Nim : 190201068
Mata Kuliah : Tarikh Tasyri’
Dosen Pengampu : Dr. Nufiar, M.Ag.
8. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis perkawinan yang ada pada masa pra-Islam di kawasan
Arab!
Jawaban:
Dalam perkawinan, mereka mengenal beberapa macam perkawinan, diantaranya sebagai
berikut.
1) Itibdla, yaitu seorang suami meminta kepada istrinya supaya berjimak yang
dipandang atau kelebihan tertentu, seperti keberanian dan kecerdasan. Selama istri
"bergaul dengan laki-laki tersebut, suami menahan diri dengan tidak berjimak dengan
istrinya sebelum terbukti istrinya hamil. Tujuan perkawinan semacam ini agar istri
melahirkan anak yang memiliki sifat yang dimiliki oleh laki-laki yang
menyetubuhinya yang tidak dimiliki oleh suaminya. Misalnya, seorang istri
merelakan istrinya berjimak dengan raja sampai terbukti hamil agar memperoleh anak
yang berasal dari orang yang terhormat.
2) Poliandri, yaitu beberapa laki-laki berjimak dengan seorang perempuan. Setelah hamil
dan melahirkan anak, perempuan itu memanggil semua laki-laki yang pernah
menyetubuhinya untuk berkumpul dirumahnya. Setelah semua hadir, perempuan itu
memberitahukan bahwa ia dikaruniai anak hasil hubungan dengan mereka; kemudian
ia menunjuk salah seorang dari semua laki-laki yang pernah menyetubuhinya untuk
menjadi bapak dari anak yang dilahirkannya; laki-laki yang ditunjuk tidak boleh
menolak.
3) Magthu, yaitu seorang laki-laki menikahi ibu tirinya setelah bapaknya meninggal
dunia. Jika seorang anak mengawini ibu tirinya, dia melemparkan kain kepda ibu
tirinya sebagai tanda bahwa ia menginginkannya; jika anak laki-laki itu masih kecil,
ibu tiri diharuskan menunggu sampai anak itu dewasa. Setelah dewasa, anak itu
berhak memilih untuk menjadikannya sebagai istri atau melepaskannya.
4) Badal, yaitu tukar-menukar istri tanpa bercerai terlebih dahulu dengan tujuan untuk
memuaskan hubungan seks dan terhindar dari kebosanan.
5) Shighar, yaitu seorang wali menikahkan anak atau saudara perempuannya kepada
seorang laki-laki tanpa mahar.
9. Sebutkan dua kasus bentuk perendahan terhadap wanita yang terjadi di kawasan Arab pra-
Islam!
Jawaban:
Masyarakat Arab pra Islam cenderung merendahkan martabat wanita dapat dilihat dari dua
kasus.
1) Pertama, perempuan dapat diwariskan, seperti ibu tiri harus rela dijadikan istri eleh
anak tirinya ketika suaminya meninggal; ibu tiri tidak mempunyai hak pilih, baik
untuk menerima atau menolaknya.
2) Kedua, perempuan tidak memperolah harta pusaka atau hak waris.
13. Sebutkan 3 metode yang digunakan Rasul dalam menjawab problematika yang muncul
dan menetapkan hukum!
Jawaban:
tiga metode yang digunakan Rasul; metode pertama, penentuan hukum bersumber pada
wahyu Ilahy (al-wahyu al-matlu). Tidak ada keputusan hukum yang ditetapkan oleh Rasul
tanpa pedoman wahyu, tidak pula memutuskan hukum dengan semena-mena menuruti hawa
nafsunya. Rasul baru berinsiatif untuk mengambil keputusan hukum dengan metode lain
apabila nyata-nyata tidak ada wahyu yang diturunkan kepadaNya. Sebagai contoh adalah
kasus seorang wanita Anshar yang bernama Kabasyah yang mengadu bahwa ia telah
ditelantarkan oleh suaminya tanpa memberinya nafkah. Rasul menangguhkan jawaban hingga
turun surat al-Nisa' 19. Sikap penangguhan ketetapan hukum ini menunjukkan komitmenya
terhadap wahyu dalam merealisasikan tanggung jawabnya sebagai penata hukum syariah.
Metode kedua yang digunakan dalam proses tasyri adalah ilham (al-wahyu ghairu al-matlu),
metode ini diaplikasikan jika ternyata wahyu al-matlu (al-Qur'an) tidak juga kunjung turun.
Ilham yang penulis maksud disini adalah wahyu Allah yang redaksi kalimatnya tidak
diterjemahkan dalam redaksi kalimat oleh Jibril, melainkan diterjemahkan oleh Rasul baik
berupa perkataan, perbuatan maupun ketetapan yang di kemudian hari disebut dengan
Sunnah/hadits Nabawi. (Khallaf, 1987; 23)
Metode ketiga adalah ijtihad Rasul sendiri, metode ini baru dilakukan setelah merasa yakin
betul bahwa tidak ada wahyu maupun ilham yang turun, sementara kondisi atau persoalan
ummat mendesak untuk segera diselesaikan. Dengan kata lain, sistematika sumber tasyri pada
era kerasulan ini adalah wahyu baik dalam bentuk matlu (al-Kitab/al-Qur'an) maupun ghairu
matlu (al-Sunnah/hadits).
14. Sebutkan pembagian kandungan dan tujuan pokok al-Qur'an secara periodik menurut
Quraish Shihab!
Jawaban:
Quraish Shihab, membagi kandungan dan tujuan pokok al-Qur'an secara periodik;
Periode pertama, yakni periode yang berlangsung selama kurang lebih lima tahun, pokok
ajaran dan kandungan ayat-ayat al-Qur'an berkisar pada pendidikan kepribadian Nabi seperti
firman Allah dalam al-Mudatstsir 1-7, al-Muzammil 1-4, al-Syu'ara 214-216; pengetahuan
dasar mengenai sifat-sifat Allah sebagaimana surat al-'Ala 7 dan al-Ikhlas 1-4; dasar-dasar
akhlaq dan etika dalam Islam sebagaimana yang tertuang dalam surat al-Takatsur dan al-
Ma'un.
Periode kedua berlangsung selama kurang lebih 9 tahun, dengan esensi kandungan al-Qur'an
yang berkisar pada beberapa hal berikut; kewajiban agama yang bersifat prinsipil
sebagaimana firman Allah dalam surat al-Nahl 125; kecaman yang ditujuakan pada orang-
orang kafir sebagaimana dalam al-Fushilat 19; argumentasi yang rasional dan logis mengenai
keesaan Allah sebagaiman Q.S Yasin 78-82
Periode ketiga yang berlangsung selama kurang lebih 10-12 tahun berisikan tuntunan dan
cara beradaptasi dengan kultur dan kebudayaan yang beragam, misalnya tentang bagaimana
seharusnya sikap orang- orang mukmin menghadapi orang-orang munafik yang dijelaskan
dalam surat al-Taubah 13-14; perintah untuk berdialog sebagaimana dalam surat Ali Imran
64.
18. Sebutkan langka-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam melakukan istinbath hukum!
Jawaban:
Adapun langkah-langkah yang dilakukan Abu Bakar dalam istibath al-ahkam adalah sebagai
berikut:
a. Mencari ketentuan hukum dalam al-Qur'an. Apabila ada, ia putuskan berdasarkan
ketetapan yang ada dalam al-Qur'an.
b. Apabila tidak menemukannya dalam al-Qur'an, ia mencari ketentuan hukum dalam
Sunnah; apabila ada, ia putuskan berdasarkan ketetapan yang ada dalam Sunnah.
c. Apabila tidak menemukannya dalam Sunnah, ia bertanya kepada kepada sahabat lain
apakah Rasul Allah Saw telah memutuskan persoalan yang sama pada zamannya, jika ada
yang tahu, ia menyelesaikan persoalan tersebut berdasarkan keterangan dari yang
menjawab setelah memenuhi beberapa syarat.
d. Jika tidak ada sahabat yang memberikan keterangan, ia mengumpulakan para pembesar
sahabat dan bermusyawarah untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Jika ada
kesempakatan di antara mereka, ia menjadikan kesepakatan itu sebagai keputusan.
19. Jelaskan faktor yang turut andil dalam menghantarkan proses tasyri menuju puncak
keemasannya!
Jawaban:
faktor yang turut andil dalam menghantarkan proses tasyri menuju puncak keemasannya,
yaitu:
a. Perhatian Khalifah kepada para fuqaha
Berbeda dengan khulafa Bani Umayyah yang "memasung" kebebasan fuqaha dalam
berijtihad terutama yang bersentuhan dengan kebijakan khulafa, khulafa Bani Abbas
justru mendekati dan memberikan posisi terhormat kepada fuqaha, yang pada dekade
selanjutnya para fuqaha menghantarkan prosesi tasyri menuju puncak kejayaannya.
b. Berkembangnya kajian-kajian ilmiah.
Tepatnya pada masa khalifah al-mansur, mulai berkembang kajian-kajian filsafat,
kedokteran, kimia, dan budaya. Perkembangan ini diiringi dengan pesatnya gerakan
penerjemahan buku-buku Yunani dan Romawi.
c. Berkembangnya kebebasan berpendapat.
Perhatian yang besar khalifah Bani Abbas terhadap ulama dan disiplin keahlian masing-
masing tercermin dalam stimulasi yang diberikan untuk membangkitkan keberanian
berijtihad. Pemerintah daulah Abbasiyah misalnya, tidak ikut campur dengan meletakkan
peraturan yang mengikat kebebasan berfikir dan berpendapat dan tidak pula membatasi
madzhab tertentu yang mengikat para hakim atau mufti. Mereka bebas menentukan,
menetapkan dan memutuskan hukum sesuuai dengan sumber, metode dan kaidah yang
mereka yakini memiliki tingkat kevalidan tinggi.
d. Gerakan kodifikasi ilmu.
Kodifikasi selain menjadi faktor terpenting dari perkembangan keilmuan periode ini, juga
menjadi promotor vital bagi keberlangsungan dialog menuju kritik yang lebih kontruktif
dan terarah. Kodifikasi tidak terbatas pada persoalan hukum tapi juga merambah pada
persoalan teologi bahkan politik. Penulisan hadist dan tafsir juga semakin semarak, hadist
shahih bukhari muslim, sunan-sunan, musnad- musnad terkodifikasi dengan sistematik
pada periode ini.
20. Kenapa lahir dan melembaganya madzhab-madzhab tidak terjadi pada zaman sahabat?
Jawaban:
Minimal ada dua hasil analisa dalam menjawab pertanyaan ini; pertama, belum adanya
gerakan kodifikasi ilmu khususnya fiqih, karena ketiadaan kodifikasi maka pendapat para
sahabat tidak bisa dipelajari secara komperhensif pewarisan fiqih sebatas pada periwayatan.
Kedua, tidak adanya pengikut/murid yang secara khusus menyebarkan pendapat- pendapat
para sahabat dan tabi'in yang notabenenya mereka adalah pewaris terdekat 'asr al-tasyri'
(turunnya wahyu) sehingga mereka mengkonsentrasikan diri untuk menjawab berbagai
persoalan hukum yang timbul saat itu.
21. Jelaskan sebab pintu ijtihad ditutup pada akhir masa pemerintahan abbasiyah?
Jawaban:
Adapun di antara sebab ijtihad dinyatakan tertutup adalah sebagai berikut.
Pertama, munculnya hubb al-dunya di kalangan ulama. Imam al-Ghazali (w. 505 H.) dalam
kitab ihya 'Ulum al-Din, membagi ulama menjadi dua: ulama dunia dan ulama akhirat. Ulama
dunia dalam pandangan al-Ghazali- adalah ulama yang ilmunya digunakan hanya untuk
mengejar kepentingan duniawi; dan ia lalai dalam ibadah serta kehilangan sifat zuhud.
Kedua, adanya perpecahan politik. Sebagaimana diketahui, pada akhir kekuasaan Abasiah
(Abasiah fase III) khalifah dijadikan boneka; daerah-daerah yang dikuasainya masing-masing
berdiri sendiri dan saling bermusuhan. Pada tahun 324 H. pusat pemerintahan islam terbagi
menjadi beberapa kerajaan: Basharah dikuasai oleh Dinasti Ra'iq, Fez dikuasai oleh Dinasti
Ali ibn Buwaihi, Ray dikuasai oleh Abi Ali al-Husain ibn al-Buwaihi, Diyar Bakr dikuasai
oleh Bani Hamdan, Mesir dan Syam dikuasai oleh Dinasti Fatimah, dan Bahrain dikuasai
oleh Dinasti Qaramithah. Sedangkan khalifah hanya berkuasa di Bagdad. (Musthafa Sa'id al-
khinn, 1984; 116).
Ketiga, adanya perpecahan aliran fikih, sebagaimana diketahui, sebagian umat Islam ada
yang beranggapan bahwa pendapat ulama sepadan dengan Al-Qur'an dan sunnah sehingga
tidak boleh diubah atau diganti dengan pendapat lain. Anggapan ini tentu melahirkan sikap
disharmonisasi dikalangan umat Islam, mengingat banyaknya aliran dan madzhab yang
memiliki rujukan (ulama) masing-masing dalam arti pengikut mazhab Hanafi menganggap
bahwa hanya pendapat Abu Hanifah yang benar, pengikut mazhab Malik berpendapat bahwa
hanya pendapat Imam Malik yang benar: pengikut mazhab Syafi'i dan Ahmad ibn Hanbal
demikian juga.
Dalam waktu yang bersamaan kegiatan-kegiatan dalam bidang fiqih ditangani oleh orang-
orang yang semata-mata hanya mengincar jabatan hakim (qadli) tanpa keahlian ilmiah yang
memadai. Mereka mencukupkan diri dengan menghafal hukum-hukum madzhab yang
menjadi pedoman pengadilan, tanpa harus berfikir dan berijtihad apalagi melakukan
pembaharuan di bidang hukum. Mereka cukup menerapkan sepenuhnya hukum-hukum yang
dihasilkan para imamnya tanpa diperparah dengan keberanian mereka dalam berfatwa
meskipun mereka tidak memahami persoalan dan dalil-dalil hukumnya.
Kodifikasi Tafsir
kodifikasi tafsir hampir sama dengan kodifikasi hadist, Pada zaman sahabat pedriwayatan
tafsir sudah marak dilakukan baik oleh sahabat maupun Nabi sendiri. Pada zaman tabi'in
penghajatan dan kebutuhan akan tafsir semakin menggeliat, terutama ketika berhadapan
dengan ayat-ayat al-Qur'an yang kandungan hukumnya masih tersirat secara implisit.
Pada akhir periode tabi'in beberapa ulama mulai mengumpulkan tafsir-tafsir Nabi dan sahabat
dan memisahkannya dari hadist dan mengkodifikasikannya secara tersendiri yang pada
akhirnya menjadi embrio disiplin ilmu tafsir. Diantara ulama perintis penulisan tafsir pada
periode ini adalah Sufyan bin Uyainah, Waki' bin Jarah, dan Ishaq bin Rawaih.
Pada periode inilah kodifikasi tafsir dilakukan secara sistematis menurut kronologi surat dan
ayat. Diantara kitab tafsir yang lahir pada periode ini adalah tafsir Ibnu Juraih, tafsir
Muhammad bin Ishaq, tafsir Ibnu Jarir al-Tabhari. Perkembangan lebih lanjut dari kodifikasi
tafsir pada periode terakhir mengarah pada penulisan dan pengkajian tafsir secara tematik;
salah satu contohnya adalah tafsir ayat ahkam.
Kodifikasi Fiqih
Fiqih yang notabenenya menjadi pengejawentahan syariah, sebenarnya telah tumbuh pada
masa akhir pemerintahan Bany Umayyah, ketika para ulama mulai gencar menuliskan fatwa-
fatwa syaih mereka khawatir akan hilang atau terlupakan. Sejak saat itu insiatif penulisan
hukum-hukum syar'i terus berkembang.
Pada era Bany abbasiyahlah muncul era baru dalam kodifikasio fiqih, dimana para fuqaha
mulai menulis sendiri pendapat dan fatwa- fatwanya kemudian mengajarkannya pada murid-
muridnya.
25. Sebutkan bukti perkembangan baru pasca kebangkitan kembali pada abad 13!
Jawaban:
bukti perkembangan baru pasca kebangkitan kembali diantaranya adalah; pertama,
munculnya kecenderungan baru dalam mengkaji fiqih tanpa terikat pada satu madzhab
tertentu; lunturnya sikap fanatisme dan pledoi terhadap madzhab yang dianut; Ketiga,
berkembangpesatnya kajian-kajian kompartatif (mugaranah madzhab fil fighi wa fi ushulil
fighi).
27. Kenapa prosesi tasyri tasyri pada periode tabiin yaitu bermula ketika kekhilafahan umat
islam diambil alih oleh Muawiyah bin Abi Sufyan (tahun 41 H) sampai awal abad kedua
Hijriyah sempat terhenti dan tenggelam?
Jawaban:
Karena menurut para pengamat syariah, periode ini lebih didominasi oleh pergolakan-
pergolakan politik yang terjadi selama kekhilafahan ustman dan Ali, dan memuncak pada
masa pemerintahan daulah ummayyah di bawah kepemimpinan Mua'wiyah ibn Abi Sufyan
yang melahirkan agitasi teologis cukup tajam. Sehingga banyak pengamat yang
menyimpulkan bahwa prosesi tasyri tasyri pada periode ini sempat terhenti dan tenggelam di
bawah perpecahan agama dan negara.
28. Sebutkan kontribusi keempat khalifah (abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dalam
mengemban amanat kekhalifahan dan peradaban Islam!
Jawaban:
kontribusi keempat khalifah dalam mengemban amanat kekhalifahan dan mengembangkan
peradaban Islam, dapat diklasifikasikan pada fokus keagamaan dan fokus pemerintahan. Pada
fokus pertama dapat diukur dengan terkodifikasikannya al-Qur'an yang sebelumnya masih
tertulis dalam mushaf, penanggalan hijriyah, perluasan Masjidil Haram dan masjid Nabawi.
Sedangkan pada fokus kedua ditandai dengan gagasan penarikan pajak untuk kemaslahatan
kaum dhu'afa', pendelegasian para sahabat sebagai qadli (hakim) ke beberapa wilayah Islam,
dibentuknya departemen-departemen dan digagasnya sistem administrasi pemerintahan.
30. Apa faktor yang menyebabkan tidak terbumikannya syariah Islam secara maksimal di
abad modern ini dan bagaimana membumikan syariah?
Jawaban:
Menurut analisa Dr, Farouq Abu Zaid (penulis kitab al-Syari'ah al-Islamiyah: bayna al-
muhafidzin wal mujaddidin), ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak terbumikannya
syariah Islam secara maksimal di abad modern ini diantaranya adalah; tergelincirnya
masyarakat Islam pada arus modernisasi tanpa kendali, kebingungan umat Islam terhadap
ketetapan hukum dari suatu masalah yang dalilnya masih diperdebatkan, belum terhimpun
dan terkodifikasinya produk-produk hukum secara sistematis, arus spesialisasi abad modern
yang bertentangan dengan konsep generalisasi faqih dan keterpakuan umat Islam pada empat
madzhab besar yang telah melembaga pada periode kelV hijriyah.
Dari analisa diatas, muncul sebuah gagasan bagaimana seharusnya membumikan dan
mengkontektualisasikan syariah Islam; pertama, memfungsikan kembali ijtihad sehingga
semangat dan ruh syariat kembali berfungsi dalam mengatasi berbagai persoallan termasuk
diantaranya adalah efek modernisasi dan globalisasi. Kedua, menyatukan pendapat madzhab
melalui satu titik temu kemaslahatan dan maqashid syariah. Ketiga mensistematisasikan
kodifikasi hukum dan jika memungkinkan sekaligus mentaqninnya, sehingga seluruh umat
Islam akan terikat di dalamnya.