Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA MENURUT ISLAM


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen pengampu: Bapak Saiful Anas M.Pd.I

DISUSUN OLEH:
M.RAFLI RAMADHAN
NIM: 220101050

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
STIKES PAMENANG KEDIRI
Jl. Soekarno Hatta No. 15 Bendo Pare, Kediri
Telp./ WA dan SMS 0354-399840/082232437990 Kode Pos 64225
Email: stikespamenang@gmail.com Website: https://stikespamenang.ac.id/

KATA PENGANTAR

i
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, serta
hidayah-Nya. Sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul”HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM ISLAM” dengan
tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Bapak. pada mata kuliah bahasa.Indonesia. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang  hukum masalah pernikahan yang
sesuai dengan ajaran islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Saiful Anas M.Pd.I.


selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang saya tekuni.Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Kediri, 18 Desember 2022

Tertanda,

M.Rafli Ramadhan

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Pengertian Pernikahan .................................................................................... 3
2.2 Tujuan Pernikahan dalam Islam ..................................................................... 4
2.3 Sahnya Pernikahan menurut Hukum Islam..................................................... 5
2.4 Hukum Pernikahan Beda Agama dalam Islam ............................................... 6
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 7
3.1 Kesimpulan .................................................................................................... 7
3.2 Saran ............................................................................................................... 7
BAB IV DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 8

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap insan pasti menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya, kebahagiaan


itu bisa berasal dari diri sendiri maupun dari lingkungan. Salah satu fenomena
mengenai kebahagiaan salah satunya adalah pernikahan. Allah telah menciptakan
manusia berpasang-pasangan supaya muncul suatu ketenangan, kesenangan,
ketentraman, dan kebahagiaan. Hal ini menyebabkan setiap laki-laki dan perempuan
mendambakan pasangan hidup yang memang merupakan fitrah manusia. Maka,
Allah menganjurkan umatnya untuk menikah agar tidak terjurumus kedalam perkara
yang diharamkan seperti berzina dan perkara yang lain.
Hal ini selaras dengan firman Allah SWT dalam QS. An-Nur Ayat 32 berikut ini:
‫هللاُّ َوا ِس ٌع‬ ٰ ‫نو ا فُق َر َۤۤا َء ي ْ ُغنِ ِه ُم‬
ٰ ‫هللاُّ ِم ْن فَضْ ل ِٖه ۗ َو‬ ُْ ‫صلِ ِحينَْ ِم ْن ِعبا َ ِدك ُْم َو ا َِم ۤاىِ ٕك ُْم ۗ ا ْ ِن ي َّك ُْو‬
ّ ٰ ‫َوانَ ْ ِك ُح وا ااْل ْيَاَمٰ ى ِمن ْك ُْم َوال‬
‫َعلِي ْم‬
Artinya: “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu,
dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan
kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya),
Maha Mengetahui”
Bagi orang Islam perkawinan disyari’atkan supaya manusia mempunyai
keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat,
di bawah naungan cinta kasih dan ridha Ilahi. Tujuan pernikahan sendiri dalam Islam
untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Perkawinan bertujuan untuk membina keluarga sakinah mawaddah dan rahmah.
Dalam usaha mewujudkan tujuan tersebut, Islam menawarkan keserasian
antara pasangan, yakni sepadan baik dalam strata sosial ataupun keyakinan yang
sama. Kenyataan dalam kehidupan masyarakat bahwa pernikahan beda keyakinan
atau bisa disebut berbeda agama itu terjadi sebagai realitas yang tidak dipungkiri.
Ketika melihat realitas di masyarakat, perkawinan beda agama relatif banyak terjadi.
Data yang pernah penulis dapatkan di Kabupaten Gunung Kidul, daerah yang
relatif berpenduduk plural dari segi agamanya dapat dipaparkan bahwa di Gereja
Katolik Wonosari (Santo Petrus Kanisius), tempat satu-satunya perkawinan
berdasarkan agama Katolik dilaksanakan, terdapat rata-rata 32% per tahun pasangan
berasal dari agama yang berbeda. Adapun di beberapa KUA terdapat rata-rata 2,5%
pasangan yang berasal dari agama yang berbeda (Wahyuni, 2004).
Cinta yang bersifat universal, tanpa mengenal batasan agama, ras dan
golongan, memungkinkan dua orang berbeda agama menjadi saling mencintai dan
hendak melangsungkan perkawinan. Di sisi lain, kebebasan beragama dijamin secara
konstitusional di Indonesia dan dilindungi sebagai hak asasi manusia. Dengan
demikian, sulitnya pelaksanaan pernikahan beda agama di Indonesia, menjadi
permasalahan yang harus mendapatkan solusi.
Perkawinan beda agama menimbulkan berbagai macam permasalahan seperti
keabsahan perkawinan menurut UU Perkawinan, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUP
No 1 Tahun 1974 perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut
hukum agama dan kepercayaan. Dalam prakteknya masih sering ditemui adanya
penetapan permohonan izin perkawinan beda agama.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah sebenarnya boleh atau tidak pernikahan beda agama itu?


2. Apakah sah secara agama Islam jika memang tetap dilakukan?
3. Bagaimanakah jadinya hukum orang yang melaksakan pernikahan beda
agama?
4. Adakah Undang-Undang Negara yang mengatur pernikahan beda agama ini?

1.3 Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh
peneliti dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bolehkah pernikahan beda agama itu.
2. Untuk mengetahui apa saja syarat sahnya pernikahan menurut agama Islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana jadinya, jika ada sepasang suami istri yang
nekat melakukanpernikahan beda agama.
4. Mengkaji lebih dalam peraturan perundang-undangan yang ada khususnya
mengenai pernikahan.

1.4 Manfaat Penulisan

Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan secara umum dapat memberikan pemahaman


kepada umat atau penganut agama Islam mengenai pernikahan beda agama.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi para
pasangan yang menjalin kisah kasih percintaan namun berbeda keyakinan,
supaya segera disadari lalu dicari jalan keluarnya, sehingga tidak menimbulkan
suatu penyesalan di kemudian hari.
3. Diharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
serta menjadi referensi atau bahan masukan dalam penelitian serupa pada
penelitian yang akan datang.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pernikahan

Dari pengertiannya menurut KBBI, nikah adalah perjanjian perkawinan


antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.
Secara istilah, pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki
dan perempuan yang bukan mahramnya. Dari akad itu juga, muncul hak dan
kewajiban yang mesti dipenuhi masing-masing pasangan.
Upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua
orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma
hukum, dan norma sosial. Upacara pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi
menurut tradisi suku bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial.
Pengertian perkawinan sendiri dapat diambil dari Pasal 1 UU perkawinan,
yaitu “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri.” Menurut Saleh (1992) dengan ‘ikatan lahir batin’ dimaksudkan bahwa
perkawinan itu tidak hanya cukup dengan adanya ‘ikatan lahir’ atau ‘ikatan batin
saja’, tetapi harus kedua-duanya. Suatu ‘ikatan lahir’ adalah ikatan yang dapat
dilihat, yaitu adanya suatu hubungan hukum antara seorang pria dan wanita untuk
hidup bersama, sebagai suami istri, yang dapat disebut juga ‘ikatan formal’.
Hubungan formal ini mengikat bagi dirinya, maupun bagi orang lain atau
masyarakat. Sebaliknya, ‘ikatan batin’ merupakan hubungan yang tidak formil, suatu
ikatan yang tidak dapat dilihat, tetapi harus ada karena tanpa adanya ikatan batin,
ikatan lahir akan menjadi rapuh (Saleh, 1992: 14-15).

2.2 Tujuan Pernikahan dalam Islam

Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat


Muslim. Berdasarkan Alquran dan hadis Nabi, inilah tujuan menikah dalam
Islam.

1. Menjalankan perintah Allah


Tujuan menikah dalam Islam yang utama ialah untuk menjalankan perintah
Allah. Dalam Alquran surat An Nuur ayat 32, seperti pada pendahuluan
diatas.
2. Menyempurnakan separuh agama
Para ulama menjelaskan bahwa yang umumnya merusak agama seseorang
adalah kemaluan dan perutnya. Nikah berarti membentengi diri dari salah
satunya, yaitu zina dengan kemaluan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda:
ِ َ‫ فَ ْليْتَ قَِّاهلل‬،‫نص فَالدِّي ْ ِن‬
‫ف ي النِصّْ فِالباَقِي‬ َ ‫ِإ َذ ا‬
َْ ‫تز َّو َج ال َعب ُْد فَقَ ْد ك ََّم َل‬
"Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh
agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.”
(HR. Al Baihaqi)
3. Melaksanakan sunnah Rasul
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata Rasulullah bersabda:

2
‫لي‬َ َ‫ “ النِ ّكا َ ُح ِم ْن سُنتَِّ ْي فَ َم ْنل َْم ي َْع َم ْلبِسُنتَِّي ف‬:‫ى هللاَُّ عَليَ ِْه َو َسل ََّم‬َّ ‫صل‬ َ َِّ‫ قَا َ َل َرسُوْ اُل هلل‬: َْ‫ع َْن عَاِئ َشةَ قَالت‬
‫ي ُمكاَثِ ٌر بِك ُْم اْأْل َُم َم َو َم ْن كاَنَ َذ ا طَوْ ٍل فَ ْل ْينَ ْ ِكحْ َو َم ْنل َْم ي َِج ْد فَ َعليَ ِْه بِالصِّيا َ ِم فَِإ َّن الصَّوْ َم‬
ّ ‫َْس ِمنِي َّوت َز ََّو ُج وا فَِإ ِن‬
‫لهَُ ِو َجا ٌء” رواه ابن‬
‫ماجه‬

"Menikah itu termasuk dari sunnahku, siapa yang tidak mengamalkan


sunnahku, maka ia tidak mengikuti jalanku. Menikahlah, karena sungguh
aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa yang
mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka
hendaklah ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” (HR.
Ibnu Majah)

Sedangkan tujuan pernikahan sendiri berdasarkan Surah Ar rum ayat 51:

‫ف ي ٰ َذ ِل كَ َآلي اَتٍلقِ َْو ٍم‬


ِ ‫َو ِم ْن آياَتِ ِه أنَْ خَ ل قَل َك ُْم ِم ْن أنَ ْف ُِسك ُْم أ َز َْوا ًج ا لِت َْسكنُ ُوا ِإليَهَْ ا َو َج َع لَبيَ ْن َك ُْم َم َو َّدةً و َرَحْ َمةً ۚ ِإ َّن‬
َ‫يتَفَ َك َُّرون‬
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.
Berdasarkan Surah Ar rum ayat 21 tujuan pernikahan ada 3 yaitu:
Sakinah : Sakinah adalah keadaan seseorang merasa nyaman berada di dekat
pasangannya.
Mawaddah : Mawadah yaitu timbulnya rasa cinta diantara kedua pasangan.
Rahmah : Rahmah adalah rasa saling sayang antara pasangan yang
menikah.

2.3 Sahnya Pernikahan Menurut Hukum Islam


Berikut merupakan rukun sah nikah dalam Islam:
1. Mampelai pria dan wanita sama-sama beragama Islam.
2. Mempelai laki-laki tidak termasuk mahram bagi calon istri.
3. Wali akad nikah dari perempuan bersedia menjadi wali.
4. Kedua mempelai tidak dalam kondisi sedang ihram.
5. Pernikahan berlangsung tanpa paksaan.
Demikian syarat dan rukun nikah dalam Islam. Jika salah satu rukun ataupun
syarat pernikahan seperti telah dijelaskan di atas tidak terpenuhi maka pernikahannya
dikatakan tidak sah.
Lalu untuk poin pertama dalam rukun sah nikah dalam Islam, mempelai pria
dan wanita sama-sama beragama Islam. Jika ada pernikahan yang salah satu dari
kedua mempelai berbeda agama melainkan bukan beragama Islam, maka sudah jelas
tidak sah pernikahannya dan haram. Bahkan MUI yakin, bahwa laki-laki dan
perempuan non-Muslim meskipun menganut agama Yahudi maupun Nasrani, tetap
bukan termasuk sebagai Ahli Kitab (ahl al kitab). MUI menjelaskan, bahwa yang
disebut Ahli Kitab adalah orang yang “percaya tidak ada Tuhan selain Allah”.

3
Masalah perkawinan beda agama telah mendapat perhatian serius para ulama
di Tanah Air. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah Nasional II pada
1980 telah menetapkan fatwa tentang pernikahan beda agama. MUI menetapkan dua
keputusan terkait pernikahan beda agama ini.
Pertama, para ulama di Tanah Air memutuskan bahwa perkawinan wanita
Muslim dengan laki-laki non-Muslim hukumnya haram. Kedua, seorang laki-laki
Muslim diharamkan mengawini wanita bukan Muslim. Perkawinan antara laki-laki
Muslim dengan wanita ahlul kitab memang terdapat perbedaan pendapat. "Setelah
mempertimbangkan bahwa mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya, MUI
memfatwakan perkawinan tersebut hukumnya haram," ungkap Dewan Pimpinan
Munas II MUI, Prof Hamka, dalam fatwa itu.
Dalam memutuskan fatwanya, MUI menggunakan Alquran dan Hadis sebagai
dasar hukum. "Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik hingga mereka ber
iman (masuk Islam). Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
wanita orangorang musyrik (dengan wanitawanita mukmin) hingga mereka beriman.
Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, meskipun ia
menarik hatimu..." (QS: al-Baqarah:221).
Selain itu, MUI juga menggunakan Alquran surat al-Maidah ayat 5 serta at
Tahrim ayat 6 sebagai dalil. Sedangkan, hadis yang dijadikan dalil adalah Sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan Tabrani: "Barang siapa telah kawin, ia telah
memelihara setengah bagian dari imannya, karena itu, hendaklah ia takwa (takut)
kepada Allah dalam bagian yang lain."
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah telah menetapkan fatwa
tentang penikahan beda agama. Secara tegas, ulama Muhammadiyah menyatakan
bahwa seorang wanita Muslim dilarang menikah dengan pria non-Muslim. Hal itu
sesuai dengan surat al-Baqarah ayat 221, seperti yang telah disebutkan di atas.
"Berdasarkan ayat tersebut, laki-laki Mukmin juga dilarang nikah dengan wanita
non-Muslim dan wanita Muslim dilarang walinya untuk menikahkan dengan laki-laki
non-Muslim," ungkap ulama Muhammadiyah dalam fatwanya.

2.4 Hukum Pernikahan Beda Agama secara Negara

Berdasarkan Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, hukum tentang


pernikahan campur, dalam arti beda agama, tidak dijelaskan secara eksplisit. Aturan
tersebut hanya memperbolehkan pernikahan campuran kewarganegaraan. Anggapan
bahwa nikah beda agama tidak diperkenankan biasanya merujuk pada Pasal 2 ayat (1)
UU Perkawinan yang berbunyi, “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu.”
Ketidakjelasan aturan ini menyebabkan timbulnya ruang untuk berbagai
penafsiran. Pasal di atas juga dapat ditafsirkan bahwa pernikahan beda agama
diperbolehkan asal sesuai dengan hukum agamanya masing-masing. Hal ini diperkuat
dengan adanya Undang-undang Hak Asasi Manusia No 39 Tahun 1999 yang
mengatakan bahwa terdapat setidaknya ada 60 hak sipil warga negara yang tidak
boleh diintervensi oleh siapapun, termasuk tentang pemilihan pasangan, menikah,
berkeluarga, dan memiliki keturunan.
Dalam Undang-undang perkawinan di Indonesia, pernikahan beda agama
masih belum diatur secara tegas; jika pun ada, aturan itu bersifat multitafsir. Ada yang
menyatakan bahwa perkawinan beda agama termasuk perkawinan campuran dan ada
pula yang menyatakan tidak ada peraturan yang mengatur pernikahan beda agama,
sehingga ada yang berpandangan bahwa pernikahan beda agama diperkenankan
selama tidak ada yang mengaturnya.

4
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada prinsipnya agama Islam melarang (haram) pernikahan antara seorang


beragama Islam dengan seseorang yang tidak beragama Islam (perhatikan
Al’Quran surat Al-Baqarah ayat 221). Pernikahan bukan sekedar legalisasi
syahwat, regenerasi, menjalankan sunnah nabi, atau mengikuti tradisi saja. Tapi
pernikahan harus bisa dijadikan jalan menempuh hakikat kebenaran dimana
sepasang manusia saling mengisi, membimbing, dan menemani agar satu sama
lain secara bersamaan sampai kepada-Nya bukan saja secara syar’I sampai
”sidratul Muntaha”. Mengapa kemudian Nabi Muhammad betapa menempatkan
pernikahan sebagai hal yang sangat penting.
Tidak adanya peraturan yang mengatur tentang perkawinan beda agama
sehingga hakim dalam mengabulkan perkawinan beda agama beranggapan adanya
kekosongan hukum, dan Hakim dalam menolak permohonan karena memahami
Pasal 2 ayat (1) secara jelas sudah memberikan ketegasan bahwa tidak boleh
melaksanakan perkawinan kecuali sesuai dengan agamanya.

3.2 Saran
Mari kita sebagai umat Nabi Muhammad yang selalu taat pada ajarannya dan
menjauhi seluruh larangannya, termasuk sunah Rasul yaitu menikah. Menikahlah
dengan sesama muslim, yang pasti dan harus seiman tidak hanya seamin. Karena
pernikahan hendaklah menjadi ajang kita merubah diri menjadi pribadi yang lebih
baik lagi, saling mengingatkan kepada pasangannya sesuai dengan ajaran dan
syariat Islam.
Sesunggahnya pernikahan ini juga lahan kita dalam mencari pahala Allah
SWT sebanyak-banyaknya. Masih banyak sekali seorang muslim yang ganteng,
yang cantik, yang kaya, dan tentunya yang faham fakih alim. Jangan beranggapan
bahwa hanyalah dia (orang non-muslim/kafir) satu0satunya yang cocok dan sesuai
sama saya. Mari buka mata kita lebar-lebar dan percayalah bahwa aka nada
seseorang nantinya yang bisa bersama berjuaang menjemput surganya Allah.
Amin amin yaa robbal alaminn.

5
Daftar Pustaka

https://www.popbela.com/relationship/married/windari-subangkit/tujuan-menikah-
dalam-islam/4 https://media.neliti.com/media/publications/37025-ID-kontroversi-
perkawinan-beda-agama-diindonesia.pdf
https://www.bphn.go.id/data/documents/pkj-2011-2.pdf
https://www.republika.co.id/berita/q44bao320/nikah-beda-agama-menurut-fatwa-
mui-nu-danmuhammadiyah
https://media.neliti.com/media/publications/145560-ID-none.pdf

Anda mungkin juga menyukai