Oleh :
Bagas Ramdhani
Rini Khairunnisa
Vieri Ahmad Haidir
TEKNIK ELEKTROMEDIK
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan rahmatNya makalah ini dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................... ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH............................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................. 1
1.3 TUJUAN ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................
2.1 ARTI PERNIKAHAN.................................................................................. 3
2.2 HUKUM HUKUM PERNIKAHAN............................................................ 3
2.4 SYARAT DAN RUKUN PERNIKAHAN................................................... 5
2.4 PERNIKAHAN YANG DIHARAMKAN................................................... 6
2.5 TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM........................................ 8
2.6 HIKMAH PERNIKAHAN DALAM KEHIDUPAN…………………….. 10
2.7 ARTI KELUARGA DALAM ISLAM ……………………….…... ……... 10
2.8 MEMBANGUN KELUARGA YANG BAIK DALAM ISLAM………… 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Bedasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan makalah ini adalah :
1. Apa itu pernikahan ?
2. Bagaimana hukum-hukum pernikahan ?
3. Apa saja syarat dan rukun nikah ?
4. Apa saja pernikahan yang diharamkan dalam islam ?
5. Bagaimana tata cara pernikahan dalam islam ?
6. Apa saja hikmah pernikahan dalam kehidupan ?
7. Apa arti keluarga dalam islam ?
8. Bagaimana membangun keluarga yang baik dalam islam ?
1
1.3 TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Wajib
Menikah menjadi wajib ketika seseorang sudah dalam keadaan mampu atau
cukup secara finansial ataupun dalam keadaan tidak dapat menahan diri
untuk melakukan perzinahan, maka diwajiban baginya untuk menikah,
Abdullah bin Mas’ud berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW kepada kami
: “Hai golongan orang-orang muda! Siapa-siapa dari kamu mampu
berkawin, hendaklah dia berkawin, karena yang demikian lebih
menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan, dan barang
1
Afdhal Husnuzan, "Makalah Pernikahan", diakses dari
https://id.scribd.com/doc/75339859/MAKALAH-PERNIKAHAN, pada tanggal 28/08/2018
3
siapa tidak mampu, maka hendaklah ia bersaum, karena ia itu pengebiri
bagimu”.
2. Sunnah
Hukum menikah menjadi sunnah ketika seseorang yang sudah mampu secara
finansial tetapi bisa menahan dirinya untuk menghindari zina maka tidak
diwajibkan untuk melakukan pernikahan, namun islam menganjurkan untuk
menikah ketika sudah mampu. Rasulullah SAW bersabda: "Nikah itu
sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !"(HR. Ibnu
Majah, dari Aisyah r.a.).
3. Haram
Haram atau tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan seseorang yang
keadaanya belum mencukupi, Imam Al-Qurtubi berkata : “ Bila seorang
laki-laki sadar tidak mampu membelanjai istrinya atau membayar maharnya
atau memenuhi hak-hak istrinya, maka tidaklah boleh ia kawin, sebelum ia
terus terang menjelaskan keadaannya kepada istrinya atau sampai datang
saatnya ia mampu memenuhi hak-hak istrinya ”.
Adapun hal hal lain yang membuat pernikahan menjadi haram seprti menikah
dengan saudara sedarah, pernikahan antara wanita muslim dengan pria non
muslim.
4. Makruh
Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki
cukup kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat
menahan dirinya dari perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak
akan tergelincir dalam perbuatan zina. Pernikahan hukumnya makruh karena
meskipun ia memiliki keinginan untuk menikah tetapi tidak memiliki
keinginan atau tekad yang kuat untuk memenuhi kewajiban suami terhadap
istri maupun kewajiban istri terhadap suami.2
5. Mubah
Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang
memiliki kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam
perbuatan zina jika tidak melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia
menikah hanya untuk memenuhi syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk
membina rumah tangga sesuai syariat islam namun ia juga tidak
dikhwatirkan akan menelantarkan istrinya.3
2
Anggi Rosalia, "Hukum Hukum Pernikahan", diakses dari
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-pernikahan, pada tanggal 28/08/2018
3
Ibid
4
2.3 SYARAT DAN RUKUN PERNIKAHAN
Dalam pernikahan terdapat syarat dan rukun, kedua hal ini harus dipenuhi
ketika ingin melangsungkan pernikahan. Rukun nikah adalah unsur-unsur yang
harus dipenuhi untuk melangsungkan suatu pernikahan. Rukun nikah terdiri atas:
a. Calon suami, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar pria, tidak
karena terpaksa, bukan mahram (perempuan calon istri), tidak sedang ihram haji
atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 19 tahun.
b. Calon istri, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar perempuan,
tidak karena terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram
haji atau umrah, dan usia sekurang-kurangnya 16 tahun.
c. Sigat akad, yang terdiri atas ijab dan kabul. Ijab dan kabul ini dilakukan
olehy wali mempelai perempuan dan mempelai laki-laki. Ijab diucapkan wali
mempelai perempuan dan kabul diucapkan wali mempelai laki-laki.
d. Wali mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh
(dewasa), berakal sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang
ihram haji atau umrah. Wali inilah yang menikahkan mempelai perempuan atau
mengizinkan pernikahannya.
Sabda Nabi Muhammad saw.:
Dari Aisyah ra., Rasulullah saw. bersbda: “perempuan mana saja yang menikah
tanpa izin walinya, maka pernikahan itu batal (tidak sah)”. (HR. Al-Arba’ah
kecuali An-Nasa’i)
Mengenai susunan dan urutan yang menjadi wali adalah sebagai berikut:
1) Bapak kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
2) Kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
3) Saudara laki-laki kandung.
4) Saudara laklaki sebapak.
5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
7) Paman (saudara laki-laki bapak).
8) Anak laki-laki paman.
9) Hakim. Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut di atas semuanya
tidak ada, sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada hakim.
5
e. Dua orang saksi, syaratnya laki-laki, beragama islam, baligh (dewasa),
berakal sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji
atau umrah. Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi adalah tidak sah.
Tidak seperti rukun nikah syarat nikah tidak berhubungan langusung dengan
pernikahan adapun syarat-syarat pernikahan dalam islam adalah sebagai berikut:
1. Adanya persetujuan antara kedua calon mempelai
2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin
dari kedua orang tuanya
3. Antara kedua calon mempelai tidak ada larangan untuk menikah
4. Masing-masing tidak terkait tali perkawinan, kecuali bagi calon mempelai laki-
laki bila mendapat izin dari pengadilan (atas persetujuan isterinya)
5. Kedua calon pengantin tidak pernah terjadi dua kali perceraian
.6. Telah lepas dari masa iddah atau jangka waktu tunggu karena putusnya
perkawinan.5
1. Nikah Mut’ah
4
alkhawaritzmi, "Makalah Pernikahan", diakses dari
https://alkhawaritzmi.files.wordpress.com/2008/12/makalah-pernikahan.doc, pada tanggal
28/08/2018
5
Afdhal Husnuzan, "Makalah Pernikahan", diakses dari
https://id.scribd.com/doc/75339859/MAKALAH-PERNIKAHAN, pada tanggal 28/08/2018
6
Dari Rabi’ bin Sabrah al-Juhani bahwasannya bapaknya
meriwayatkan, ketika dia bersama rasulullah saw., beliau bersabda:
“wahai sekalian manusia, dulu pernah aku izinkan kepada kamu
sekalian perkawinan mut’ah, tetapi ketahuilah sesungguhnya Allah
telah mengharamkannya sampai hari kiamat”. (HR. Muslim)
2. Nikah syigar
3. Nikah Muhallil
7
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan
oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu
diharamkan atas oran-orang yang mu'min” (Q.S An-Nur/24:3)
Dari Abu Ubaidah bin abdullah dari ayahnya berkata: “Bersabda rasulullah saw.:
Orang yang bertobat dari dosa tidak ada lagi dosa baginya.” (HR. Ibnu Majah)
6
alkhawaritzmi, "Makalah Pernikahan", diakses dari
https://alkhawaritzmi.files.wordpress.com/2008/12/makalah-pernikahan.doc, pada tanggal
28/08/2018
8
“Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang membeli barang yang
sedang ditawar (untuk dibeli) oleh saudaranya, dan melarang seseorang meminang
wanita yang telah dipinang sampai orang yang meminangnya itu meninggalkannya
atau mengizinkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Shalat Istikharah
Setelah pihak laki-laki dan wanita telah saling melihat satu sama lain dalam proses
khitbah atau peminangan, maka sebelum memberikan jawaban untuk menerima atau
melanjutkan lamaran tersebut ke tahap selanjutnya sangat dianjurkan untuk
melakukan shalat istikharah bagi keduanya memohon petunjuk kepada Allah
subhana hua ta’ala.
3. Aqad Nikah
Jika prosesi khitbah telah mendapatkan jawaban maka langkah selanjutnya adalah
akad nikah yakni prosesi tersakral dan terinti yang membuat sepasang manusia yang
tadinya asing menjadi satu, menjadi sah dalam ikatan pernikahan yang halal dimana
mempelai pria akan mengucapkan ijab qabul terhadap wali dari mempelai wanita
dan akan ditentukan dengan pengesahan dari seluruh saksi serta diakhiri dengan doa
ataupun makan-makan bersama sebagai bentuk syukur atas keberhasilan aqad nikah.
Sebelum prosesi akad tentunya perlu diadakan rapat atau musyawarah kedua belah
pihak keluarga untuk mempersiapkan dan menyesuaikan adat dan teknis dari aqad
nikah.
4. Walimah
Walimatul ‘urus adalah sebuah resepsi atau pesta pernikahan yang dilakukan sebagai
bentuk syukur dan berbagi kebahagiaan dengan mengundang saudara dan teman
lainnya. Meskipun begitu cara dan kemewahan dari resepsi ini disesuaikan dengan
kemampuan keluarga dari kedua mempelai.
9
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Selenggarakanlah walimah meskipun hanya dengan menyembelih seekor kambing”
(HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, at-Tirmidzi, Ahmad, ath-Thayalisi
dan lainnya)7
2.6 HIKMAH PERNIKAHAN DALAM KEHIDUPAN
Pernikahan itu sendiri memiliki banyak hikmah diantaranya, yaitu:
1. Terpenuhinya kebutuhan biologis secara terpuji dan sah
Dengan melakukan penikahan tentunya kita sudah sah secara agama
untuk memenuhi kebutuhan biologis.
11
4. Menjaga kemuliaan dan wibawa manusia
Menjaga nama baik keluarga adalah tugas setiap manusia karena saat
manusia berbuat kesalahan maka hal tersebut juga tidak hanya
ditimpakan pada dirinya melainkan juga kepada keluarganya. Memiliki
sebuah keluarga membuat seseorang bertanggung jawab tidak hanya pada
dirinya tetapi juga kepada keluarganya.
8
Anggi Rosalia, "Keluarga Dalam Islam” diakses dari https://dalamislam.com/info-islami/keluarga-
dalam-islam, pada tanggal 30/08/2018
12
dimana kelak orang tua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat atas
hal apa saja yang telah mereka ajarkan pada anaknya.
BAB III
9
Anggtai Dewi, "Membangun Keluarga Islami", diakses dari
http://anggitadewipratiwi.blogspot.com/2012/10/membangun-keluarga-islami.html, pada tanggal
30/08/2018
13
PENUTUPAN
3.1 SIMPULAN
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu
serta anak. Untuk membina sebuah keluarga diperlukan proses yang disebut dengan
pernikahan, dimana pernikahan yang dimaksud yaitu pernikahan yang sah secara
agama dan negara. Pernikahan dilakukan dengan berbagai proses seperti khitbah,
akad nikah, serta walimah (resepsi).
Setelah melakukan pernikahan diharapkan memiliki keluarga yang islami,
membangun keluarga yang islami tidaklah mudah perlu menghadapi tantangan dan
rintangan baik dari dalam anggota keluarga, ataupun dari luar.
3.2 SARAN
Diharapkan untuk seseorang yang telah mempunyai kemampuan lahir dan
bathin untuk menyegerakan menikah, karena menikah merupakan salah satu jalan
untuk menyempurnakan agama, serta cara untuk menjauhi perbuatan zina.
Serta diharapkan untuk umat muslim yang telah berkeluarga dapat menjaga
dan membina keluarganya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan tuntunan Islam,
dimana dibutuhkan peran serta kesadaran dari setiap anggota keluarga.
14