Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MEMBANGUN KELUARGA ISLAM

Pengantar Studi Islam : Pendidikan Agama


IslamDOSEN : KOMARUDIN S.Pd

DISUSUN OLEH :
1. CAKRA ADITIA PASUNDAN (MI0222230149)
2. YANTI (MI0222230297)
3. ALI RIDHO (MI0222230278)

AKADEMIK MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

CITRA BUANA INDONESIA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
begitu besar rahmatnya, sehingga makalah yang berjudul “Membangun Keluarga
Islam” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam.
Makalah ini merupakan sebuah media belajar bagi mahasiswa. Melalui
makalah ini diharapkan memberikan pengetahuan yang mendalam bagi
mahasiswa khususnya menyangkut mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Kami menyadari bahwa makalah ini akan sulit terselesaikan tanpa adanya
peran dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada
kami maka dari itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga atas bimbingan, dukungan dan bantuan dalam menyusun makalah ini
akan mendapatkan balasan dari Allah. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan komentar, kritik serta
saran yang membangun untuk memperbaiki segala kekurangan dalam pembuatan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan
memperluas serta menambah hasanah dunia pendidikan, khususnya bagi kami
selaku penulis.

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG MASALAH ......................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. KELUARGA .......................................................................................................... 3
B. PERNIKAHAN ...................................................................................................... 3
1. Persiapan Nikah .................................................................................................. 3
2. Hukum Melakukan Pernikahan ........................................................................ 3
3. Larangan Melakukan Pernikahan .................................................................... 4
4. Pelaksanaan Pernikahan .................................................................................... 5
5. Meningkatkan Mutu Pernikahan ...................................................................... 6
C. MEMBINA KELUARGA ...................................................................................... 7
D. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DALAM BERKELUARGA.................................. 8
1. Kewajiban terhadap Diri Sendiri ...................................................................... 8
2. Kewajiban terhadap Istri ................................................................................... 8
3. Kewajiban terhadap Suami ................................................................................ 8
4. Kewajiban Suami Istri ........................................................................................ 9
5. Kewajiban Anak kepada Orang Tua ................................................................ 9
6. Kewajiban Orang Tua kepada Anak .............................................................. 10
BAB III PENUTUPAN...................................................................................................... 12
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 15
B. SARAN........................................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Mayoritas manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan
ketanangan jiwa. Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu gundah gulana dan
kegelisahan. Terlebih dalam lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini tak akan terwujud
kecuali dengan iman kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah
kepadaNya, disamping melakukan berbagai usaha yang sesuai dengan syari'at.
Pentingnya keharmonisan keluarga yang paling berpengaruh untuk pribadi dan
masyarakat adalah pembentukan keluarga dan komitmen pada kebenaran. Allah dengan
hikmahNya telah mempersiapkan tempat yang mulia bagi manusia untuk menetap dan
tinggal dengan tentram di dalamnya. FirmanNya: "dan diantara tanda-tanda kekuasanNya
adalah Dia mencipatakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung
dan merasa tentram kepadanya dan diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang.
Sungguh pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir." (Ar Rum: 21)
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang
kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan. Sesungguhnya pilar
hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan yang terpancang di atas cinta
dan kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan
seseorang dengan dirinya sendiri. Al Qur'an menjelaskan: "Mereka itu pakaian bagimu dan
kamu pun pakaian baginya." (Al Baqarah: 187)
B. RUMUSAN MASALAH
Makalah ini disusun dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apakah tujuan berkeluarga menurut islam?
2. Bagaimana persiapan menikah?
3. Apakah hukum melakukan pernikahan?
4. Apakah larangan-larangan melakukan pernikahan?
5. Bagaimanakah pelaksanaan pernikahan?
6. Bagaimanakah meningkatkan mutu pernikahan?
7. Bagaimanakah cara membina keluarga?
8. Apa kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH


Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tujuan berkeluarga menurut islam
2. Mengetahui bagaimana persiapan dalam pernikahan
3. Mengetahui hukum melakukan pernikahan
4. Mengetahui larangan-larangan melakukan pernikahan
5. Mengetahui pelaksanaan pernikahan
6. Mengetahui bagaimana meningkatkan mutu pernikahan
7. Mengetahui cara-cara membina keluarga
8. Mengetahui kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga
BAB II
PEMBAHASAN

A. KELUARGA
Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat. Sebuah keluarga akan kokoh bila
dibentuk atas dasar pernikahan yang sah. Jika kita ingin membangun kehidupan yang
kokoh di masyarakat, maka kita harus memulainya dari keluarga. Tujuan keluarga
adalah keluarga merupakan tempat menyalurkan kebutuhan seksual secara terhormat,
melalui keluarga, cinta dan kasih sayang bisa dipupuk dan dibina, anak-anak dapat
dilindungi dari ketidak pastian masa depannya. Pondasi masyarakat biasa dibangun
melalui keluarga.

B. PERNIKAHAN
1. Persiapan Nikah
Sebelum melakukan pernikahan, kita harus mempunyai calon pasangan. Dalam
menentukan calon pasangan, Rasulullah memberikan tuntutan hendaknya
memperhatikan agama calon pasangannya. Seberapa dalam dia memiliki pemahaman
terhadap ajaran agamanya, tentunya untuk umat muslim harus memilih calon pasangan
seorang muslim pula.
Setelah menentukan pilihan calon pasangan, hal yang di sunnahkan adalah
meminang. Meminang adalah menyampaikan maksud mau menikahi dari seorang laki-
laki pada seorang wanita baik secara langsung.

2. Hukum Melakukan Pernikahan


Asal hukum melakukan pernikahan adalah ibadah atau kebolehan atau halal. Namun
berdasarkan perubahan ‘illahnya, maka dari ibadah atau kebolehan hukum pernikahan
dapat beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, dan haram.
1. Hukumnya menjadi Sunnah
Seseorang apabila dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya telah wajar dan
cenderung untuk nikah serta biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunnahlah
untuk melakukan pernikahan. Jika dia nikah dia mendapat pahala dan jika tidak atau
belum, dia tidak mendapat dosa dan tidak mendapat pahala.
2. Hukumnya menjadi Wajib
Seseorang apabila dipandang dari segi biaya kehidupan telah mencukupi dan
dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah,
sehingga jika tidak nikah dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka menjadi
wajiblah baginya untuk menikah. Jika dia tidak nikah akan mendapat dosa dan jika dia
menikah mendapat pahala.
3. Hukumnya menjadi Makruh
Seseorang yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya telah wajar untuk
nikah walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga
jika dia nikah akan membawa kesengsaraan hidup bagi isteri dan anak-anaknya, maka
makruklah baginya untuk menikah.
4. Hukumnya menjadi Haram
Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang perempuan dengan maksud
menganiaya atau memperolok-oloknya maka haramlah bagi laki-laki itu menikahi
perempuan tersebut. Jika dia menikah dengan maksud tersebut mendapat dosa,
sedangkan tidak menikahi karena mempunyai tujuan tersebut maka mendapat pahala.

3. Larangan Melakukan Pernikahan


1. Larangan Pernikahan karena Perlainan Agama
Terlihat dalam Q.S. Al Baqarah : 221 berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a. Jangan kamu kawini perempuan musyrik hingga dia beriman.


b. Jangan kamu kawinkan laki-laki musyrik hingga dia beriman.
c. Orang musyrik itu membawa kepada neraka sedangkan Tuhan membawa kamu
kepada kebaikan dan keampunan.
2. Larangan Pernikahan karena Hubungan Darah yang sangat Dekat
Larangan itu tercantum dalam Q.S. An Nisa : 23 yang berisi :
a. Diharamkan bagi kamu mengawini ibu kamu
b. Anak perempuan kamu
c. Saudara perempuan kamu
d. Saudara perempuan ibu kamu
e. Saudara perempuan bapak kamu
f. Anak perempuan saudara laki-laki kamu
g. Anak perempuan saudara perempuan kamu
3. Larangan Pernikahan karena Hubungan Sesusuan
Mereka yang sesusuan itu telah menjadi saudara, dan disebut saudara sesusuan.
Namun saudara sesusuan itu tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk
terjadinya saling mewarisi.
Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, berupa :
h. Ibu susu kamu
i. Saudara perempuan sesusuan kamu
4. Larangan Pernikahan karena Hubungan Semenda
Hubungan semenda artinya hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan
yang telah terjadi terlebih dahulu. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, yaitu
:
a. Ibu isteri kamu (mertua kamu yang merempuan)
b. Anak tiri kamu yang perempuan yang ada dalam pemeliharaan kamu, dari isteri
yang telah kamu campuri, dan apabila isteri itu belum kamu campuri maka tidak
mengapa kamu kawini anak tiri itu.
c. Isteri anak shulbi kamu (menantu kamu yang perempuan)
d. Dan bahwa kamu kawini sekaligus dua orang bersaudara
5. Larangan Pernikahan karena Poliandri
Larangan mengawini perempuan yang bersuami terdapat dalam Q.S An Nisa : 24
yaitu :
a. Dan perempuan yang mempunyai suami
Maksudnya diharamkan pula kamu mengawini perempuan yang sedang bersuami.
6. Larangan Pernikahan karena Undang-undang
Dalam Undang-undang Perkawinan mengenai larangan perkawinan ini diatur
dalam pasal 8 Bunyi pasal 8 adalah Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu ibu/ bapak tiri
d. Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan
bibi/paman susuan.
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri,
dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku
dilarang kawin.

4. Pelaksanaan Pernikahan
Pernikahan akan dipandang sah apabila memenuhi ketentuan yaitu adanya
pasangan yang akan dinikahkan dan adanya akad nikah. Akad nikah berasal dari kata-
kata’aqad nikah yang berasal dari sebutan Al-Quran ‘aqdu al-nikaah, dalam kata sehari-
hari di Indonesia disebut akad nikah. Akad nikah berarti perjanjian mengikatkan diri
dalam perkawinan antara seorang wanita dengan seorang laki-laki.
Beberapa hal yang berkenaan dengan akad nikah adalah :
1. Ijab Kabul
Ijab adalah penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan
dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami. Kabul adalah
penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan oleh
pihak laki-laki. Pelaksanaan penegasan qabul ini harus diucapkan pihak laki-laki
langsung sesudah ucapan penegasan ijab pihak perempuan, tidak boleh mempunyai
antara waktu yang lama.
2. Wali Pihak Perempuan
Wali adalah orang yang tanggung jawab menikahkan calon pasangan suami isteri.
Ada berbagai macam wali pihak perempuan, yaitu :
a. Wali Nasab
Anggota keluarga laki-laki bagi calon pengantin perempuan yang mempunyai
hubungan darah patrilinial dengan calon pengantin perempuan. Yang termasuk
wali nasab adalah bapak, datuk, saudara laki-laki bapak, saudara laki-lakinya
sendiri.
b. Wali Hakim
Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam
bidang perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama.
Jika ditemui kesulitan untuk hadirnya wali nasab atau ada halangan dari wali
nasab, maka seorang calon pengantin perempuan dapat mempergunakan bantuan
wali hakim baik melalui Pengadilan Agama atau tidak.
c. Dua Orang Saksi
Kesaksian untuk suatu pernikahan hendaklah diberikan kepada dua orang laki-
laki dewasa dan adil yang dapat dipercaya:
a. Islam. Tidak dapat diterima kesaksian orang yang bukan islam.
b. Dewasa atau baligh yaitu sekitar berumur wajar untuk kawin.
c. Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatannya sehari-hari.
d. Mahar atau Sadaq
Mahar atau sadaq dalam hukum perkawinan dalam islam adalah kewajiban
yang harus dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin
perempuan. Hukum pemberian mahar adalah wajib.

5. Meningkatkan Mutu Pernikahan


Untuk menjaga ketertiban dalam pernikahan, hendaknya :
1. Pernikahan didahului dengan pinangan yang disampaikan kepada wali dan
hendaknya diinsyafi bahwa tidak baik orang yang mempersulit kelangsungan
pernikahan.
2. Pernikahan dilaksanakan dengan ijab qabul yang dipersiapkan di mana diutamakan
pembacaan khutbah nikah sebagai dituntutkan Nabi saw.
3. Dalam hidup berumah tangga seorang mukmin seharusnya penuh dengan kebaktian
dan selalu berusaha membersihkan diri dari segala yang haram sampai dalam usaha
mencari nafkah kehidupan.
C. MEMBINA KELUARGA

Keluarga adalah persekutuan hidup berdasarkan pernikahan yang sah terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak. Pengertian keluarga dapat ditinjau dari dimensi hubungan
darah dan hubungan sosial. Keluarga dalam dimensi hubungan darah adalah suatu
kesatuan yang diikat oleh hubungan darah antara satu dengan lainnya. Berdasarkan
dimensi hubungan darah ini, keluarga dapat dibedakan menjadi keluarga besar dan
keluarga inti. Sedangkan dalam dimensi hubungan sosial, keluarga adalah suatu
kesatuan yang diikat oleh adanya saling berhubungan atau interaksi dan saling
mempengaruhi antara satu dengan lainnya.
Pola asuh orang tua dalam keluarga sangatlah penting dalam menuju keluarga
sejahtera dan islami. Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari
kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan hidup sehari-hari dalam
keluarga.
Dalam berkeluarga perlu pula untuk berkomunikasi. Komunikasi adalah suatu
kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah
kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan
sebagainya. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga pun sukar untuk
dihindari. Oleh karena itu, komunikasi antara suami dan istri, antara ayah, ibu, dan
anak, komunikasi antara ayah dan anak, komunikasi antara ibu dan anak dan
komunikasi antara anak dan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangka
membangun pendidikan yang baik dalam keluarga.
Dalam menciptakan keluarga yang islami dan sejahtera pasti mendapatkan
halangan dan konflik-konflik yang terjadi. Konflik dalam keluarga sering muncul
dalam bentuk yang bervariasi. Dalam islam, ada salah satu cara mengelola konflik
dengan efektif, yaitu dengan mempergunakan kata “maaf” . konsep maaf ini secara
implisit dimaksudkan untuk menepis perasaan permusuhan, pertentangan batin, atau
perkelahian, dan sebagainya yang berpotensi mencerai beraikan tali ukhuwah.
Dalam kehidupan keluarga, kata maaf ini harus ditradisikan oleh semua anggota
keluarga. Suami (ayah) dan istri (ibu) jangan pelit saling memaafkan. Orang tua
tidaklah hina meminta maaf kepada anak atas kesalahan yang telah diperbuat
kepadanya. Pendidikan kemaafan ini penting untuk dibangun sebagai warisan akhlak
al-karimah yang bernilai tinggi.
Ketika konflik dalam keluarga sudah dikelola dengan baik, maka terbukalah jalan
untuk membangun komunikasi yang harmonis dengan memperhatikan aturan hubungan
dalam keluarga.
D. KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DALAM BERKELUARGA

1. Kewajiban terhadap Diri Sendiri


Sebelum meninjau kewajiban-kewajiban seseorang terhadap yang lain, maka
terlebih dahulu harus difikirkan kewajiban-kewajiban terhadap diri sensiri. Diantara
kewajiban terhadap diri sendiri yaitu : memelihara dan menjaga badan jasmani sehingga
menjadi sehat dan kuat, memelihara dan menjaga jiwa dan hati sehingga dapat
memenuhi tugasnya sebagai manusia, memelihara dan mempertahankan agamanya
sehingga mendapatkan keridlaan Tuhan dan keselamatan dunia dan akhirat.

2. Kewajiban terhadap Istri


Menaruh perhatian terhadap istrinya dengan selalu menjaga kehormatannya, serta
menjaga nama baik istri dan keluarganya adalah suatu hal yang tidak boleh dilupakan
bagi seorang suami. Mencukupi perbelanjaan rumah tangga terutama untuk makan,
minum dan perumahan serta alat-alat perlengkapannya menurut kadar kekuatannya tidak
patut untuk dilupakan.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan Muslim dan Ahmad yang artinya :
“Uang dinar yang kamu berikan untuk kepentingan sabilillah, memerdekakan budak,
kamu sedekahkan kepada orang miskin dan yang kamu berikan sebagai nafkah kepada
istrimu, diantara kesemuanya itu yang terlebih besar pahalanya ialah yang kamu
berikan kepada istrimu”.
Suami hendaknya berlaku sabar, tenang, lapang dada dalam menghadapi
kekurangan-kekurangan yang ada pada istrinya dengan selalu memberikan bimbingan
dan pendidikan ke arah kebaikan dan mendidik istrinya ke arah kemuliaan budi pekerti
serta akhlaknya.

3. Kewajiban terhadap Suami


Istri hendaknya taat dan patuh serta hormat terhadap suaminya, karena mengingat
bahwa tanggung jawab yang besar di dalam rumah tangga adalah di tangan suami. Perlu
diperhatikan bahwa persamaan hak antara suami dan istri bukanlah berarti bahwa si istri
leluasa menyanggah suaminya. Istri hendaknya berlaku sopan santun dan selalu
bermanis muka serta menampakkan rasa kecintaan dan penuh kepercayaan terhadap
suami. Senyum simpul yang selalu nampak pada wajahnya, dan budi pekertinya serta
budi bahasanya yang lemah lembut adalah sifat yang sangat menarik perhatian suami,
yang dapat melipur di waktu susah, menenangkan hatinya disaat gelisah.
Dalam suatu hadits disebutkan :
“Sebaik-baiknya perempuan (istri) ialah yang menyenangkan hatimu bila
engkau melihatnya dan ta’at kepadamu jika engkau perintah, serta dapat menjaga
kehormatan dirinya dan harta bendamu di waktu engkau pergi”.
4. Kewajiban Suami Istri
1. Dalam keluarga antara suami dan istri harus setia dalam hubungan berumah tangga,
berpegang teguh kepada dasar dan tujuan perkawinan.
2. Antara suami dan istri harus dapat menyimpan rahasia rumah tangga.
3. Suami dan istri harus saling menghargai, menghormati dan percaya serta berlaku jujur
terhadap yang lain.
4. Masing-masing harus menutupi segala cacat dan cela yang ada pada pihak lainnya.
5. Masing-masing suami istri harus membiasakan hidup sederhana, berlaku hemat dan
cermat.
6. Setiap persengketaan hendsknya saling dihadapi dengan tenang dan harus berusaha
bersedia menerima penyelesaian.

5. Kewajiban Anak kepada Orang Tua


1. Mencukupi Kebutuhan Orang Tua
Sesuai dengan Q.S. Al-Baqarah [2] : 215 yang artinya :
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka
infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya
diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang
yang dalam perjalanan.
“Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui”.
Akhlak ini berlaku kepada anak yang sudah mandiri dan memiliki penghasilan
sendiri. Meskipun ia sudah sanggup membiayai dirinya sendiri dengan penghasilan
yang diperoleh, hendaknya ia tidak lupa untuk menafkahkan sebagian penghasilannya
kepada orang tuanya.
2. Melayani Orang Tua ketika Diperlukan
Melayani orang tua memiliki bobot ibadah kepada Allah, terutama ketika orang
tua sangat membutuhkan. Sudah semestinya sang anak selalu siaga untuk melayani
orang tuanya, meski tidak dibutuhkan. Kadang, orang tua malu atau segan meminta
bantuan kepada anaknya.
Oleh karena itu, seorang anak dituntut memiliki kepekaan yang tinggi. Ia mesti
menyelidiki apa saja yang bisa dibantu. Ketika orang tua terengah-engah memikul
beban kehidupan, dengan sigap sang anak ikut menopang. Jika orang tua kesulitan
memecahkan problematika hidup, dengan gesit anak mencurahkan andilnya.
Menurut hadits ath-Thabrani “Layanilah orang tua mu. Jika kamu ikhlas
melakukannya, maka nilainya sama dengan pahala naik haji, umrah, dan berjihad
di jalan Allah,” (H.R. ath-Thabrani)
3. Memenuhi Panggilan Orang Tua
Bila orang tua memanggil, sebisa mungkin sang anak cepat-cepat menghadap.
Apa pun yang sedang dikerjakan, ia harus meninggalkannya untuk sementara waktu
guna memenuhi panggilan orang tua. Hukum memenuhi panggilan orang tua adalah
wajib.
4. Patuh Menjalankan Perintah Orang Tua
Sepanjang perintah orang tua mengandung unsur kabaikan, wajib hukumnya bagi
sang anak mematuhinya. Akan tetapi, bila perintah tersebut menjurus kepada
kemaksiatan, maka anak tidak wajib taat. Hanya saja, kendatipun sikap orang tua
menyimpang dari garis agama, sang anak tetap berkewajiban menggauli mereka
dengan baik. Bahkan meski orang tua musyrik, anak masih berkewajiban menyayangi
dan menyantuni mereka.
5. Berbicara kepada Orang Tua dengan Bahasa yang Sopan dan Lemah Lembut
Salah satu wujud penghormatan anak kepada orang tua adalah bertutur kata yang
baik. Allah berfirman yang artinya :
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang
baik. (Q.S. al-isra [17] : 23)
Dengan gamblang Allah menyuruh anak untuk senantiasa menghormati orang
tuanya. Ketika anak berbicara dengan orang tuanya, hendaknya tidak ada sepatah kata
pun yang menyakiti hati mereka, baik dari segi kandungan ucapan maupun tata
bahasa yang digunakan. Maksud kandungan ucapan adalah seperti membantah dan
menolak. Adapun yang dimaksud dengan tata bahasa adalah seperti tutur kata yang
kasar dan suara yang keras.
6. Mendoakan Orang Tua
Surah al-Isra [17] ayat 24 yang artinya :
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan
ucapkanlah, “wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil.”
Surah diatas menjadi dalil yang kuat mengenai kewajiban anak untuk mendoakan
orang tuanya. Di antara doa yang dipanjatkan adalah semoga Allah menyayangi
keduanya sebagaimana mereka menyayangi pada waktu kecil. Salah satu kemuliaan
anak di dunia dan akhirat adalah kalau mendapatkan restu dan rida orang tua. Orang
tua akan sangat senang dan rida jika sang anak mendoakannya. Tanpa diminta pun,
mereka akan mendoakan keselamatan dan kebahagiaan sang anak di dunia dan
akhirat.

6. Kewajiban Orang Tua kepada Anak


Kebahagiaan suami istri dalam mengayuh biduk rumah tangga tidak lengkap tanpa
kehadiran seorang anak. Sebab, anak adalah buah hati dan tambatan jiwa. Kepada
anak, orang tua menggantungkan keberlanjutan rantai keturunan dan menumpahkan
kasih sayang. Berikut panduan islam tentang kewajiban orang tua kepada anak :
1. Melindungi Janin dengan Ikhtiar Lahiriah dan Bathiniah
Ketika anak berada dalam kandungan, sudah menjadi kewajiban ibu menjaga sang
janin dari segala marabaya yang bisa menimpa. Karenanya, aborsi dalam islam
termasuk perbuatan yang sangat dikutuk. Sebab, itu merupakan pembunuhan
terhadap makhluk Allah.
2. Memberikan Nafkah dengan Harta yang Halal
Pengaruh nafkah yang halal terhadap kualitas anak uang dilahirkan sangatlah
besar. Setiap nafkah yang dikonsumsi anak dapat memengaruhi kualitas keimanan
dan kesalehannya. Jika makanan yang diberikan kepada anak adalah halal, baik dari
segi barang maupun asal-muasalnya, maka peluang anaknya untuk menjadi saleh
sangat tinggi. Sebab, makanan itu akan mengalir dalam darahnya dan mengiringi
setiap langkah hidupnya. Begitu juga, jika nafkah yang diberikan kepada anak berasal
dari barang haram, mustahil ia tumbuh menjadi anak yang pintar, cerdas, dan brilian,
tetapi kualitas hatinya sangat kerdil.
3. Mengkhitan Anak
Khitan adalah praktik memotong selaput kulit yang menutupi kepala zakar lelaki
atau memotong sedikit ujung daging yang tumbuh dalam kemaluan perempuan.
Khitan bagi anak laki-laki mengandung hikmah yang sangat banyak. Menurut
kedokteran, khitan dapat menyehatkan organ seksual dan menyelamatkannya dari
bakteri-bakteri pengganggu, serta menjaga zakar dari kenajisan air kencing.
4. Merawat Anak dengan Penuh Kasih Sayang
Sebagai amanat yang dititipkan Allah kepada orang tua, anak wajib dirawat,
dibesarkan, dan diasuh dengan penuh kasih sayang. Salah satunya adalah dengan
memberikan asupan makanan yang bergizi. Melalui cara ini, anak dapat tumbuh sehat
dan cerdas.
5. Mendidik Anak dengan Baik
Sebagai amanat Allah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya, anak
memerlukan pendidikan yang baik dan memadai dari orang tua. Pendidikan di sini
bermakna luas, baik berupa akidah, etika, maupun hukum islam. Selain itu,
pendidikan tidak hanya dapat dijalankan di sekolah, tetapi juga di rumah.
Pendidikan di rumah dilakukan sejak anak masih kecil sampai beranjak dewasa.
Pendidikan di sekolah hanya menjadi bagian kecil dari keseluruhan peran orang tua
yang diserahkan kepada guru. Sebenarnya, yang lebih dominan adalah pendidikan
yang ditanamkan orang tua. Pendidikan di sekolah hanya mencakup pendidikan
keilmuan, sedangkan pendidikan yang berkaitan dengan akidah dan akhlak tetap
berada dalam tanggung jawab orang tua secara penuh.
BAB III
PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak.
Untuk membina keluarga perlu menjalankan sebuah pernikahan terlebih dahulu,
pernikahan yang sah menurut agama dan negara. Sebelum melakukan pernikahan, harus
menjalankan persiapan-persiapan sebelum menikah yaitu memilih calon pasangan yang
seagama terutama, dan sudah dipastikan bukan muhrimnya. Selain memilih calon
pasangan, harus diadakan peminangan dari seorang laki-laki pada seorang wanita untuk
menyampaikan maksud ingin menikahi.
Dalam pelaksanaan pernikahan terdapat hukum-hukum nikah, larangan-larangan
nikah, dan syarat sah pernikahan yang terdiri dari akad, wali, dua orang saksi, dan mahar.
Setelah terjadinya penikahan, akan membentuk sebuah keluarga. Membangun keluarga
yang sakinah, mawadah, warrahmah tidaklah mudah, penuh dengan rintangan dan
tantangan. Agar dapat menciptakan keluarga yang bahagia dan sejahtera, islam
mengajarkan kewajiban-kewajiban setiap anggota keluarga.

B. SARAN
Diharapkan setiap umat islam dapat menjaga dan membina keluarganya dengan
sebaik-baiknya. Harus terjadi keselarasan di antara anggota keluarga. Setiap anggota
keluarga harus mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga di rumah.
Untuk yang akan berumah tangga diharapkan dapat memilih pasangan yang jelas bibit
bebet bobotnya, jelas agama dan ketaatannya terhadap agama, memilih pasangan yang
sholeh.

Anda mungkin juga menyukai