Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

HUKUM PERNIKAHAN DALAM ISLAM

Untuk Memenuhi Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :
Narulicha Agustya

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ASIA


JURUSAN MANAJEMEN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya
makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Malang, Oktober 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ............................................................................................................ 1
D. Manfaat Penulisan Makalah .......................................................................................................... 2
E. Metodologi Penulisan Makalah ..................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 3
1. Pengertian Pernikahan dalam Islam ............................................................................................. 3
a. Pengertian menurut etimologi .......................................................................................................... 3
b. Pengertian Menurut Istilah ................................................................................................................ 4
2. Rukun, Syarat dan Tujuan Pernikahan dalam Islam ................................................................. 4
a. Rukun Pernikahan dalam Islam .................................................................................................... 4
b. Syarat Pernikahan dalam Islam ..................................................................................................... 5
c. Tujuan Pernikahan Dalam Islam ................................................................................................... 9
3. Dasar Hukum Pernikahan dalam Islam ..................................................................................... 11
4. Hukum Pernikahan dalam Islam ................................................................................................ 11
5. Problematika Pernikahan dalam Islam ...................................................................................... 12
a. Pengertian talak .......................................................................................................................... 13
b. Hukum Talak ............................................................................................................................... 15
6. Studi Kasus seputar Pernikahan ................................................................................................. 17
BAB III....................................................................................................................................................... 21
PENUTUP.................................................................................................................................................. 21
a. Kesimpulan...................................................................................................................................... 21
b. Kritik & Saran .................................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pernikahan dalam Islam

Dalam agama islam, pernikahan dinilai sebagai salah satu ibadah untuk mematuhi
perintah Allah SWT, dan orang yang melaksanakan pernikahan telah dianggap memenuhi
separuh agamanya. Pernikahan juga berarti anjuran Allah SWT bagi manusia untuk
mempertahankan keberadaannya dan mengendalikan perkembangbiakan dengan cara yang
sesuai dan menurut kaidah norma agama. Laki-laki dan perempuan memiliki fitrah yang
saling membutuhkan satu sama lain. Pernikahan dilangsungkan untuk mencapai tujuan
hidup manusia, dan mempertahankan kelangsungan jenisnya.

B. Rumusan Masalah
Rumusan penulisan Makalah ini adalah :
a. Apa pengertian Pernikahan menurut Islam?
b. Apa syarat dan tujuan Pernikahan dalam Islam?
c. Apa saja Dasar Hukum Pernikahan dalam Islam?
d. Apa saja Hukum pernikahan dalam Islam?
e. Apa saja problematika pernikahan dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan Makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud Pernikahan menurut Islam
b. Untuk mengetahui Syarat dan Tujuan Pernikahan dalam Islam
c. Untuk memahami Dasar Hukum Pernikahan dalam Islam
d. Untuk mengetahui Hukum pernikahan dalam Islam
e. Untuk memahami problematika pernikahan dalam Islam

1
D. Manfaat Penulisan Makalah

Manfaat penulisan Makalah ini adalah :


a. Menambah wawasan mengenai hukum-hukum Pernikahan dalam islam
b. Menambah pengetahuan mengenai Rukun, Syarat dan Tujuan Pernikahan dalam Islam
c. Menjadi acuan untuk mencapai Pernikahan yang sah dan sesuai syariat Islam
d. Menjadikan mawas diri dalam menyikapi problematika pernikahan
e. Menghindarkan diri dari perbuatan yang dilarang agama seperti perzinahan dan
kehamilan diluar nikah

E. Metodologi Penulisan Makalah

Metode yang di pakai dalam penulisan Makalah ini adalah :

1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka
yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku maupun informasi di internet.

2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara langsung kepada Dosen
pembimbing dan teman – teman yang mengetahui tentang informasi yang di perlukan
dalam menyusun makalah ini.

3. Eksperimen
Yaitu dengan mempelajari studi-studi kasus yang pernah dilakukan dalam hal ini
mengenai problematika pernikahan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pernikahan dalam Islam

Pernikahan dalam islam diartikan sebagai berkumpulnya atau menyatunya sepasang laki-
laki dengan perempuan melalui akad nikah dan memenuhi syarat-syarat pernikahan serta rukun
nikah yang berlaku dinataranya adanya calon mempelai pria dan wanita, wali nikah serta
adanya ijab kabul atau akad nikah.

Sedangkan menurut undang-undang perkawinan dan kompilasi hukum islam. Pernikahan


dijelaskan sebagai

 Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. (Undang-Undang Perkawinan)
 Perkawinan menurut hukum Islam adalah “akad yang sangat kuat atau miitsaqon
gholiidhon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.
(Kompilasi Hukum Islam)

Pernikaan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam pergaulan masyarakatagama
islam dan masyarakat. Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun
rumah tangga dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk
meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi
diantara manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata nikah,
yang kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.

Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai perjanjian
antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan dalam islam juga
berkaitan dengan pengertian mahram (baca muhrim dalam islam) dan wanita yang haram
dinikahi.

a. Pengertian menurut etimologi

Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, pernikahan disebut denganberasal dari kata an-nikh dan
azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan di atas, menaiki, dan bersenggema
atau bersetubuh. Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah Adh-dhammu, yang memiliki arti
merangkum, menyatukan dan mengumpulkan serta sikap yang ramah. adapun pernikahan
yang berasalh dari kata aljam’u yang berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pernikahan
dalam istilah ilmu fiqih disebut ) ‫ ( نكاح‬,) ‫ ( زواج‬keduanya berasal dari bahasa arab. Nikah
dalam bahasa arab mempunyai dua arti yaitu ) ‫ ( الوطء والضم‬baik arti secara hakiki ) ‫( الضم‬
yakni menindih atau berhimpit serta arti dalam kiasan ) ‫ ( الوطء‬yakni perjanjian atau
bersetubuh.

3
b. Pengertian Menurut Istilah

Adapun makna tentang pernikahan secara istilah masing-masing ulama fikih memiliki
pendapatnya sendiri antara lain :

1. Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan sebagai suatu akad yang membuat


pernikahan menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan menggunakan
perempuan termasuk seluruh anggota badannya untuk mendapatkan sebuah kepuasan
atau kenikmatan.
2. Ulama Syafi’iyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad dengan
menggunakan lafal ‫ ُح حاكَكنِن‬, atau ‫ كَ ز كَ وا ُح ج‬, yang memiliki arti pernikahan
menyebabkan pasangan mendapatkan kesenanagn.
3. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian
yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan tanpa adanya harga yang dibayar.
4. Ulama Hanabilah menyebutkan bahwa pernikahan adalah akad dengan menggunakan
lafal ‫ان ْن ن كَ كا ُح ح‬
ِ atau ‫ كَ ْن ِن و ْن ُح ج‬yang artinya pernikahan membuat laki-laki dan
perempuan dapat memiliki kepuasan satu sama lain.
5. Saleh Al Utsaimin, berpendapat bahwa nikah adalah pertalian hubungan antara laki-
laki dan perempuan dengan maksud agar masing-masing dapat menikmati yang lain
dan untuk membentuk keluaga yang saleh dan membangun masyarakat yang bersih
6. Muhammad Abu Zahrah di dalam kitabnya al-ahwal al-syakhsiyyah,
menjelaskan bahwa nikah adalah akad yang berakibat pasangan laki-laki dan wanita
menjadi halal dalam melakukan bersenggema serta adanya hak dan kewajiban diantara
keduanya.

2. Rukun, Syarat dan Tujuan Pernikahan dalam Islam


Pernikahan dalam islam memiliki beberapa syarat dan rukun yang harus dipenuhi agar
pernikahan tersebut sah hukumnya di mata agama baik menikah secara resmi maupun
nikah siri. Islam mengatur dan membuat hukum-hukum yang berlaku agar pernikahan
tersebut dapat terjaga kesuciannya serta membawakan ketentraman bagi pasangan yang
berniat melangsungkannya. Untuk itu sebuah pernikahan juga harus sesuai dengan tujuan
pernikahan dalam islam, yang mampu membesarkan keluarga, agama, juga keturunan.
Berikut adalah penjelasan rukun dan syarat pernikahan dalam islam :

a. Rukun Pernikahan dalam Islam

Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan pernikahan,
mencakup :

1. Calon mempelai laki-laki dan perempuan


2. Wali dari pihak mempelai perempuan
3. Dua orang saksi
4. Ijab kabul yang sighat nikah yang di ucapkan oleh wali pihak perempuan dan dijawab
oleh calon mempelai laki-laki.

4
b. Syarat Pernikahan dalam Islam

 Syarat Memilih Pasangan atau Jodoh

 Memilih pasangan berdasarkan keimanan

Dari apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, ternyata seorang muslim
disyaratkan untuk memilih wanita atau laki laki yang baik, prinsipnya adalah karena
agamanya. Bahkan syarat agama sangat ditekankan oleh ajaran islam ketimbang syarat-
syarat yang lain. Mencari jodoh dalam islam sangat mengedepankan masa depan keluarga
yang berkah dan penuh rahmah, serta mampu membesarkan islam nantinya. Artinya
bagaimanapun seorang mukmin memilih pasangan, disyaratkan menikahi yang seiman,
memiliki aqidah dan akhlak yang mulia. Pemilihan jodoh bisa karena banyak faktor,
namun islam mensyaratkan keimanan adalah sebuah pondasi awal dari keluarga. Untuk
itu penting kiranya mengetahui kriteria calon suami menurut islam dan kriteria calon istri
menurut islam, agar tercipta pula kebahagiaan diantara keduanya.

 Memastikan Garis Nasab atau Mahram nya


Pasangan yang beragama, memiliki keimanan yang lurus, dan berakhlak mulia
tentunya menjadi syarat agar rumah tangga tercipta sakinah dan rahmah. Namun perlu
diketahui bahwa Islam mengatur pula bahwa pasangan yang akan dinikahi bukanlah
berasal dari mahramnya.

Dalam penjelasan ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa muslim dilarang
untuk menikahi yang mahram, diantaranya adalah :

 Orang Tua Kandung


 Nenek dan Kakek dari Orang Tua sampai ke atas nya
 Saudara Kandung se-Ayah dan se-Ibu
 Sesama Perempuan atau sesama Laki-Laki
 Paman atau Bibi dari Orang Tua
 Keponakan
 Cucu, Cicit, sampai ke bawahnya

 Melakukan Peminangan (Khitbah) sebelum Menikah

Dalam islam Khitbah berarti proses pelamaran antara pihak laki-laki pada pihak
perempuan. Perempuan pun bisa meminang atau melamar lelaki. Khitbah dalam islam
artinya hanyalah sebuah proses pengantar untuk memastikan apakah pihak yang
dilamar bersedia untuk dinikahi dan apakah pihak keluarga bisa menerima (terutama
wali, karena wali lah yang akan menikahkan nantinya). Bukan berarti ketika proses
khitbah selesai, kedua belah pihak sepakat untuk melangsungkan pernikahan maka
sama dengan keduanya sudah sah sebagai sepasang suami istri, atau sudah halal
dalam pergaulan.

5
Proses khitbah hanya berfungsi untuk :

 Mengenal atau memastikan sang calon pasangan (untuk itu diperbolehkan melihat dan
mengenal lebih dalam, sesuai syariat)

Memastikan apakah perempuan dalam masa iddah, apakah sudah dilamar oleh lelaki
lainnya atau sebaliknya, dan memahami lebih lanjut identitas dari calon pasangan
suami/istrinya. Namun tentunya proses ini tidak sama dengan pacaran, karena pacaran
dalam islam dikenal dengan istilah ta’aruf dan ada batasan-batasan pergaulan.

 Memastikan kesetujuan antar dua belah pihak untuk melangsungkan pernikahan

Memastikan apakah sang calon pasangan bersedia untuk dinikahi. Maka dalam hal ini
tidak boleh ada pemaksaan. Semua harus bersumber dari kesediaan antara dua belah
pihak. Untuk itu, ajaran Islam memerintahkan untuk tidak boleh menerima pinangan
lain setelah ada yang meminang sebelumnya. Hal ini untuk menjaga etika dan
mempertimbangkan matang-matang sebelum menerima pinangan. Untuk itu perlu
diperhatikan pula cara memilih calon pendamping hidup sesuai syariat agama.

Dalam istilah lain, prosesi sebelum pernikahan dikenal istilah bertungangan. Di


masyarakat budaya ini juga cukup dikenal dan sering dilaksanakan. Istilah tunangan
sering kali disamakan dengan proses khitbah. Namun hukum tunangan dalam islam
bukanlah suatu yang wajib dan harus dilakukan, apalagi sampai bertukar cincin atau
memberikan sesuatu yang berlebihan. Tunangan bukan pernikahan itu sendiri,
sehingga pasangan yang akan menikah bisa langsung pada akad nikah jika sudah
selesai mengkhitbah.

 Melakukan Prosesi Akad Nikah


Akad nikah adalah proses inti dari sebuah pernikahan. Akad Nikah secara umum
berarti melangsungkan kesepakatan, janji, untuk menjadi sepasang suami istri dan
melangsungkan bahtera rumah tangga dalam ikatan suci. Untuk melangsungkan prosesi
akad nikah, maka tidak boleh dilakukan sembarangan. Hal ini bertujuan untuk melindungi
satu sama lain, agar tidak ada pihak yang dirugikan, dipaksa, atau diingkari setelah
terjadinya pernikahan.

Untuk melangsungkan akad nikah maka terdapat rukun nikah, sebagai syarat-syarat
dalam akad nikah yang harus dipenuhi adanya (wajib). Jika hal-hal atau pihak ini tidak
ada, maka akad nikah tidak dapat dilangsungkan jikalaupun pernikahan tetap
dilangsungkan maka statusnya pernikahan tersebut tidak sah.

1. Calon Pengantin Laki-Laki


2. Calon Pengantin Perempuan
3. Wali Nikah, khususnya untuk Calon Pengantin Perempuan
4. Dua orang saksi pernikahan (2 orang laki-laki)
5. Ijab dan Qobul

6
Syarat Menikah Untuk Calon Pengantin Laki-Laki

 Laki-Laki merupakan seorang Muslim, Beriman


 Laki-Laki yang tertentu, bukan banci (jelas jenis kelaminnya adalah laki-laki)
 Calon Pengantin Laki-Laki bukan mahram dari Calon Pengantin Wanita
 Calon Pengantin Laki-Laki mengetahui wali nikah yang sebenarnya dari pihak wanita
 Calon Pengantin tidak boleh dalam keadaan Ihram atau Haji
 Calon Pengantin laki-laki menikah karena kemauan sendiri, bukan paksaan atau
perintah orang lain
 Calon Pengantin Laki-Laki Tidak dalam memiliki 4 orang Istri saat menikah
 Calon Pengantin Laki-Laki sudah mengetahui perempuan yang akan dijadikan
pasangan (istri)

Syarat Menikah untuk Calon Pengantin Perempuan

 Perempuan adalah seorang Muslim, Beriman


 Perempuan yang tertentu, bukan banci (jelas jenis kelaminnya adalah perempuan)
 Calon Pengantin Perempuan bukan mahram dari Calon Pengantin Laki-Laki
 Calon Pengantin Perempuan telah akil baligh (mengalami masa pubertas)
 Calon Pengantin Perempuan bukan dalam keadaan ihram atau haji
 Calon Pengantin Perempuan bukan dalam masa Iddah (masa tertentu setelah
perceraian atau ditinggal suami karena meninggal)
 Calon Pengantin Perempuan bukan Istri dari seseorang, atau sudah dalam ikatan
pernikahan.

 Syarat Wali Nikah

Wali nikah khususnya diperuntukkan pada calon pengantin perempuan. Wali nikah
perempuan adalah ayahnya, sedangkan jika ayah sudah tidak ada maka digantikan pihak
dari keluarga lainnya. Pada dasarnya ayah yang bertanggungjawab untuk menafkahi
putrinya, setelah menikah maka tanggung jawab tersebut berganti kepada suaminya kelak.
Untuk itu perlu kiranya memperhatikan syarat wali nikah.

Wali nikah harus sesuai dengan syarat berikut ini, jika tidak dipenuhi maka batal atau
tidak sah lah pernikahan tersebut. Untuk itu, peran wali sangatlah penting bagi sebuah
pernikahan.

 Wali Nikah merupakan seorang muslim


 Wali Nikah haruslah laki-laki, tidak boleh perempuan
 Wali Nikah telah dewasa, akil baligh/pubertas
 Menjadi wali nikah atas kesadaran dan kemauan sendiri, bukan paksaan atau penipuan
 Wali Nikah tidak dalam kondisi Ihram atau Berhaji
 Wali Nikah sehat jasmani, rohani, dan akal pikirannya mampu berpikir jernih
 Wali Nikah adalah orang yang merdeka dan tidak dibatasi kebebasannya

Untuk menentukan siapa wali dalam pernikahan perlu diperhatikan pula urutan wali
nikah dalam islam. Hal ini untuk mengetahui siapa saja yang bisa menjadi wali dan saat
kapan orang tersebut bisa menjadi wali dalam pernikahan.

7
Dalam pemahaman hukum islam kiranya perlu dipahami pula bagaimana jika nikah
tanpa wali. Karena dalam kasus tertentu ada beberapa kondisi dimana wali nikah tidak
bisa hadir atau digantikan. Agar tidak keliru, maka perlu dipahami lebih lanjut agar
pernikahan tetap sah. Dalam masyarakat dikenal dengan nikah siri yang dimana
pernikahan tanpa wali. Untuk itu perlu dipahami bagaimana hukum dan pandangan nikah
siri dalam islam.

Syarat Adanya 2 Orang Saksi Pernikahan

Keberadaan saksi dalam pernikahan menjadi hal yang sangat penting pula. Hal ini
disebabkan karena saksi yang akan memastikan apakah pernikahan bisa dinilai sah atau
tidak. Untuk itu, berikut syarat dari adanya saksi dalam pernikahan.

 Saksi Pernikahan minimal ada 2 orang


 Saksi Pernikahan adalah laki-laki yang muslim, bukan perempuan
 Saksi Pernikahan Sehat Jasmani, Rohani, Akal pikiran mampu berpikir jernih
 Saksi Pernikahan sudah akhil balig
 Saksi Pernikahan dapat memahami kalimat ijab qobul
 Saksi Pernikahan dapat mendengar, melihat, dan berbicara dengan baik (tidak ada
gangguan)
 Saksi Pernikahan adalah orang yang bebas merdeka, tidak dalam tekanan atau
pengaruh

Syarat Ijab

 Semua pihak telah ada dan siap dalam acara untuk Ijab dan Qabul
 Isi Ijab (pernyataan) tidak boleh mengandung sindiran-sindiran
 Isi Ijab dinyatakan oleh Wali Nikah Perempuan atau Wakilnya
 Pernyataan Ijab tidak boleh dikaitkan dengan batas waktu pernikahan, karena
pernikahan sah tidak boleh ada batasan waktu seperti nikah mut’ah atau nikah
kontrak. Pernyataan Ijab haruslah jelas.
 Pernyataan dalam Ijab tidak boleh ada persyaratan saat ijab dibacakan/dilafadzkan

Contoh bacaan ijab yang dibacakan oleh Wali Nikah/Wakil kepada calon suami-
pengantin laki-laki : “Saudara Rakhmat (Calon Pengantin Laki-Laki), Saya Nikahkan
dengan Anak Saya, Annisa binti Parnaungan Nasution (Calon Pengantin Perempuan),
dengan mas kawin berupa alat shalat dan cincin emas 500 gram dibayar tunai”

Syarat Qobul

 Bacaan atau Ucapan Qobul haruslah sama sebagaimana yang disebutkan dalam Ijab
 Pernyataan Qobul tidak boleh mengandung sindirian
 Pernyataan Qobul dilafadzkan oleh calon suami-pengantin laki-laki
 Pernyataan Qobul tidak boleh dikaitkan dengan batas waktu pernikahan, karena
pernikahan sah tidak boleh ada batasan waktu seperti nikah mut’ah atau nikah
kontrak. Pernyataan Qobul haruslah jelas.
 Pernyataan dalam Qobul tidak boleh ada persyaratan saat ijab dibacakan/dilafadzkan
 Dalam Qobul menyebutkan nama calon istri secara jelas sesuai dengan nama sah
 Pernyataan Qobul tidak ditambahkan dengan pernyataan lain

8
Contoh bacaan Qobul yang dibacakan oleh Calon Suami : Saya terima nikahnya
dengan Annisa binti Parnaungan Nasution dengan mas kawin berupa seperangkat alat
salat dan cicin emas 500 gram dibayar tunai”

Setelah selesai proses ijab dan qobul barulah meminta kesaksian para saksi yang
hadir, apakah proses pernikahan lewat ijab dan qobul bisa dinilai sah. Setelah selesai dan
dinilai sah, maka sepasang pengantin tersebut telah resmi menjadi suami-istri dan
hadirin memberikan selamat pada pasangan tersebut disertai ucapan selamat dan doa
pernikahan.

 Syarat Pemberian Mahar dalam Pernikahan

Mahar ini menjadi syarat sah juga untuk dilangsungkannya pernikahan. Dalam Islam
mahar menjadi sebuah simbol dan arti bahwa wanita calon istrinya perlu dihormati dan
dimuliakan. Selain itu, mahar pun menjadi tanda bahwa calon suami benar-benar serius
untuk menikahi dan dibuktikan dengan adanya tanda dari mahar tersebut. Tentunya ciri
wanita yang baik untuk dinikahi menurut islam bukanlah menilai calon suaminya hanya
dari mahar, melainkan dari kesungguhan, niat menikah yang tulus, akhlak, dan tanggung
jawab membina rumah tangga.

Persoalan mahar untuk pernikahan islam tidak pernah membatasi atau menentukan
jumlah dan bentuknya. Pada intinya tergantung kemampuan dan kesepakatan saja, untuk
itu perlu adanya diskusi. Karena adanya mahar dalam pernikahan bukanlah tujuan utama.
Tujuan utama pernikahan dikembalikan kepada tujuan adannya bahtera rumah tangga,
yang sesuai dengan tujuan membangun rumah tangga dalam islam, menuju sakinah
mawaddah dan rahmah, yang menjunjung tinggi keimanan, ketaatan pada Allah, dan
akhlak yang mulia.

Begitulah syarat-syarat sebuah pernikahan dalam Islam. Tentunya syarat pernikahan


ini harus dipenuhi seluruhnya. Jika salah satu tidak dipenuhi, maka gugur atau tidak sah
lah pernikahan tersebut. Namun yang lebih penting adalah bagaimana pasangan suami
istri merangkai rumah tangganya dengan cara menjaga keharmonisan rumah tangga
menurut islam, untuk selamat, bahagia di dunia dan akhirat kelak.

c. Tujuan Pernikahan Dalam Islam

Kewajiban Menikah merupakan suatu hal yang sangat dianjurkan dalam islam, dan islam
sangat tidak menyukai perilaku membujang.

Adapun tujuan dari suatu pernikahan menurut syariat islam adalah:

1. Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Islam sangat menganjurkan bagi mereka yang telah mampu untuk menikah, karena nikah
merupakan fitrah kemanusiaan serta naluri kemanusiaan. Jika naluri tersebut tidak tidak
dipenuhi melalui jalan yang benar yaitu melalui pernikahan atau perkawinan, maka bisa
menjerumuskan seseorang ke jalan syaitan yaitu mereka dapat berbuat hal-hal yang
diharaman Allah seperti berzina, kumpul kebo, dan lain sebagainya.
9
2. Sebagai Benteng yang Kokoh bagi Akhlaq Manusia

Pernikahan merupakan hal yang disyariatkan dalam islam, dimana dengan menikah akan
dapat menghindarkan seseorang dari perbuatan keji dan kotor yang dapat menurunkan atau
merendahkan martabatnya. Ini berarti bahwa pernikahan merupakan benteng yang kokoh
bagi martabat seseorang

Syarat Pernikahan Dalam Islam adalah suatu jalan untuk membentuk sebuah keluarga yang
merupakan cara paling efektif dalam upaya mencegah kerusakan pribadi para pemuda dan
pemudi, serta menghindari kekacauan dalam masyarakat.

3. Menegakkan Rumah Tangga Islami

Tujuan suci dari suatu pernikahan adalah agar syariat islam dalam kehidupan rumah tangga
selalu ditegakkan oleh pasangan suami istri. Untuk itu, sangatlah penting bagi kita untuk
memilih calon yang tepat sebelum menikah, agar nantinya bisa terbina Keluarga Sakinah,
Mawaddah, Warahmah.

Islam juga membenarkan tentang adanya thalaq (perceraian) apabila suami dan istri tidak lagi
bisa menegakkan syariat-syariat islam dalam rumah tangganya. Namun, islam juga
membenarkan adanya rujuk (kembali menikah) apabila keduanya sanggup untuk kembali
melaksanakan syariat-syariat islam dalam rumah tangganya.

4. Meningkatkan Ibadah kepada Allah

Rumah tangga merupakan salah satu wadah untuk beribadah serta beramal sholeh disamping
kegiatan ibadah dan amal sholeh lainnya, dimana menurut konsep ajaran islam, hidup adalah
untuk mengabdi dan beribadah hanya kepada Allah semata.

5. Memperoleh Keturunan

Tujuan dilaksanakannya suatu pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang sholeh
dan sholehah agar nantinya dapat terbentuk generasi yang berkualitas. Agar syariat islam
dapat ditegakkan dalam suatu rumah tangga, maka diperlukan pasangan-pasangan yang ideal.

Dalam ajaran islam telah memberikan beberapa kriteria ideal dalam mencari pasangan,
diantaranya adalah:

 Kafa’ah

Kafa’ah merupakan kesamaan maupun kesepadanan derajat suami dan istri dalam suatu
pernikahan guna membina rumah tangga yang islami. Ukuran kafa’ah menurut ajaran islam
adalah dilihat dari kualitas iman dan taqwa serta akhlak yang dimiliki seseorang.

Namun saat ini kesepadanan antara pasangan suami istri kebanyakan dinilai dari segi materi,
status sosial, serta keturunan. Banyak orang tua yang beranggapan bahwa pasangan yang
cocok bagi anak-anaknya adalah mereka yang memiliki status soaial, kedudukan, maupun
keturunan yang sebanding dengan keluarganya.

10
 Sholeh atau Sholehah

Untuk membina rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan warahmah maka sudah
seharusnyalah jika seorang pria mencari wanita yang sholehah untuk dijaikan pendamping
hidupnya. Begitu juga sebaliknya, seorang wanita harus mencari pria yang sholeh.

3. Dasar Hukum Pernikahan dalam Islam

Pernikahan dalam islam diatur dalam fikih pernikahan dan pernikahan tersebut sah jika
sesuai dengan syariat serta tidak termasuk pernikahan yang dilarang.
Fiqih pernikahan atau munakahat adalah ilmu yang menjelaskan tentang syariat suatu
ibadah termasuk pengertian, dasar hukum dan tata cara yang dalam hal ini menyangkut
pernikahan. Adapun hal-hal tersebut dapat disimak dalam penjelasan berikut ini :

Sebagaimana ibadah lainnya, pernikahan memiliki dasar hukum yang menjadikannya


disarankan untuk dilakukan oleh umat islam. Adapun dasar hukum pernikahan berdasarkan
Al Qur’an dan Hadits adalah sebagai berikut :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu. (Q.S. An-Nisaa’ : 1(.

”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan
Allah Maha Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui” .(Q.S. An-Nuur : 32)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Q.S. Ar-Ruum : 21).

”Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah memiliki kemampuan untuk
menikah, hendaklah dia menikah; karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih
menjaga kemaluan. Adapun bagi siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia
berpuasa; karena berpuasa itu merupakan peredam (syahwat)nya”.

4. Hukum Pernikahan dalam Islam

Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan kondisi atau
situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan menurut islam

 Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk meinkah dan jika tidak
menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina (baca zina dalam islam)

11
 Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah namun
jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina
 Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu menahan diri dari
zina tapi ia tidak memiliki keinginan yang kuat untuk menikah. Ditakutkan akan
menimbulkan mudarat salah satunya akan menelantarkan istri dan anaknya
 Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan untuk
menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya menikah untuk
kesenangan semata
 Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan dikhawatirkan
jika menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak dapat memenuhi kewajiban
suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak dapat memenuhi kewajiban istri
terhadap suaminya. Pernikahan juga haram hukumnya apabila menikahi mahram atau
pernikahan sedarah.

5. Problematika Pernikahan dalam Islam

Pernikahan merupakan cara menyatukan dua individu dalam satu ikatan yang sah
menurut agama dan hukum sebagai bentuk cinta sejati dalam islam . Banyak yang menilai
bahwa pernikahan merupakan jalan untuk menyempurnakan keimanan seseorang.

Namun, dalam ikatan suci ini tentu saja selalu ada masalah dan problematika yang
melanda. Ada beberapa pasangan yang kemudian tidak bisa mempertahankan pernikahan
dan harus berakhir dengan perpisahan.

Dalam islam sendiri perpisahan atau perceraian merupakan perkara yang juga telah di
atur. Meskipun hukumnya tidak di haramkan namun, perceraia sendiri merupakan sesuatu
yang amat di benci oleh Allah SWT.

Sebagaimana dalam hadist berikut ini :

“Perceraian adalah sesuatu hal yang boleh, tapi paling dibenci Allah SWT.” (HR Abu
Daud, Ibnu Majah dan Al Baihaqy).

Meskipun perbuatan yang di benci oleh Allah. Namun, Allah SWT juga telah
menjanjikan hal ini kepada mereka yang bercerai. Sebagaimana tertuang dalam firman
Allah SWT berikut :

“Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-rnasing
dari limpahan karunia-Nya…” )An-Nisa’: 130(

Sebagai agama yang sempurna islam tentunya juga mengatur tata urutan bagaimana
pasangan kemudian dalam saling bercerai sebagaimana makna pernikahan dalam islam .
Dalam hal ini, proses perceraian setiap pasangan muslim diawali dengan tahapan yang
disebut dengan talak.

12
a. Pengertian talak

Talak adalah ucapan suami yang ditujukan kepada istri yang mengakibatkan putusnya
hubungan suami istri. hal ini tidak sesuai dengan tujuan pernikahan dalam islam. Talak
diucapkan oleh suami kepada istri secara disengaja baik dengan shighat langsung ataupun
sindiran. Talak, hukum dan jenisnya diatur dalam islam dan undang-undang. Menurut
Kompilasi Hukum islam talak diartikan sebagai ikrar suami yang dilakukan dihadapan
pengadilan yang dalam hal ini adalah pengadilan agama. Hal tersebut di atur dalam pasal
129 KHI yang berbunyi :

“Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan
baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri
disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu”

Berdasarkan pengertian diatas maka talak yang diakui hukum negara adalah talak yang
diucapkan dihadapan pengadilan agama. Berbeda dengan talak dalam hukum islam dimana
talak berlaku atau sah apabila dijatuhkan langsung pada saat itu juga meskipun dijatuhkan
diluar pengadilam agama. Cerai atau talak yang dilakukan secara agama memang sah akan
tetapi selama talak belum diucapkan di depan pengadilan maka suami isteri masih terikat
secara hukum.

Pengertian Talak Satu, Dua dan Tiga

Seorang suami berhak menjatuhkan talak kepada istrinya sesuai dengan kondisi, rukun
dan hukumnya. Talak berlaku selama hukumnya tidak haram dan suami bisa menjatuhkan
talak sebanyak tiga kali. Berdasarkan pendapat ulama maka talak dibagi menjadi beberapa
kategori yakni :

 Talak Raj’i
Talak raj’i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami dan setelah dijatuhkan talak suami
masih memiliki hak untuk rujuk dengan isterinya selama dalam masa iddah. Talak yang
pertama disebut talak satu sedangkan talak yang diucapkan kedua kalinya disebut talak dua.
Talak satu dan dua dapat digolongkan dalam talak raj’i karena baik setelah talak pertama
dan kedua suami masih bisa merujuk isterinya dalam masa iddah. Rujuk yang dimaksud
adalah suami dapat kembali tinggal dan menggauli isterinya tanpa harus melakukan akad
yang baru dan tanpa menunggu persetujuan sang isteri.

Talak raj’i baik talak satu maupun dua diatur dalam surah Al-Baqarah ayat 229 dimana
dijelaskan bahwa talak yang dibolehkan untuk rujuk hanyalah talak yang dijatuhkan sampai
dua kali. Yang dimaksud dengan rujuk adalah kembalinya hubungan antara suami dan isteri
setelah suami menjatuhkan talak kepada isteri. Rujuk dapat dilakukan dengan mudah
seperti mengucap talak. Rujuk dapat dilakukan hanya dengan mengucapkan kata “saya
kembali padamu” dihadapan dua orang saksi laki-lai yang dianggap adil.

13
Jadi dapat disimpulkan bahwa akibat dari talak satu dan kedua suami isteri masih dapat
bersatu kembali atau rujuk dan tinggal bersama sebagai suami isteri. Meskipun talak satu
atau dua sudah dijatuhkan, suami isteri dianjurkan untuk tetap tinggal bersama di dalam
satu rumah. Hal ini bertujuan agar suami dan isteri memikirkan kembali dan menimbang
kembali baik-buruknya jika mereka berpisah.

 Talak Bain
Talak bain yang didalamnya termasuk didalmnya talak tiga dibagi menjadi dua yakni :

a. Talak ba’inunah shugra (perpisahan yang kecil)

Talak ba’innah shugra atau perpisahan kecil adalah talak yang dijatuhkan oleh suami
kepada istri dan setelah dijatuhkannya talak tersebut suami tidak lagi memiliki peluang
untuk rujuk dengan isterinya. Apabila suami ingin kembali tinggal bersama isterinya maka
suami harus meminta persetujuan dari sang isteri dan harus diawali dengan akad yang baru
tetapi tidak harus dinikahi oleh laki-laki lain terlebih dahulu.

Talak ini terjadi secara otomatis apabila setelah masa iddah sang isteri selesai setelah
jatuhnya talak raj’i suami belum melakukan atau rujuk kembali. Hal ini juga berlaku pada
suami yang mentalak isterinya yang belum pernah digauli sebelumnya. Hukum dari kedua
kondisi tersebut adalah bainnunah shugra. Suami bisa kembali bersatu dengan istri setelah
adanya akad baru sedangkan jika isteri belum pernah digauli maka tidak ada masa
iddahnya.

b. Talak ba’inunah kubra (perpisahan yang besar)

Talak ba’innunah kubra adalah talak yang dijatuhkan suami kepada isteri dan setelah
itu suami tidak bisa rujuk atau menikah kembali dengan isteri sebelum bekas isterinya
menikah dengan laki-laki lain dan kemudia laki-laki itu menceraikannya atau meninggal
dunia.

Talak bainnunah kubra juga diketahui sebagai talak 3. Hal ini dapat digambarkan
seperti jika suami mentalak istrinya kemudian rujuk untuk pertam kali, kemudian suami
kembali menalak istrinya untuk yang kedua kali atau talak dua setelah itu suami kembali
rujuk. Apabila setelah rujuk keduua kalinya suami masih menjatuhkan talak kembali atau
talak ketiga maka haram baginya untuk kembali merujuk atau menikahi istrinya. Suami
hanya dapat menikahi kembali sang isteri apabila sang istri telah menikah kembali dan
bercerai dengan suaminya.

Ayat yang menerangkan talak 3

Berdasarkan Al Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230 jika seorang suami menjatuhkan
talak untuk yang ketiga kalinya kepada sang istri, maka perempuan itu tidaklah halal lagi
untuknya untuk dikawini sebelum wanita itu menikah dengan laki-laki lain. Berikut bunyi
Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 230:

“Jika dia menceraikan perempuannya (sesudah talak dua kali), maka tiadalah halal
perempuan itu baginya, kecuali jika perempuan itu telah kawin dengan lelaki yang lain.
Dan jika diceraikan pula oleh lelaki lain itu, tiada berdosa keduanya kalau keduanya rujuk

14
kembali, jika keduanya menduga akan menegakkan batas-batas Allah. Demikian itulah
batas-batas Allah, diterangkannya kepada kaum yang akan mengetahuinya.”

Talak tiga ini diatur dalam Pasal 120 KHI yang berbunyi:

“Talak ba’in kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga kalinya. Talak jenis ini tidak dapat
dirujuk dan tidak dapat dinikahkan kembali kecuali apabila pernikahan itu dilakukan setelah
bekas istri menikah dengan orang lain dan kemudian terjadi perceraian ba’da al dukhul dan
habis masa iddahnya.”

Apabila pada akhirnya suami ingin menikah kembali dengan isterinya dan ia membayar
laki-laki lain atau meinta laki-laki lain untuk menikahi isterinya agar dapat diceraikan maka
hal ini tidak dibenarkan dalam syariat agama islam.

Demikian pengertian talak, satu dua dan tiga serta perbedaannya. Dapat disimpulkan bahwa
perbedaan talak 1,2 dan 3 adalah akibat yang ditimbulkannya. Pada talak 1 dan 2 suami masih
bisa merujuk istri tanpa harus mengucap akad yang baru dan dilakukan dalam masa iddah sang
istri. Sementara pada talak 3 suami tidak dapat rujuk kembali dengan istri setelah jatuhnya talak
dan hanya dapat menikah kembali jika sang iteri sudah menikah lagi dan kemudian bercerai
dari suami yang baru, Selayaknya kita mengetahui perbedaan ketiga talak tersebut agar tidak
memiliki kesalah pahaman dikemudian hari. Talak layaknya juga harus dipertimbangkan
dengan matang mengingat hukumnya bisa menjadi haram dan bisa menjadi pilihan jika
pernikahan hanya mendatangkan mudharat dikarenakan suami atau istri yang durhaka.

b. Hukum Talak

Ada dasarnya perceraian atau talak adalah sesuatu hal yang harus dihindari dalam
sebuah perkawinan. Mengapa? Karena selain merupakan perbuatan yang amat disenangi oleh
iblis, talak juga nantinya dapat berakibat buruk bagi kehidupan, baik itu bagi pasanagan suami
istri yang memutuskan untuk bercerai, bagi keturunan atau anak-anak mereka, juga bagi
anggota keluarga lainnya.

Kita banyak melihat dampak-dampak dari fenomena tersebut, dimana banyak anak-
anak yang terlantar akibat kurangnya pendidikan dan kasih sayang dari orang tuanya. Dan hal
itu tentu saja menjadi peluang bagi iblis untuk menjadikan anak-anak tersebut sebagai bala
tentaranya.

Jadi sebelum memutuskan untuk bercerai, ada baiknya jika pasangan suami istri lebih
memikirkan bagaimana masa depan anak-anak mereka nantinya, jangan sampai keinginan
iblis untuk menjadikan mereka sebagai pendukungnya menjadi terkabul.

Adapun hukum dari talak atau cerai ada bermacam-macam, yaitu :

1. Wajib ; Perceraian atau talak dikatakan wajib apabila :

 Antara suami dan istri tidak dapat didamaikan lagi


 Tidak terjadi kata sepakat oleh dua orang wakil baik dari pihak suami maupun istri
untuk perdamaian rumah tangga yang hendak bercerai
 Adanya pendapat dari pihak pengadilan yang menyatakan bahwa perceraian/ talak
adalah jalan yang terbaik.

15
Dan jika dalam keadaan-keadaan tersebut keduanya tidak diceraikan, maka suami akan
berdosa.

2. Haram ; Suatu perceraian/ talak akan menjadi haram hukumnya apabila :

 Seorang suami menceraikan istrinya ketika si istri sedang dalam masa haid atau nifas
 Seorang suami yang menceraikan istri ketika si istri dalam keadaan suci yang telah
disetubuhi
 Seorang suami yang dalam keadaan sakit lalu ia menceraikan istrinya dengan tujuan
agar sang istri tidak menuntut harta
 Seorang suami yang menceraikan istrinya dengan talak tiga sekaligus, atau juga bisa
dengan mengucapkan talak sat akan tetapi pengucapannya dilakukan secara berulang-
ulang sehingga mencapai tiga kali atau bahkan lebih.

3. Sunnah ; Perceraian merupakan hal yang disunnahkan, apabila :

 Suami tidak lagi mampu menafkahi istrinya


 Sang istri tidak bisa menjaga martabat dan kehormatan dirinya

4. Makruh ; Perceraian/ talak bisa dianggap sebagai hal yang makruh apabila seorang suami
menjatuhkan talak kepada istrinya yang baik, memiliki akhlak yang mulia, serta memiliki
pengetahuan agama yang baik.

5. Mubah ; Sedangkan perceraian atau talak bisa dikatakan mubah hukumnya apabila suami
memiliki keinginan/ nafsu yang lemah atau juga bisa dikarenakan sang istri belum datang
haid atau telah habis masa haidnya.

Rukun Perceraian/ Talak

1. Bagi Suami ; Suami yang hendak menceraikan istrinya haruslah :

 Berakal sehat
 Baligh
 Bercerai atas kemauan sendiri atau tanpa adanya paksaan dari pihak lain

2. Bagi Istri ; Seorang istri yang bisa diceraikan haruslah :

 Memiliki akad nikah yang sah dengan suami


 Suami belum pernah menceraikannya dengan mengucapkan talak tiga

3. Lafadz Talak ; Talak dianggap sah apabila dalam lafadznya :

 Terdapat kejelasan ucapan yang menyatakan perceraian


 Disengaja atau tanpa adanya paksaan dari pihak manapun atas pengucapan talak
tersebut.

16
6. Studi Kasus seputar Pernikahan

a. Pernikahan Dini

Pernikahan dini di Tapin, Dibatalkan Sehari Setelah Pesta

BANJARMASIN, KOMPAS.com — Pernikahan dini dua bocah di Kampung Saka, Desa


Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, menghebohkan warga Kalimantan Selatan
pada akhir pekan lalu. Pernikahan terjadi antara seorang remaja pria berinisial ZA (13) dan
kekasihnya, IB (15). ZA baru saja lulus SD, sedangkan IB duduk di kelas VIII atau kelas II
SMP. Sehari setelah syukuran pernikahan itu, kedua mempelai dan keluarga masing-masing
dipanggil ke kantor polisi. Hadir pula Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Binuang dan
anggota pusat pelayanan terpadu perlindungan perempuan dan anak (P2TP2A) Tapin di
Mapolsek Binuang. Baca selengkapnya: Heboh Pernikahan Dua Remaja di Tapin, Keluarga
Dipanggil Polisi (1) Dalam pertemuan yang berlangsung tertutup, Sabtu (14/7/2018), itu,
pernikahan antara ZA dan IB akhirnya diputuskan tidak sah. Kepala Kantor Urusan Agama
(KUA) Binuang Ahmad, mengatakan, pernikahan keduanya tidak sah, baik secara agama
maupun negara, karena ada syarat-syarat yang belum terpenuhi. Menurut Ahmad, keputusan
itu diambil setelah dirinya berkonsultasi beberapa kali lewat telepon dengan atasannya. Baca
juga: Takut Tidur Sendirian, Alasan Pelajar SMP Ngotot Nikahi Pacarnya Penghulu kampung
yang menikahkan bocah itu akhirnya juga menyatakan pernikahan tersebut tidak sah. Ahmad
mengatakan, keluarga kedua mempelai tidak protes saat mendengar keputusan bahwa
pernikahan anak-anaknya tidak sah. Namun, dia tak tahu langkah yang akan ditempuh oleh
kedua orangtua. "Keluarga mempelai silakan buka sidang di pengadilan agama kalau
mungkin bisa dapat pengecualian pernikahan dini tersebut," ucap Ahmad.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kotabaru Salman Basri mengatakan
bahwa dalam UU Nomor 1 tahun 1974 jelas diatur bahwa usia perkawinan adalah di atas 19
tahun. "Tapi, kalaupun ada juga yang di bawah umur harus minta izin di pengadilan,"
katanya. Salman mengakui bahwa di wilayahnya masih tinggi angka pernikahan usia dini.
Oleh karena itu, pihaknya akan terus berniat melakukan penyuluhan dan menganjurkan agar
menikah sesuai dengan aturan UU. Baca juga: Cerita di Balik Pernikahan Pelajar SMP,
Tunda Hamil demi Sekolah (2) Dia mengimbau orangtua untuk tidak tergesa-gesa
menikahkan anaknya yang masih di bawah umur demi menghindarkan dampak negatif
terhadap si anak sendiri. Anak di bawah umur dinilai belum mapan secara ekonomi dan
mental untuk sebuah pernikahan. "Maka dari itu, kami terus mengimbau kepada orangtua,
masyarakat untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan," pungkas Salman.

17
b. Kehamilan Di Luar Nikah

Siswi SMA di Gresik Buang Bayinya karena Malu Hamil di Luar Nikah
KOMPAS.com - Pasangan Fadholi (42) dan Faizah (38), warga Desa Sungonlegowo,
Kecamatan Bungah, Gresik, Jawa Timur, sempat dikagetkan dengan suara tangisan bayi dari
arah belakang rumah mereka, Senin (29/4/2019) dinihari. Bahkan, Faizah menuturkan sudah
mulai mendengar suara bayi menangis sejak pukul 04.00 WIB. Namun ia dan suaminya baru
berani memutuskan untuk melihat serta memastikan adanya bayi sekitar pukul 05.30 WIB.
"Apalagi saat itu kondisi hujan rintik-rintik. Makanya baru sekitar pukul 05.30 WIB, saya
dan suami memutuskan untuk mencoba mencari tahu. Dan ternyata betul ada bayi di
belakang rumah," ujar Faizah kepada awak media di rumahnya, Senin (29/4/2019). Baca
juga: Siswi SMA di Sumsel Buang Bayinya karena Malu Hamil di Luar Nikah Setelah
memastikan jika mereka menemukan sosok bayi, pasangan tersebut tidak langsung
melakukan evakuasi. Namun lebih dulu memberitahu kepada tetangga dan warga sekitar, bila
ada bayi yang dibuang. "Kami kabari dulu orang-orang sekitar, karena takut terjadi apa-apa.
Baru setelah itu bayi diselimuti oleh suami dan kemudian digendongnya," ucap dia. Melihat
kejadian penemuan bayi tersebut, sebagian warga kemudian memberitahu pihak perangkat
desa setempat dan dilanjutkan kepada pihak kepolisian. Baca juga: Banyak Pelajar Hamil di
Luar Nikah, Bupati Minta Orangtua Aktif Awasi Pergaulan Anaknya Sementara, bayi dengan
bobot kurang lebih 2,7 kilogram dan panjang 46 centimeter tersebut kemudian dirawat di
tempat bidan desa setempat, Sakilah. "Kami sudah cek dan kondisi bayi sehat. Tapi setelah
kami balik dari rumah bidan, sudah ada yang mengakui dan mengambil bayinya di rumah
bidan," tutur Kanit Reskrim Polsek Bungah, Aiptu Suhardi, saat dikonfirmasi. Suhardi
menjelaskan, jika ibu dari bayi tersebut sudah mengakui dan mengambil bayi malang tersebut
di rumah bidan desa setempat, dengan diantar oleh ayahnya. Baca juga: Dituduh Hamil di
Luar Nikah, Seorang Gadis di Palembang Dipukuli Tetangganya Ibu bayi adalah RTL (16),
yang berstatus pelajar SMA dan juga warga desa setempat. Hanya saja, pihak kepolisian
mengakui, dalam kejadian ini pihaknya bakal mengutamakan penyelesaian secara
kekeluargaan. "Kita tetap melakukan penyelidikan. Tapi kita juga punya pertimbangan secara
kemanusiaan. Ada baiknya orang tua menanyai dulu anaknya siapa yang menghamilinya, dan
kalau sudah tahu maka sebaiknya dinikahkan saja," kata dia. Dugaan sementara, RTL nekat
membuang bayi yang dilahirkan olehnya lantaran malu. Ia pun ditengarai nekat melakukan
persalinan sendiri dengan modal peralatan seadanya, termasuk gunting yang digunakan untuk
memotong ari-ari.

18
c. Pernikahan Beda Agama

Ahmad Nurcholish dan pernikahan beda agam

Lebih dari sepuluh tahun silam, ketika dia akan menikahi seorang perempuan Konghucu,
muncul reaksi keras dari pimpinan masjid tempat dia beraktivitas.

Namun demikian, pria ini tetap meneruskan niatnya untuk menikahi Ang Mei Yong,
perempuan Konghucu itu.

Dan saat pernikahan mereka -yang digelar secara Islam dan Konghucu- pada 8 Juni 2003
diliput oleh media massa, masyarakat kemudian menyikapinya secara berbeda.

Ada banyak yang mendukung langkahnya, tetapi yang menghujat lebih banyak lagi.

Tidak pelak lagi, pernikahan beda agama ini memunculkan kembali isu sensitif selama ini
menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Hak atas foto ahmad nurcholish

Bagaimanapun, kejadian ini kelak berpengaruh besar terhadap keputusan pria tersebut untuk
mendampingi dan membantu pasangan beda agama yang mengalami kebuntuan untuk
menikah, karena sebagian agama tidak menganjurkannya.

Nah, saya pada kelompok ketiga, yaitu baik laki-laki maupun perempuan Muslim boleh
menikah dengan non-Muslim.Ahmad Nurcholish.

Pria kelahiran 1974 itu adalah Ahmad Nurcholish, aktivis LSM Pusat Studi Agama dan
Perdamaian (ICRP), yang dikenal sebagai pendamping dan penasehat pasangan beda agama.

"Saya memang terjun dan kemudian menjadi counsellor (penasehat), dan juga memberikan
advokasi, terhadap teman-teman (pasangan beda agama yang mau menikah) itu mulanya
tidak sengaja," kata Ahmad Nurcholish dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia,
Selasa (23/06) siang di kantornya.

Hingga Juni 2015, Nurcholish melalui organisasi Pusat Studi Agama dan Perdamaian telah
menikahkan sedikitnya 638 pasangan beda agama di seluruh Indonesia.

"Kita terus membantu para pasangan beda agama, sehingga mereka mendapatkan hak-haknya
untuk menikah," kata Nurcholish.

19
Pandangan Islam mengenai Pernikahan beda Agama
Agama-agama tidak menganjurkan nikah beda agama, bahkan ada institusi yang
mengharamkannya, demikian ICRP.

Pada 2005 lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya mengeluarkan fatwa yang
melarang pernikahan beda agama.

Tetapi menurut Nurcholish, sikap MUI tersebut hanyalah mewakili salah-satu dari sedikitnya
tiga interpretasi dari dalam Islam terhadap pernikahan beda agama.

Bahwa mereka memilih pandangan yang pertama, ya, silakan. Tapi, paling tidak, mereka
tidak memutlakkan bahwa satu-satunya pandangan pada Islam itu hanya pandangan yang
pertama.Ahmad Nurcholish.

Pertama, melarang secara mutlak baik bagi perempuan Muslim maupun laki-laki Muslim
untuk menikahi non-Muslim.

Kedua, membolehkan secara bersyarat, yaitu membolehkan pernikahan laki-laki Muslim


dengan perempuan non-Muslim, tetapi perempuan Muslim tidak boleh menikahi laki-kali
non-Muslim.

"Nah, saya pada kelompok ketiga, yaitu baik laki-laki maupun perempuan Muslim boleh
menikah dengan non-Muslim," kata Nurcholish seraya menyebutkan, tafsir sejumlah ulama
Islam yang membolehkan pernikahan beda agama.

Nurcholish mengaku sebagian penganut Islam di Indonesia berpatokan pada interpretasi yang
pertama, tetapi menurutnya penganut tafsir kedua dan ketiga juga berhak untuk hidup.

"Bahwa mereka memilih pandangan yang pertama, ya, silakan. Tapi, paling tidak, mereka
tidak memutlakkan bahwa satu-satunya pandangan pada Islam itu hanya pandangan yang
pertama," katanya.

Dibandingkan pada awal 1990-an, masyarakat Indonesia saat ini lebih bisa menerima praktek
pernikahan beda agama, katanya.

20
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan

Nikah menjadi wajib atas orang yang sudah mampu dan ia khawatir terjerumus pada
perbuatan zina. Sebab zina haram hukumnya, demikian pula hal yang bisa mengantarkannya
kepada perzinaan serta hal-hal yang menjadi pendahulu perzinaan (misalnya; pacaran) Maka,
barangsiapa yang merasa mengkhawatirkan dirinya terjerumus pada perbuatan zina ini, maka
ia wajib sekuat mungkin mengendalikan nafsunya. Manakala ia tidak mampu mengendalikan
nafsunya, kecuali dengan jalan nikah, maka ia wajib melaksanakannya.

Barangsiapa yang belum mampu menikah, namun ia ingin sekali melangsungkan akad
nikah, maka ia harus rajin mengerjakan puasa, hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Mas'ud
bahwa Nabi saw. pernah bersabda kepada kami, "Wahai para muda barangsiapa yang telah
mampu menikah di antara kalian, maka menikahlah, karena sesungguhnya kawin itu lebih
menundukkan pandangan dan lebih membentengi kemaluan: dan barangsiapa yang tidak
mampu menikah, maka hendaklah ia berpuasa; karena sesungguhnya puasa sebagai tameng."

Kini jelas sudah mengapa kita sebagai seorang muslim dan muslimah dianjurkan untuk
menikah oleh Allah SWT. Untuk itu bagi yang sudah merasa berkewajiban untuk menikah,
janganlah merasa bingung dengan beban yang akan ditanggung setelah menikah nanti karena
seperti yang telah di jelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwasannya Allah akan
memudahkan segala kesulitan hambaNya dan memberi kenikmatan arau rahmat yang lebih
kepada hambaNya dengan jalan pernikahan.

Dengan mengetahui Rukun, Syarat dan Tujuan pernikahan, hendaknya kita bisa menjadi
lebih Mawas Diri dalam mempersiapkan pernikahan itu sendiri dan bisa mengurangi potensi
adanya Problematika dalam pernikahan. Selain itu, Rukun dan Syarat pernikahan dalam Islam
yang dituangkan dalam fikih pernikahan atas dasar hukum hadits yang jelas, secara tidak
langsung menjadi Benteng bagi kita untuk bisa terhindar dari hal-hal yang dibenci Allah SWT,
seperti Perzinahan yang berujung Pernikahan usia dini, dan Pembunuhan akibat kehamilan di
luar nikah dan kasus-kasus lain diluar sana.

b. Kritik & Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna,
namun kami berharap para pembaca sekalian bisa mengambil manfaat dari makalah ini. Dan
untuk menyempurnakan makalah ini kami sangat mengharapkan koreksi yang bersifat
membangun.

21
DAFTAR PUSTAKA

https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/syarat-pernikahan-dalam-islam
https://dalamislam.com/hukum-islam/pernikahan/hukum-pernikahan
https://regional.kompas.com/read/2018/07/19/09373381/heboh-pernikahan-dua-remaja-di-
tapin-dibatalkan-sehari-setelah-pesta-2
https://regional.kompas.com/read/2019/04/29/15511921/siswi-sma-di-gresik-buang-bayinya-
karena-malu-hamil-di-luar-nikah
https://www.bbc.com/indonesia/majalah/2015/06/150629_bincang_juni2015_nurcholish

22

Anda mungkin juga menyukai