KONSEP PERNIKAHAN
Oleh:
Atiiqah Afaaf (P24840122014)
Nabila Nurul Syuhada (P24840122060)
Tiara Izhatul Fitria (P24840122094)
Xena Agustin (P24840122100)
Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pengerjaan makalah yang
berjudul “Pernikahan Dalam Agama Islam”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.Kami sebagai penyusun menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................2
C. TUJUAN..................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
PEMBAHASAN....................................................................................................................3
1.1 HUKUM PERNIKAHAN........................................................................................3
1.2 TUJUAN PERNIKAHAN........................................................................................3
1.3 RUKUN DAN SYARAT-SYARAT PERNIKAHAN.......................................................4
1.4 MAHRAM...........................................................................................................7
1.5 WALI NIKAH........................................................................................................8
1.6 TALAK.................................................................................................................9
1.7 IDDAH...............................................................................................................11
1.8 RUJUK...............................................................................................................13
BAB III...............................................................................................................................15
PENUTUP..........................................................................................................................15
2.1 KESIMPULAN....................................................................................................15
2.2 SARAN..............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu.
Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab Qobul yang mengharuskan
perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang
ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesuai peraturan yang
diwajibkan oleh Islam. Pernikahan dalam Islam merupakan anjuran bagi
kaum muslimin. Dalam undang - undang No. 1 Tahun 1974 dinyatakan
bahwa: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang wanita dan
seorang pria sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang
Maha Esa.
Sedang dalam Kompilasi Hukum Islam “perkawinan yang sah
menurut hukum Islam merupakan pernikahan, yaitu akad yang kuat atau
mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah.”Dari pengertian di atas, pernikahan memiliki tujuan
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Sehingga baik suami
maupun isteri harus saling melengkapi agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan
spiritual dan material.3 Hal ini sejalan dengan firman Allah:
ق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا اِلَ ْيهَاَ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن َخل
ٍ ك اَل ٰ ٰي
ت لِّقَ ْو ٍم يَّتَفَ َّكر ُْو َن َ َِو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذل
1
antar kedua lawan jenis, yang semula diharamkan, seperti memegang,
memeluk, mencium dan hubungan intim.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa hukum nikah dalam islam?
2. Apa saja tujuan nikah?
3. Apa saja rukun dan syarat-syarat nikah?
4. Apa pengertian mahram?
5. Siapa saja yang termasuk wali nikah?
6. Apa pengertian talaq?
7. Apa pengertian iddah?
8. Apa pengertian rujuk?
C. TUJUAN
1. Mengetahui hukum nikah dalam islam
2. Mengetahui saja tujuan nikah
3. Mengetahui rukun dan syarat-syarat nikah
4. Memahami pengertian mahram
5. Mengetahui siapa saja yang termasuk wali
6. Memahami pengertian talak
7. Memahami pengertian iddah
8. Memahami pengertian rujuk
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 HUKUM PERNIKAHAN
Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah,artinya
boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikianditinjau dari
segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hukumnikah dapat berubah
menjadi wajib, sunat, makruh dan haram. Adapunpenjelasannya adalah sebagi
berikut :
1. Wajib
Hukum nikah menjadi wajib bila seseorang telah mampu, baik secara fisik
maupun finansial. Sedangkan, bila ia tidak segera menikah dikhawatirkan berbuat
zina.
2. Sunnah
Dasar hukum nikah menjadi sunnah bila seseorang menginginkan sekali punya
anak dan tak mampu mengendalikan diri dari berbuat zina.
3. Makruh
Selanjutnya, hukum nikah makruh. Hal itu terjadi bila seseorang akan menikah
tetapi tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina.
Padahal, apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.
4. Mubah
Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat
zina, maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki
anak dan seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.
5. Haram
Hukum nikah menjadi haram apabila ia menikah justru akan merugikan istrinya,
karena ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin. Atau, jika menikah, ia
akan mencari mata pencaharian yang diharamkan oleh Allah padahal sebenarnya
ia sudah berniat menikah dan mampu menahan nafsu dari zina.
3
Artinya:” Dan di antaratanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasatenteram kepadanya. “.(Ar-Rum : 21)
b) Membina rasa cinta dan kasih sayang. Nikah merupakan salah satucara untuk
membina kasih sayang antara suami, istri dan anak.( QS. Ar- Rum : 21 yang
Artinya :”Dan Ia menjadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. “)
c) Untuk memenuhi kebutuhan seksual yang syah dan diridhai AllahSWT
d) Melaksanakan Perintah Allah swt. Karena melaksanakan perintahAllah swt
maka menikah akan dicatat sebagai ibadah. Allah swt.,berfirman yang Artinya :"
Maka nikahilah perempuan-perempuanyang kamu sukai". (An-Nisa' : 3)
e) Untuk memperoleh keturunan yang sah, dimana Allah SWTberfirman
yang Artinya: “Harta dan anak anak adalah perhiasankehidyupan dunia” (Al-
Kahfi : 46)
f) Mengikuti Sunah Rasulullah saw. Rasulullah saw., mencela orangyang hidup
membujang dan beliau menganjurkan umatnya untukmenikah. Sebagaimana
sabda beliau dalam hadist nya yang Artinya: “Nikah itu adalah sunahku,
barang siapa yang tidak senangdengan sunahku, maka buka golonganku
(HR, Bukhori danmuslim)
b. Saksi
Rasulullah sallallahu `Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak ada nikah
kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.”(HR Al-Baihaqi dan Ad-
Daaruquthni. Asy-Syaukani dalam Nailul Athaar berkata : “Hadist di
kuatkandengan hadits-hadits lain.”)
c. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah
penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari
pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya,
misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu
dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”Qabul adalah penerimaan
dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya
anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
4
Shalihin.” Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang
harus dipenuhi:
1) Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
2) Adanya Ijab Qabul.
3) Adanya Mahar.
4) Adanya Wali.
5) Adanya Saksi-saksi.
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami
istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Kedua belah pihak sudah tamyiz.
2) Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul
tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap
ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul. Di dalam ijab
qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh masing-
masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan
yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh
menggunakan katakata kasar. Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah
diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau
Khutbatul Hajat. Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi berkata dalam
kitabnya Minhaajul Muslim. “Ucapan ketika akad nikah seperti:
Mempelai lelaki : “Nikahkanlah aku dengan putrimu yang bernama
Fulaanah.” Wali wanita : “Aku nikahkan kamu dengan putriku yang
bernama Fulaanah.” Mempelai lelaki : “Aku terima nikah putrimu.”
5
syarat-syarat sebagai berikut:
a) Bukan mahram dari calon istri
b) Tidak terpaksa (atas kemauan sendiri)
c) Jelas orangnya (bukan banci)
d) Tidak sedang ihram haji
2) Calon istri
Bagi calon istri yang akan menikah juga harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a) Tidak bersuami
b) Bukan mahram
c) Tidak dalam masa iddah
d) Merdeka (atas kemauan sendiri)
e) Jelas orangnya
f) Tidak sedang ihram haji
3) Wali
Untuk menjadi seorang wali dalam sebuah pernikahan, harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Waras akalnya
d) Tidak dipaksa
e) Adil
f) Tidak sedang ihram haji
4) Ijab kabul
Ijab adalah sesuatu yang diucapkan oleh wali, sedangkan kabul
ialah sesuatu yang diucapkan oleh mempelai pria atau wakilnya
disaksikan oleh dua orang saksi.
5) Mahar
Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada
calon mempelai wanita, baik dalam bentuk barang atau jasa yang
tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Fuqaha>’ sependapat bahwa maskawin itu termasuk syarat
sahnya nikah dan tidak boleh diadakan persetujuan untuk
meniadakannya.Sebagaimana firman Allah dalam surat An Nisa>’ ayat 4:
ص ُد ٰقتِ ِه َّن نِحْ لَةً ۗ فَا ِ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن َش ْي ٍء ِّم ْنهُ نَ ْفسًا فَ ُكلُوْ هُ هَنِ ۤ ْيـًٔا
َ َو ٰاتُوا النِّ َس ۤا َء
َّم ِر ۤ ْيـًٔا
Artimya :Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang
kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika
6
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan
senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang
hati.
1.4 MAHRAM
Menurut pengertian bahasa muhrim berarti yang diharamkan.Menurut
Istilah dalam ilmu fiqh muhrim adalah wanita yang haramdinikahi.
Penyebab wanita yang haram dinikahi ada 3 macam :
a. Wanita yang haram dinikahi karena keturunan
1) Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenekdari ayah).
2) Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu danseterusnya).
3) Saudara perempuan sekandung (sekandung, sebapak atau seibu).
4) Saudara perempuan dari bapak.
5) Saudara perempuan dari ibu.
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya kebawah.
7) Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya kebawah.
7
1.5 WALI NIKAH
Wali nikah dalam satu pernikahan dibagi menjadi dua:
a. Wali nasab yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan
mempelai wanita yang akan dinikahkan. Adapun susunan urutan wali nasab
adalah sebagai berikut:
a) Ayah kandung, (ayah tiri tidak sah jadi wali)
b) Kakek (ayah dari ayah mempelai perempuan) dan seterusnya
c) Saudara laki-laki sekandung
d) saudara laki-laki seayah
e) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
f) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
g) Saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
h) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang sekandungdengan ayah
i) Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah
b. Wali Hakim, yaitu seorang kepala negara yang beragama Islam. Di Indonesia,
wewenang Presiden sebagai wali hakim dilimpahkan kepada pembantunya, yaitu
Menteri Agama. Kemudian Menteri Agama mengangkat pembantunya untuk
bertindak sebagai wali hakim, yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang
berada di setiap kecamatan. Wali Hakim bertindak sebagai wali nikah apabila
memenuhi kondisi sebagai berikut:
1) Wali nasab benar-benar tidak ada.
2) Wali yang lebih dekat (akrab) tidak memenuhi syarat danwali yang lebih jauh
(ab’ad) tidak ada.
3) Wali akrab bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali nasab urutan
berikutnya untuk berindak sebagai wali nikah.
4) Wali nasab sedang berikhram haji atau umroh.
5) Wali nasab menolak bertindak sebagi wali nikah.
6) Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidak dapat bertintak sebagai
wali nikah.
7) Wali yang lebih dekat hilang sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya.
8) Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah, sesuai dengan sabda
Rasulullah Saw. yang artinya: ”Dari Aisah r.a. berkata, Rasulullah Saw.
bersabda : Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan wali dan dua orang saksi
yang adil, jika wali-wali itu menolak jadi wali nikah maka sulthan (wali hakim)
bertindak sebagai wali bagiorang yang tidak mempunyai wali” (HR. Darulquthni)
8
1.6 TALAK
Macam-macam talak dalam islam:
1. Segi Tegas dan Tidaknya Perkataan yang Diucapkan
a. Talak Kinaya
talak ini diucapkan dengan kata-kata yang belum jelas makna dan artinya.
Contohnya yaitu, “Aku sudah tidak tahan untuk hidup denganmu lagi.”
b. Talak Sarih
Sebaliknya, talak ini sudah mengandung kata-kata yang jelas makna dan
tujuannya, yakni untuk menceraikan sang istri. Contohnya yaitu, “Saya ingin
bercerai denganmu.”
2. Segi Jumlah
Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi jumlah yang perlu
anda ketahui, diantaranya:
a. Talak Satu
Talak yang pertama kali dijatuhkan sang suami kepada istri.
b. Talak Dua
Talak dua adalah macam-macam talak yang dijatuhkan sang suami kepada istri
untuk yang kedua kali ataupun untuk yang pertama kalinya dengan dua talak
secara langsung.
c. Talak Tiga
Talak tiga adalah macam-macam talak yang dijatuhkan sang suami kepada istri
untuk yang ketiga kalinya. Selain itu, penyebutan talak tiga juga dapat terjadi
ketika sang suami menyebut talak tiga untuk yang pertama kalinya.
9
4. Segi Boleh Tidaknya Mengambil Tindakan Rujuk
Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi boleh tidaknya
mengambil tindakan rujuk yang perlu anda ketahui, diantaranya.
a. Talak Bain
Talak bain adalah macam-macam talak yang tidak boleh untuk rujuk kembali.
Talak bain ini terbagi menjadi dua yakni talak bain sugra dan talak bain kubra.
Taka bain sugra merupakan talak yang menghilangkan kepemilikan sang suami
terhadap istri, namun tidak berlaku sebaliknya yakni dengan melakukan akad
nikah ulang. Sementara itu, talak bain kubra adalah talak tiga yang tidak
memperbolehkan rujuk, kecuali jika sang istri pernah menikah dengan laki-laki
lain dan sudah digauli serta diceraikan.
b. Talak Raj’i
Talak ini adalah macam-macam talak yang memperbolehkan untuk rujuk kembali
setelah bercerai. Namun, syaratnya adalah saat istri masih sedang dalam masa
iddah. Jika istri sudah berada di luar masa iddah, maka dapat rujuk kembali
dengan melakukan akad nikah ulang. Macam-macam talak ini berlaku jika sang
suami hanya menjatuhkan talak 1 dan 2.
10
Salah satu cara lainnya yakni dengan menjatuhkan talak melalui tulisan. Melalui
tulisan yang disampaikan sang suami, sang istri menerima dan membaca serta
memahami isi dari tulisan tersebut.
c. Dengan Isyarat
Cara ini disampaikan sang suami yang tidak memiliki kemampuan untuk
berbicara (tuna wicara) kepada sang istri, sepanjang isyarat tersebut jelas dan
dimengerti oleh sang istri.
d. Dengan Utusan
Sang suami juga dapat menjatuhkan talak dengan perantara orang lain yang diutus
untuk menyampaikan maksud dan tujuannya yakni bercerai dengan sang istri.
Hukum talak:
Asal hukum talak adalah makruh karena talak merupakan perbuatan halal tetapi
sangat dibenci oleh Allah Swt. Nabi Muhammad Saw, bersabda:
”Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak”. (HR. Abu Daud).
Para ulama sepakat membolehkan talak. Hukum talak menjadi wajib ketika terjadi
perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim yang mengurus perkara
keduanya sudah memandang perlu supaya keduanya bercerai. Talak berhukum
sunah jika suami sudah tidak sanggup lagi membayar dan mencukupi
kewajibannya (nafkahnya) atau perempuan tidak menjaga kehormatan dirinya.
Lalu ada keadaan yang menyebabkan talak menjadi haram hukumnya, yaitu
menjatuhkan talak saat istri dalam keadaan haid dan menjatuhkan talak sewaktu
suci yang telah dicampurinya dalam waktu suci itu.
1.7 IDDAH
A. Definisi ‘Iddah
1. Bahasa
Al-‘Iddah berasal dari bahasa arab yang artinya sama dengan al-hisab, dan al-
ihsha yaitu bilangan dan hitungan.1 Dinamakan ‘iddah karena dia mencakup
bilangan hari yang pada umumnya dihitung oleh istri dengan quru’( suci dari
haidh atau haidh ) atau dengan bilangan beberapa bulan.
2. Istilah
Dikalangan para ulama fiqh dan berbagai kitab klasik didapati sedikit perbedaan
pendapat dalam memberikan pengertian ‘iddah. Diantaranya:
a. Kitab Al-Wajiz
‘Iddah ialah masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui adanya
kehamilan atau tidak, setelah cerai atau kematian suami, baik dengan lahirnya
anak, dengan quru’ atau dengan hitungan bilangan beberapa bulan.
b. Kitab Mausu’ah Fiqhiyyah
11
‘Iddah berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk mengetahui
kekosongan rahimnya untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena
ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas kepergian sang suami.
c. Kitab Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu
’Iddah adalah sebuah nama bagi suatu masa yang telah ditetapkan oleh agama
sebagai masa tunggu bagi seorang perempuan setelah perpisahan baik berpisah
lantaran ditinggal mati atau diceraikan suaminya, dan di saat itu ia tidak
diperbolehkan menerima pinangan, menikah, atau menawarkan diri kepada laki-
laki lain untuk menikahinya hingga masa ‘iddahnya selesai.
Adapun jika wanita tersebut bercerai sebelum bercampur, maka tidak ada ‘iddah
baginya. Dan ini adalah kesepakatan para ulama. Didasarkan pada Firman Allah
SWT:
ِ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نَ َكحْ تُ ُم ْال ُمْؤ ِم ٰن
ت ثُ َّم طَلَّ ْقتُ ُموْ هُ َّن ِم ْن قَ ْب ِل اَ ْن تَ َمسُّوْ هُ َّن فَ َما لَ ُك ْم
َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن ِع َّد ٍة تَ ْعتَ ُّدوْ نَهَ ۚا فَ َمتِّعُوْ هُ َّن َو َسرِّ حُوْ هُ َّن َس َراحًا َج ِم ْياًل
3. Khulu’
Wanita yang khulu’ yaitu seorang wanita yang meminta cerai kepada suaminya
dengan membayar sejumlah tebusan harta kepada suaminya yang disebut sebagai
fidyah dan iftida). Wajib baginya ber’iddah.
4. Li’an
Li’an adalah sebuah kasus hukum dimana seorang suami yang menuduh istrinya
berzina, tanpa bisa mendatangkan saksi kecuali dari diri mereka sendiri atau
seorang suami yang mengingkari anak dalam kandungan istrinya). Dalam kasus
cerai sebab Li’an maka si wanita ini juga wajib ber’iddah.
12
5. Fasakh
Yang dimaksud fasakh adalah Pembatalan akad pernikahan. Hal ini bukan
dinamakan thalaq karena tidak memiliki hitungan quru seperti thalaq pada
umumnya yang menyebabkan putusnya hubungan suami istri. Namun fasakh ini
terjadi karena sebab putusan hakim. Contoh: pernikahan seorang wanita muslimah
dengan seorang lelaki kafir.
6. Khalwat (berdua-duaan)
Tanpa terjadinya jima’ (bercampur) diantara suami dan istri. Ini adalah pendapat
Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, dan Al-Hanabilah, sedangkan menurut Asy-
Syafi’iyah tidak ada kewajiban ‘iddah bagi seorang wanita jika hanya sebatas
khalwat tanpa terjadinya jima’.
C. Hukum ‘Iddah
Berdasarkan berbagai ayat dan hadis yang dipaparkan sebelumnya menunjukkan
bahwa ‘iddah ini wajib dijalankan bagi setiap wanita yang dicerai ataupun
ditinggal mati suaminya dengan ketentuan-ketentuan yang selanjutnya akan
dijelaskan di bawah. Kewajiban ‘iddah ini juga merupakan ijma’ kesepakatan
‘ulama dan tidak ada satupun dari mereka yang mengingkarinya. Kewajiban
‘iddah ini dapat juga dilihat berdasarkan ucapan Rasulullah Saw kepada Fatimah
binti Qais: “Ber’iddahlah kamu di rumah Ibnu Ummi Maktum.”
1.8 RUJUK
Pengertian rujuk secara bahasa, rujuk berasal dari kata raja'a-yarji'u-rujk'an
yang berarti kembali dan mengembalikan. Sedangkan secara istilah, rujuk adalah
mengembalikan status hukum perkawinan sebagai suami istri di tengah-tengah
masa ‘iddah setelah terjadinya talak raj’i.
Syarat rujuk :
Pertama, baligh dan berakal.
Kedua, lafazh rujuk. Ulama fiqh berpendapat bahwa suami yang akan rujuk harus
menyatakan dengan jelas keinginannya atau dapat juga dengan sindiran.
Ketiga, masa 'iddah. Bila istri sudah lewat masa 'iddahnya, maka tidak boleh lagi
rujuk.
Keempat, dilakukan langsung oleh suami. Sang suami tidak diperbolehkan
memberikan persyaratan dalam rujuk. Misalnya, suami berkata, "Saya rujuk
denganmu dengan syarat..".
Nah, rujuk yang demikian tidak diperbolehkan. Rujuk harus dilakukan secara
langsung tanpa ada persyaratan yang dibuat oleh suami.
Rukun Rujuk :
Adapun rukun rujuk tersebut adalah sebagai berikut, seperti dikutip dari buku
Hukum Keluarga Islam di Indonesia oleh Ansary, S.Sy., M.h:
13
a. Istri
Keadaannya disyaratkan:
1. Sudah dicampuri
2. Istri yang tertentu
3. Talaknya adalah talak raj'i
4. Istri tengah menjalani masa idah
b. Suami
Rujuk dilakukan oleh suami atas kehendaknya sendiri. Maksudnya, tidak ada
campur tangan orang lain dan bukan atas paksaan dari pihak lain. Rukunnya yaitu:
1. Sighat (lafat rujuk)
2. Saksi
Dalam rujuk, tidak disyaratkan keridhaan dari wanita. Bila masih dalam masa
‘iddah, seorang suami berhak untuk diterima rujuknya, walaupun sang wanita
tidak menyukainya.
Namun, bila telah selesai masa ‘iddah tetapi belum ada kata rujuk, maka sang
wanita bebas memilih yang lain. Bila wanita itu kembali menerima mantan
suaminya, maka wajib bagi keduanya mengadakan pernikahan baru.
14
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Sehingga dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang
sangat penting bagi manusia untuk berkembang biak, memiliki keturunan,
mempertahankan keberadaannya dengan aturan-aturan yang sudah ditentukan
oleh Agama Islam sehingga kita bisa berkembang biak dengan baik dan benar
menurut Islam.
2.2 SARAN
Demikian makalah ini kami buat, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini jauh dari kata sempurna, semoga kedepannya kami bisa membuat
makalah yang lebih baik lagi, kami sebagai penulis mengharapkan agar
pembaca lebih banyak menggali informasi tentang pernikahan
15
DAFTAR PUSTAKA
https://kumparan.com/berita-hari-ini/tata-cara-rujuk-dalam-islam-lengkap-dengan-
syarat-dan-rukunnya-1wf0J9Q024L/full
https://an-nur.ac.id/pengertian-dalil-sebab-pensyariatan-hukum-serta-hikmah-
iddah/
https://wolipop.detik.com/wedding-news/d-4783153/5-hukum-nikah-dalam-islam-
yang-wajib-diketahui - :~:text=Hukum%20nikah%20menjadi%20wajib%20bila,segera
%20menikah%20dikhawatirkan%20berbuat%20zina.&text=Dasar%20hukum
%20nikah%20menjadi%20sunnah,mengendalikan%20diri%20dari%20berbuat
%20zina
16