ANGKAT
DISUSUN OLEH :
DESIMA NASUTION (1920100158)
DOSEN PEMBIMBING :
SYILVIA KURNIA RITONGA,Lc.M.sy
Puji syukur marilah sama sama kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia -Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat dan salam tidak lupa kita hadiahkan ke ruh
Nabi kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan
menuju alam yang penuh dengan ilmu dan iman seperti saat ini. Adapun tujuan utama
penulisan makalah dengan judul ” Waris terdapat KHUNSA, anak zina,dan anak
angkat ” ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah fiqih muwaris.
Dalam penulisan makalah ini saya menyadari adanya kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan makalah, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin ya
Rabbal’alamiinn.
Penulis
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
C.Syarat mendapatkan waris anak khuntsa, anak zina dan anak angkat
D.Kesimpulan
E.Saran
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
kebutuhun ruhaniahnya. Oleh sebab itu, merawat anak itu wajib dan mendidiknyalebih
wajib lagi. Islam mengganjar dengan dosa besar bagi orang-orang yangmenterlantarkan
anak merupakan penerus generasi yang memegang peranan penting bagieksistensi agama
serta kemajuan bangsa dan !egara. Orangtua kelak akan dimintakan pertanggungjawaban
PEMBAHASAN
Menurut para ahli fiqh, khuntsa dapat didefinisikan sebagai manusia yang mempunyai
dua alat kelamin pria dan wanita yang menyatu dalam individu yang satu.mazhab Maliki,
pembagian waris bagi khuntsa yaitu mendapat kedua bagian terkecil dari perkiraan laki- laki
dan perempuan yang kemudian jumlah dari perkiraan tersebut dibagi setengah. Di dalam
Al-Quran, dalam ayat-ayat mawaris, tidak disebutkan bahwa khuntsa dikecualikan dalam
pembagian warisan. Adapun anak zina Anak hasil zina tidak mendapatkan warisan dari
harta peninggalan bapak biologisnya dengan alasan tidak memiliki hubungan nasab.dengan
hadits yang yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dalam Putra
menyebutkan bahwa seorang anak hasil zina dapat waris-mewarisi dengan ibu yang telah
melahirkannya dan atau dengan keluarga dari pihak ibunya, sedangkan dengan ayah
bukti surat, dua orang saksi, dan dua orang ahli yang telah didengar keterangannya di
bawah sumpah. Bahwa selama persidangan telah ditemukan fakta-fakta hukum dan adanya
pertimbangan medis yang dikemukanan para saksi ahli, hakim menilai apa yang didalilkan
pemohon selama persidangan telah dapat dibuktikan dan dengan berpedoman pada fatwa
1. Mengubah alat kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya yang dilakukan
3. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi alat kelamin sebagaimana point
tersebut
4. Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi ganti kelamin
sebagaimana point 1 adalah sama dengan kelamin semula seperti sebelum dilakukan
1. Menyempurnakan alat kelamin bagi seorang khuntsa yang fungsi alat kelamin laki-lakinya
lebih dominan atau sebaliknya, melalui operasi penyempurnaan alat kelamin hukumnya
boleh.
hukumnya boleh.
harus didasarkan atas pertimbangan medis, bukan hanya pertimbangan psikis semata.
4. Penetapan keabsahan status jenis kelamin akibat operasi penyempurnaan alat kelamin
sebagai mana dimaksud pada point 1 dibolehkan, sehingga memiliki implikasi hukum.
5. Kedudukan hukum jenis kelamin orang yang telah melakukan operasi penyempurnaan
alat kelamin sebagaimana dimaksud pada point 1 adalah sesuai dengan jenis kelamin
Imam Bukhari, Muslim dan Tirmidzi dalam Putra menyebutkan bahwa seorang anak hasil
zina dapat waris-mewarisi dengan ibu yang telah melahirkannya dan atau dengan keluarga
Dan anak angkat,Anak angkat bukanlah ahli waris, namun berdasarkan ketentuan Pasal
209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, anak angkat yang tidak diberi wasiat oleh orang tua
angkatnya diberi wasiat wajibah maksimal sepertiga (1/3) dari harta peninggalan pewaris.
Dantidak bisa menjadi ahli waris orang tua angkatnya. Demikian juga sebaliknya, orang tua
angkat tidak bisa menjadi ahli waris anak angkatnya. Dalam hukum kewarisan, sesuai
dengan ketentuan pasal 209 KHI kalau orang tua angkat meninggal dunia, maka anak
angkat akan mendapat wasiat wajibat.Di dalam Islam tidak membenarkan pengangkatan
anak sebagaimana dilakukan pewaris tersebut. Islam melarang mengambil anak orang lain
untuk diberi status anak kandung sehingga ia berhak memakai nasab orang tua angkatnya
dan mewarisi harta peninggalannya dan hak-hak lainnya sebagai hubungan anak dengan
orang tua. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Surah al-Ahzab ayat 40 : “Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah
Sebagaimana kita ketahui sebelum nabi Muhammad diutus sebagai Rasulullah, dahulu
ia mempunyai seorang anak angkat yaitu Zaid Bin Haritsah. Waktu itu karena anak angkat
dihukumi sebagai anak kandung, maka Zaid itupun dipanggil oleh orang banyak dengan
panggilan Zaid Bin Muhammad, sampai kemudian turun ayat diatas yang membatalkan
anak angkat sebagai anak kandung, dan tetaplah Zaid dipanggil dengan Zaid Bin Haritsah.
Sejak itu anak angkat tetap menjadi anak kandung orang tua biologisnya, hanya
pemeliharaan dan biaya hidup sehari-harinya beralih kepada orang tua angkatnya.
Perbuatan semacam ini mungkin dipandang sepele oleh orang tua angkatnya, hanya
masalah administrasi saja. Masalahnya bukan sebatas hanya administrasi saja, tetapi
berkaitan dengan nasab, kemahraman, kewarisan dan perwalian seseorang yang harus
dikaitkan dengan orang tua kandung. Perbuatan semacam ini merupakan kebohongan yang
sangat dilarang dalam Islam. Islam mengatur bahwa penyebutan anak itu tidak bisa
dibangsakan kepada orang lain yang bukan ayahnya. Penyebutan seorang anak hanya
dibenarkan digandengkan dengan ayah kandungnya. Harus menyebut Bin atau Binti ayah
kandungnya. Tidak bisa disebut dengan Bin atau Binti ayah angkatnya. Allah berfirman
dalam surat al-Ahzab ayat 5: “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai)
nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah”. Memanggil anak angkat
Diriwayatkan dari Saad Bin Abi Waqas bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa yang
mengakui (bapak) yang bukan bapaknya sendiri, atau membangsakan maula yang bukan
maulanya sendiri, maka ia akan mendapatkan kutukan Allah swt, Malaikat dan seluruh
manusia. Allah tidak berkenan menerima taubat dan tebusannya”. (HR Bukhari dan Muslim).
Rasululah bersabda: “Tiada seorang laki-laki yang mengakui bapak yang bukan bapaknya
sendiri sedangkan ia mengetahui (hal itu), melainkan dia telah kufur”. (HR Bukhari dan
Muslim).
Rasulullah bersabda: “Barang siapa mengakui bapak yang bukan bapaknya sendiri,
sedangkan ia mengetahui bahwa ia bukan bapaknya, maka surga haram baginya”. (HR
Sungguh sangat fatal akibat orang yang membangsakan seorang anak bukan dengan ayah
kandungnya tetapi dengan orang tua angkatnya. Dalam hadits-hadits diatas, orang yang
membangsakan anak dengan orang yang bukan ayah kandungnya akan mendapat kutukan
Allah, Malaikat dan seluruh manusia dan Allah tidak menerima taubat dan tebusannya, juga
ia dikatakan telah kufur dan surga haram baginya. Masyaallah, na’udzubillah min dzalik.
Bagaimanapun dekatnya hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya, tetap
saja orang tua angkat adalah orang lain, tidak bisa menggantikan kedudukan orang tua
kandung. Ketika ia menikah haruslah berwali dengan orang tua kandungnya tidak bisa
berwali dengan orang tua angkatnya. Ketika membagi waris juga hanya berhubungan
dengan orang tua kandungnya. Anak angkat tidak bisa menjadi ahli waris orang tua
angkatnya. Demikian juga sebaliknya, orang tua angkat tidak bisa menjadi ahli waris anak
angkatnya.
C.Syarat mendapatkan harta waris anak khuntsa, anak zina dan anak angkat
menetapkan hak kewarisan seseorang berdasarkan jenis kelamin yang dimilikinya, apakah
sebagai laki-laki atau perempuan. Dasar kewarisan anak laki-laki dan dan perempuan
adalah firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 11 yaitu bagian anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan. Seorang ahli waris khuntsa apabila telah melakukan
operasi penyesuaian kelamin dan telah mendapat kejelasan mengenai status kelaminnya
sebagai laki-laki atau perempuan, maka sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam
Al-Quran, ahli waris tersebut berhak untuk mendapatkan bagian warisannya secara penuh
sesuai dengan ketentuan atau dengan kata lain, bagian waris yang sebelumnya
Anak zina berrdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa: Pembagian harta
waris anak di luar nikah menurut madzhab fiqih adalah sebagai berikut : a) Menurut Imam
Abu Hanifah pendiri madzhab Hanafi yang paling sharih (eksplisit) menegaskan sahnya
status anak zina dinasabkan pada bapak biologisnya apabila kedua pezina itu menikah
sebelum anak lahir. Dalam kewarisan anak luar nikah menurut madzhab Hanafiah adalah
sama dengan anak mula’anah yaitu tidak memiliki bapak dalam kewarisan, dalam sebuah
hadits disebutkan bahwa Nabi menghubungkan anak mula’anah terhadap ibunya, dan tidak
memiliki hubungan kerabat dengan pihak bapak, maka hanya diwajibkan yang mewarisi
darinya adalah kerabat ibunya, dan mereka mewariskan kepadanya. b) Menurut Madzhab
Imam Malik yaitu: dalam warisan anak di luar nikah terhadap ayah biologisnya tidak
mendapatkan warisan, karena tidak terhubung kepada laki-laki yang menghamili perempuan
yang melahirkan anak tersebut, tetapi ia bisa mendapatkan warisan dari ibunya. Anak hasil
zina tidak mendapatkan warisan dari harta peninggalan bapak biologisnya dengan alasan
tidak memiliki hubungan nasab. c) Menurut Imam Syaf’i, Hukum kewarisan anak luar nikah
sama dengan anak mula’anah, yaitu tidak saling mewarisinya bapak biologis dan anak
disebabkan terputusnya nasab, berserta ahli keluarga pihak bapak biologis, yaitu ayah, ibu,
dan anak dari bapak biologis. Anak tersebut hanya mewarisi dari pihak ibu, dan keluarga
ibunya. Anak boleh mewarisi dari pihak bapak biologisnya apabila adanya klaim atau
pengakuan (istilhaq) dari bapak biologisnya. Dalam pengakuan nasab atas kewarisan, imam
Syafi’I memperbolehkan pewaris yaitu dari pihak bapak biologis mengakui nasab kepada
yang diwariskannya dengan syarat, anak tersebut dapat memperoleh harta warisan atau di
akui oleh semua ahli warisnya, adanya orang yang mengakui (mustalhiq) anak kepada yang
meninggal (pewaris), tidak diketahui kemungkinan nasab selain dari pewaris, dan pihak
(mustalhiq) yang membenarkan nasab anak tersebut adalah seorang yang berakal dan telah
baligh. d) Menurut Madzhab Imam Ahmad Bin Hambal, yaitu pembagian harta waris anak di
luar bahwa anak di luar nikah tidak mendapatkan warisan dari bapaknya, karena tidak
terhubung kepada laki laki yang menghamili perempuan yang melahirkan anak tersebut,
tetapi ia bisa mendapatkan warisan dari ibunya. Anak hasil zina tidak mendapatkan warisan
dari harta peninggalan bapak biologisnya dengan alasan tidak memiliki hubungan nasab.
Meskipun anak angkat bukan sebagai ahli waris, namun anak angkat berhak atas
bagian harta warisan orangtua angkatnya dengan mendapatkan bagian atas dasar wasiat
wajibah sebagaimana pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam yang besarnya tidak lebih
dari (satu per tiga) dari seluruh harta peninggalan orang tua
D.Kesimpulan
merupakan sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
manusia karena setiap manusia yang hidup akan mengalami peristiwa hukum
3.Hukum waris Islam sering pula dinamakan sebagai farāid karena bagian masing-
masing ahli waris telah ditentukan oleh syara’. Selain itu, hukum waris Islam juga
sering dinamai sebagai ilmu mawāriś karena membicarakan tentang pemindahan
harta warisan orang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup
E.Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan
mengacu pada sumber yang dapar dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
Daftar Pustaka