DISUSUN OLEH :
Kelompok 17 1/C
Dosen Pembimbing
Dr. Irwandi Sihombing, MA
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah yang berjudul
“Pernikahan Dalam Islam” ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 2
A. PENGERTIAN PERNIKAHAN........................................................................... 2
B. HIKMAH PERNIKAHAN................................................................................... 3
C. TUJUAN PERNIKAHAN DALAM ISLAM....................................................... 3
D. HUKUM NIKAH.................................................................................................. 6
E. PEMINANGAN (KHITBAH)............................................................................... 7
F. RUKUN DAN SYARAT PERNIKAHAN DALAM ISLAM.............................. 7
G. MEMILIH PASANGAN MENURUT ISLAM.................................................... 12
H. PUTUSNYA PERNIKAHAN (PERCERAIAN)................................................. 14
KESIMPULAN...................................................................................................................... 19
SARAN.................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 20
ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya dari dua
buah sisi. Dimana pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan di sisi lain adalah
satu-satunya jalan penyaluran sexs yang disah kan oleh agama.dari sudut pandang ini, maka pada
saat orang melakukan pernikahan pada saat yang bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan
untuk melakukan perintah agama, namun juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis
nya yang secara kodrat memang harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lain nya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis sebenar nya
juga harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa stu-satunya jalan untuk
memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan pernikahan, pernikahan merupakan
satu hal yang sangat menarik jika kita lebih mencermati kandungan makna tentang masalah
pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat
membawa kedamaian dalam hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Semua hal itu akan terjadi
apabila pernikahan tersebut benar-benar di jalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang
sudah ditetapkan islam.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi pernikahan
2. Hikmah/manfaat pernikahan
3. Tujuan Pernikah dalam islam
4. Hukum nikah
5. Bagaimana bimbingan memilih pasangan menurut islam
6. Sebab putusnya pernikahan
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan itu
2. Untuk memahami hikmah, hukum-hukum, dan tujuan pernikahan
3. Agar bisa memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur. Menurut istilah
syarak pula ialah ijab dan qabul (‘aqad) yang menghalalkan persetubuhan antara lelaki dan
perempuan yang diucapkan oleh kata-kata yang menunjukkan nikah, menurut peraturan yang
ditentukan oleh Islam. Perkataan zawaj digunakan di dalam al-Quran bermaksud pasangan dalam
penggunaannya perkataan ini bermaksud perkahwinan Allah s.w.t. menjadikan manusia itu
berpasang-pasangan, menghalalkan perkahwinan dan mengharamkan zina.
Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Sedangkan pengertian hubungan badan
itu hanya metafora saja.
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi
kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak
ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan
sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Dalam masalah
perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai bagaimana mencari kriteria calon calon
pendamping hidup, hingga bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk
hati. Islam menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah pesta
pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak melanggar tuntunan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun
tetap penuh dengan pesona. Melalui makalah yang singkat ini insyaallah kami akan membahas
perkawinan menurut hukum islam.
Pernikahan adalah sunnah karuniah yang apabila dilaksanakan akan mendapat
pahala tetapi apabila tidak dilakukan tidak mendapatkan dosa tetapi dimakruhkan karna tidak
mengikuti sunnah rosul.
Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-
laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
Suatu pernikahan mempunyai tujuan yaitu ingin membangun keluarga yang sakinah mawaddah
warohmah serta ingin mendapatkan keturunan yang solihah.
2
B. Hikmah Pernikahan
Allah SWT berfirman :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”(Ar-ruum,21)
Pernikahan menjadikan proses keberlangsungan hidup manusia didunia ini berlanjut,
darigenerasi ke generasi. Selain juga menjadi penyalur nafsu birahi, melalui hubungan suami istri
serta menghindari godaan syetan yang menjerumuskan. Pernikahan juga berfungsi untuk
mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan pada asas saling menolong dalam
wilayah kasih sayang dan penghormatan muslimah berkewajiban untuk mengerjakan tugas
didalam rumah tangganya seperti mengatur rumah, mendidik anak, dan menciptakan suasana
yang menyenangkan. Supaya suami dapat mengerjakan kewajibannya dengan baik untuk
kepentingan dunia dan akhirat.
Adapun hikmah yang lain dalam pernikahannya itu yaitu :
a) Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b) Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang
syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c) Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
d) Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan yang
diciptakan.
3
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan
meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan
keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka
nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya”.
4
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam
dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah
wajib.
5
D. Hukum Nikah
Nikah merupakan amalan yang disyari’atkan, hal ini didasarkan pada firman Allah SWT :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua,
tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah)
seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
tidak berbuat aniaya, (An-Nisaa : 3).
Dari keterangan diatas disimpulkan bahwa hukum nikah ada 5 :
1. Wajib
Seseorang wajib nikah apabila ia mampu (lahir bathin), kuat keinginan untuk kawin dan
dikhawatirkan ia akan jatuh pada perbuatan dosa/zina jika tidak melaksanakan pernikahan atau
tidak kawin.
2. Sunat
Seseorang sunat nikah apabila seseorang itu mempunyai kemampuan (lahir bathin) untuk
kawin, dan punya keinginan yang kuat untuk kawin, tapi jika ia tidak nikah, maka ia tidak akan
terjerumus pada perbuatan dosa.
3. Mubah
Seseorang mubah hukumnya melakukan akad perkawinan apabila tidak ada hal-hal yang
mendorongnya untuk kawin. Ia hanya mampu lahir bathin.
4. Makruh
Makruh terhadap orang yang mampu lahir bathin, tapi tidak mampu memberi nafkah atau
menghalangi bagi seseorang kepada memenuhi kewajibannya seperti seseorang dalam keadaan
menuntut ilmu (belum punya penghasilan untuk menafkahi isterinya).
5. Haram
Seseorang haram menikah apabila dilakukan perkawinan, akan terzalimi kehidupannya.
Atau Seseorang haram nikah apabila ia bermaksud jahat terhadap perempuan yang akan menjadi
isterinya.
6
E. Peminangan (Khitbah)
Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan
untuk melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua
pihak. Meminang merupakan adat kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh
Islam. Peminangan juga merupakan awal proses pernikahan. Hukum peminangan adalah harus
dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri, tidak dalam iddah, dan bukan
tunangan orang lain. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan merupakan
tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki,
pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya
dikembalikan, namun persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat
calon suami dan calon istri adalah sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumah
tangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat untuk seorang wanita ialah wajah dan
kedua tangannya saja.
Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:
"Abu Hurairah RA berkata, sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak
menikah dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak (kata
lelaki itu kepada Rasullullah). Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin
kekekalan." (Hadis Riwayat Tarmizi dan Nasai)
Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:
"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh
meminang tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk
memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan)
7
Rukun Pernikahan dalam Islam :
Ada Calon Suami dan Istri
Wali Nikah
Dua orang saksi
Mahar
Ijab dan Qabul
8
c. Baligh
d. Lelaki
e. Merdeka
f. Tidak fasik, kafir, atau murtad
g. Bukan dalam ihram haji atau umrah
h. Waras (tidak cacat pikiran dan akal)
i. Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
Berdasarkan urutan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ayah adalah orang yang
paling berhak menjadi wali bagi anak perempuannya dan apabila sang ayah tidak ada maka dapat
digantikan sesuai urutan pada penjelasan diatas. Namun jika pihak yang paling berhak menjadi
wali masih ada, pihak anggota keluarga lain tidak memiliki hak untuk menjadi wali pada
pernikahan sang wanita. Dalam mahzab syafi’i juga dijelaskan bahwa apabila ayah atau orang
yang paling berhak menajdi wali tidak memenuhi syarat menjadi wali misalnya kehilangan akal,
9
belum baligh dan lainnya maka wali selanjutnya dalam urutan tersebut atau wali hakim bisa
menjadi wali dalam pernikahan tersebut.
2. Wali Hakim, Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa yang menjadi wali nikah yang utama
adalah orang yang dalam urutan-urutan tersebut namun apabila wali nasab tersebut tidak ada atau
belum memenuhi syarat maka kuasa untuk menjadi wali nikah diberikan kepada kepala negara
dalam hal ini yang diwakili oleh menteri agama dan selanjutnya diserahkan pada petugas
pencatat nikah atau yang dikenal dengan sebutan wali hakim . Biasanya petugas tersebut berasal
dari kantor KUA. Berikut ini adalah syarat wali hakim dapat menjadi wali dalam pernikahan
apabila ditemui kondisi berikut ini :
♦ Wali nasab memang tidak ada atau sudah meninggal
♦ Wali nasab sedang berpergian jauh atau tidak berada di tempat dimana pernikahan akan
berlangsung dan ia tidak memberi kuasa kepada wali nasab yang lainnya
♦ Wali nasab tersebut menjadi mempelai laki-laki dari wanita yang ada di bawah perwaliannya
seperti halnya jika seorang wanita menikah dengan anak dari saudara ayahnya atau sepupunya
yang tidak termasuk pernikahan sedarah.
3. Wali Muhakam, yaitu wali yang diangkat oleh kedua calon suami-istri untuk bertindak sebagai
wali dalam akad nikah mereka. Wali ini menjadi pilihan terakhir apabila wali nasab maupun wali
hakim menolak bertindak sebagai wali nikah dan tidak dapat menjalankan kewajiban maupun
haknya sebagai wali. Misalnya dalam kasus seorang laki-laki islam menikah dengan seorang
wanita beragama nasrani atau mualaf yang tidak memiliki wali. Jika pernikahan itu tetap ingin
berlangsung meski terjadi konflik dalam keluarga maka mereka dapat mengangkat seseorang
untuk menjadi walinya karena tanpa adanya wali pernikahan tidaklah sah.
10
Adapun kewajiban adanya saksi tidak lain, hanyalah untuk kemaslahatan kedua belah pihak dan
masyarakat. Misalnya, salah seorang mengingkari, hal itu dapat dielakkan oleh adanya dua orang
saksi. Juga misalnya apabila terjadi kecurigaan masyarakat, maka dua orang saksi dapatlah
menjadi pembela terhadap adanya akad perkawinan dari sepasang suami istri. Disamping itu,
menyangkut pula keturunan apakah benar yang lahir adalah dari perkawinan suami istri tersebut.
Dan di sinilah saksi itu dapat memberikan kesaksiannya.
4. Mahar
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik
berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum islam. Hukumnya wajib
menurut kesepakatan para ulama merupakan salah satu syarat sahnya nikah.
“Apabila wanita menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal, apabila ia digauli, maka
ia berhak menerima mahar sebagai penghalalan farj-nya.” (Dari `Aisyah, diriwayatkan Imam
yang empat kecuali al-Nasâ’i).
Tidak ada ketentuan hukum yang disepakati tentang batas maksimal pemberian mahar, demikian
juga batas minimalnya.
11
Contoh Lafadz Qabul :
“Daku terima nikahnya ….. binti …. (sebutkan nama pengantin perempuan) dengan mas kawin
…….”
12
b) Luhur budi pekertinya : seorang istri yang luhur budi pekertinya selalu sabar dan tabah
menghadapi ujian apapun yang akan dihadapi dalam perjalanan hidupnya.
c) Cantik wajahnya : setiap orang laki-laki cenderung menyukai kecantikan begitu pula
sebaliknya. Kecantikan wajah yang disertai kesolehahhan prilaku membuat pasangan tentram
dan cenderung melipahkan kasih sayangnya kepadanya, untuk sebelum menikah kita disunahkan
untuk melihat pasangan kita masing-masing.
d) Ringan maharnya : Rasullullah bersabda : “salah satu tanda keberkahan perempuan adalah
cepat kawinnya, cepat melahirkannya, dan murah maharnya.
e) Subur : artinya cepat memperoleh keturunan dan wanita itu tidak berpenyakitan.
f) Masih perawan : jodoh yang terbaik bagi seorang laki-laki perjaka adalah seorang gadis.
Rasullullah pernah mengikatkan Jabbir RA yang akan menikahi seorang janda : “alangkah
baiknya kalau istrimu itu seorang gadis, engkau dapat bermain-main dengannya dan ia dapat
bermain-main denganmu.”
g) Keturunan keluarga baik-baik : dengan sebuah hadist Rasullallah besabda : “jauhilah dan
hindarkan olehmu rumput mudah tumbuh ditahi kerbau”. Maksudnya : seorang yang cantik dari
keturunan orang-orang jahat.
h) Bukan termasuk muhrim : kedekatan hubungan darah membuat sebuah pernikahan menjadi
hambar, disamping itu menurut ahli kesehatan hubungan darah yang sangat dekat dapat
menimbulkan problem genetika bagi keturunannya.
Dalam memilih calon suami bagi anak perempuan hendaknya memilih orang yang memiliki
akhlak, kehormatan dan nama baik. Dengan demikian jika ia menggauli istrinya maka istrinya
maka ia menggaulinya dengan baik, jika menceraikan maka ia menceraikan dengan baik.
Rasullah bersabda :”barang siapa mengawinkan anak perempuannya denga orang yang fasik
makasungguh dia telah memutuskan hubungan persaudaraan.”
Seorang laki-laki berkata kepada hasan bin ali, “sesungguhnya saya memiliki seorang anak
perempuan maka siapakah menurutmu orang cocok agar saya dapat menikahkan
untuknya ?” hasan menjawab :”nikahkanlah dia dengan seorang yang beriman kepada Allah
SWT, jika ia mencintainya maka dia akan memuliahkannya dan jika dia membencinya maka dia
tidak mendoliminya.
13
H. Putusnya Pernikahan (Perceraian)
Pernikahan adalah sebuah hubungan syari`at yang disyari`atkan, dalam hal ini ia
memiliki berbagaimacam pilihan dan aturan, maka dalam islam ikatan pernikahan disebut
dengan sunnah dan sekaligus sunnah Rasul Allâh shall Allâhu `alaihi wa sallam. Pilihan
dimaksud adalah perceraian, apabila terdapat hal-hal tertentu yang tidak mungkin lagi diredam
baik secara syari`at maupun yuritis (baik konvensional maupun agama). Prof. Hamka
Mengatakan, “Hubungan ayah dan anak, adik dan kakak, dan lain-lain, tidaklah dapat
dipisahkan. Yang dapat diputuskan hanya hubungan suami isteri.” Jadi walaupun ungkapan ini
agak pahit, namun itulah kenyataan. Yang terpenting adalah bagaimana kelanggengan dalam
Rumah Tangga tercipta dengan amanah, baik amanah Allâh, maupun amanah masing-masing
anggota keluarga, yang sesuai dengan tuntunan ajaran Islam.
Arti perceraian dalam istilah ahli Figh disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti
membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai (lawan dari
berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Figh sebagai satu istilah, yang berarti
perceraian antara suami-isteri.
Perkataan talak dalam istilah ahli Figh mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan arti
yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang
dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan
sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak
dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.
Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan
karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti
yang khusus.
Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian
pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun diperbolehkan
tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang bertentangan dengan
asas – asas Hukum Islam.
14
♦ Sebab-sebab Putusnya Hubungan Pernikahan
Yang menjadi sebab putusnya perkawinan ialah:
1. Talak
2. Khulu’
3. Syiqaq
4. Fasakh
5. Ta’lik talak
6. Ila’
7. Zhihar
8. Li’aan
9. Kematian
1. Talak
Hukum Islam menentukan bahwa hak talak adalah pada suami dengan alasan bahwa
seorang laki-laki itu pada umumnya lebih mengutamakan pemikiran dalam mempertimbangkan
sesuatu daripada wanita yang biasanya bertindak atas dasar emosi. Dengan pertimbangan yang
demikian tadi diharapkan kejadian perceraian akan lebih kecil, kemungkinannya daripada
apabila hak talak diberikan kepada isteri. Di samping alasan ini, ada alas an lain yang
memberikan wewenang/hak talak pada suami, antara lain:
a. Akad nikah dipegang oleh suami. Suamilah yang menerima ijab dari pihak isteri waktu
dilaksanakan akad nikah.
b. Suami wajib membayar mahar kepada isterinya waktu akad nikah dan dianjurkan membayar
uang mu’tah (pemberian sukarela dari suami kepada isterinya) setelah suami mentalak isterinya.
c. Suami wajib memberi nafkah isterinya pada masa iddah apabila ia mentalaknya.
d. Perintah-perintah mentalak dalam Al-Quran dan Hadist banyak ditujukan pada suami.
15
● Syarat-syarat seorang isteri supaya sah ditalak suaminya ialah :
- Isteri telah terikat denagn perkawinan yang sah dengan suaminya. Apabila akad-nikahnya
diragukan kesahannya, maka isteri itu tidak dapat ditalak oleh suaminya.
- Isteri harus dalam keadaan suci yang belum dicampuri oleh suaminya dalam waktu suci itu.
- Isteri yang sedang hamil.
♦ Macam-macam talak
a. Talak Raj’i adalah talak, di mana suami boileh merujuk isterinya pada waktu iddah. Talak raj’i
ialah talak satu atau talak dua yang tidak disertai uang ‘iwald dari pihak isteri.
b. Talak Ba’in, ialah talak satu atau talak dua yang disertai uang ‘iwald dari pihak isteri, talak
ba’in sperti ini disebut talak ba’in kecil. Pada talak ba’in kecil suami tidak boleh merujuk
kembali isterinya dala masa iddah. Kalau si suami hendak mengambil bekas isterinya kembali
harus dengan perkawinan baru yaitu dengan melaksanakan akad-nikah.
Seorang suami yang mentalak ba’in besar isterinya boleh mengawini isterinya kembali
kalau telah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Isteri telah kawin dengan laki-laki lain.
- Isteri telah dicampuri oleh suaminya yang baru.
- Isteri telah dicerai oleh suaminya yang baru.
- Telah habis masa ‘iddahnya.
c. Talak Sunni, ialah talak yang dijatuhkan mengikuti ketentuan Al-Quran dan Sunnah Rasul.
Yang termasuk talak sunni ialah talak yang dijatuhkan pada waktu isteri dalam keadaan suci
dan belum dicampuri dan talak yang dijatuhkan pada saat isteri sedang hamil. Sepakat para
ahli Fiqh, hukumnya talak suami dalah halal.
d. Talak Bid’i, ialah talak yang dijatuhkan dengan tidak mengikuti ketentuan Al-Quran maupun
Sunnah Rasul. Hukumnya talak bid’i dalah haram. Yang termasuk talak bid’i ialah:
- Talak yang dijatuhkan pada isteri yang sedang haid atau datang bulan.
- Talak yang dijatuhkan pada isteri yang dalam keadaan suci tetapi telah dicampuri.
- Talak yang dijatuhkan dua sekaligus, tiga sekaligus atau mentalak isterinya untuk selama-
lamanya.
16
2. Khulu’
Talak khuluk atau talak tebus ialah bentuk perceraian atas persetujuan suami-isteri
dengan jatuhnya talak satu dari suami kepada isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak
isteri dengan tebusan harta atau uang dari pihak isteri yang menginginkan cerai dengan khuluk
itu.
Adanya kemungkinan bercerai dengan jalan khuluk ini ialah untuk mengimbangi hak
talak yang ada pada suami. Dengan khuluk ini si isteri dapat mengambil inisiatif untuk
memutuskan hubungan perkawinan dengan cara penebusan. Penebusan atau pengganti yang
diberikan isteri pada suaminya disebut juga dengan kata “iwald”.
Syarat sahnya khuluk ialah:
a. Perceraian dengan khuluk itu harus dilaksanakan dengan kerelaan dan persetujuan suami-
isteri.
b. Besar kecilnya uang tebusan harus ditentukan dengan persetujuan bersama antara suami-isteri.
3. Syiqaq
Syiqaq itu berarti perselisihan atau menurut istilah Fiqh berarti perselisihan suami-isteri
yang diselesaikan dua orang hakam, satu orang dari pihak suami dan yang satu orang dari pihak
isteri.
4. Fasakh
Arti fasakh ialah merusakkan atau membatalkan. Ini berarti bahwa perkawinan itu
diputuskan/dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh hakim Pengadilan Agama.
5. Ta’lik Talak
Arti daripada ta’lik ialah menggantungkan, jadi pengertian ta’lik talak ialah suatu talak
yang digantungkan pada suatu hal yang mungkin terjadi yang telah disebutkan dalam suatu
perjanjian yang telah diperjanjikan lebih dahulu.
6. Ila’
Arti daripada ila’ ialah bersumpah untuk tidak melakukan suatu pekerjaan. Dalam
kalangan bangsa Arab jahiliyah perkataan ila’ mempunyai arti khusus dalam hukum perkawinan
mereka, yakni suami bersumpah untuk tidak mencampuri isterinya, waktunya tidak ditentukan
dan selama itu isteri tidak ditalak ataupun diceraikan. Sehingga kalau keadaan ini berlangsung
berlarut-larut, yang menderita adalah pihak isteri karena keadaannya tekatung-katung dan tidak
berketentuan.
17
7. Zhihar
Zhihar adalah prosedur talak, yang hampir sama dengan ila’. Arti zhihar ialah seorang
suami yang bersumpah bahwa isterinya itu baginya sama dengan punggung ibunya. Dengan
bersumpah demikian itu berarti suami telah menceraikan isterinya.
8. Li’aan
Arti li’an ialah laknat yaitu sumpah yang di dalamnya terdapat pernyataan bersedia
menerima laknat Tuhan apabila yang mengucapkan sumpah itu berdusta. Akibatnya ialah
putusnya perkawinan antara suami-isteri untuk selama-lamanya.
9. Kematian
Putusnya perkawinan dapat pula disebabkan karena kematian suami atau isteri. Dengan
kematian salah satu pihak, maka pihak lain berhak waris atas harta peninggalan yang meninggal.
Walaupun dengan kematian suami tidak dimungkinkan hubungan mereka disambung lagi,
namun bagi isteri yang kematian suami tidak boleh segera melaksanakan perkawinan baru
dengan laki-laki lain. Si isteri harus menunggu masa iddahnya habis yang lamanya empat bulan
sepuluh hari.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling
memuaskan diri antara satu dengan yang lain untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga
yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera.
Pernikahan bertujuan untuk menjaga diri dari perbuatan zina, memelihara keturunan,
dapat menyalurkan naluri seksual dengan halal dan terpuji, memelihara dan memperbanyak
keturunan secara terhormat, naluri keibuan dan kebapakan akan akan saling melengkapi dalam
kehidupan berumah tangga bersama anak-anaknya, melatih kemampuan bekerja sama, serta
terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga.
Di dalam agama Islam, hukum pernikahan dilandaskan terhadap keadaan yang di alami
seseorang. Ada yang hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh bahkan haram.
Hikmah dari pernikahan itu sendiri adalah sebagai wadah birahi manusia secara halal,
meneguhkan akhlaq terpuji, membangun rumah tangga islami, memotivasi semangat ibadah,
serta melahirkan keturunan yang baik dan terhormat.
B. Saran
Dengan adanya pernikahan diharapkan dapat membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warahmah, dunia dan akhirat.
Pernikahan menjadi wadah bagi pendidikan dan pembentukan manusia baru yang
kedepannya diharapkan mempunyai kehidupan dan masa depan yang lebih baik.
Dengan adanya kepala keluarga yang memimpin bahtera rumah tangga , kehidupan
diharapkan menjadi lebih bermakna, dan suami-suami dan istri-istri akhir zaman ini memiliki
semangat yang tinggi di jalan Allah SWT. Aamiin.
19
DAFTAR PUSTAKA
Rafi Baihaqi, Ahmad, Membangun Surga Rumah Tangga, (surabayah:gita mediah press, 2006)
At-tihami, Muhammad, Merawat Cintah Kasih Menurut Syriat Islam, (surabayh : Ampel Mulia,
2004)
Muhammad ‘uwaidah, Syaikh Kamil, Fiqih Wanita, (Jakarta:pustaka al-kautsar, 1998)
Dandelion, Momoy. 2010. Konsep Pernikahan dalam Pandangan Islam.
(online), (http://momoydandelion.blogspot.com/).
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/urutan-wali-nikah-dalam-islam
https://ardychandra.wordpress.com/2008/09/06/putusnya-perkawinan-berdasarkan-hukum-islam/
20