Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH AIK

“PERNIKAHAN”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8


AHMAD TEDDY
DIVA ALYA
ZAHRATULMI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puja dan puji syukur kita lanturkan kepada tuhan yang maha esa,yang
telah memberikan kasih dan sayang nya dan memberikan waktu kepada kita sehinggah bisa
menyelesaikan tugas makalah ini untuk kelompok kita ini yang berjudul “PERNIKAHAN”.
Sholawat dan salam tak lupa dan luput nya kita kirim kan kepada baginda besar kita
yakni nabi MUHAMMAD SAW,mudah-mudahan di hari kiamat besok mendapatkan safaat
dari beliau.
Makalah tentang “PERNIKAHAN” untuk memenuhi tugas kekompok yang akan
kami presentasikan.
Kami mahasisw/I baru di STIKIP MUHAMADYAH BUNGO,mohon maaf
apabilah banyak kekurangan dari kelompok kami,mohon kritik dan saran nya dari dosen dan
teman-teman semuanya.

Bungo, April 2021

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................


KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................... 1
B. RUMUS MASALAH ...................................................................................... 1
C. TUJUAN ......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN NIKAH ................................................................................... 3
B. HUKUM DAN TUJUAN MENIKAH ............................................................. 4
C. KRITERIA MILIH JODOH............................................................................. 6
D. KHITBAH ....................................................................................................... 8
E. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI ....................................................... 11
F. KHULU” DAN TALAK ................................................................................. 16
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 22
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 22
B. SARAN ........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya
dari dua buah sisi.Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan
di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran sexs yang disah kan oleh agama.dari
sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang
bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama,
namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis nya yang secara kodrat
memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lain nya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis
sebenar nya juga harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa stu-
satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan
pernikahn, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih
mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an
telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam
hidup seseorang (litaskunu ilaiha).Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya
sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan sex namun lebih dari itu pernikahan
juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat
membangun surge dunia di dalam nya. Smua hal itu akan terjadi apabila pernikahan
tersebut benar-benar di jalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah
ditetapkan islam.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit tentang:
1. pengertian pernikahan
2. Hukum dan tujuan pernikahan
3. kriteria memilih jodoh
4. khitbah (pinangan)
5. hak dan kewajiban suami istri
6. khulu” dan talak

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan itu

1
2. Untuk memahami hikmah, hukum-hukum, dan tujuan pernikahan
3. Agar bisa memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan islam

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN NIKAH
Nikah menurut bahasa berarti berkmpul menjadi satu,sebagaimana dikatakan
oleh orang arab ”pepohonan itu saling menikah” jika satu sama lain nya
berkecondongan dan mengkumpul.
Menurut syara” adalah suatu aqad yang berisi pembolehan melakukan
persetubuhan dengan menggunakan lafazd‫انكاح‬ (menikahkan) atau
mengkawinkan,kata “nikah” itu sendiri secara hakiki bermakna aqad,dan secara
majaziy bermakna persetubuhan.
Islam adalah agama yang syumul (universal).Agama yang mencakup semua
sisi kehidupan.Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak
dijelaskan.Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau
masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat
bagi sekalian alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai
bagaimana mencari kriteria calon calon pendamping hidup, hingga bagaimana
memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam menuntunnya.
Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta pernikahan
yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang
sederhana namun tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini
insyaallah kami akan membahas perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat
pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan
karna tidak mengikuti sunnah rosul.
Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda
yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau
akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang
sakinah mawaddah warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang
solihah.Keturunan inilah yang selalu didambakan oleh setiap orang yang sudah
menikah karena keturunan merupakan generasi bagi orang tuanya.

3
B. Hukum Dan Tujuan Menikah
Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa hukum nikah ada 5 :
 Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias
menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia
seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar (mas
berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon istrinya.
 Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.
 Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini
merupakan hukum asal perkawinan
 Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir
tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.
 Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan
lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta
akan menganiaya isteri jika dia menikah.
1. Melaksanakan Sunnah Rasul
Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan
maksiat. Namun sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari. Dan ada baiknya kita mengikuti apa yang
dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Dan pernikahan merupakan salah satu
sunnah dari Rasulullah.
2. Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Sangat dianjurkan bagi mereka yang telah mampu untuk menikah.Hal ini
karena pernikahan merupakan fitrah manusia serta naluri kemanusiaan itu
sendiri.Karena naluri manusia dipenuhi pula dengan hawa nafsu, maka lebih baik
untuk dipenuhi dengan jalan yang baik dan benar yaitu melalui penikahan.
Apabila naluri tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menjerumuskan seseorang
kepada jalan yang diharamkan oleh Allah SWT yaitu berzina. Salah satu fitrah
manusia ialah berpasang-pasangan antara laki-laki dan perempuan, maka akan saling
melengkapi, berbagi dan saling mengisi satu sama lain.
3. Penyempurna Agama
Dalam Islam, menikah merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan
agama. Dengan menikah maka separuh agama telah terpenuhi. Jadi salah satu dari

4
tujuan pernikahan ialah penyempurnakan agama yang belum terpenuhi agar semakin
kuat seorang muslim dalam beribadah.
Rasullullah Shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda:"Apabila seorang hamba
menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT
untuk separuh sisanya" (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman).
4. Menguatkan Ibadah sebagai Benteng Kokoh Akhlaq Manusia
Dalam Islam, pernikahan merupakan hal yang mulia, karena pernikahan
merupakan sebuah jalan yang paling bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri serta
terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh agama.
Hal ini pula sesuai dengan HR. Muslim No. 1.400 di mana Rasullullah
Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:"Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara
kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih
menundukkan pandangan, lebih membentengi farji (kemaluan).Dan barangsiapa yang
tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya."
Dan sasaran utama dalam pernikahan dalam Islam ialah untuk menundukkan
pandangan serta membentengi diri dari perbuatan keji dan kotor yang dapat
merendahkan martabat seseorang. Dalam Islam, sebuah pernikahan akan memelihara
serta melindungi dari kerusakan serta kekacauan yang ada di masyarakat.
5. Memperoleh Ketenangan
Dalam Islam, sebuah pernikahan sangat dianjurkan karena tujuan pernikahan
nantinya akan ada banyak manfaat yang didapat. Perasaan tenang dan tentram atau
sakinah akan hadir selepas menikah.
Namun dalam sebuah pernikahan jangan hanya mengandalkan perasaan
biologis serta syahwat saja, karena hal ini tidak akan sanggup untuk menumbuhkan
ketenangan di dalam diri seseorang yang menikah.
6. Memperoleh Keturunan
Sesuai dengan Surat An Nahl Ayat 72, Allah SWT telah berfirman, yang
artinya:"Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu
rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah?"
Maka dapat dilihat tujuan pernikahan dalam Islam lainnya ialah untuk
memperoleh keturunan.Tentunya dengan harapan keturunan yang diperoleh ialah

5
keturunan yang sholeh dan sholehah, agar dapat membentuk generasi selanjutnya
yang berkualitas.
7. Investasi di Akhirat
Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua
orangtua di akhirat. Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan
peluang bagi kedua orangtuanya untuk memperoleh surga di akhirat nanti. Berbekal
segala ilmu dalam beragama yang diperoleh selama di dunia, bekal doa dari anak
merupakan hal yang dapat diharapkan kelak.

C. Kriteri Memilih Jodoh


Setiap orang yang berumah tanggah tentu mengharapkan keluarganya akan
menjdi keluarga yang sakinah mawadah warakhmah. Kehidupan rumah tangganya
dapat menjadi surga didunia dapat menjadi diri dan keluarganya.Apalagi pada saat ini
banyak sekali kasus peceraian keluarga dijumpai ditengah-tengah masyakat yang
semakin berkembang ini. Alasan dalam peceraian itu bermacam-macam, dari alas an
pendapatan istri lebih besar dari pada suami, selingkuh dengan adanya orang ke tiga,
kekerasan dalam rumah tanggah, dan lain-lain.
Maka dari itu dalam membanggun mahligai surge rumah tangga persiapan
awal harus dilakukan pada saat memilih jodoh. Islam mengangjurkan kepada umatnya
ketika mencari jodoh itu harus berhati-hati baik laki-laki maupun perempuan, hal ini
dikarenakan masa depan kehidupan rumah tangga itu berhubungan sangat erat dengan
cara memilih suami maupun istri. Untuk itu kita sebagai umat muslim harus
memperhatikan kriteria dalam memilih pasangan hidup yang baik.
Dasar firman Allah SWT yang berbunyi :
“Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan.jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui.”(An-Nisa’, 31)
Dan dari sabda Rasullah yang artinya :
“Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabdah :
sesunguhnya seorang wanita itu dinikahi atas empat perkara, yaitu : harta, nasab,
kecantikan, dan agamanya, maka perolehlah yang mempunyai agama maka akan
berdeburlah tanganmu.”

6
Dalam memilih istri hendaknya menjaga sifat-sifat wajib. Syeh jalaluddin Al-
qosimi Addimasya’i dalam kitab Al-mauidotul Mukminin menyebutkan ada kriteria
bagi laki-laki dalam memilih jodoh :
a) Baik agamanya : hendaknya ketika memilih istri itu harus memperhatikan
agama dari sisi istri tersebut.
b) Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar
dan tabah menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan
hidupnya.
c) Cantik wajahnya : setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan
begitu pula sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku
membuat pasangan tentram dan cenderung melipahkan kasih sayangnya
kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan untuk melihat pasangan
kita masing-masing.
d) Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : “salah satu tanda keberkahan
perempuan adalah cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah
maharnya.
e) Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak
berpenyakitan.
f) Masih perawan : jodoh yang terbaik bagi seorang laki-laki perjaka adalah
seorang gadis. Rasullullah pernah mengikatkan Jabbir RA yang akan menikahi
seorang janda : “alangkah baiknya kalau istrimu itu seorang gadis, engkau
dapat bermain-main dengannya dan ia dapat bermain-main denganmu.”
g) Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah besabda :
“jauhilah dan hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”.
Maksudnya : seorang yang cantik dari keturunan orang-orang jahat.
h) Bukan termasuk muhrim : kedekatan hubungan darah membuat sebuah
pernikahan menjadi hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan
darah yang sangat dekat dapat menimbulkan problem genetika bagi
keturunannya.
Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang
yang memiliki akhlak, kehormatan dan nama baik. Dengan demikian jika ia
menggauli istrinya maka istrinya maka ia menggaulinya dengan baik, jika
menceraikan maka ia menceraikan dengan baik.

7
Rasullah bersabda :”barang siapa mengawinkan anak perempuannya denga
orang yang fasik makasungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan.”
Seorang laki-laki berkata kepada hasan bin ali, “sesungguhnya saya memiliki
seorang anak perempuan maka siapakah menurutmu orang cocok agar saya dapat
menikahkan untuknya ?” hasan menjawab :”nikahkanlah dia dengan seorang yang
beriman kepada Allah SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliahkannya
dan jika dia membencinya maka dia tidak mendoliminya.

D. Khitbah (Pinang)
Khitbah (Peminangan) TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas Islam telah memberikan konsep yang jelas
tentang tata cara pernikahan berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih
sesuai dengan pemahaman para Salafush Shalih, di antaranya adalah: 1. Khitbah
(Peminangan) Seorang laki-laki muslim yang akan menikahi seorang muslimah,
hendaklah ia meminang terlebih dahulu karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh
orang lain. Dalam hal ini Islam melarang seorang laki-laki muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
‫ص َّلى النَّ ِبي نَ َهى‬
َ ‫علَ ْي ِه للاه‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫ضكه ْم َي ِب ْي َع أ َ ْن َو‬
‫علَى َب ْع ه‬ َ ‫الر هج هل َي ْخطه‬
َ ‫ب َو‬
َ ‫ َب ْعض َبي ِْع‬، ‫ل‬ َّ ‫ع َلى‬ ْ ِ‫خ‬
َ ‫ط َب ِة‬
‫ب لَهه يَأْذَنَ أ َ ْو قَ ْبلَهه ْالخَاطِ ه‬
‫أَخِ ْي ِه‬، ‫ب يَتْ هركَ َحتَّى‬ ْ
‫الخَاطِ ه‬.
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang
sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang
wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya
atau mengizinkannya.”
1. Disunnahkan melihat wajah wanita yang akan dipinang dan boleh melihat apa-apa
yang dapat mendorongnya untuk menikahi wanita itu. Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda: ‫ب إِذَا‬
َ ‫ط‬ ْ ‫ع َفإ ِ ِن‬
َ ‫ال َم ْرأَة َ أ َ َحدهكه هم َخ‬، َ َ ‫إِ َلى يَ ْدعه ْوهه َما ِإلَى ِم ْن َها َي ْنظه َر أ َ ْن ا ْست‬
َ ‫طا‬
‫نِ َكاحِ َها‬، ‫“ َف ْليَ ْفعَ ْل‬Apabila seseorang di antara kalian ingin meminang seorang wanita,
jika ia bisa melihat apa-apa yang dapat mendorongnya untuk menikahinya maka
lakukanlah!”
2. Al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallaahu ‘anhu pernah meminang seorang wanita,
‫إِلَ ْي َها أ ه ْن ه‬، ‫أَ ْن أَح َْرى فَإِنَّهه‬
maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: ‫ظ ْر‬
‫“ بَ ْينَكه َما يهؤْ دَ َم‬Lihatlah wanita tersebut, sebab hal itu lebih patut untuk melanggengkan
(cinta kasih) antara kalian berdua.”

8
3. Imam at-Tirmidzi rahimahullaah berkata, “Sebagian ahli ilmu berpendapat dengan
hadits ini bahwa menurut mereka tidak mengapa melihat wanita yang dipinang
selagi tidak melihat apa yang diharamkan darinya.” Tentang melihat wanita yang
dipinang, telah terjadi ikhtilaf di kalangan para ulama, ikhtilafnya berkaitan
tentang bagian mana saja yang boleh dilihat. Ada yang berpendapat boleh melihat
selain muka dan kedua telapak tangan, yaitu melihat rambut, betis dan lainnya,
berdasarkan sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, “Melihat apa yang
mendorongnya untuk menikahinya.” Akan tetapi yang disepakati oleh para ulama
adalah melihat muka dan kedua tangannya. Wallaahu a’lam.
4. Ketika Laki-Laki Shalih Datang Untuk Meminang Apabila seorang laki-laki yang
shalih dianjurkan untuk mencari wanita muslimah ideal -sebagaimana yang telah
kami sebutkan- maka demikian pula dengan wali kaum wanita. Wali wanita pun
berkewajiban mencari laki-laki shalih yang akan dinikahkan dengan anaknya. Dari
Abu Hatim al-Muzani radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallaahu
َ ‫فَا ْن ِك هح ْوهه َو هخلهقَهه ِد ْينَه ه ت َْر‬، َّ‫فِي فِتْنَة تَكه ْن ت َ ْفعَله ْوا إِل‬
‘alaihi wa sallam bersabda, ‫ض ْونَ َم ْن َجا َءكه ْم إِذَا‬
‫ض‬ِ ‫ساد اْأل َ ْر‬
َ َ‫ َكبِيْر َوف‬. “Jika datang kepada kalian seseorang yang kalian ridhai agama
dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan
terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.’”
5. Boleh juga seorang wali menawarkan puteri atau saudara perempuannya kepada
orang-orang yang shalih. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,
“Bahwasanya tatkala Hafshah binti ‘Umar ditinggal mati oleh suaminya yang
bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahmi, ia adalah salah seorang Shahabat Nabi
yang meninggal di Madinah. ‘Umar bin al-Khaththab berkata, ‘Aku mendatangi
‘Utsman bin ‘Affan untuk menawarkan Hafshah, maka ia berkata, ‘Akan aku
pertimbangkan dahulu.’ Setelah beberapa hari kemudian ‘Utsman mendatangiku
dan berkata, ‘Aku telah memutuskan untuk tidak menikah saat ini.’’ ‘Umar
melanjutkan, ‘Kemudian aku menemui Abu Bakar ash-Shiddiq dan berkata, ‘Jika
engkau mau, aku akan nikahkan Hafshah binti ‘Umar denganmu.’ Akan tetapi
Abu Bakar diam dan tidak berkomentar apa pun. Saat itu aku lebih kecewa
terhadap Abu Bakar daripada kepada ‘Utsman. Baca Juga Isteri Harus Banyak
Bersyukur Dan Tidak Banyak Menuntut Maka berlalulah beberapa hari hingga
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam meminangnya. Maka, aku nikahkan
puteriku dengan Rasulullah. Kemudian Abu Bakar menemuiku dan berkata,
‘Apakah engkau marah kepadaku tatkala engkau menawarkan Hafshah, akan

9
tetapi aku tidak berkomentar apa pun?’ ‘Umar men-jawab, ‘Ya.’ Abu Bakar
berkata, ‘Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menghalangiku untuk menerima
tawaranmu, kecuali aku mengetahui bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebutnya
(Hafshah). Aku tidak ingin menyebarkan rahasia Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam. Jika beliau meninggalkannya, niscaya aku akan menerima
tawaranmu.’”
6. Shalat Istikharah Apabila seorang laki-laki telah nazhar (melihat) wanita yang
dipinang serta wanita pun sudah melihat laki-laki yang meminangnya dan tekad
telah bulat untuk menikah, maka hendaklah masing-masing dari keduanya untuk
melakukan shalat istikharah dan berdo’a seusai shalat. Yaitu memohon kepada
Allah agar memberi taufiq dan kecocokan, serta memohon kepada-Nya agar
diberikan pilihan yang baik baginya.
7. Hal ini berdasarkan hadits dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata,
“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami shalat Istikharah untuk
memutuskan segala sesuatu sebagaimana mengajari surat Al-Qur’an.” Beliau
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang di antara kalian
mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaknya melakukan shalat
sunnah (Istikharah) dua raka’at, kemudian membaca do’a:
‫ضلِكَ م ِْن َوأ َ ْسأَلهكَ ِبقهد َْرتِكَ َوأ َ ْست َ ْقد هِركَ ِبع ِْلمِكَ أ َ ْستَخِ ي هْركَ ِإنِِّي اَللَّ هه َّم‬ ْ َ‫أ َ ْعلَ هم َولَ َوت َ ْعلَ هم أ َ ْقد هِر َولَ ت َ ْقد هِر فَإِنَّكَ ْال َعظِ ي ِْم ف‬
َ‫عالَّ هم َوأ َ ْنت‬َ ِ‫الغهي ْهوب‬. ْ ‫عاقِبَ ِة َو َمعَا ِش ْي ِد ْينِ ْي فِ ْي ِل ْي َخيْر ) َحا َجتَهه َويهسَ ِِّمى( اْأل َ ْم َر َهذَا أ َ َّن ت َ ْعلَ هم كه ْنتَ إِ ْن اَللَّ هه َّم‬ َ ‫َو‬
ْ ‫قَا َل أ َ ْو( أ َ ْم ِر‬: ‫اج ِل ِه‬
‫ي‬ ِ ‫آج ِل ِه َع‬
ِ ‫)و‬ ِ ‫ ِف ْي ِه ِل ْي َب‬، ‫ف ِْي ِل ْي شَر اْأل َ ْم َر َهذَا أ َ َّن ت َ ْعلَ هم كه ْنتَ َوإِ ْن‬
َ ‫ار ْك ث ه َّم ِل ْي َويَ ِس ِّْرهه ِل ْي فَا ْقد ْهرهه‬
‫ي ِد ْين ِْي‬ْ ‫عاقِبَ ِة َو َمعَا ِش‬ َ ‫ي َو‬ ْ ‫قَالَ أ َ ْو( أ َ ْم ِر‬: ‫اج ِل ِه فِ ْي‬ِ ‫ع‬َ ‫آج ِل ِه‬ َ ‫عنِِّي فَاص ِْر ْفهه‬
ِ ‫)و‬ َ ‫ع ْنهه َواص ِْر ْفنِ ْي‬ َ ‫ِي َوا ْقد ْهر‬ َ ‫ْال َخي َْر ل‬
ِ ‫بِ ِه أ َ ْر‬
‫ضنِ ْي ث ه َّم َكانَ َحي ه‬
‫ْث‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan
ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku)
dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku mohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu
yang Mahaagung, sungguh Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau
Maha Mengetahui sedang aku tidak mengetahui dan Engkaulah yang Maha
Mengetahui yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini
(orang yang mempunyai hajat hendaknya menyebut persoalannya) lebih baik
dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku (atau Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘..di dunia atau akhirat) takdirkan
(tetapkan)lah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah atasnya.
Akan tetapi, apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini membawa

10
keburukan bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya kepada diriku
(atau Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘…di dunia atau akhirat’)
maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku darinya, dan takdirkan
(tetapkan)lah kebaikan untukku di mana saja kebaikan itu berada, kemudian
berikanlah keridhaan-Mu kepadaku.’”
8. Baca Juga Nasihat Khusus Untuk Suami Dan Isteri Dari Anas bin Malik
radhiyallaahu ‘anhu, ia berkata, “Tatkala masa ‘iddah Zainab binti Jahsy sudah
selesai, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Zaid,
‘Sampaikanlah kepadanya bahwa aku akan meminangnya.’ Zaid berkata, ‘Lalu
aku pergi mendatangi Zainab lalu aku berkata, ‘Wahai Zainab, bergembiralah
karena Rasulullah mengutusku bahwa beliau akan meminangmu.’’ Zainab
berkata, ‘Aku tidak akan melakukan sesuatu hingga aku meminta pilihan yang
baik kepada Allah.’ Lalu Zainab pergi ke masjidnya.
9. Lalu turunlah ayat Al-Qur’an
10. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam datang dan langsung masuk
menemuinya.”
11. Imam an-Nasa’i rahimahullaah memberikan bab terhadap hadits ini dengan judul
Shalaatul Marhidza Khuthibat wastikhaaratuha Rabbaha (Seorang Wanita Shalat
Istikharah ketika Dipinang).” Fawaaid (Faedah-Faedah) Yang Berkaitan Dengan
Istikharah:
1. Shalat Istikharah hukumnya sunnah.
2. Do’a Istikharah dapat dilakukan setelah shalat Tahiyyatul Masjid, shalat
sunnah Rawatib, shalat Dhuha, atau shalat malam.
3. Shalat Istikharah dilakukan untuk meminta ditetapkannya pilihan kepada calon
yang baik, bukan untuk memutuskan jadi atau tidaknya menikah. Karena, asal
dari pernikahan adalah dianjurkan.
4. Hendaknya ikhlas dan ittiba’ dalam berdo’a Istikharah.
5. Tidak ada hadits yang shahih jika sudah shalat Istikharah akan ada mimpi, dan
lainnya.

E. Hak Dan Kewajiban Suami Istri


Para suami memiliki beberapa kewajiban yang menjadi hak istri dalam
pernikahan, di antaranya:
1. Memberikan mahar dan nafkah

11
Kewajiban pertama suami pada istri dalam pernikahan menurut Islam adalah
memberikan mahar dan nafkah. Mahar merupakan mas kawin yang patut laki-laki
berikan saat menikahi perempuan. Sedangkan nafkah, nggak hanya sebatas uang
dapur, melainkan dalam bentuk sandang, pangan dan papan (memberi pakaian,
makanan, dan rumah).
Disebutkan dalam al-Quran surat An-Nisa ayat 4, yang berbunyi:
"Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan."
Kemudian dalam surat Al-Baqarah ayat 233, yang berbunyi:
"Dan kewajiban bapak memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya...."
2. Menggauli istri secara baik
Menggauli di sini adalah bersenggama atau bercinta dengan istri. Dalam
Islam, ini menjadi salah satu kewajiban suami pada istri, yaitu untuk menggauli
pasangannya dengan baik, nggak boleh kasar atau sampai menyakiti.
Dalam surat An-Nisa ayat 19, terjemahannya berbunyi:
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
3. Menjaga istri
Suami wajib menjaga istrinya dengan baik, menjaga harga dirinya,
menjunjung tinggi kehormatannya, dan melindunginya dari segala sesuatu yang dapat
menodai kehormatannya. Suami pun wajib menjaga rahasia istrinya.
4. Membimbing istri
Kewajiban suami adalah memberikan bimbingan agama pada istrinya dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Suami juga wajib
menjaga istrinya dari perbuatan dosa yang dapat mendatangkan keburukan pada
keluarga. Disebutkan dalam surat At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
5. Memberikan rasa cinta dan kasih saying

12
Dalam Islam, suami wajib memberikan rasa cinta dan kasih sayang pada istri.
Artinya, suami wajib bertutur kata lembut, memberikan rasa tenang, mengekspresikan
rasa cintanya, dan menunjukkan kasih sayang. Kewajiban ini ada dalam al-Quran
surat Ar-Rum ayat 21, yang terjemahannya berbunyi:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang dan rahmat.
Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir."
F. Kewajiban Suami & Istri dalam Pernikahan Menurut Islam
Para suami memiliki beberapa kewajiban yang menjadi hak istri dalam
pernikahan, di antaranya:
1. Memberikan mahar dan nafkah
Kewajiban pertama suami pada istri dalam pernikahan menurut Islam adalah
memberikan mahar dan nafkah. Mahar merupakan mas kawin yang patut laki-laki
berikan saat menikahi perempuan. Sedangkan nafkah, nggak hanya sebatas uang
dapur, melainkan dalam bentuk sandang, pangan dan papan (memberi pakaian,
makanan, dan rumah).
Disebutkan dalam al-Quran surat An-Nisa ayat 4, yang berbunyi:
"Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan."
Kemudian dalam surat Al-Baqarah ayat 233, yang berbunyi:
"Dan kewajiban bapak memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya...."
2. Menggauli istri secara baik
Menggauli di sini adalah bersenggama atau bercinta dengan istri. Dalam
Islam, ini menjadi salah satu kewajiban suami pada istri, yaitu untuk menggauli
pasangannya dengan baik, nggak boleh kasar atau sampai menyakiti.
Dalam surat An-Nisa ayat 19, terjemahannya berbunyi:
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak."
3. Menjaga istri

13
Suami wajib menjaga istrinya dengan baik, menjaga harga dirinya,
menjunjung tinggi kehormatannya, dan melindunginya dari segala sesuatu yang dapat
menodai kehormatannya. Suami pun wajib menjaga rahasia istrinya.
4. Membimbing istri
Kewajiban suami adalah memberikan bimbingan agama pada istrinya dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Suami juga wajib
menjaga istrinya dari perbuatan dosa yang dapat mendatangkan keburukan pada
keluarga. Disebutkan dalam surat At-Tahrim ayat 6, yang berbunyi:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
5. Memberikan rasa cinta dan kasih saying
Dalam Islam, suami wajib memberikan rasa cinta dan kasih sayang pada istri.
Artinya, suami wajib bertutur kata lembut, memberikan rasa tenang, mengekspresikan
rasa cintanya, dan menunjukkan kasih sayang. Kewajiban ini ada dalam al-Quran
surat Ar-Rum ayat 21, yang terjemahannya berbunyi:
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang dan rahmat.
Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar menjadi tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir."
Adapun Kewajiban istri pada suami dalam pernikahan menurut islam adalah
sebagai berikut:
1. Menaati suami
Kewajiban pertama istri pada suami adalah taat pada suami. Contoh taat
Misalnya, istri patuh ketika suami menyuruhnya untuk beribadah, menutup aurat, dan
lain-lainnya. Namun, istri wajib taat kecuali dalam hal-hal yang melanggar aturan
agama dan/atau kesusilaan. Dalam al-Quran, surat An-Nisa ayat 34, terjemahannya
berbunyi sebagai berikut:
"Kaum laki-laki itu pemimpin wanita. Karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) alas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan harta mereka. Maka wanita yang salehah ialah mereka

14
yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada menurut apa
yang Allah kehendaki......"
Dalam Islam, ketaatan seorang istri pada suami disebut setara nilainya dengan
jihad laki-laki. Tetapi, ada kalanya istri dapat mendiskusikan sesuatu sebelum
membuat keputusan, seperti membahas pekerjaan, keluarga, pendidikan anak, dan
sebagainya.
2. Menjaga harta, rumah, dan kehormatan suami
Ketika suami wajib memberikan nafkah berupa penghasilannya pada istri,
maka istri wajib menjaganya. Artinya, istri wajib merawat dan menjaga harta yang
suaminya berikan. Bahkan jika memungkinkan, istri mampu mengembangkan
hartanya.
Bagaimana dengan menjaga rumah? Hal ini dimaksudkan seorang istri nggak
boleh keluar rumah tanpa izin dari suaminya, dan nggak boleh membawa laki-laki
lain masuk ke dalam rumah saat suami sedang nggak ada.
Sedangkan menjaga kehormatan suami adalah dengan nggak menyebarkan aib
suaminya. Sama seperti suami yang wajib menjaga rahasia istri, maka istri nggak
boleh menyebarkan rahasia suaminya. Baik itu secara langsung, maupun nggak
langsung.
3. Mencari kerelaan suami dan menghindari murkanya
Istri wajib mencari kerelaan atau ridha dari suami. Sebab dalam Islam,
kerelaan suami merupakan tiket seorang istri mendapatkan surga dan kebahagiaan
akhirat. Karena itu, istri harus berusaha mendapatkan kerelaan suami. Ada berbagai
macam cara, di antaranya melakukan tindakan yang menyenangkan suami, membantu
suami menyelesaikan pekerjaannya, memenuhi kebutuhan suami, dan sebagainya.
Namun dalam mencari kerelaan suami, istri wajib menghindari amarah atau
murkanya. Artinya, jangan sampai melakukan tindakan yang justru membuat
pasangan marah karena hal ini nggak hanya menghapus usaha mencari ridha suami,
tetapi juga memberikan dampak buruk pada keharmonisan rumah tangga.
4. Memahami urusan bercinta
Jika suami memiliki kewajiban menggauli istrinya, di sisi lain istri wajib
memahami urusan bercinta. Istri nggak boleh menolak ketika suami mengajaknya
bercinta. Sebab dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW pernah bersabda:

15
“Jika seorang pria mengajak istrinya ke ranjang, lantas istri enggan
memenuhinya, maka malaikat akan melaknatnya hingga waktu shubuh.” HR. Bukhari
dan Muslim.
Namun, ada kondisi yang mana istri nggak dapat memenuhi kebutuhan suami,
seperti sedang sakit, nifas, menstruasi, dan sebagainya. Namun, usahakan untuk
membicarakannya secara baik-baik dengan pasangan.
5. Menunjukkan wajah yang manis dan menyenangkan suami
Menunjukkan wajah yang manis tentu akan memberikan kebahagian bagi
suami yang melihatnya, bukan begitu? Ini merupakan kewajiban bagi seorang istri
terhadap suaminya dalam pernikahan menurut Islam. Sedangkan menyenangkan
suami, dapat dengan melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan rasa bahagia dalam
hati pasangan. Nggak perlu mewah atau sulit, bisa dengan memasak menu favoritnya,
merapikan rumah, atau sekadar membelikannya hadiah kecil.
Sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah pernah bersabda:
“Sebaik-baik perempuan ialah seorang perempuan yang apabila engkau
melihatnya, engkau merasa gembira. Jika engkau perintah, dia akan mentaatimu.
Dan jika engkau tidak ada di sisinya, dia akan menjaga hartamu dan dirinya.”
Itulah rangkuman dari kewajiban suami dan istri dalam pernikahan menurut
Islam. Kewajiban suami menjadi hak untuk istri, begitu pula sebaliknya. Selain itu,
keduanya saling melengkapi dan mengimbangi. Ketika suami dan istri berusaha
melakukan kewajibannya masing-masing dalam pernikahan, Insya Allah pernikahan
akan harmonis, serta bahagia dunia dan akhirat. Aamiin.

G. Khulu” Dan Talak


Khulu (Bahasa Arab: ‫ )خلع‬secara etimologi berarti “melepaskan”.Sedangkan
menurut istilah di dalam ilmu fiqih, khulu adalah permintaan cerai yang diminta oleh
istri kepada suaminya dengan memberikan uang atau lain-lain kepada sang suami,
agar ia menceraikannya.Dan, dengan kata lain, Khulu adalah perceraian yang dibeli
oleh si istri dari suaminya karena ada beberapa hal dari suami yang tidak
menyenangkan istrinya.
Adapun contoh untuk perkataan khulu yang di sampaikan suami kepada
istrinya, “ Aku menceraikan kamu dengan uang Rp 1.000.000 ”. Istri kemudian
menjawab “ Aku menerimanya”. Apabia perkataannya seperti ini, maka istri harus
memberikan uang sebanyak Rp 1.000.000 sebagai tebusan kepada si

16
suami.Sedangkan apabila tidak disebutkan tentang berapa jumlah khulu-nya, maka
istri hanya perlu untuk mengembalikan maskawin sebanyak yang pernah diterimanya
dahulu.
Khulu diperbolehkan bila keduanya sama-sama khawatir tak dapat melakukan
aturan Allah. Si istri khawatir, membuat kedurhakaan karena perbuatan suaminya,
misalkan seorang suami tidak mau disuruh shalat, dilarang untuk bermain judi, ia
membangkang dan bersikap kasar. Maka lebih baik bercerai karena takut mendapat
dosa dari Tuhan yang disebabkan karena membiarkan suaminya melakukan dosa terus
menerus. Sebaliknya, suami khawatir kalau istrinya tak mau mengikuti perintahnya, ia
berbuat sesuatu yang tak diharapkan istrinya itu, seperti menampar, memukul, dan
lain sebagainya.Dalam keadaan seperti itu Khulu diperbolehkan.
Arti Talak Secara Umum
Dalam Islam, salah satu bentuk pemutusan hubungan ikatan perkawinan
karena sebab-sebab tertentu yang tidak memungkinkan lagi bagi suami istri
meneruskan hidup berumah tangga disebut thalaq/talak. Demikian antara lain yang
dijelaskan oleh Drs. Sudarsono, S.H., M.Si. dalam bukunya Hukum Perkawinan
Nasional (hal. 128).
Arti talak itu sendiri menurut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) adalah ikrar
suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan.
Mengenai talak diatur lebih lanjut dalam Pasal 129, Pasal 130, dan Pasal 131
KHI. Pasal 129 KHI berbunyi:
“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan
permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi
tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk
keperluan itu.”
Jadi, talak yang diakui secara hukum negara adalah yang dilakukan atau
diucapkan oleh suami di Pengadilan Agama.
Sedangkan, mengenai cerai karena talak yang diucapkan suami di luar
Pengadilan Agama, menurut Nasrullah Nasution, S.H. dalam artikel Akibat Hukum
Talak di Luar Pengadilan hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi tidak sah
menurut hukum yang berlaku di negara Indonesia karena tidak dilakukan di
Pengadilan Agama. Menurut Nasrullah, akibat dari talak yang dilakukan di luar

17
pengadilan adalah ikatan perkawinan antara suami-istri tersebut belum putus secara
hukum.
Talak Satu dan Talak Dua
Soal talak satu dan talak dua, sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel
Talak Tiga Karena Emosi, Lalu Ingin Rujuk Lagi, berpedoman pada pendapat Sayuti
Thalib dalam bukunya Hukum Kekeluargaan Indonesia (hal. 100), dikatakan bahwa
Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229 mengatur hal talak, yaitu talak hanya sampai
dua kali yang diperkenankan untuk rujuk kembali atau kawin kembali antara kedua
bekas suami istri itu. Jadi apabila suami menjatuhkan talak satu atau talak dua, ia dan
istri yang ditalaknya itu masih bisa rujuk atau kawin kembali dengan cara-cara
tertentu.
Arti rujuk kembali ialah kembali terjadi hubungan suami istri antara seorang
suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya dengan istri yang telah ditalak-
nya itu dengan cara yang sederhana. Caranya ialah dengan mengucapkan saja “saya
kembali kepadamu” oleh si suami di hadapan dua orang saksi laki-laki yang adil.
Sedangkan arti kawin kembali ialah kedua bekas suami istri memenuhi ketentuan
sama seperti perkawinan biasa, yaitu ada akad nikah, saksi, dan lain-lainnya untuk
menjadikan mereka menjadi suami istri kembali. Sungguhpun demikian, dalam
masyarakat kita di Indonesia orang selalu menyebut kawin kembali itu dengan
sebutan rujuk juga.
Mengenai talak satu atau talak dua ini disebut juga talak raj’i atau talak ruj’i,
yaitu talak yang masih boleh dirujuk (Ibid, hal. 103) yang pengaturannya terdapat
dalam Pasal 118 KHI yang berbunyi:
“Talak raj'i adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk
selama istri dalam masa iddah.”
Jadi, akibat dari talak kesatu dan kedua ini adalah suami istri dapat rujuk atau
kawin kembali.
Soal talak raj’i, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 132-133) pada
hakekatnya talak ini dijatuhkan satu kali oleh suami dan suami dapat rujuk kembali
dengan istri yang ditalaknya tadi. Dalam syariat Islam, talak raj’i terdiri dari beberapa
bentuk, antara lain: talak satu, talak dua dengan menggunakan pembayaran tersebut
(iwadl). Akan tetapi dapat juga terjadi talak raj’i yang berupa talak satu, talak dua
dengan tidak menggunakan iwadl juga istri belum digauli.
Masa Iddah

18
Adapun yang dimaksud dengan masa iddah (waktu tunggu) adalah waktu yang
berlaku bagi seorang istri yang putus perkawinannya dari bekas suaminya.
Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut:
a. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qabla al dukhul, waktu
tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari.
b. Apabila perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu bagi yang masih haid
ditetapkan 3 (tiga) kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 (sembilan puluh) hari,
dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90 (sembilan puluh) hari.
c. Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda tersebut dalam keadaan
hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
d. Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda tersebut dalam keadaan
hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan.
Talak Tiga
Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230, kalau seorang suami telah
menjatuhkan talak yang ketiga kepada istrinya, maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya untuk mengawininya sebelum perempuan itu kawin dengan laki-laki lain.
Selengkapnya bunyi Surat Al-Baqarah ayat 230:
“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali), maka tiadalah
halal perempuan itu baginya, kecuali jika perempuan itu telah kawin dengan lelaki
yang lain. Dan jika diceraikan pula oleh lelaki lain itu, tiada berdosa keduanya kalau
keduanya rujuk kembali, jika keduanya menduga akan menegakkan batas-batas
Allah. Demikian itulah batas-batas Allah, diterangkannya kepada kaum yang akan
mengetahuinya.”
Maksudnya ialah kalau sudah talak tiga, perlu muhallil untuk membolehkan
kawin kembali antara pasangan suami isteri pertama. Arti muhallil ialah orang yang
menghalalkan. Maksudnya ialah si istri harus kawin dahulu dengan seorang laki-laki
lain dan telah melakukan persetubuhan dengan suaminya itu sebagai suatu hal yang
merupakan inti perkawinan. Laki-laki lain itulah yang disebut muhallil. Kalau
pasangan suami istri ini bercerai pula, maka barulah pasangan suami istri semula
dapat kawin kembali (Ibid. hal. 101-102).
Talak tiga ini disebut juga dengan talak ba’in kubraa yang pengaturannya
dapat kita temui dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:
“Talak ba'in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak
jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila

19
pernikahan itu dilakukan setelah bekas istri menikah dengan orang lain dan
kemudian terjadi perceraian ba'da al dukhul dan habis masa iddahnya.”
Soal talak tiga ini, Sudarsono menjelaskan bahwa (hal. 128-129) perempuan
yang telah dijatuhi talak tiga ini harus sudah menikah dengan laki-laki lain kemudian
bercerai. Dalam keadaan demikian, perempuan tadi tidak dilarang dinikahi lagi oleh
laki-laki bekas suami pertama; hukum perkawinan tersebut tetap halal.
Lebih lanjut Sudarsono menjelaskan bahwa apabila terjadi seorang diupah
oleh bekas suaminya pertama agar menikah dengan bekas istrinya, kemudian
mentalaknya dan oleh karena sesudah ditalak oleh laki-laki yang diberi upah itu,
bekas suami pertama (yang mengupah) mengawini perempuan itu lagi. Keadaan
seperti ini tidak dibenarkan di dalam syari’at Islam.
Waktu Penjatuhan Talak, Haruskah Berurutan
Apabila seorang istri dijatuhkan talak satu atau talak dua oleh suaminya, maka
suami istri tersebut diperintahkan tetap tinggal satu rumah. Demikianlah ajaran islam,
karena dengan demikian suami diharapkan bisa menimbang kembali dengan melihat
istrinya yang tetap di rumah dan mengurus rumahnya. Demikian juga istri diharapkan
mau ber-islah karena melihat suami tetap memberi nafkah dan tempat tinggal.
Demikian berdasarkan informasi dari dalam artikel Baru Talak Satu Dan Dua, Jangan
Segera Berpisah, Ia Masih Istrimu! yang kami akses dari laman muslimafiyah.com,
situs berinfokan agama Islam dan kesehatan yang diasuh dokter Raehanul Bahraen.
Lalu timbul pertanyaan, apakah talak satu, dua, dan tiga ini harus dijatuhkan
berurutan atau akumulatif?
Sebagai contoh yang kami dapatkan dari laman berisikan kumpulan tausiyah
atau nasehat keagamaan- dalam tulisan Penjelasan Mengenai Talak 1, 2, dan 3,
misalkan suami (A) dan istri (B) menikah. Lalu A mentalak B. Ini disebut talak 1.
Setelah 4 bulan, mereka rujuk. Lalu karena satu dan lain hal, A kembali mentalak B.
Nah, ini disebut talak 2. Meski telah talak 2, A masih boleh rujuk dengan B. Namun
jika A kembali mentalak B, yg otomatis menjadikan talak 3 telah jatuh, maka A tidak
boleh rujuk lagi dengan B, kecuali B menikah dahulu dengan X, berhubungan intim,
lalu si X mentalaknya (minimal talak 1), serta sudah habis masa iddahnya.
Kemudian pertanyaan lain, bolehkah sekali talak langsung talak 3? Masih
bersumber dari laman yang sama, pernyataan talak yang langsung talak 3 ini masih
menjadi perdebatan di kalangan ulama.

20
Namun, jika merujuk pada ayat “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.” pada
Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 229, banyak ulama yang berpendapat bahwa talak 3
hanya bisa dilakukan setelah 2 kali talak dan 2 kali rujuk.
Meski demikian, ada yg berpendapat boleh dilakukan talak langsung talak 3
dengan merujuk pada hadits:
“Di masa Rasulullah SAW, Abu Bakr, lalu dua tahun di masa khilafah ‘Umar
muncul ucapan talak tiga dalam sekali ucap. ‘Umar pun berkata, “Manusia sekarang
ini sungguh tergesa-gesa dalam mengucapkan talak tidak sesuai dengan aturan Islam
yang dulu pernah berlaku, yaitu talak itu masih ada kesempatan untuk rujuk. Karena
ketergesa-gesaan ini, aku berharap bisa mensahkan talak tiga sekali ucap.” Akhirnya
‘Umar pun mensahkan talak tiga sekali ucap dianggap telah jatuh tiga kali talak.”
(HR Muslim no 1472)
Merujuk pada hadits di atas, boleh saja seorang suami langsung menjatuhkan
talak 3 sekaligus. Namun, seperti yang Umar katakan, bahwa perbuatan langsung
talak 3 sebenarnya hal yang tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan aturan Islam yang
dulu pernah berlaku, yakni jatuhnya 2 kali talak dan 2 kali rujuk.
Jika seorang suami telah mentalak 3 istrinya, lalu di kemudian hari menyesal
dan ingin rujuk, maka seperti penjelasan di atas, TIDAK DIPERBOLEHKAN
RUJUK kecuali si istri telah menikah dengan orang lain, disetubuhi suami barunya,
dan diceraikan (ditalak).

21
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan adalah ikatan lahir batin anrata seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan merupakan suatu ikatan suci
yang sakral untuk mengikat hubungan perempuan dan laki-laki. Pernikahan yang
harmonis merupakan keluarga yang anggota-anggotanya saling menjalankan hak dan
kewajiban masing-masing. Apabila ada ketidakcocokan atau masalah dalam keluarga,
tidak jarang kedua belah pihak memilih utntuk bercerai. Faktor penyebab perceraian
di Kecamatan Koba antara lain yaitu:pertama, kekerasan dalam rumah tangga.
Sebanyak 50% perceraian yang terjadi di Kecamatan Koba disebabkan oleh faktor
kekerasan dalam rumah tangga.Kedua, faktor ekonomi. Sebanyak 16% masalah
ekonomi keluarga menjadi sebab terjadinya perceraian.Ketiga, ketidakcocokan.
Sebanyak 19% faktor penyebab perceraian yaitu adanya factor
ketidakcocokan.Keempat, adanya faktor Perselingkuhan yaitu sebanyak 19%.
Mayoritas (50%) faktor yang mempengaruhi tendakan perceraian adalah adanya
tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
B. Saran
Disarankan kepada perempuan yang masih dibawah umur untuk memikirkan
keputusan menikah diusia yang masih muda. Karena usia tersebut masih sangat rentan
untuk melakukan pernikahan. Selain kurang baik untuk psikis juga kurang baik untuk
keadaan fisik. Perempuan yang masih dibawah umur memiliki kerentanan keguguran
ketika mengandung. Selain itu kondisi emosi yang belum stabil dapat mengaburkan
peran perempuan sebagaimana mestinya ketika menikah sesuai dengan harapan di
dalam keluarga. Bagi masyarakat dalam hal ini untuk orang tua agar mampu
memberikan nilai-nilai filosofis dalam pernikahan. Bahwa pernikahan tidak hanya
soal pemenuhan nafsu dan ekonomi saja, tetapi juga untuk menjaga ibadah kepada
Allah SWT.

22
DAFTAR PUSTAKA

Mubarok, Jaih, 2015, Pembaruan Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung:


Simbiosa Rekatama Media.
Prodjodikoro, Wirjono, 1983, Hukum Waris di Indonesia, Cetakan II, Bandung:
Sumur.
Shidideqy, Habsi Ash, 2001, Fiqh Mawaris, PT. Pusaka Rizki Putra, Cet. Ke-3.
Semarang.
Sumiarni, Endang, 2004, Kedudukan Suami Istri dalam Hukum Perkawinan,
Yogyakarta: Wonderful Publishing Company.

Arshabibisarro, sabtu 09 februari 2013, Makalah Tentang Anak di Luar Nikah.


http://arshabibisarro.blogspot.co.id/2013/02/makalah-tentang-anak-
diluar-nikah.html. diunduh minggu 11 juli 2017 pukul 12:20
Miftachul Alim, Achmad, Januari 2015, Satus Anak Dari Pernikahan Siri.
http://alimpolos.blogspot.co.id/2015/01status-anak-dari-pernikahan-
siri.html. diunduh minggu 11 juli 2017 pukul 12:45

23

Anda mungkin juga menyukai