Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TAYAMUM

Dosen Pembimbing :
WAHYUNI RISMA, M.H

Di Susun Oleh
DILLA SARTIKA

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR BUKITTINGGI


PROGRAM STUDI HUKUM
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Semoga Makalah yang berjudul “TAYAMUM” yang penulis buat ini bisa
menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca. Meski telah disusun
secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis sebagai manusia biasa sangat
menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari
kata sempurna. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Payakumbuh, Agustus 2021

(Dilla Sartika)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1
D. Manfaat Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 4

A. Pengertian Tayamum ................................................................................... 2


B. Dasar Hukum Taharah ................................................................................. 2
C. Sebab-Sebab Sehingga Diperbolehkannya Tayamum ................................... 3
D. Tata Cara Bertayamum .................................................................................. 3

BAB II PENUTUP ................................................................................................... 8

A. Kesimpulan .............................................................................................. 8
B. Analisis..................................................................................................... 8

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam setiap dimensi kehidupan manusia, hidup bersih sudah merupakan kebutuhan
hidup. Apalagi bagi umat islam yang memang ada syari’at yang mewajibkan umatnya untuk
hidup bersih. Lebih dari itu, kaum muslimin diperintahkan untuk mensucikan raganya dari
hadats besar dan kecil pada saat-saat tertentu, terutama ketika mereka hendak menghadap
Rabbnya dalam shalat. Yang dalam istilah fiqihnya disebut “Thaharah (bersuci)”.

Ketika kita tidak bisa bersuci dari hadats dengan berwudhu atau mandi karena
sebab/keadaan darurat, maka kita masih dapat untuk menghilangkan hadats dengan cara
tayamum. Tayamum ini adalah bentuk kecintaan Allah kepada umat Islam dengan
memberikan keringanan (rukhsah) dalam beribadah menurut kemampuan masing-masing.

Semua rukhsah itu tidak bisa dilakukan jika kita tidak mengetahui syarat, rukun dan
tata caranya. Untuk itu kami susun makalah ini yang memuat didalamnya tentang hal-hal
yang berkaitan dengan thaharah dalam keadaan darurat, dalam hal ini tayamum.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tayaamum ?


2. Apa dasar hukum tayamum!
3. Apa sebab-sebab sehingga diperbolehkannya tayamum?
3. Bagaimana tata cara bertayamum ?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari tayamum.


2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar hukum dari tayamum
3. Untuk mengetahui apa saja sebab-sebab sehingga diperbolehkannya tayamum.
3. Untuk mengetahui cara bertayamum yang benar.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tayamum
Pengertian Tayamum secara lughat (etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan
secara sraya’ (terminologi) yaitu “Mendatanakan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan
sampai sikut dengan syarat dan rukun tertentu”[1].
Tayamum diperbolehkan pada tahun ke-6 Hijriyah, sebagai keringanan (rukshah)
yang diberikan kepada umat Isalam. Tayamum merupakan pengganti dari thaharah, ketika
seseorang tidak dapat mandi atau wudhu[2]. Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar
untuk bertayamum adalah dalam firman Allah surat Al-Maidah ayat 6, yang berbunyi :
‫س ُح ۡوا بِ ُر ُء ۡو ِس ُك ۡم َواَ ۡر ُجلَ ُك ۡم اِلَى ۡالـكَعۡ بَ ۡي ِنؕ َوا ِۡن ُك ۡنت ُ ۡم‬ َ ۡ‫ق َوام‬ ِ ِ‫اغ ِسلُ ۡوا ُو ُج ۡو َه ُك ۡم َوا َ ۡي ِد َي ُك ۡم اِلَى ۡال َم َراف‬
ۡ َ‫ص ٰلوةِ ف‬ َّ ‫اِذَا قُمۡ ت ُ ۡم اِلَى ال‬
‫سا ٓ َء فَلَ ۡم ت َِجد ُۡوا َما ٓ ًء فَتَ َي َّم ُم ۡوا‬ ِ ‫سفَ ٍر ا َ ۡو َجا ٓ َء ا َ َحد ٌ ِم ۡن ُك ۡم ِمنَ ۡالغَا ٓ ِٕٮ ِط ا َ ۡو ٰل َم ۡست ُ ُم‬
َ ‫الن‬ َ ‫ض ٰٰۤى ا َ ۡو َع ٰلى‬ َّ ‫ُجنُبًا فَا‬
َ ‫ط َّه ُر ۡواؕ َوا ِۡن ُك ۡنت ُ ۡم َّم ۡر‬
)٦ : ‫س ُح ۡوا ِب ُو ُج ۡو ِه ُك ۡم َواَ ۡيد ِۡي ُك ۡم ِم ۡنهُ (المئدة‬ َ ‫ص ِع ۡيدًا‬
َ ‫طيِبًا فَ ۡام‬ َ
Artinya :
“Jika kamu hendak melakukan shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku. Dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai ke mata kaki. Dan kalau kamu junub (wajib
mandi) bersihkanlah dirimu (mandilah). Dan kalau kamu sedang sakit atau sedang bepergian
atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau bersetubuh dengan perempuan, lalu kamu
tidak menemukan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih), kemudian
sapulah wajah dan tangan kamu dengan tanah tersebut”
(QS. Al-maidah : 6)
Dan salah satu hadits Nabi yang berbunyi :
)‫سلَّ ْم جعلت لنااٲلرض كلها مسجدا وتربتها طهورا (رواه مسلم‬
َ ‫علَ ْٻ ِه و‬ ٓ ‫صلَى‬
َ ‫ّللا‬ َ ‫قَال النَّ ِبى‬
Artinya :
“Bumi dijadikan untuk-Ku sebagai mesjid dan debunya dapat mensucikan”.
(HR.Muslim)
Dari Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 6 tersebut telah jelas bahwa tayamum
merupakan pengganti wudhu atau mandi ketika seseorang dalam keadaan udzur, baik seperti
sedang sakit, sedang dalam perjalanan jauh ataupun tidak adanya air ketika hendak berwudhu
atau mandi.
Dalam hal ini tayamum berkedudukan hanya sebagai pengganti wudhu, oleh
karenanya tayamum tidak bisa dikiaskan dengan wudhu, sebab tayamum itu adalah bersuci
dalam keadaan darurat. Jika dimungkinkan masih bisa melaksanakan wudhu maka tidak
diperbolehkan untuk bertayamum.

B. Dasar Hukum Tayamum

Dasar tayamum terdapat dalam firman Allah al-qur’surat Al-Ma-idah:6 :

‫وإن كنتم مرضى اوعلى سفر أوجاء أحد من الغائط او المستم النساء فلم تجدوا ماء فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم‬
(6 : ‫وأيديكم )المائدة‬

2
Artinya: “Kalau kamu sedang sakit atau ketika bepergian atau dari jamban atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak menemukan air, maka tayamumlah dengan debu yang suci,
kemudian usaplah wajah dan tangan kamu (dengan debu tersebut)” (QS.Al-Ma-idah:6)

sedangkan berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan imam Muslim :

(‫ي صلى هللا عليه وسلم جعلت لنا األرض كلها مسجدا وتربتها طهورا )رواه مسلم‬
ّ ‫قال النب‬

Artinya: “Bumi dijadikan untuk-Ku sebagai masjid dan debunya dapat mensucikan”. (HR.
Muslim)

C. Sebab-Sebab Diperbolehkannya Tayamum


Ada beberapa sebab yang mengakibatkan seseorang diperbolehkan untuk
bertayamum, diantaranya :
1. Tidak adanya air
Hal ini bisa disebabkan karena sudah diusahakan untuk mencari air tetapi tidak
mendapatkan air, sedangkan waktu shalat sudah masuk atau karena sedang dalam
perjalanan (musafir). Ada beberapa kriteria musafir yang diperbolehkan bertayamum,
yaitu sebagai berikut :
a. Ia yakin bahwa disekitar tempatnya itu benar-benar tidak ada air, maka ia boleh
langsung bertayamum tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
b. Ia tidak yakin, ia menduga disana mungkin ada air, tetapi mungkin juga tidak. Pada
keadaan yang demikian, ia wajib lebih dulu mencari air di tempat-tempat yang
dianggapnya mungkin terdapat air.
c. Ia yakin ada air disekitar tempat itu. Akan tetapi menimbang situasi pada saat itu
tempatnya jauh dan dikhawatirkan waktu shalat akan habis dan banyaknya musafir yang
berdesakan mengambil air, maka ia diperbolehkan tayamum.
2. Adanya udzur
Adanya udzur seperti sakit, yang menurut prediksi dokter akan bertambah parah
akan bertambah parah atau semakin lama sembuhnya bila terkena air.

3. Ada perbedaan pendapat tentang sebab tayamum yang ke-3 ini, Imam Hanafi
berpendapat hanya ada dua yg disebutkan diatas yg merupakan sebab diperbolehkannya
tayamum, menurut Imam Syafi’i sebab ke-3 adalah adanya air sedikit tetapi untuk minum
hewan yang dimulyakan oleh syara’, menurut Imam Malik adanya air sedikit tetapi untuk
minum hewan sekalipun anjing, dan menurut Imam Hambali sebab yang ke-3 adalah
mancari air setelah waktunya shalat tetapi tidak menemukan air.

D. Tata Cara Tayamum


a. Syarat-syarat tayamum
Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Dengan tanah yang suci dan berdebu.

Menurut pendapat Imam Syafi’i, tidak sah tayamum selain dengan tanah. Menurut
pendapat imam yang lain, boleh (sah) tayamum dengan tanah, pasir atau batu. Dalil
pendapat yang kedua ini adalah berdasarkan sabda Rasulullah SAW. :
َ ‫طيِبَةً َو‬
‫ط ُه ْو ًر َاو َمس ِْجدًا‬ ُ ‫ت ِلى ْاْلَ ْر‬
َ ‫ض‬ ْ َ‫ُج ِعل‬
Artinya :

3
“Telah dijadikan bagiku bumi yang baik, menyucikan, dan tempat sujud”[3]
Perkataan “bumi” termasuk juga tanah, pasir dan batu.

Yang dimaksud dengan tanah (debu) yang suci disini adalah tanah murni (khalis)
yang tidak bercampur dengan barang selainnya (seperti tepung dan sebangsanya), dan
bukan pula tanah yang musta’mal (yang sudah terpakai untuk thaharah).
2. Sudah masuk waktu shalat.
Tayamum disyariatkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat
ia belum terpaksa, sebab shalat belum wajib atasnya ketika itu.
3. Menghilangkan najis.
Menurut sebagian ulama, sebelum melakukan tayamum hendaklah ia
membersihkan diri terlebih dahulu dari najis, tetapi menurut pendapat yang lain ada juga
yang mengatakan tidak usah.

b. Rukun- rukun tayamum

1. Niat
Imam Hanafi mewajibkan niat didalam tayamum karena ‘ainutturob (dzatiyah
debu) tidak dapat mensucikan, sehingga butuh penguat yaitu niat. Bedahalnya dengan air,
Karena menurut Imam Hanafi, bersuci dengan air tidak perlu niat. Imam Hanafi
memperbolehkan tayamum dengan niat menghilangkan hadats, karena tayamum
merupakan pengganti wudhu atau mandi, maka menurut Imam Hanafi satu kali tayamum
boleh untuk melakukan beberapa kali shalat fardu.
Sedangkan Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali sependapat bahwa satu
kali tayamum hanya dapat digunakan untuk satu kali shalat fardu dan tidak boleh di
niati rof’ul hadats (menghilagkan hadats) tetapi istibahatish shalat (diperbolehkan
melakukan sholat).
2. Mengusap wajah dengan dengan debu
3. Mengusap kedua tangan.
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengusap kedua tangan sampaisiku-siku,
sedangkan menurut Imam Maliki dan Imam Hambali cukup dengan mengusap tangan
hingga pergelangan tangan saja.
4. Menurut Imam Hanafi dan Imam Hambali hanya ada 3 rukun-rukun tayamum yang
disebutkan diatas. Menurut Imam Maliki rukun tayamum yang ke-4 adalah Mualah (terus
menerus tanpa ada pemisah lama) antara mengusap anggota satu dengan yang lain, dan
antara tayamum dengan shalat merupakan rukun tayamum. Sedangkan menurut Imam
Syafi’i rukun tayamum yang ke-4 adalah tartib (mendahulukan anggota yang seharusnya
diawal dan mengakhirkan anggota yang seharusnya terakhir).

c. Sunat-suunat tayamum

1. Membaca basmallah. Dalilnya adalah hadits sunat wudhu, karena tayamum merupakan
pengganti wudhu.
2. Mengepikan debu dari telapak tangan supaya debu yang berada di telapak tangan
menjadi tipis.
3. Mendahulukan menyapu tangan kanan dari yang kiri dan memulakan bagian atas dari
bagian bawah ketika menyapu muka.
4. Merenggangkan jari-jari ketika menepukannya pertama kali ke tanah.
5. Menyela-nyela jari setelah menyapu kedua tangan
6. Dilakukan dengan tertib

4
7. Membaca dua kalimat syahadat sesudah tayamum, sebagaiman sesudah selesai
berwudhu

d. Batalnya tayamum

1. Semua hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum.


2. Adanya air.
Apabila seseorang bertayamum karena tidak ada air dan bukan karena sakit atau
luka, lalu ia mendapatkan air sebelum ia melaksanakan shalat maka tayamumnya itu batal.
Oleh karena itu ada beberapa ketentuan bagi orang yang bertayamum tetapi kemudian
menemukan air, adalah sebagai berikut :
a. Jika menemukan air setelah shalat selesai, maka tidak wajib baginya untuk mengulangi
shalatnya, meskipun waktu shalat itu masih ada. Sebagaimana diteranggkan dalam hadits
berikut yang artinya :
“Dua orang laki-laki melakukan suatu perjalanan dan datanglah waktu shalat, sedangkan
mereka tidak mendapakan air. Maka keduanya bertayamum dengan tanah yang suci, lalu
melaksanakan shalat. Kemudian diantara mereka menemukan air, maka seorang dari
mereka berwudhu dan mengulangi shalatnya, sedangkan yang satunya tidak mengulangi
shalatnya, kemudian mereka menghadap Nabi SAW dan menceritakan peristiwa itu.
Maka Rasulullah SAW bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya, “ Engkau telah
sesuai sunnah dan memperoleh pahala dari shalatmu.” Kepada orang yang berwudhu lagi
mengulangi shalatnya, “Bagimu pahala dua kali.”[4]
b. Jika orang yang bertayamum bukan karena sakit,lalu menemukan air sebelum ia
melaksanakan shalat, maka tayamumnya itu batal dan ia harus berwuudhu.
c. Apabila orang yang bertayamum karena junub, lalu ia menemukan air setelah shalat,
maka ia tidak wajib mengulangi wudhu melainkan harus mandi. Sebagaimana
diterangkan dalam hadits Nabi SAW berikut yang artinya :
“Rasulullah SAW melakukan shalat bersama oorang-orang. Ketika beliau berpaling dari
shalatnya, ada seorang laki-laki yang memisahkan diri dan tidak ikut shalat. Maka
Rasulullah bertanya kepadanya, “Kenapa kamu tidak ikut shalat bersama orang-orang?”
Dia menjawab : “ Saya sedng junub dan tidak saya dapati air.” Maka beliau bersabda :
“Pakailah tanah, itu cukup bagimu.” Selanjutknya diceritakan oleh Imran setelah mereka
memperoleh air, maka Rasulullah SAW memberikan setimba air kepadanya seraya
bersabda : ”Pergilah dan kucurkanlah ke tubuhmu (mandilah)”[5].
3. Murtad.

e. Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum

1. Tayamumnya orang yang memakai perban


Menurut Syaikh Abu Syujak :”Orang yang mempunyai jabiirah, yakni perban
pada anggota wudhunya, cukup mengusap perbannya itu dan dan bertayamum kemudian
shalat. Dan tidak wajib mengulangi, juga waktu meletakan perban itu dia dalam keadaan
suci.
Orang yang mengalami patah tulang atau sekedar bergeser tulangnya kadang-
kadang memerlukan perban (jabiirah) dan kadang-kadang tidak memerlukan. Jika
memang pemakaian perban itu diperlukan, karena khawatir mempenggaruhi kesehatan
badannya atau anggota badannya maka orang tersebut boleh memakai perban.
Kemudian lihat situasi dan kondisi. Jika pada waktu bersuci dia boleh melepaskan
perban itu tanpa menimbulkan bahaya, maka ia wajib melepaskan perban itu. Jika tidak,

5
harus mengusap perban itu dengan tanah/debu, jika perban itu terletak pada anggota
tayamum.
Jika perban itu tidak boleh dilepaskan, karena jika dilepaskan akan bahaya seperti
dikhawatirkan hilangnya nyawa, atau hilangnya anggota tubuh atau manfaat dari anggota
tubuh itu, atau khawatir timbul cacat yang buruk pada anggota yang kelihatan, maka
orang itu tidak diharuskan melepaskan perban itu. Tetapi ada beberapa hal yang wajib ia
kerjakan antara lain :
a. Wajib membasuh anggota yang sehat menurut madzhab yang kuat.
b. Wajib membasuh apa saja yang dapat dibasuh, termasuk kulit-kulit yang beradadi
bawah pinggiran perban, dengan meletakan kain yang telah dibasahi atau dengan
memeras kain itu untuk membasuh tempat-tempat yang dapat dibasuh.
c. Wajib mengusap perban itu dengan air. Usapan itu untuk anggota yang sehat dan
tertutup oleh perban. Dan wajib mengusap seluruh perban itu menurut Qaul dan Shahih.
d. Wajib tayamum selain mengusap perban. Inilah menurut Qaul dan Masyhur.

Kemudian seperti apa yang telah dikemukakan diatas, mengenai wajibnya


membasuh anggota yang sehatdan mengusap perban serta wajib tayamum, itu dapat
dianggap cukup setelah nmemenuhi dua syarat :
a. Anggota sehat yang tertutup oleh perban harus anggota yang tidak dapat ditinggalkan
untuk mengikat perban.
b. Meletakan perban harus dalam keadaan suci. Jika tidak, wajib mencopot dan
mengulangi memakainya dalam keadaan suci jika boleh. Jika tidak boleh, perban itu
dibiarakan dan wajib mengqadha shalat apabila sudah sembuh.
2. Bertayamum Dengan Dinding

Tanah yang baik yang dapat dipergunakan untuk tayamum adalah debu yang suci,
jika disekitar tempat tayamum itu tidak ditemukan debu, maka boleh bertayamum dengan
menggunakan dinding. Dengan catatan dinding itu berdebu dan dindingnya tidak kotor
sehingga tidah mencampuri kesucian debunya.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma bahwa dia berkata; Saya


datang bersama dengan ‘Abdullah bin Yasar bekas budak Maimunah isteri
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tatkala kami bertemu dengan Abu Jahim bin Al-
Harits bin Ash-Shamah Al-Anshari maka Abu Jahim mengatakan, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah datang dari arah sumur Jamal. Kemudian ada seorang lelaki
yang menemuinya dan mengucapkan salam kepada beliau. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak menjawab salamnya hingga beliau menyentuh dinding (dengan
tangannya, pen) kemudian membasuh wajah dan kedua telapak tangannya. Baru setelah
itu beliau mau menjawab salamnya.” (Muttafaq ‘alaih) Hadits ini menunjukkan bahwa
bertayamum dengan mengusap dinding diperbolehkan)
f. Tata cara bertayammum adalah sebagai berikut:
a. Niat bertayammum sebagai pengganti wudhu’/mandi.

Artinya : Aku niat melakukan tayammum agar dapat mengerjakan shalat, fardlu
karena Allah ta’ala.
b. Membaca basmalah “Bismillaahirrahmaanirrahiim”.
c. Meletakkan kedua telapak tangan pada debu atau pada sesuatu yang

6
berhubungan dengannya. Seperti pada tembok, lantai atau lainya.
d. Mengusap kedua telapak tangan yang berdebu pada muka sebanyak dua kali.
e. Kembali meletakkan kedua telapak tangan pada debu, kemudian diusapkan
pada kedua tangan mulai dari ujung jari sampai siku. Telapak tangan kiri diusap
pada tangan kanan dan demikian juga sebaliknya, telapak tangan kanan diusap
pada tangan kiri.
f. Membersihkan debu yang menempel pada muka dan kedua tangan.
g. Membaca doa setelah tayammum:

Ashadu alla Ilaaha Ilallah Wah dahu Laa Syarikalah.Wa asyhadu anna
Muhammadan Abduhu Wa Rosuuluh. Allohummaj 'Alni Minattawwabiina Waj
'alni minal Mutathohhiriin . Waj 'alni min ibaadikashshoolihiin.
Artinya: “Aku bersaksi tiada tuhan yang berhak disembah kecuali allah semata,
tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan
allah, ya allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat, dan jadikan
aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri, dan jadikan pula aku hambamu
yang shaleh”.
h. Dilakukan dengan tertib.

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun beberapa hal yang kami dapat simpulkan dari penyusunan makalah ini
adalah sbb :
1. Tayamum menurut bahasa (etimologi) yaitu “menyengaja”, sedangkan menurut istilah
(terminologi) yaitu “Menyampaikan debu yang suci ke wajah dan kedua tangan sampai
sikut dengan syarat dan rukun tertentu”.
2. Tayamum merupakan pengganti dari thaharah, ketika seseorang tidak dapat mandi atau
wudhu karena sedang dalam keadaan udzur, baik seperti sedang sakit, sedang dalam
perjalanan jauh ataupun tidak adanya air ketika hendak berwudhu atau mandi, atau
adanya air sedikit tetapi air itu dipakai untuk minum hewan sekalipun anjing.
3. Tayamum diperbolehkan apabila terpenuhi syarat-syarat seperti harus menggunakan
tanah yang suci dan berdebu, sudah masuk waktu shalat danmenghilangkan najis
4. Rukun tayamum adahal : niat, mengusap wajah dengan dengan debu, mengusap kedua
tangan, dan tertib.
5. Hal yang membatalkan tayamum adalah : semua hal yang menbatalkan wudhu, adanya
air (bagi orang yang bertayamum karena tidak adanya air) dan murtad.

B. Saran
Allah SWT telah memberikan banyak keringanan (rukshah) dalam hal ini
tayamum, yang diberikan kepada umat Isalam dalam menjalankan ibadahnya sesuai
kemampuan masing-masing. Namum kita sebagai umat Islam jangan hanya berpatokan
kepada sumua keringanan yang diberi, sehingga kita lalai dan meremehkan ibadah yang
seharusnya kita jalankan.
Dengan banyaknya keringanan-keringan dalam beribadah yang kita peroleh, maka
tidak ada alasan lagi bagi kita umat Islam untuk melalaikan ibadah kita sehingga kita
tidak menjalankannya.
Walaupun dengan banyaknya perbedaan dalam penetapan hukum Islam dalam
beribadah di kalangan madzhab dan alim ulama, semua itu kembali lagi kepada faham
mana yang lebih kita yakini. Sehingga tidak dibenarkan mendiskriminasi golongan yang
tidak sefaham dengan kita. Karena walaupun banyak perbedaan pendapat, tetapi tetap ada
dalil yang kuat yang dijadikan alasan atau sandaran didalam penetapan hukum-hukum
Islam tersebut.

8
DAFTAR PUSTAKA

Fuad, Muhammad. 2007. FIQIH Wanita Lengkap. Jombang: Lintas Media.


Hidayat. 2009. Thaharah dan Shalah bagi Musafir. . Bandung: IMTIHA
Hidayat. 2009. Thaharah dan Shalah bagi Musafir. . Bandung: IMTIHA
Mannan, Abdul. 2007. FIQIH Lintas Madzhab. Kediri: PP Al falah.
Rasjid, H. Sulaiman. 2012. Fiqh Islam. Cet.ke-55. Bandung: Sinar Baru
http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/bersuci-dengan-debu.html

Anda mungkin juga menyukai