhson adalah zina yang dilakukanoleh mereka yang masih perjaka atau gadis yang
belum pernah menikah.
ِ اح ٍد ِم ْنهُ َما ِمائَةَ َج ْل َد ٍة َوال تَأْ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َر ْأفَةٌ فِي ِد
َين هَّللا ِ إِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ْؤ ِمنُون ِ ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِ ُدوا ُك َّل َو
َاآلخ ِر َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَائِفَةٌ ِمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِين
ِ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (An Nur :
2)
42
2. Hukuman Rajam
Bagi pasangan yang melakukan zina dan mereka sudah menikah maka hukuman zina muhson
yang mereka lakukan adalah dengan hukuman rajam atau dilempari batu hingga mati termasuk
wanita yang sedang hamil. Sebagaimana hadits rasulullah SAW berikut ini
Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw. Ketika beliau sedang berada didalam
masjid. Laki-laki itu memanggil-manggil Nabi seraya mengatakan,” Hai Rasulullah aku telah
berbuat zina, tapi aku menyesal, “ Ucapan itu di ulanginya sampai empat kali. Setelah Nabi
mendengar pernyataan yang sudah empat kali diulangi itu, lalu beliau pun memanggilnya, seraya
berkata, “Apakah engkau ini gila?’’‘’ Tidak, jawab laki-laki itu, Nabi bertanya lagi, ‘’ Adakah
engkau ini orang yang muhsan?’’‘’Ya,’’ jawabnya. Kemudian, Nabi bersabda lagi,’’ Bawalah laki-
laki ini dan langsung rajam oleh kamu sekalian,’’(H.R. Bukhari dari Abu Hurairah)
Konsekuensi Hamil di Luar Nikah
Wanita hamil akibat zina akan melahirkan anak secara tidak sah apabila ia tidak menikah
dengan laki-laki yang menghamilinya dan nasabnya hanya kepada ibunya saja. Hal ini sesuai dengan
pendapat beberapa ulama yakni ;
a. Imam Syafi’i berpendapat bahwa anak yang lahir diluar nikah nasabnya terkait kepada laki-
laki yang mengawini ibunya jika lama kehamilan di atas enam bulan, akan tetapi jika saat menikah
ibunya tengah hamil di bawah dari enam bulan, maka nasab anak dihubungkan kepada ibunya.
Berdasarkan mahzab syafi’i makan anak diluar nikah yang ibunya tidak menikah memiliki ketentuan
sebagai berikut :
Tidak ada hubungan nasab kepada bapaknya melainkan kepada ibunya.
Tidak ada saling mewarisi dari ayahhya
Tidak dapat menjadi wali bagi anak di luar nikah
b. Imam Hanafi berpendapat bahwa nasab anak diluar nikah tetap terikat kepada ayah
biologisnya atau laki-laki yang menghamili wanita tersebut dan bukan pada laki-laki yang menikahi
ibunya. Meskipun demikian, saat ini Kompilasi Hukum Islam lebih condong pada pendapat Imam
Hambali dimana anak yang lahir diluar nikah suci dan ia tidak menanggung dosa ayah dan ibunya. Ia
tetap harus mendapatkan hak-haknya sebagai anak termasuk pendidikan, status, agama dan nasab
dari ayah biologisnya meskipun ibunya menikah dengan wanita lain.
43
HIKMAH DAN FILOSOFI NIKAH
Ada beberapa hikmah dari menikah,yaitu :
Meraih kecintaan dan keridaan Allah dengan cara memperbanyak keturunan guna
melestarikan eksistensi dan kehidupan manusia.
Kecintaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam karena turut memperbanyak umatnya yang
akan dibanggakannya kelak padahari Kiamat, sebagaimana hadits, “Menikahlah kalian
dengan perempuan yang paling dicintai dan paling banyak memberi keturunan. Sebab, aku
akan membanggakan banyaknya jumlah kalian atas umat-umat lain padahari Kiamat,” (HR
Ahmad).
Meraih keberkahan dari doa anak-anak yang saleh.
Mendapat syafaat dari anak yang meninggal di waktu kecil.
44
Ketiga, memperbanyak jumlah umat Islam.Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud, Nabi
bersabda,
“Nikahilah perempuan yang subur karena aku suka melihat umat yang banyak kelak di hari kiamat.”
Keempat, agar memiliki anak cucu yang dapat berjihad memakmurkan bumi dan menyembah
Allah.
Kelima, mencari keridhaan Allah. Pernikahan adalah ibadah yang keutamaan dan pahalanya
sangat luas. Karena di dalam kehidupan rumah tangga yang baik akan banyak sekali amal kebaikan
yang mendapatkan pahala dari Allah. Seperti pahala menjaga diri dan keluarga dari perbuatan dosa,
pahala memperlakukan istri dengan baik, pahala mendidik anak, pahala bersabar dalam mencari
rejeki untuk anak istri, dan lain-lain.
Keenam, mendapatkan ketentraman hati. Dalam QS Ar-Rum 30:21 Allah berfirman yang
artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk mu isteri-isteri dari
jenis mu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan di jadikan-Nya
diantara mu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itubenar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Ketujuh, selamat dari fitnah dan praduga. Orang yang sudah menikah dianggap lebih
memiliki kredibilitas dan integritas. Kata-katanya akan lebih di dengar. Orang dewasa yang tidak
menikah cenderung di asumsikan macam-macam karena dianggap menyalahi insting natural dan
norma masyarakat.
45
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
nikah berkumpulnya antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrimnya
untuk membangun rumah tangga yang telah diikat dengan perjanjian atau akad.
Taaruf adalah proses untuk mengenal orang baru (berkenalan) dan dilandasi dengan
ketentuan syar'i
meminang adalah untuk menikah dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau
sebaliknya dalam merencanakan kehidupan berumah tangga
Suatu pernikahan akan dianggap sah apabila rukunnya sudah terpenuhi Adapun rukun nikah
adalah akad, calon suami, calon istri, Wali
Mahar adalah pemberian wajib berupa uang tunai atau barang yang diberikan oleh seorang
laki-laki kepada seorang perempuan sebagai ketulusan hati dari Canon suami
Mahar memiliki beberapa syarat yang 1 harta atau benda yang berharga 2 barang yang suci
dan bisa diambil manfaat 3 barangnya bukan barang ghasab 4 barangnya bukan tidak jelas
keadaannya
Walimatul ursy atau diartikan dengan pesta pernikahan
Sebagai seorang suami harus memenuhi hak istri dengan baik seperti mahar nafkah dan lain
sebagainya dilakukan dengan penuh kerelaan dan hati baik serta lemah lembut
46
Ada beberapa macam yang dapat memutuskan perkawinan yang pertama yaitu talak yang
kedua khulu' yang ketiga sila keempat zihar yang kelima Li'an yang ke-6 mut'ah apabila ke 6 hal
tersebut terjadi maka seorang perempuan memiliki masa iddah dan apabila perceraian telah terjadi
seorang suami dan istri masih bisa kembali bersama dengan melakukan rujuk
Islam melarang hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim atau disebut
juga dengan pasaran sehingga dalam Islam hukum pacaran adalah haram
Pada masa sekarang banyak pergaulan bebas terjadi di mana-mana sehingga Banyak wanita
yang hamil diluar pernikahan hukum dari hamil diluar nikah ada dua yaitu hukum daerah atau
hukum cambuk yang kedua yaitu hukum rajam atau dilempari batu. Konsekuensi hamil diluar nikah
adalah apabila seorang anak yang lahir maka ia tidak dapat menggunakan nasab dari ayahnya
sehingga ia hanya menggunakan nasab dari ibunya
Karena filosofi pernikahan memiliki banyak aspek bukan hanya sekedar pelepas hasrat
biologis, maka seorang muslim hendaknya berhati-hati dalam memilih pasangan. Kualitas agama
hendaknya lebih di dahulukan dari kualitas fisik, materi, status sosial, ijazah dan keturunan.
Daftar Pustaka
Sumber:
https://islam.nu.or.id/post/read/109055/faidah-dan-hikmah-di-balik-pernikahan-
https://tebuireng.online/memahami-hak-dan-kewajiban-suami-istri/
https://dalamislam.com/akhlaq/larangan/pacaran-dalam-islam
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-hamil-diluar-nikah
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/talak
https://almanhaj.or.id/2382-al-khulu-gugatan-cerai-dalam-islam.html
https://www.sumberpengertian.id/pengertian-zihar
https://ms-aceh.go.id/berita-artikel-galeri/artikel/178-maraknya-nikah-mutah-di-indonesia.html
https://islam.nu.or.id/post/read/108744/ketentuan-masa-iddah-perempuan-dalam-islam http://khoirul-
marzuky.blogspot.com/2017/05/makalah-munakahat-pernikahan.html
47
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-nikah-fiqih-munakahat.html
http://rajaampon.blogspot.com/2015/12/taaruf-dan-peminangan.html
https://islam.nu.or.id/post/read/84168/lima-rukun-nikah-dan-penjelasannya
http://memoriesoflife07.blogspot.com/2015/11/makalah-fiqih-munakahat-mahar-dan.html
48