Anda di halaman 1dari 22

Tugas Kelompok : Dosen Pembimbing :

Study Hadis Winda Alisriani,M.Sy

SEJARAH PEMBINAAN DAN PENGHIMPUNAN HADIS

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2:

AUDY RAHMAN 12180212238


AULIANA NOVITRIANI 12180221182
ASWIN ZEIN SIRAIT 12180213663

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hikmah,hidayah,serta kesehatan dan umur yang panjang sehingga
makalah ini yang berjudul”Sejarah pembinaan dan penghimpunan hadist,hadist
pada masa Rasulullah,hadist pada masa sahabat”ini dapat kami selesai kan.Kami
juga berterima kasih kepada ibu Winda Alisriani,M.Sy. yang memberikan tugas
ini untuk pembelajaran dan penilaian untuk mata kuliah Studi Hadist ini.
Dalam makalah ini kami akan membahas masalah mengenai”Sejarah
pembinaan dan penghimpunan hadist. Kami menyadari sepenuh nya bahwa dalam
pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,kami
mengharapkan kritikan dan saran yang bisa membangun menuju kesempurnaan
daripada pembaca untuk kesempurnaan makalah kami selanjut nya.

i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah.................................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pembinaan/Proses Periodesasi Perkembangan Hadis ................................ 2
2.2 Sejarah Penghimpunan (Tadwin)/Mengumpulkan Hadis ....................................... 10

BAB III: PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 17
3.2 Saran........................................................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Istilah
hadis biasanya mengacu pada segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW., berupa sabda, perbuatan, persetujuan, dan sifatnya (fisik
ataupun psikis), baik yang terjadi sebelum maupun setelah kenabiannya
Walaupun demikian, mengambil hadits sebagai hujjah atau dasar atas setiap
perbuatan dan amalan kita tidaklah semudah berdalil dengan Al-Quran, sebab
Al-Quran merupakan firman Allah yang tingkat kebenarannya mutlak dan
pasti.
Sementara hadits, walaupun pada dasarnya disandarkan kepada Rasulullah
saw, namun dalam hal penetapannya sebagai hujjah tetap saja diperlukan
perhatian khusus. Karena tidak semua hadits memiliki kekuatan hujjah yang
sama.
Membicarakan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hadits bertujuan
untuk mengangkat fakta dan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulallah
SAW sampai sekarang.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Sejarah Pembinaan/Proses Periodesasi Perkembangan Hadis?
2. Sejarah Penghimpunan (Tadwin)/Mengumpulkan Hadis?

1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Pembinaan/Proses Periodesasi Perkembangan
Hadis
2. Untuk MengetahuiSejarah Penghimpunan (Tadwin)/Mengumpulkan Hadis
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pembinaan/Proses Periodesasi Perkembangan Hadis


Hadis Pada Abad 1 Hijriyah
2.1.1 Hadis Pada Masa Rasul SAW (13SH-11H)
Membicarakan hadis pada masa Rasul SAW. Berarti
membicarakan hadis pada awal pertumbuhannya. Maka dalam
uraiannya akan terkait langsung dengan pribadi Rasululah sebagai
sumber hadis.Rasulullah membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini
merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus
diwurudkannya hadis. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan
kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran
islam.Wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad
SAW dijelaskan Nabi melalui perkataan (aqwal), perbuatan (af’al),
dan penetapan (taqrir). Sehingga apa yang didengar, dilihat dan
disaksikan oleh para sahabat merupakan pedoman bagi amaliah dan
ubudiah mereka. Rasulullah merupakan contoh satu-satunya bagi para
sahabat, karena Nabi SAW memiliki sifat kesempurnaan dan
keutamaan selaku Rasul Allah SWT. Yang berbeda dengan manusia
lainnya.
a. Cara Rasuullah Menyampaikan Hadis
Ada beberapa cara Rasulullah menyampaikan hadis kepada para
sahabat, yaitu
1. Pertama, melalui para jama’ah pada pusat pembinaannya yang
disebut majlis Al-‘ilmi. Melalui majlis ini para sahabat
memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga
mereka berusaha utk selalu mengkonsentrasikan diri guna
mengikuti kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Rasulullah.

2
2. Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah juga
menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu , yang
kemudian mereka menyampaikannya kepada yang lain.
3. Ketiga, melalui pidato di tempat terbuka, seperti ketika haji
wada’ dan Fathul Makkah.
4. Keempat, Rasulullah memberikan contoh atau suri tauladan
pada kehidupan sehari-hari.
5. Kelima, Rasulullah juga mengajarkan kaum wanita, baik
kepada istri-istri beliau ataupun pada kaum muslimat di majlis.
b. Penyebaran Hadis Pada Masa Rasulullah
Penyebaran Hadis dilakukan semenjak hari pertama
Rasulullah diutus untuk berdakwah dalam penyebaran ajaran
islam. Hal ini dilakukan dari hari kehari yang mulanya secara
diam-diam di Dar al-Islam, yaitu Dar al-Arqam dan selanjutnya
dilakukan secara terang-terangan.
Adapun penyebaran hadis pada masa Rasulullah dilakukan dengan
cara:
1. Kesungguhan Rasulullah dalam berdakwah dan menyebarkan
islam. Beliau mencurahkan waktunya untuk menyampaikan
ajaran islam kepada para sahabat.
2. Kesungguhan para sahabat dalam mempelajari ilmu,
menghafalnya, dan menyampaikannya pada kaum muslimin
lainnya.
3. Peran para Ummul Mukminin r.a. dalam bertabligh dan
menyebarkan sunnah diantara istri-istri kaum muslimin.
4. Peran para sahabat dalam bertabligh dan menyebarkan sunnah
terhadap istri-istri mereka.
5. Penyebaran hadis diakukan sampai ke pusat-pusat
pemerintahan islam, bahkan ke pelosok suku-suku.
Setelah terbukanya kota Makkah banyak utusan-utusan
bangsa arab dari seluruh jazirah arab yang datang untuk

3
menghadap Rasulullah dan menyatakan berada dibawah
naungan islam. Rasulullah mengajarkan islam pada mereka
dan memberi petunjuk kepada mereka. Dari mereka ada yang
tinggal di Makkah dan ada yang kembali ke asal suku mereka.
Disinilah ajaran islam yang dibawa Rasulullah tersebar ke
seluruh Jazirah Arab.
c. Penghafalan dan Penulisan Hadis Pada Masa Rasulullah
Untuk memelihara kemurnian dan mencapai kemaslahatan
Al-Qur’an dan Hadis, sebagai dua sumber ajaran islam, Rasulullah
menempuh jalan yang berbeda. Terhadap Al-Qur’an beliau secara
resmi menginstruksikan kepada sahabat supaya ditulis disamping
dihafal. Sedangkan terhadap hadis beliau hanya menyuruh
menghafalnya dan melarang menulisnya secara resmi. Nabi SAW
bersabda: “Janganlah kalian menulis sesuatu dariku. Barang siapa
menulis sesuatu dariku selain Al-Qur’an, maka hendaklah dia
menghapusnya. Ceritakan saja yang diterima dariku, yang
demikian ini tidak mengapa, dan barang siapa dengan sengaja
berbohong tentang diriku hendaklah ia mengambil tempat
duduknya di neraka.” (HR. Muslim).
Maka segala hadis yang diterima dari Rasulullah oleh para
sahabat diingatnya secara sungguh-sungguh dan hati-hati. Mereka
sangat khawatir dengan ancaman Rasulullah untuk tidak terjadi
kekeliruan tentang apa yang diterimanya.
Ada dorongan kuat yang cukup memberikan motivasi
kepada para sahabat dalam kegiatan menghafal hadis ini. Pertama,
karena kegiatan menghafal merupakan budaya bangsa Arab yang
telah diwarisinya sejak pra Islam dan mereka terkenal kuat
hafalannya. Kedua, Rasulullah banyak memberikan spirit melalui
doa-doanya. Ketiga, sering kali Rasulullah menjanjikan kebaikan
akhirat kepada mereka yang menghafal hadis dan
menyampaikannya kepada orang lain.

4
Dibalik larangan Rasulullah SAW seperti pada hadis diatas,
ternyata ada beberapa sahabat yang memiliki catatan-catatan dan
melakukan penulisan terhadap hadis, para sahabat itu antara lain :
1. Abdullah Ibn Amr Al-‘Ash. Beliau memiliki catatan hadis
yang menurut pengakuannya dibenarkan oleh Rasulullah SAW.
Menurut suatu riwayat diceritakan bahwa orang-orang Quraisy
mengeritik sikap abdullah Ibn Amr, karena sikapnya yang
selalu menulis segala sesuatu yang datang dari Rasulullah
SAW. Mereka berkata : “Engkau tuliskan apa saja yang
datang dari Rasul, padahal Rasul itu manusia, yang bisa saja
bicara dalam keadaan marah”. Kritikan ini disampaikannya
kepada Rasulullah SAW kemudian beliau menjawabnya
dengan berkata : “ Tulislah! Demi zat yang diriku ada
ditangan-Nya, tidak ada yang keluar dari padanya kecuali
yang benar”. (HR Bukhari). Hadis- hadis yang terhimpun
dalam catatannya ini sekitar seribu hadits, yang menurut
pengakuannya diterima langsung dari Rasulullah ketika
mereka berdua tanpa ada orang lain yang menemaninya.
2. Jabir ibn Abdillah ibn Amr Al-Anshari (w. 78 H). Beliau
memiliki catatan hadis dari Rasulullah SAW mengenai
manasik haji. hadis – hadisnya kemudian diriwayatkan oleh
Muslim. Catatannya ini dikenal dengan Sahifah Jabir.
3. Abu Hurairah Al-Dausi (w. 59 H). Beliau memiliki catatan
hadis dan hadis- hadis nya ini diwariskan kepada anaknya
yang bernama Hammam.
4. Abu Syah (Umar ibn Sa’ad Al-Anmari) adalah seorang
penduduk yaman. Beliau meminta kepada Rasulullah SAW
dicatatkan hadis yang disampaikannya ketika pidato pada
peristiwa fathul Mekkah sehubungan dengan terjadinya
pembunuhan yang dilakukan oleh sahabat dari Bani Khuza’ah

5
kepada salah seorang lelaki Bani Lais. Rasulullah SAW
kemudian bersabda : “Kalian tuliskan untuk Abu Syah”.
Selain nama-nama diatas, masih banyak lagi nama-nama
sahabat lainnya yang mengaku memiliki catatan-catatan hadis
dan dibenarkan oleh Rasulullah SAW. Seperti Rafi’ bin Khadij,
Amr bin Hazm, dan Ibn Mas’ud.Ulama berpendapat bahwa
larangan menulis hadis tertentu terhadap mereka yang
dikhawatirkan akan mencampuradukkan hadits dengan Al-
Quran.
2.1.2 Hadis Pada Masa Sahabat (12-98H)
Periode kedua sejarah perkembangan hadis, adalah masa sahabat,
khususnya masa khulafaur Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khatab,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib). Masa ini juga disebut
dengan masa sahabat besar. Karena pada masa ini perhatian para
sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an,
maka periwayatan hadis belum begitu berkembang, dan kelihatannya
berusaha membatasinya. Oleh karena itu, masa ini oleh para ulama
dianggap sebagai masa yang menunjukkan adanya pembatasan
periwayatan ( al-tasabbut wa al-iqlal min al-riwayah ).
a. Menjaga Pesan Rasulullah
Rasulullah sangat disegani dan ditaati oleh para sahabat.
Mereka sadar bahwa mentaati Rasulullah adalah wujud dalam
berbakti kepada Allah SWT. Oleh karena itu, para sahabat sangat
bersungguh-sungguh dalam menerima segala yang diajarkan oleh
Nabi dan mentaatinya, baik yang berupa wahyu Al-Qur’an dan
Hadis Nabi.
Rasulullah pernah berpesan kepada para sahabat agar
berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Hadis serta
mengajarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabdanya:
“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, selama kalian
berpegang teguh padanya, maka kalian tidak akan tersesat

6
selamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur’an) dan sunnahku (Al-
Hadis).” (HR. Malik).Pesan-pesan Rasulullah sangat mendalam
pengaruhnya kepada para sahabat, sehingga segala perhatian yang
tercurah semata-mata untuk melaksanakan dan memelihara pesan-
pesannya. Kecintaan mereka kepada Rasulullah dibuktikan dengan
melaksanakan segala yang dicontohkannya.
b. Kehati-hatian Sahabat dalam Periwayatan Hadis
Pada masa khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali,
mereka sangat berhati-hati dalam periwayatan hadis. Jika
menerima hadis dari sahabat lainnya mereka meminta untuk
bersumpah dan meminta saksi atas kebenaran hadis tersebut.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar r.a. ketika mendengar
hadis: “Jika seseorang diantara kalian minta izin untuk bertamu
sampai tiga kali,tetapi tidak mendapatkan izin, maka hendaklah
dia pulang.” Maka Umar berkata: “Tegakkanlah saksi atasnya, jika
tidak, aku akan menyakitimu.”
Begitu juga yang diriwayatkan Ahmad, bahwa Ali
r.a.berkata: “Saya bila mendengar dari Rasulullah sebuah Hadis,
maka Allah memberikan manfaat bagiku sesuai dengan
kehendakNya, dan jika yang mengatakan kepadaku selain
Rasulullah, maka Aku akan meminta kepadanya untuk bersumpah.
Jika dia mau bersumpah, Maka aku membenarkannnya.”
Kehati-hatian para sahabat dalam meriwayatkan hadis
Rasulullah, karena khawatir terjerumus pada kesalahan dan karena
takut ada kesalahan/kekeliruan masuk kedalam Hadis. Padahal
Hadis merupakan sumber hukum setelah Al-Qur’an.
c. Proses Penerimaan Hadis Para Sahabat
Para sahabat dapat menghafal dengan baik ajaran-ajaran
Rasulullah, Karena disamping dorongan keagamaan, mereka juga
mempunyai hafalan yang kuat, ingatan yang teguh serta
mempunyai kecerdasan dan kecepatan dalam memehami sesuatu.

7
Hadis diterima para sahabat, baik secara langsung maupun tidak
langsung dari Rasulullah. Penerimaan hadis secara langsung
misalnya sewaktu Rasulullah memberi ceramah, pengajian,
khutbah atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat.
Sedangkan yang tidak langsung seperti mendengar dari sahabat
lain atau dari utusan-utusan.
d. Periwayatan Sahabat dengan Lafzhi dan Maknawi
Pembatasan atau penyederhanaan periwayatan hadis yang
ditunjukkan oleh para sahabat dengan sikap kehati-hatiannya,
tidak berarti hadis-hadis Rasul tidak diriwayatkan. Dalam batas-
batas tertentu hadis-hadis itu diriwayatkan, khususnya yang
berkaitan dengan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari seperti
dalam permasalahan ibadah dan muamalah.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan hadis dari
Rasulullah. Pertama dengan jalan periwayatan Lafzhi (redaksinya
persis seperti yang disampaikan Rasulullah), dan kedua, dengan
jalan periwayatan Maknawi (maknanya saja).
1. Periwayatan Lafzhi
Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang
redaksinya atau matannya persis seperti yang diwurudkan
Rasulullah. Ini hanya bisa dilakukan apabila mereka hafal benar
apa yang disabdakan Rasulullah.Kebanyakan sahabat
menempuh periwayatan hadis melalui jalan ini. Mereka
berusaha agar periwayatan hadis sesuai dengan redaksi dari
Rasulullah, bukan menurut redaksi mereka.Diantara para
sahabat yang paling keras mengharuskan periwayatan hadis
dengan jalan Lafzhi adalah Ibnu Umar. Ia seringkali menegur
sahabat yang membacakan hadis yang berbeda walau satu kata
dengan yang pernah didengarnya dari Rasulullah.
2. Periwayatan Maknawi

8
Periwayatan maknawi adalah periwayatan hadis
yang matannya tidak persis sama dengan yang didengarnya dari
Rasulullah, akan tetapi isi atau maknanya tetap terjaga secara
utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah tanpa
ada perubahan sedikitpun. Diantara para sahabat lainnya ada
yang berpendapat, bahwa dalam keadaan darurat, karena tidak
hafal persis seperti yang diwurudkan Rasulullah, boleh
meriwayatkan hadis secara maknawi. Meskipun demikian, para
sahabat melakukannya dengan sangat hati-hati dan teliti.
2.1.3 Hadis Pada Masa Tabi’in
Tabi’in adalah orang yang bertemu dengan sahabat dalam keadaan
muslim dan meninggal dunia dalam keadaan islam pula dan tidak
hidup pada masa Nabi Muhammad SAW.
Pada masa tabi’in, islam telah meluas ke negeri syam, irak, mesir,
Samarkand, bahkan pada tahun 93 H sampai ke spanyol. Yang
demikian karena keberangkatan para sahabat ke daerah-daerah
tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan
pemerintahan dan penyebaran ilmu agama. Sejalan dengan pesatnya
perluasan wilayah kekuasaan islam, penyebaran para sahabat ke
daerah-daerah tersebut terus meningkat, sehingga masa ini dikenal
dengan masa menyebarnya periwayatan hadis (intisyar al-riwayah ila
al-amshar). Para tabi’in menerima riwayat Hadis dari para sahabat,
baik di masjid-masjid ataupun tempat lainnya. Hadis-hadis yang
diterima para tabi’in, ada yang dalam bentuk catatan-catatan dan ada
pula yang dihafal.
a. Pergolakan Politik dan Pemalsuan Hadis
Pada masa tabi’in ini terdapat pergolakan politik.
Pergolakan politik ini sebenarnya sudah muncul sejak masa sahabat,
setelah terjadinya perang jamal dan perang siffin, yaitu ketika
kekuasaan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi akibatnya
cukup panjang dan berlarut-larut dengan terpecahnya umat islam

9
kedalam beberapa kelompok, yaitu Khawarij, Syi’ah, Mu’awiyah
dan golongan yang tidak termasuk dalam ketiga kelompok tersebut.
Dari pergolakan politik tersebut, secara langsung atau tidak
langsung telah berpengaruh pada perkembangan Hadis berikutnya,
Baik yang positif ataupun yang negatif. Pengaruh yang bersifat
negatif ialah dengan munculnya Hadis-hadis palsu (maudhu’)
untuk mendukung kepentingan politiknya masing-masing
kelompok dan untuk menjatuhkan posisi lawan-lawannya.
Sedangkan pengaruh yang positif adalah lahirnya rencana
dan usaha yang mendorong diadakannya kodifikasi atau tadwin
Hadis, sebagai upaya penyelamatan dari pemusnahan dan
pemalsuan, sebagai akibat dari pergolakan politik tersebut.

2.2 Sejarah Penghimpunan (Tadwin)/Mengumpulkan Hadis


Hadis Pada Abad Ke 2 Hijriyah
2.2.1 Latar Belakang Munculnya Pemikiran Usaha Tadwin Hadis
Setelah Agama Islam tersebar luas di masyarakat, dipeluk dan
dianut oleh penduduk yang tinggal di luar Jazirah Arab, dan para
sahabat yang tidak sedikit jumlahnya telah meninggal dunia, maka
terasa perlunya Hadis diabadikan dalam bentuk tulisan dan kemudian
dibukukan. Permasalahan ini menggerakkan hati Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (Khalifahh ke 8 dari Bani Umayah) yang menjabat
Khalifah antara tahun 99-101 hijriyah untuk menulis dan
membukukan Hadis.
Ada beberapa hal pokok mengapa Umar bin Abdul Aziz
mengambil sikap seperti ini. Pertama, para penghafal Hadis semakin
berkurang karena sudah banyak yang meninggal dunia. Apabila Hadis
tidak segera dikumpulkan dan dibukukan, maka Hadis dikhawatirkan
berangsur-angsur akan hilang. Kedua, sudah tidak ada kekhawatiran
tercampurnya antara Al-Qur’an dan Hadis. Ketiga, Hadis merupakan
salah satu sumber ilmu pengetahuan sehingga pembukuan Hadis

10
sangat diperlukan. Keempat, Khawatir akan tercampurnya antara
Hadis-hadis yang sahih dengan Hadis-hadis palsu.
2.2.2 Yang Pertama Kalinya Membukukan Hadis Nabi SAW
Orang yang pertama kali menaruh perhatian untuk membukukan
Hadis Nabi adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Syihab
al-Zuhri al-Madani. Dalam kitab al-Muwatha’ diriwayatkan dan
begitu juga dalam sunan al-Darimi, ketika Umar bin Abdul Aziz
menjabat khalifah, beliau merasa khawatir akan merosot dan
hilangnya ilmu karena meninggalnya para ulama, maka beliau
menyerukan kepada Abu Bakar bin Hazm untuk membukukan Hadis
Rasulullah seraya berkata: “Lihatlah, apa yang terjadi pada Hadis
Rasulullah atau Sunnahnya, atau Hadis dari ‘Amra atau lainnya, maka
tulislah karena aku mengkhawatirkan akan merosotnya ilmu dengan
meninggalnya para ulama.”Kemudian, Abu Bakar bin Hazm
menyerukan Muhammad bin Syihab al-Zuhri, yang dinilainya sebagai
orang yang lebih banyak mengetahui Hadis. Al-Zuhri tercatat sebagai
ulama besar pertama yang membukukan Hadis. Kebijaksanaan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz ini oleh sejarah dicatat sebagai
Kodifikasi Hadis yang pertama secara resmi. Peristiwa tersebut terjadi
di penghujung abad pertama hijriyah. Selanjutnya, kodifikasi Hadis
dilakukan pada masa dinasti Abbasiyah.
2.2.3 Gerakan Menulis Hadis Pada Kalangan Tabi’in dan Tabi’at
Tabi’in Srrtelah Ibnu Syihab Az-Zuhri
Ada ulama ahli Hadis yang berhasil menyusun kitab tadwin, yang
bisa diwariskan kepada generasi sekarang, yaitu Malik bin Anas di
Madinah, dengan kitab hasil karyanya yaitu Al-Muwatha’. Kitab
tersebut disusun pada tahun 143 H atas permintaan khalifah Al-
Mansur. Para ulama menilai Al-Muwatha’ ini sebagai kitab tadwin
yang pertama dan banyak dijadikan rujukan oleh para muhaddis
selanjutnya.

11
Hadis Pada Abad Ke 3 Hijriyah
1. Masa Seleksi dan Peyempurnaan Serta Pengembangan Sistem
Penyusunan Kitab Hadis
a. Masa Penyaringan Hadis
Masa seleksi atau penyaringan Hadis terjadi ketika
pemerintahan dipegang oleh Dinasti Bani Abbas, khususnya
sejak masa Al-Makmun sampai dengan Al-Muktadir (sekitar
tahun 201-300 H). Munculnya periode seleksi ini, karena pada
periode sebelumnya, yakni periode tadwin, belum berhasil
memisahkan beberapa Hadis Mauquf dan Maqthu’ dari Hadis
Marfu’. Begitu pula belum bisa memisahkan beberapa Hadis
yang dhaif dari yang sahih. Bahkan masih ada Hadis yang
Maudhu’ tercampur pada Hadis yang sahih.
Pada masa ini para ulama bersungguh-sungguh
mengadakan penyaringan Hadis yang diterimanya. Melalui
kaidah-kaidah yang ditetapkannya, para ulama pada masa ini
berhasil memisahkan Hadis-hadis yang dhaif (lemah) dari yang
sahih dan Hadis-hadis yang Mauquf (periwayatannya berhenti
pada sahabat) dan yang Maqthu’ (terputus) dari yang Marfu’
(sanadnya sampai Nabi SAW). Berkat keuletan dan keseriusan
para ulama pada masa ini, maka bermunculan kitab-kitab Hadis
yang hanya memuat Hadis-hadis sahih. Kitab-kitab tersebut
pada perkembangannya kemudian, dikenal dengan Kutub Al-
Sittah (Kitab induk yang enam). Ulama yang berhasil menyusun
kitab tersebut, ialah Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari, yang
terkenal dengan “Imam Bukhari”(194-252 H) dengan kitabnya
Al-Jami’ Al-Shahih. Kemudian Abu Husain Muslim bin Al-
Hajjaj Al-Kusairi Al-Naisaburi, yang dikenal dengan “Imam
Muslim”(204-261 H) dengan kitabnya juga disebut Al-Jami’ Al-
Shahih. Para ulama merespon kedua kitab tersebut dengan sikap

12
menerima, dan sepakat bahwa keduanya adalah kitab paling
shahih setelah Al-Qur’an al-Karim. Imam Nawawi
berkata,”Para ulama sepakat bahwa kitab paling shahih setelah
Al-Qur’an adalah kitab Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim,
sedangkan umat menerima keduanya.”Usaha yang sama juga
dilakukan oleh Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’as bin Ishaq Al-
Sijistani (202-275 H), Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah Al-
Tirmidzi (200-279 H) dan Abu Abdillah bin Yazid bin Majah
(207-273 H). Hasil karya keempat ulama ini dikenal dengan
kitab “Sunan”, yang menurut para ulama kualitasnya dibawah
karya Bukhari dan Muslim.
Secara lengkap kitab-kitab yang enam diatas, diurutkan
sebagai berikut:
1. Shahih al-Bukhari, karya Imam al-Bukhari
2. Shahih Muslim, karya Imam Muslim
3. Sunan Abi Daud, karya Imam Abu Daud
4. Sunan al-Tirmidzi, karya Imam al-Tirmidzi
5. Sunan al-Nasa’i, karya Imam al-Nasa’i
6. Sunan Ibni Majah, karya Imam Ibnu Majah
b. Bentuk penyusunan Kitab hadist pada Abad ke 3 Hijriyah
1. Kitab Shahih, kitab ini hanya menghimpun hadist-hadist
sahih,sedangkan yang tidak shahih tidak dimasukkan
kedalamnya. Penyusunannya berbentuk Mushannaf, Yaitu
penyajian berdasarkan bab masalah tertentu. Hadis yang
dihimpun menyangkut masalah fiqh, aqidah, akhlak, sejarah
dan tafsir. Contoh : sahih Muslim dan sahih Bukhari.
2. Kitab Sunan. Didalam kitab ini dijumpai hadis yang sahih
dan juga hadis dhaif yang tidak terlalu lemah dan
mungkar.Terhadap hadist dhaif dijelaskan sebab
kedhaifannya. Bentuk penyusunannya berbentuk Mushannaf
dan hadistnyaterbatas hanya pada masalah fiqh . Contoh :

13
Sunan Abu Dawud, Sunan at Turmidzi, Sunan al Nasai,
Sunan Ibn Majah dan Sunan al Darimi.
3. Kitab Musnad. Didalam kitab ini hadis disususn berdasrkan
nama perawi pertama. Urutan nama perawi pertama ada yang
berdasrkan kabilah seperti bani hasyim dsb. Ada juga yang
berdasarkan nama sahabat berdasrkan urutan waktu memeluk
Islam. Contoh : Musnad Ahmad ibn Hanbal, Musnad Abu
qasim Albaghawi, dan musnab ustman ibn abi syaibah.
Hadist Pada Abad Ke 4 sampai Ke 5
2. Masa Pemeliharaan, Penertiban, Penambahan, dan Penghimpunan
Hadis
a. Kegiatan periwayatan Hadist pada periode ini.
Periode ini dimulai pada masa Khlifah Al Muktadir
sampai Khalifah Al Muktashim. Meskipun kekuasaan Islam
Pada periode ini mulai melemah dan bahkan mengalami
keruntuhan pada abad ke-7 Hijriah akibat serangan Hulaqu
Khan, Cucu dari Jengis Khan. Kegiatan para Ulama Hadis tetap
berlangsung sebagaimana periode-periode sebelumnya, hanya
saja hadis-hadis yang dihimpun pada periode ini tidaklah
sebanyak penghimpunan pada periode-periode sebelumnya,
kitab-kitab hadis yang dihimpun pada periode ini diantaranya
adalah :
1. Al Shahih oleh Ibn Khuzaimah.(313 H)
2. Al Anma’wa al Taqsim oleh Ibn Hibban (354 H)
3. Al Musnad oleh Abu Amanah ( 316 H)
4. Al Mustaqa oleh Ibn Jarud.
5. Al Mukhtarah oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahid al
Maqdisi.
Setelah Lahirnya karya-karya diatas maka kegiatan para
ulama berikutnya pada umumnya hanyalah merujuk pada karya–
karya yang telah ada dengan bentuk kegiatan mempelajari,

14
menghafal, memeriksa dan menyelidiki sanad-sanadnya dan
matannya.
b. Bentuk Penyusunan Kitab Hadis pada masa periode ini:
Para Ulama Hadis Periode ini memperkenalkan sistem baru
dalam penyusunan Hadis, yaitu :
1. Kitab Athraf, didalam kitab ini penyusunannya hanya
menyebutkan sebagian matan hadis tertentu, kemudian
menjelaskan seluruh sanad dari matan itu, baik dari
sanad kitab hadis yang dikutib matannya ataupun dari
kitab-kitab lainya contohnya : Athraf Al Shahihainis,
oleh Al Dimasyqi (400 H), Athraf Al Shahihainis, oleh
Abu Muhammad khalaf Ibn Muhammad al Wasithi
(401 H), Athraf Al Sunnah al arrba’ah, oleh Ibn Asakir
al dimasyqi (571 H), Athraf Al Kutub al Sittah, oleh
Muhammad Ibn Tharir al Maqdisi ( 507 H).
2. Kitab Mustadhrak, Kitab ini memuat matan Hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari atau Muslim, atau keduanya
atau lainnya, dan selanjutnya penyusun kitab ini
meriwayatkan matan hadis tersebut dengan sanadnya
sendiri, conntoh : Mustadhrak Shahih Bukhari oleh
Jurjani, Mustadhrak Shahih Muslim, oleh Abu Awanah
(316 H), Mustadhrak Bukhari Muslim, oleh Abu bakar
Ibn Abdan al Sirazi (w.388 H)
3. Kitab Jami’, Kitab ini menghimpun Hadist-hadist yang
termuat dalam kitab-kitab yang telah ada yaitu yang
menghimpun hadis shahih Bukhari dan Muslim.
Contohnya: Al Jami’ bayn al Shahihaini oleh Ibnu Al
Furat. Al Jami’ bayn al Shahihaini oleh Muhammad bin
Nashir al Humaidi (488 H),Al Jami’ bayan al
Shahihaini oleh Al Baqhawi (516 H)

15
Hadist Abad Ke 5 sampai Sekarang
3. Periode Mengklasifikasikan dan Mensistematiskan Susunan Kitab-
Kitab Hadis
Usaha ulama ahli hadis pada abad ke 5 sampai sekarang
adalah ditujukan untuk mengklasifikasikan Hadis dengan
menghimpun hadis-hadis yang sejenis kandungannya atau sejenis
sifat-sifat isinya dalam satu kitab hadis. Disamping itu mereka pada
men-syarahkan dan mengikhtishar kitab-kitab hadis yang telah
disusun oleh ulama yang mendahuluinya. seperti yang dilakukan
oleh Abu 'Abdillah al-Humaidi (448 H.) adapun contoh kitab-kitab
hadits pada periode ini antara lain:
a. Sunan al-Kubra, Karya abu Bakar Ahmad bin Husain 'Ali al-
Baihaqy (384-458 H.)
b. Muntaqa al-Akhbar, karya Majduddin al-Harrany (652 H.)
c. Fathu al-Bari Fi Syarhi al-Bukhari, Karya Ibnu Hajar al-
'Asqolany (852 H.).
d. Nailu al-Awthar, Syarah kitab Muntaqa al-Akhbar, karya al-
Imam Muhammad bin Ali al-Syaukany (1172- 1250 H.)
e. Hadis pada masa abad ke 5 H sampai sekarang hanya ada
sedikit tambahan dan modifikasi kitab-kitab terdahulu.
Sehingga karya-karya ulama hadits abad kelima lebih simple
dan sistematis.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada masa permulaan Al-Qur’an masih diturunkan, Nabi
Muhammad SAW melarang menulis hadis karena dikhawatirkan akan
bercampur dengan penulisan Al-Qu’ran. Pada masa itu, di samping
menyuruh menulis Al-Qur’an, Nabi Muhammuad SAW juga menyuruh
menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an
Walaupun beberapa sahabat sudah ada yang menulis hadis, namun hadis
masih belum dibukukan sebagaimana Al-Qur’an. Umat Islam terdorong
untuk membukukan hadis setelah agama Islam tersiar di daerah-daerah
yang jauh bahkan banyak di antara ulama para penghafal Hadis yang
wafat
Menurut pendapat yang populer di kalangan ulama hadis, yang pertama-
tama menghimpun hadis serta membukukannya adalah Ibnu Syihab az-
Zuhri, kemudian diikuti oleh ulama-ulama di kota-kota besar lainnya.
Penulisan dan pembukuan hadis Nabi SAW ini dilanjutkan dan
disempurnakan oleh ulama-ulama hadis pada abad berikutnya, sehingga
menghasilkan kitab-kitab yang besar seperti kitab al-Muwaththa’,
Kutubus Sittah dan lain sebagainya.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis,menyadari akan ketidak sempurnaannya
makalah yang kami buat ini. Karena di dunia ini sungguh tidak ada yang
sempurna melainkan Allah Swt. Maka dari itu, kami selaku penulis
meminta kritik dan saran terhadap makalah yang kami buat.Untuk
meotivasi kami agar menjadi yang lebih baik.

17
Daftar Pustaka

Suparta, Munzier. 2003. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Gufron, Mohammad dan Rahmawati. 2013. ULUMUL HADITS. Yogyakarta: Te

Anda mungkin juga menyukai