A. Pendahuluan
Seperti yang kita ketahui bahwa ibadah sholat sebagai satu amalan wajib bagi seluruh umat
Islam seperti halnya dalam firman Allah:
Artinya: Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat). (QS:
al-Israa’:78)
Demikianlah Allah memerintah untuk melaksanakan sholat fardhu yang lima waktu, yaitu
sholat Isya, Shubuh, Dhuhur, ‘Ashar, dan Maghrib. Kelima sholat tersebut merupakan rangkaian
sholat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat Islam yang beriman kepada Allah swt.
Selain harus melaksanakan sholat fardhu lima waktu yang wajib tersebut, umat Islam juga
diperintahkan untuk melaksanakan berbagai macam sholat sunnah, yang berfungsi untuk
menyempurnakan amalan sholat-sholat fardhu. Salah satu sholat sunnah yang diperintahkan
adalah sholat sunnah rawatib, sebagaimana banyak terdapat pada hadits-hadits Rasulullah saw.
Sholat sunnah rawatib merupakan salah satu jenis sholat sunnah yang dikerjakan ketika sebelum
atau sesudah melaksanakan sholat-sholat wajib atau sholat fardhu.
Sholat sunnah rawatib yang dilaksanakan sebelum sholat fardhu disebut dengan sholat
sunnah Qobliyah, sedangkan sholat rawatib yang dikerjakan sesudah mengerjakan sholat fardhu
disebut dengan sholat sunnah Ba’diyah. Sedangkan mengenai kesunahannya, sholat sunnah
rawatib ada yang hukumnya sunnah muakkad, ada pula yang sunnah ghoiru muakkad. Sholat
sunnah rawatib dikerjakan sebanyak dua rakaat atau ada juga yang dilakukan sebanyak empat
rakaat.
Di sini penulis akan mencoba menjelaskan dan memberi gambaran amaliyah sholat-sholat
yang termasuk dalam sholat sunnah muakkad dan sholat sunnah ghoiru muakkad yang
diharapkan mampu memberi pengetahuan dan pemahaman akan pentingnya sholat-sholat sunnah
tersebut.
B. Substansi Kajian
1. Sholat Sunnah Muakkad
a) Pengertian Sholat Sunnah Muakkad
Shalat sunnah muakad adalah shalat sunnah yang dikuatkan atau shalat sunnah yang selalu
dikerjakan Rasulullah dan jarang ditinggalkannya.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat sunnah muakad adalah sebagai berikut:
1) Tidak didahului adzan dan iqomah
2) Diaksanakan secara munfarid (sendirian) kecuali shalat sunnah idain
3) Dimulai dengan niat sesuai dengan jenis shalatnya
4) Dilaksanakan dengan dua rakaat-salam
5) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
6) Bacaan sunnah ada yang dibaca sirri (berbisik): shalat dhuha dan shalat sunnah rawatib dan
ada yang dibaca jahr (keras): shalat sunnah idain[1].
b) Macam-macam shalat sunnah muakad
Dari pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa sholat sunnah muakkad adalah sholat
sunnah yang di anjurkan oleh Rasulullah sehingga rasulullah berat untuk meninggalkannya.
Adapun macam-macam dari sholat sunnah muakkad adalah sebagai berikut:
1) Shalat sunnah rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu baik dikerjakan
sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Yang sering disebut shalat qobliyah (sebelum), shalat
ba’diyah (sesudah)[2]. Dari beberapa macam sholat sunnah qobliyah dan ba’diyah yang ada, ada
beberapa yang termasuk dalam sholat sunnah rawatib muakkad, yaitu sholat rawatib yang
dianjurkan oleh Rasulullah saw.
Adapun yang termasuk shalat sunnah rawatib muakkad menurut kesepakatan semua ulama
adalah yang memiliki ketentuan sebagi berikut:
1) Dua rakaat sebelum shalat subuh
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan oleh Nabi, sebagai berikut:
ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺧﺍﺮﻯ. ﻋﻟﻰ ﺸﻴﺊ ﻤﻥ ﺍﻠﻧﻮﺍ ﻓﻞ ﺃﺸﺪ ﻤﻧﻪ ﺗﻌﺎﻫﺪﺍﻋﻠﻰ ﺮﻜﻌﺘﻰ ﺍﻠﻓﺠﺮ.ﻡ ﻠﻡ ﻳﻜﻦ.ﻋﻦ ﻋﺎﺌﺸﻪ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﺺ
Artinya: dari Aisyah r.a.. “tidak ada shalat sunnah yang dipentingkan oleh Nabi SAW selain dua
rakaat sebelum subuh (shalat fajar).” (H.R. Al-Bukhari: 1093)
2) Empat rakaat sebelum shalat dzuhur
[4](ص ِﻠِّﻰ قَ ْب َﻞ ْﺍﻟ ُﺠ ْﻤﻌَ ِة ﺍ َ ْرﺑَﻌًﺎ َوﺑَ ْﻌﺪَﻫَﺎ ﺍَ ْرﺑَﻌًﺎ (روﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮمذﻯ
َ ُﻰ هللاُ َﻋ ْنﻪُ ﻳ ِ ﺍ َ َّﻥ ﺍﺑْﻦَ َم ْسﻌُ ْﻮ ٍد َر
َ ض
Artinya: ”Sesungguhnya Ibnu Mas’ud melakukan shalat empat rakaat sebelum dan setelah
shalat Jum’at”. (HR At Tirmidzi)
3) Dua rakaat sesudah shalat dzuhur
ُّ ت قَ ْب َﻞ ﺍﻟ
ظ ْه ِﺮ ٍ صﻠَّﻰ ﺍَ ْرﺑَ َع َر َكﻌَﺎ
َ َم ْﻦ: سﻠَّ َم َ ُصﻠَّﻰ هللا
َ ﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َو َ ِس ْﻮ ُل هللا ْ َﻰ هللاُ َﻋ ْن َهﺎ قَﺎﻟ
ُ قَﺎ َل َر,ت َ ض ِ َﻋ ْﻦ ﺍ ُ ِ ِّﻡ َحبِ ْﻴبَةَ َر
(ﺎر )روﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮمذﻯ ِ َّ نﺍﻟ ﻰ َ ﻠ ﻋ
َ ُ هللا ُ ﻪ َ َّ َوﺍ َ ْر َﺑ ًﻌﺎ َﺑ ْﻌﺪَﻫَﺎ َح
م ﺮ
Artinya: Dari Umi Habibah Ra. berkata, Rasulullah Saw. bersabda: “Barang siapa shalat
empat rakaat sebelum Dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkannya
masuk neraka”. (HR At Tirmidzi).
Catatan :
Yang dimaksud dengan empat rakaat dalam hadits di atas adalah dua rakaat sunnah muakkad
dan dua rakaat sunnah ghairu muakkad.
4) Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5) Dua rakaat sesudah shalat isya’[5]
ُّ َر ْك َﻌﺘَﻴ ِْﻦ قَ ْب َﻞ ﺍﻟ,س َّﻠ َم
ظ ْه ِﺮ َ صﻠَّﻰ هللاُ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ َو
َ ِس ْﻮ ِل هللاُ ظتً َﻋ ْﻦ َر ْ َح ِف:َﻰ هللاُ َﻋ ْنﻪُ قَﺎلَ ضِ ﻋ َﻤ َﺮ َر
ُ َﻋ ِﻦ َﻋ ْب ِﺪ هللاِ ﺑ ِْﻦ
ﺍء (روﺍﻩ ﺍﻟبخﺎرﻯ ْ َ َ
ِ َورك َﻌﺘﻴ ِْﻦ ق ْب َﻞ ﺍﻟغَﺪ ْ َ َﺎء ْ َ ْ
ِ ب َو َركﻌَﺘﻴ ِْﻦ ﺑَ ْﻌﺪَ ﺍﻟ ِﻌﺸ ْ ْ َ ْ
ِ َو َركﻌَﺘﻴ ِْﻦ ﺑَ ْﻌﺪَ ﺍﻟ َﻤغ ِﺮ,ظ ْه ِﺮُّ َو َر ْكﻌَﺘَﻴ ِْﻦ ﺑَ ْﻌﺪَ ﺍﻟ
([6]ومسﻠم
Artinya: Dari Abdullab bin Umar Ra. berkata : “Saya hafal dari Rasulullah Saw. dua rakaat
sebelum Dzuhur dan dua rakaat sesudah Dzuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat
sesudah Isya dan dua rakaat sebelum Shubuh”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Syafi’i 1 rakaat -
2. Shalat Tahajjud
Shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari. Waktu yang paling
baik ialah dilaksanakan sesudah bangun tidur setelah shalat isya’ sepertiga malam yang terakhir.
Jumlah bilangan rakaatnya paling sedikit dua rakaat dan paling banyak tidak terbatas. Allah
berfirman: surat al-isra’: 79
$YB$s)tB y7sWyèö7tƒy7•/u‘ br& #Ó|¤tã y7©9 \'s#Ïù$tR ¾ÏmÎ/ ô‰¤fygtFsù È@ø‹©9$# z`ÏBur
ÇÐÒÈ #YŠqßJøt¤C
Artinya: “dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu
ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang
Terpuji.”
Dalam melaksanakan shalat tahajjud, maka seseorang disunnahkan untuk melakukan hal-hal
berikut:
a. Niat bangun malam untuk mengerjakan shalat tahajjud ketika akan tidur
b. Menghilangkan kantuk dengan bersuci dan melihat ke langit sambil berdo’a
c. Sebaiknya dimulai dengan shalat iftitah sebelum shalat tahajjud
d. Hendaklah membangunkan keluarganya untuk bersama-sama mengerjakan perbuatan mulia tsb.
e. Tidak memaksakan diri, bila mengantuk hendaklah tidur terlebih dahulu kemudian melanjutkan
kembali
Tentang waktunya, shalat malam boleh dikerjakan dipermulaan, pertengahan, atau
penghabisan malam, dengan syarat sudah melakukan shalat isya’. Dan dikatakan bahwasannya
ada waktu-waktu utama dalam melaksanakan shalat tahajjud ini, yaitu: pada sepertiga malam
yang akhir sudah tiba.
3. Shalat tarawih
Shalat sunnah tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari, pada bulan
ramadhan. Waktunya setelah melaksanakan shalat isya’ sampai menjelang subuh.
Bilangan rakaat shalat tarawih
Madzhab Bilangan Alasan
Syafi’I 20 Berdasarkan yang dilakukan oleh
Hanafi 20 Khalifah Umar bin Khatab dalam
rangka mensyiarkan malam
Hambali 20 ramadhan
Melihat penduduk Madinah
Maliki 39 melakukan shalat tarawih 39 rakaat
disertai shalat witir
melihat Nabi melakukan shalat
hadits malam pada bulan ramadhan
11
Aisyah maupun selain ramadhan hanya
sebanyak 11 rakaat
Perbedaan pendapat tentang hal ini tidak perlu menjadi bahan pertentangan karena tarawih
itu merupakan bagian dari shalat malam yang jumlah rakaatnya tidak terbatas. Semua itu untuk
menghidupkan malam ramadhan yang banyak berkahnya. Jika shalat tarawih dilaksanakan empat
rakaat maka tidak diselingi dengan tasyahud awal.[11]
Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat idul fitri dan idul adha, yaitu:
Madzhab Hukum
Fardhu ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat jum’at
Hanafi tetapi jika tidak dipenuhi kewajiban tersebut maka akan
menjadi gugur.
Maliki Sunnah muakkad
Syafi’i Sunnah muakkad
Hambali Fardhu kifayah
Kedua shalat hari raya tersebut pada prinsipnya sama dalam hal tata caranya, kecuali niat dan
waktunya yang berbeda. Jumlah rekaat keduanya juga sama, yaitu dua rekaat. Waktu
melaksanakan shalat ‘Idain ini adalah sejak terbit matahari sampai tergelincir matahari. Akan
tetapi, shalat ‘Idul Fitri lebih baik diakhirkan sedikit daripada shalat ‘Idul Adha yang
disunnahkan lebih pagi.
Setelah selesai melakukan shalat ‘Idain ini disusul dengan khutbah. Nabi dan para shahabatnya
melakukan shalat ‘Idain sebelum khutbah seperti yang dijelaskan oleh Ibnu ‘Umar:
.)ﻰ هللا ﻋﻠﻴﻪ وسﻠِّم و ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ وﻋﻤﺮ ﻳصﻠِّﻮﻥ ﺍﻟﻌﻴﺪﻳﻦ قبﻞ ﺍﻟخطبة (روﺍﻩ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋة
ِّ كﺎﻥ رسﻮل هللا صﻠ
Artinya: Adalah Rasulullah Saw., Abu Bakar, dan ‘Umar melakukan shalat ‘Idain sebelum
khutbah (HR. Jama’ah ahli hadits).
3. Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika matahari sudah
naik, yaitu kira-kira setinggi tombak sampai matahari tergelincir yaitu menjelang waktu dhuhur.
Hukum mengerjakan shalat dhuha adalah sunnah. Shalat dhuha memiliki keutamaan yang besar
bagi pelakunya sehingga rasulullah menganjurkan para sahabat dan seluruh kaum muslim untuk
melaksanakannya.
Bilangan rakaat shalat dhuha. Shalat dhuha dikerjakan sekurang-kurangnya dua rakaat dan
sebanyak-banyaknya sebelas rakaat.
Tata Cara Shalat Dhuha
Tata cara shalat dhuha sama dengan shalat lainnya. Hanya saja pada rakaat pertama
dianjurkan membaca surat Al-fatihah kemudian surat Asy-Syams sedangkan rakaat surat Al-
fatihah lalu surat ad-dhuha. Jika belum hafal boleh menggunakan surat apa saja.[16]
3. Sketsa Praktek Sholat Sunnah Takhiyatul Masjid
Dalam sketsa ini adalah gambaran jelas bagaimana pelaksanaan dari salah satu sholat sunnah
ghoiru muakkad,yaitu sholat tahiyatul masjid.
C. Skema
Sholat Sunnah
Sunnah Muakkad
Rawatib
Rawatib
Tahiyatul Masjid
Idhain
Malam
Dhuha
Witir
Tahajjud
Tarawih
Daftar Pustaka
Abyan, Amir. (2008). Pendidikan Agama Islam Fikih. Semarang: PT karya Toha Putra.
Mughniyah, Jawad. (2010). Fiqih Lima madzab.Jakarta: Penerbit Lentera.
Darsono, Ibrahim. (2008). Penerapan fikih. Solo: Tiga Serangkai.
Taufiq, Abdurrahman. (2006). Bidayatul Mujtahid. Jakarta: Pustaka Azzam.
Bagir, Muhammad. (2008). Fiqh Praktis.Bandung: Penerbit Karisma.
Alhusaini. (2007). Kifayatul Akhyar. Surabaya: Bina Iman Printing.
Sabiq, Sayyid. (2004). Fiqhus Sunnah.Jakarta: Darul Fath.
Shalat Tarawih Menurut Mazhab Empat, diakses pada tanggal 7 April 2013 dari
http://nuruddina.blogspot.com/2010/09/shalat-tarawih-menurut-mazhab-empat.html
(http://Redhabelajarikhlas.blogspot.com)