Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DALAM AKHLAK ISLAM

Dosen pengampu :

Fidian Abron, M.Pd

Disusun oleh :

Kelompok 4

Akmal Oktavian (2171020047)

Hanif Fathurrahman Pulungan (2171020130)

Soni Setiawan (2171020107)

PRODI SISTEM INFORMASI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat mengerjakan dan menyelesaikan penyusunan
makalah ini, walaupun kami menyadari sepenuhnya sepenuhnya makalah ini masih banyak
kekurangan.Penulisan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Akhlak dan
Tasawuf dan untuk mempelajari lebih lanjut tentang materi Perkembangan Pemikiran dalam
Akhlak Islam.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu
Akhlak dan Tasawuf.Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penulisan materi
Perkekembangan pemikiran dalam akhlak islam.Untuk itu penulis mohon kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.Penulis berharap semoga makalah akhlak dan tasawuf ini bermanfaat
baik bagi penulis pribadi maupun pembaca.

Lampung, Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB 1 ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB 2 ...................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 3
A. Sejarah Singkat ......................................................................................................................... 3
B. Perkembangan Ilmu Akhlak ................................................................................................... 4
1. Fase Yunani ........................................................................................................................... 4
2. Fase Arab Pra-Islam ............................................................................................................. 6
3. Fase Islam .............................................................................................................................. 7
4. Fase Abad Pertengahan ....................................................................................................... 8
5. Fase Modern .......................................................................................................................... 9
BAB 3 .................................................................................................................................................... 12
PENUTUP............................................................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................................................. 12
B. Saran ........................................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 13

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yang secara bahasa bermakna “pembuatan” atau
“penciptaan” dalam konteks agama, akhlak bermakna perangai, budi, tabi’at, adab, atau
tingkah laku. Menurut Imam Ghozali, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia
yang melahirkan perbuatan perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran maupun
pertimbangan.

Melacak sejarah perkembangan akhlak (etika) dalam pendekatan bahasa sebenarnya


sudah dikenal manusia di muka bumi ini. Yaitu, yang dikenal dengan istilah adat istiadat
yang sangat dihormati oleh setiap individu, keluarga dan masyarakat.

Selama lebih kurang seribu tahun ahli-ahli fikir Yunani dianggap telah pernah
membangun “kerajaan filsafat“, dengan lahirnya berbagai ahli dan timbulnya berbagai
macam aliran filsafat. Para penyelidik akhlak mengemukakan, bahwa ahli-ahli semata-
semata berdasarkan fikiran dan teori-teori pengetahuan, bukan berdasarkan agama. Selain itu
juga masih terdapat ahli-ahli fikir lain di zaman sebelum islam, pertengahan, dan di zaman
modern.

Dari filsuf – filsuf Yunani terjadilah persoalan antara baik dan buruk. Yang mana
persoalan ini menjadi permbicaraan utama dalam kajian ilmu akhlak dan ilmu estetika. Di
antara pembicaraan baik dan buruk penting karena terdapat dua alasan, ini juga berkaitan
dengan ilmu akhlak, dan dapat mengetahui pandangan islam tentang persoalan akibat
munculnya berbagai aliran.

Pada pembahasan ini kami sebagai pemakalah akan menjelaskan tentang sejarah
perkembangan ilmu akhlak pada zaman Yunani sampai zaman Modern dan baik dan buruk.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang tersebut dapat kami rumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah perkembangan Pemikiran akhlak Islam pada Fase Yunani?
2. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Arab sebelum Islam?
3. Bagaimana sejarah akhlak Islam pada Fase Islam?
4. Bagaimana akhlak Islam pada fase abad pertengahan?
5. Bagaimana akhlak Islam pada Fase Modern?

1
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui bahwa sejarah dan perkembangan Pemikiran dalam akhlak Islam
pada Fase Yunani
2. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase Arab Pra islam.
3. Untuk mengetahui sejarah akhlak Islam pada Fase islam.
4. Untuk mengetahui perkembangan akhlak Islam pada fase Abad Pertengahan.
5. Untuk mengetahui perkembangan kondisi Pemikiran akhlak Islam pada Fase Modern

2
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Sejarah Singkat

Secara etimologis akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Dari pengertian etimologis seperti ini, akhlak bukan saja
merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia,
tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan
alam semesta. Sedangkan, Ilmu Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas baik dan buruk,
terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Jadi ilmu akhlak
adalah ilmu yang mempersoalkan baik buruknya amal.
Akhlak dalam arti bahasa, sebenarnya sudah dikenal manusia di atas permukaan bumi ini yaitu
apa yang disebut dengan istilah adat-istiadat (tradisi) yang dihormati, baik dalam kehidupan
pribadi, keluarga dan masyarakat. Dalam keadaan terputusnya wahyu (zaman fatrah) maka
tradisi itulah yang dijadikan tolak ukur dan alat penimbangan norma pergaulan kehidupan
manusia, terlepas dari segi apakah itu baik atau buruk menurut setelah datang wahyu.
Kalau kita memperhatikan bangsa arab di zaman jahiliyah, misalnya: mereka sudah
memiliki perangai halus dan rela dalam kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Tetapi juga
pemarah luar biasa, perampok, perampas, karena kejahatan mengancam diri atau kabilahnya.
Hal ini Nampak dalam puisi-puisi mereka sebagai bangsa yang buta huruf, tetapi daya ingatan
dan hafalan mereka sangat kuat. Misalnya: Zuhair ibnu abi Salam mengatakan: “Barang siapa
menepati janji tidak kan tercela dan barang siapa membawa hatinya menuju kebaikan yang
menentramkan, tidak akan ragu-ragu”.
Bangsa Arab sebelum Islam telah memiliki dalam kadar yang minimal pemikiran dalam
bidang akhlak. Pengetahuan tentang berbagai macam keutamaan dan mengerjakannya,
walaupun nilai yang tercetus lewat syair-syairnya belum sebanding dengan kata-kata hikmah
yang diucapkan oleh filosof-filosof zaman kuno. Sewaktu islam datang yang dibawa oleh
Muhammad SAW, maka Islam tidak menolak setiap kebiasaan yang terpuji yang terdapat pada
bangsa Arab, Islam datang kepada mereka membawa akhlak yang mulia yang menjadi dasar
kebaikan hidup seseorang, keluarga, handai tolan, umat manusia serta alam seluruhnya. Setelah
Al-qur’an turun maka lingkaran bangsa Arab dalam segi akhlak dari segi sempit menjadi luas
dan berkembang, jelas arah dan sasarannya.

3
B. Perkembangan Ilmu Akhlak

1. Fase Yunani

Pertumbuhan Pemikiran akhlak Islam pada bangsa Yunani baru terjadi setelah munculnya
orang-orang yang bijaksana (500-450 SM). Sedangkan sebelum itu di kalangan bangsa
Yunani tidak dijumpai pembicaraan mengenai akhlak, Islam karena pada masa itu perhatian
mereka tercurah pada penyelidikannya mengenai alam.
Dasar yang digunakan para pemikir Yunani dalam membangun ilmu akhlak adalah
pemikiran filsafat tentang manusia. Ini menunjukkan bahwa ilmu akhlak yang mereka bangun
lebih bersifat filosofis. Pandangan dan pemikiran filsafat yang dikemukakan para filosof
Yunani berbeda-beda. Tetapi substansi dan tujuannya sama, yaitu menyiapkan angkatan muda
bangsa Yunani, agar menjadi nasionalis yang baik, merdeka, dan mengetahui kewajiban
mereka terhadap tanah airnya.
Pandangan dan pemikiran yang dikemukakan para filosof Yunani secara redaksional
berbeda-beda, tetapi substansi dan tujuannya sama yaitu menyiapkan angkatan muda Yunani
agar menjadi nasionalis yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap
tanah airnya.
Para tokoh filosofi Yunani yang mengemukakan tentang akhlak diantaranya adalah :

a. Socrates (469-399 SM)


Socrates didaulat sebagai perintis ilmu akhlak Yunani yang pertama. Alasannya, ia
adalah tokoh pertama yang bersungguh-sungguh mengaitkan manusia dengan prinsip ilmu
pengetahuan. Ia berpendapat bahwa akhlak dalam kaitannya dengan hubungan antar
manusia harus didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ia mengatakan bahwa “keutamaan itu
terdapat pada ilmu”. Oleh karena itu, tidak heran jika kemudian bermunculan berbagai
pendapat tentang tujuan akhlak walaupun sama-sama didasarkan pada Socrates.

b. Cynics dan Cyrenics


Golongan terpenting yang lahir setelah Socrates adalah Cynics dan Cyrenics.
Keduanya dari pengikut Socrates. Golongan Cynics di bangun oleh Antistenes (414 - 370
SM). Menurut golongan ini bahwa ketuhanan itu bersih dari segala kebutuhan, dan sebaik-
baik manusia adalah orang yang berperangai dengan akhlak ke Tuhanan. Di antara
pemimpin paham golongan Cynics yang terkenal adalah Diagenes yang meninggal pada
tahun 323 SM. Adapun golongan “Cyrenics” di bangun oleh Aristippus yang lahir di
Cyrena (kota Barka di utara Afrika).
Kedua golongan tersebut, sama-sama bicara tentang perbuatan yang baik, utama dan
mulia. Golongan pertama, Cynics bersikap memusat pada Tuhan (teo-sentris) dengan cara
manusia berupaya mengindentifikasi sifat Tuhan dan mengaplikasikannya dalam

4
kehidupan sehari-hari. sedangkan golongan kedua, Cyrenics bersikap memusat pada
manusia (antro-pocentris) dengan cara manusia mengoptimalkan perjuangan dirinya dan
memenuhi kelezatan hidupnya.

c. Plato (427-347 SM)


Ia adalah seorang ahli filsafat Athena dan murid dari Socrates. Pandangannya dalam
bidang akhlak berdasarkan pada teori model. Teori model ini digunakan Plato untuk
menjelaskan masalah akhlak. Di antara model ini adalah model untuk kebaikan yaitu arti
mutlak, azali, kekal dan amat sempurna. Dalam pandangan akhlaknya, Plato tampak
memadukan antara unsur yang datang dari diri manusia sendiri dan unsur yang datang dari
luar. Unsur dari diri manusia berupa akal pikiran dan potensi rohaniah, sedangkan unsur
dari luar berupa pancaran nilai-nilai luhur dari yang bersifat mutlak.
Dia berpendapat bahwa pokok-pokok keutamaan ada empat antara lain:
a) Hikmah/kebijaksanaan,
b) Keberanian,
c) Keperwiraan
d) Keadilan.

d. Aristoteles (394-322 SM)


Dia murid Plato yang membangun suatu paham yang khas, yang mana pengikutnya
diberi nama dengan “Peripatetics” karena mereka memberikan pelajaran sambil berjalan,
atau karena ia mengajar di tempat berjalan yang teduh. Dia menyelidiki dalam akhlak dan
mengarangnya. Dan ia berpendapat bahwa tujuan terakhir yang dikehendaki manusia
mengenai segala perbuatannya ialah “bahagia”. Akan tetapi pengertiannya tentang bahagia
lebih luas dan lebih tinggi dari pengikut paham utilitarianism dalam zaman baru ini. Dan
menurut pendapatnya jalan mencapai kebahagiaan ialah mempergunakan kekuatan akal
pikiran sebaik-baiknya.
Selain itu Aristoteles ialah pencipta teori serba tengah tiap-tiap keutamaan adalah
tengah-tengah diantara kedua keburukan, seperti dermawan adalah tengah-tengah antara
boros dan kikir, keberanian adalah tengah-tengah antara membabi buta dan takut.

e. Stoics dan Epicurics


Setelah aristoteles datang “Stoics” dan “Epicuric” mereka berbeda penyelidikanya
dalam akhlak stoics” berpendirian sebagai paham “Cynics”, dan telah kami beri pejelasan
secukupnya. Akan tetapi perlu kami katakan disini, bahwa paham “stoics” ini diikuti oleh
banyak ahli filsafat di yunani dan romawi, rome ialah seneca (6 SM - 65 M), Epicetetus
(60 – 110 M) dan kaisar marcus orleus (121 – 180 M).
Stoisisme mengatakan bahwa tujuan hidup manusia adalah menjalani segala sesuatu
yang bisa dijalani secara rasional. Kenikmatan dan kesengsaraan datang dan pergi, dan
kita tidak perlu melekat pada salah satunya. Segala ide tentang kesengsaraan dan

5
kebahagiaan berasal dari pikiran manusia belaka. Pikiran, the mind adalah kunci dari
Stoisisme. Kedamaian batin atau peace of mind akan kita alami kalau kita mau berpikir
rasional.
Filsafat Epikurus bertujuan menjamin kebahagiaan manusia. Filsafatnya
dititikberatkan pada etika yang akan memberikan ketenangan batin.

f. Agama Nasrani
Pada akhir abad ketiga Masehi, tersiarlah agama Nasrani di Eropa. Agama itu telah
berhasil mempengaruhi pemikiran manusia dan membawa pokok-pokok ajaran akhlak
yang tercantum dalam kitab Taurat dan Injil. Agama itu memberi pelajaran kepada
manusia bahwa Tuhan merupakan sumber segala akhlak. Tuhan yang memberi dan
menentukan segala bentuk patokan-patokan akhlak yang harus dipelihara dan
dilaksanakan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Tuhanlah yang menjelaskan arti
baik dan buruk. Baik dalam arti sebenarnya adalah kerelaan Tuhan dan melaksanakan
perintah-perintah-Nya.
Ajaran akhlak pada agama Nasrani ini bersifat Teo-centri(memusat pada Tuhan) dan
sufistik(bercorak batin). Ajaran akhlak agama Nasrani yang dibawa oleh para pendeta
sejalan dengan ajaran Yunani dari aliran Stoics dalam persoalan baik dan buruk, sehingga
kedudukan para pendeta sama dengan kedudukan para ahli filsafat di Yunani. Menurut
ahli filsafat Yunani pendorong untuk melakukan perbuatan baik ialah pengetahuan dan
kebijaksanaan, sedangkan menurut agama Nasrani pendorong berbuat kebaikan adalah
cinta dan iman kepada Tuhan berdasarkan petunjuk kitab Taurat.

2. Fase Arab Pra-Islam

Kehidupan baik dan kemuliaan cukup. Namun mereka juga pemarah yang luar biasa,
perampok, perampas, saat mereka merasa diancam. Kehalusan perangai bangsa Arab dapat
dilihat dari syair-syair mereka, Pada zaman jahiliah bangsa Arab memiliki perangai halus dan
rela dalam saat contohnya syair Zuhair ibn Abi Salam yang mengatakan : “Siapa yang
menempati janji tidak akan tercela, dan siapa yang membawa hatinya menuju kebaikan yang
menentramkan, tidak akan ragu-ragu”. Adapun Amir ibnu Dharb Al-‘Adwaniy “pikiran itu
tidur dan nafsu bergejolak. Sesungguhnya penyesalan itu akibat kebodohan”.
Aktsam ibn Shaify juga mengatakan “ jujur adalah pangkal keselamatan; dusta adalah
kerusakan; kejahatan adalah kekerasan; ketelitian adalah sarana menghadapi kesulitan;
kelemahan adalah penyebab kehinaan. Penyakit pikiran adalah nafsu, dan sebaik-baik perkara
adalah sabar”. Amr ibn al-Ahtam pernah mengatakan kepada budaknya “Sesungguhnya kikir
itu merupakan perangai yang akurat lelaki pencuri; bermurahlah dalam cinta karena
sesungguhnya kedudukan suci dan tinggi adalah oang yang belas kasih. Orang yang mulia
akan takut mencelamu, dan bagi kebenaran memiliki jalan sendiri bagi orang-orang yang
baik”.

6
Bangsa Arab pada masa Jahiliyah tidak menonjol dalam segi filsafat sebagai mana
bangsa Yunani (zeno, Plato dan Aristotels). Hal ini karena penyelidikan terhadap ilmu terjadi
hanya pada bangsa yang sudah maju pengetahuannya. Sekalipun demikian, bangsa Arab pada
waktu itu mempunyai ahli-ahli hikmah dan syair-syair yang hikmah dan syairnya
mengandung nilai-nilai akhlak, seperti Lukman Al-Hakim, Aktsam bin Shaifi, Zuhair bin Abi
Sulma, dan Hatim Ath-Tha’i.
Dapat dipahami bahwa bangsa Arab sebelum islam telah memiliki pemikiran yang
minimal dalam bidang akhlak, dan belum sebanding dengan kata-kata hikmah dari filosof-
filosof Yunani kuno. Memang pada saat itu dari kalangan bangsa Arab belum diketahui
adanya para ahli filsafat dan aliran-alirannya. Hanya ada orang-orang arif bijaksana dan ahli-
ahli syair yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan melarang berbuat keburukan.
Setelah agama islam datang, munculah keyakinan bahwa Allah adalah sumber dari sagala
sesuatu yang ada di dunia ini. Semua yang ada dilangit dan di bumi adalah ciptaan sang
Khalikul Alam.

3. Fase Islam

Islam, tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad saw. Adalah guru terbesar dalam
bidang akhlak. Bahkan, keterutusannya ke muka bumi ini adalah untuk menyempurmakan
akhlak. Akan tetapi, tokoh yang pertama kali menggagas atau menulis ilmu akhlak dalam
islam, masih diperbincangkan. Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori.
Pertama, tokoh yang pertama kali menggagas ilmu akhlak adalah Ali bin Abi Thalib ini
berdasarkan sebuah risalah yang ditulisnya untuk putranya, Al-Hasan setelah kepulangannya
dari perang shiffin di dalam risalah tersebut terdapat banyak pelajar tentang akhlak dan
berbagai keutamaan. Kandungan risalah ini tercermin juga dalam kitab Nahj Al-Balagah yang
banyak dikutip oleh ulama sunni, seperti Abu Ahmad bin Abdillah Al-‘Asykari dalam
kitabnya Az-Zawajir wa Al-Mawa’izh.
Kedua, tokoh islam yang pertama kali menulis ilmu akhlak adalah Ismail bin Mahran
Abu An-Nasr As-Saukuni, ulama abad kedua Hijriah. Ia menulis kitab Al-Mu’min wa Al-
Fajr, kitab akhlak yang pertama kali dikenal dalam islam. Selain itu dikenal tokoh-tokoh
akhlak walaupun mereka tidak menulis kitab tentangnya, seperti Abu Dzar Al-Gifhari, Amr
bin Yasir , Nauval Al_Bakali, dan Muhammad bin Abu Bakar.
Ketiga, pada abad ketiga Hijriah, Ja’far bin Ahmad Al-Qumi Menulis kitab Al-Mani’at
min Dukhul Al-Jannah. Tokoh lainnya yang secara khusus berbicara dalam bidang akhlak
adalah:
a. Ar-Razi (250-313H) walaupun masih ada filusuf lain, seperti Al-Kindi dan Ibnu Sina. Ar-
Razi telah menulis karya dalam bidang akhlak berjudul Ath-Thibb Ar-Ruhani (kesehatan
ruhani). Buku ini menjelaskan kesehatan ruhani dan penjagaannya. Kitab ini merupakan
filsafat akhlak terpenting yang bertujuan memperbaiki moral-moral manusia.

7
b. Pada abad ke empat H, Ali bin ahmad Al-Kufi menulis kitab Al- Adab dan Makarim Al-
akhlak. Pada abad ini dikenal pula tokoh Abu Nasar Al-Farabi yang melakukan
penyelidikan tentang akhlak. Demikian juga ikhwan Ash-Shafa dalam Rasa’ilnya, dan
Ibnu Sina (370-428H).
c. Pada abad ke lima H, Ibnu Maskawaih (w. 421 H) menulis kitab Tahdzib Al-Akhlak wa
Tath-hir Al-A’araq dan Adab Al-‘Arab wa Al-Furs. Kitab ini merupakan uraian suatu
aliran akhlak yang sebagai materinya berasal dsari konsep-konsep akhlak dari Plato dan
Aristoteles yang diramu dengan ajaran dan hukum islam serta diperkaya dengan
pengalaman hidup penulis dan situasi zamannya.
d. Pada abad ke enam H, Warram bin Abi Al-Fawaris menulis kitab Tanbih Al-Khatir wa
Nuzhah An-Nazhir.
e. Pada abad ke tujuh H, Syekh Khawajah Natsir Ath-Thusi menulis kitab Al-Akhlak An-
Nashiriyyah wa Awshaf Asy-Asyraf wa Adab Al-Muta’alimin.

Pada abad-abad sesudahnya dikenal beberapa kitab, seperti Irsyad Ad-Dailami Ashabih
Al-Qulub karya Syairazi, Makarim Al-Akhlak karya Hasan bin Amin Ad-Din Al-Adab, Ad-
Dhiniyah karya amin Ad-Din Ath-Thabarsi, dan Bihar Al-Anwar.

4. Fase Abad Pertengahan

Kehidupan masyarakat Eropa di abad pertengahan dikuasai oleh gereja. Pada waktu itu
gereja berusaha memerangi filsafat Yunani serta menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan
kuno. Gereja berkeyakinan bahwa kenyataan “hakikat” telah diterima dari wahyu. Apa yang
telah diperintahkan oleh wahyu tentu benar adanya. Oleh kerana itu tidak ada artinya lagi
penggunaan akal dan pikiran untuk kegiatan penelitian. Mempergunakan filsafat boleh saja
asalkan tidak bertentangan dengan doktrin yang dikeluarkan oleh gereja, atau memiliki
perasaan dan menguatkan pendapat gereja. Diluar ketentuan seperti itu penggunaan filsafat
tidak diperkenankan.
Corak ajaran akhlak yang sifatnya perpaduan antara pemikiran filsafat Yunani dan ajaran
agama itu, nantinya akan dapat pula dijumpai dalam ajaran akhlak yang terdapat dalam Islam
sebagaimana terlihat pada pemikiran akhlak yang dikemukakan kaum Muktazilah.
Ilmu filsafat,termasuk didalamnya ilmu akhlak, waktu itu di Eropa pada abad-abad
pertengahan, sangat tertekan, sebab gereja memusuhi filsafat Yunani dan Romawi dan
menentang penyebaran ilmu dan kenegaraan. Gereja percaya bahwa hakikat kebenaran itu
wahyu yang tidak mungkin salah lagi. Wahyu hanya membolehkan orang berfilsafat dalam
batas-batas tertentu, sekadar memperkuat kepercayaan-kepercayaan keagamaan.
Di Eropa terjadi konfrontasi antara filsafat dan gereja. Gereja pada waktu itu memerangi
filsafat Yunani dan Romawi, dan menentang penyiaran ilmu dan kebudayaan kuno. Gereja
berkeyakinan bahwa kenyataan hakikat telah diterima dari wahyu. Namun diantara golongan
gereja ada juga yang menerima percikan filsafat selama tidak bertentangan dengan ajaran
gereja.

8
Inilah yang menciptakan suasana dimana filsafat akhlak yang lahir pada masa itu
merupakan perpaduan antara ajaran Yunani dengan ajaran Nasrani. Pemuka-pemukanya yang
termasyhur adalah Abelard (1079-1142) dan Thomas Aquinas (1226-1274).
Kemudian datang Shakespeare dan Hetzenner yang menyatakan adanya perasaan naluri
pada manusia dapat digunakan untuk membedakan baik dan buruk.

5. Fase Modern

Pada abad pertengahan ke-15 mulailah ahli-ahli pengetahuan menghidup suburkan


filsafat Yunani kuno. Italia juga kemudian berkembang di seluruh Eropa. Kehidupan mereka
yang semula terikat pada dogma kristiani, khayal dan mitos mulai digeser dengan
memberikan peran yang lebih besar kepada kemampuan akal pikiran.
Di antara masalah yang mereka kritik dan dilakukan pembaharuan adalah masalah
akhlak.Akhlak yang mereka bangun didasarkan pada penyelidikan menurut kenyataan empiric
dan tidak mengikuti gambaran-gambaran khayalan, dan hendak melahirkan kekuatan yang
ada pada manusia, dihubungkan dengan praktek hidup di dunia ini. Pandangan baru ini
menghasilkan perubahan dalam menilai keutamaan-keutamaan kedermawanan umpamanya
tidak mempunyai lagi nilai yang tinggi sebagaimana pada abad-abad pertengahan, dan
keadilan sosial menjadi di perolehnya pada masa yang lampau. Selanjutnya pandangan akhlak
mereka diarahkan pada perbaikan yang bertujuan agar mereka menjadi anggota masyarakat
yang mandiri. Diantara ajaran yang dikritik sekaligus diselidiki adalah ajaran akhlak yang
dibawa bangsa Yunani dan bangsa-bangsa setelahnya.
a. Descrates (1596-1650)
Diantara sekian tokoh Barat yang memperhatikan kajian akhlak adalah Descartes,
filsuf dari Perancis. Ia telah meletakan dasar-dasar baru bagi ilmu pengetahuan dan
filsafat, di antaranya:
1) Tidak menerima sesuatu yang belum diperiksa akal dan sebelum dipastikan nyata.
Apa yang didasarkan pada sangkaan semata dan tumbuh dari kebiasaan wajib
ditolak,
2) Penyelidikan terhadap sesuatu harus dimulai dari yang terkecil dan yang termudah
lalu mengarah pada yang lebih kompleks,
3) Tidak boleh menetapkan kebenaran sebelum diuji terlebih dahulu.

b. Jhon of Salisbury (1120-1180 M)


John of Salibury adalah seorang filsuf Inggris. Ia terkenal dengan uraiannya yang
menjelaskan bahwa kekuatan spritual berada diatas kekuatan duniawai. Oleh karena
itu ia menjadi pendukung gereja, berbicara mewakili gereja, membela gereja, dan
menyerang kekuasaan dunia dan menggambarkannya sebagai pengikut kekuasaan
spritual. Bukunya yang paling massyhur berjudul Stateman’s Book. Pada buku ini
berbicara tentang dua pedang (kekuasaan), yaitu pedang fisik dan pedang spritual.

9
Keduanya bersumber dari gereja dan harus kembali kepadanya. Raja menerima
pedang (kekuasaan) dari gereja, oleh karena itu gereja dapat menarik kembali pedang
itu jika ia keluar dari hukum ilahi. Sebab orang yang mempunyai kekuasaan untuk
memberi berarti mempunyai kekuasaan juga untuk mengambil pemberian tersebut.

c. Bentham (1748-1832) dan Stuart Mill (1806-1873)


Bentham dilahirkan di London, ia adalah orang yang berpengalaman dalam
bidang pembaharuan politik, hukum, sosial, dan pendidikan. Ia dikenal sebagai filsuf
atas bukunya Introduction to the Priciples of Morals and Legislations. Sedangkan
Stuart Mill adalah anak dari James Mill. Ia juga lahir di London. Pemikirannya
banyak dipengaruhi oleh ayahnya dan Bentham.
Bentham dan Stuart Mill memindahkan paham Epicurus kedalam paham
Utilitarianisme. Keduanya memindahkan paham Epicurus dari paham Egioitic
Hedonisme kedalam paham Universalitik Hedonisme. Paham keduanya tersiar luas di
Eropa dan memberikan peran besar dalam pembentukan hukum dan politik.

d. Thomas Hill Green (1836-1882) dan Herbert Spencer(1820-1903)


Green dan Spencer mengaitkan paham evolusi dengan akhlak.Diantara pemikiran
akhlaknya adalah:
1) Manusia dapat memahami suatu keadaan yang lebih baik dan dapat menghendaki
sebab ia adalah pelaku moral,
2) Manusia dapat melakukan realisi diri karena ia adalah subjek yang sadar diri,
suatu reproduksi dari kesadaran diri yang abadi,
3) Cita-cita keadaan yang lebih baik adalah yang ideal, tujuan yang terakhir,
4) Ide menjadi pelaku bermoral dalam kehidupan manusia. Kebaikan moral adalah
yang memuaskan hasrat pelaku moral. Kebaikan yang sesungguhnya adalah
tujuan yang memiliki nilai yang mutlak. Ideal dari kehidupan yang sempurna
adalah kesempurnaan manusia dalam alam,ditentukan oleh kehendak yang
selaras, kehendak yang mendorong tindakan yang utama.

e. Spinoza (1632-1677), Hegel (1770-1831), dan Kant (1724-1831)


Baruch de Spinoza adalah filsuf keturunan Yahudi dari keluarga yang bermigrasi
ke Belanda. Pikirannya berakar dari tradisi filsafat Yahudi yang dirintis sejak Philo
yang menggabungkan agama Yahudi dengan filsafat Yunani. Sedangkan George
Wilhelm Friedrich Hegel adalah seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart,
Wurttemberg (kini Jerman Barat Daya). Adapun Immanuel Kant adalah seorang filsuf
Jerman, karyanya yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781.
Spinoza, Hegel, dan Kant adalah orang yang mempunyai pengaruh besar dalam
bidang akhlak. Ethica Ordine Geometrico Demonstrata merupakan karya utama
Spinoza yang ditulis untuk mengurangi penderitaan orang-orang yang menganut

10
suatu keyakinan. Tujuan praktis dari karyanya adalah untuk mengajari pembacanya
bahwa Tuhan merupakan bagian dari penciptaan, bahwa semua yang ada ini adalah
merupakan manfestasi dari Tuhan. Agar seseorang mampu memahami hal ini, ia
harus bersikap mandiri dan bebas dari seluruh fanatisme. Sementara itu, Kant
meyakini adanya kesusilaan. Titik berat etikanya adalah rasa kewajiban (panggilan
hati nurani) untuk melakukan sesuatu yang berpangkal pada budi.

f. Victor Cousin (1792-1867) dan August Comte (1798- 1857)


Cousin adalah salah seorang yang bertanggung jawab menggeser filsafat Prancis
sensasionalisme ke arah spiritualisme meurut pemikirannya sendiri. Ia mengajarkan
bahwa dasar metafisika adalah pengamatan yang hati-hati dan analisis atas fakta-fakta
tentang kehidupan yang sadar.
August Comte atau Auguste Comte (nama panjang Isidore Marie Auguste
Francois Xavier Comte) lahir di Montpellier, Perancis, 17 Januari 1798 meninggal di
Paris, Perancis, 5 September 1857 padaumur 59 tahun) adalah seorang ilmuwan
Perancis yang dijuluki sebagai “bapak sosiologi”. Dia dikenal sebagai seorang
pertama yang mengaplikasikan metode ilmiah dalam ilmu sosial.

11
BAB 3

PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah Perkembangan Akhlak Pada Zaman Yunani Socrates dipandang sebagai perintis
Ilmu Akhlak. Dia berpendapat akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar
kecuali bila didasarkan ilmu pengetahuan. Lalu datang Plato (427-347 SM). Ia seorang ahli
Filsafat Athena, yang merupakan murid dari Socrates. Buah pemikirannya dalam Etika
berdasarkan ‘teori contoh’. Dia berpendapat alam lain adalah alam rohani. Kemudian disusul
Aristoteles (394-322 SM), dia adalah muridnya plato. Pengukutnya disebut Peripatetis
karena ia memberi pelajaran sambil berjalan atau di tempat berjalan yang teduh.
Pada saat islam masuk lahirlah seorang guru besar dalam bidang akhlak yaitu Nabi
Muhammad saw. Bahkan diutusnya beliau ke muka bumi tiada lain untuk menyempurnakan
akhlak, namun yang pertama kali menggagas atau menulisnya masih terus diperbincangkan.
Seiring berjalannya waktu bangsa Eropa pun bangkit dan mulai merngkaji ilmu tentang
akhlak dengan mengkritik sebagian ajaran klasik dan menyelidiki ajaran akhlak tersebut.
Begitu banyak pendapat-pendapat tentang ajaran akhlak namun masih terdapat dan di
temui kekurangan-kekurangan yang menjadikannya kurang sempurna dan ditemui celah,
hanya satu yang kebenarannya mutlak dan absolut yaitu akhlak yang di ajarkan oleh Nabi
Muhammad saw. Dengan panduannya yaitu Al-Qur’anul Karim yang diwahyukan oleh
Allah swt. Kepadanya.

B. Saran
Di zaman yang serba modern ini, kita di hadapkan pada perkembangan teknologi yang
begitu canggih yang dapat memberi pengaruh baik maupun buruk pada akhlak kita, oleh
karena itu kita sebagai generasi muda penerus bangsa harus pandai-pandai memilah-milah
mana hal yang baik dan yang buruk untuk diri kita.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. (2007). Study Akhlak dalam Perspektif Al-Quran. Jakarta: Amzah.

Amin, A. (1995). Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang.

Anwar, R. (2010). Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.

Nata, A. (2010). Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Press.

Wahyuddin. (2021, Maret 13). MAKALAH AKHLAK TASAWUF PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DALAM
AKHLAK ISLAM. Retrieved Maret 10, 2022, from http://calonsarjanabangsa.blogspot.com/:
http://calonsarjanabangsa.blogspot.com/2021/03/makalah-akhlak-tasawuf-perkembangan.html

https://www.academia.edu/40614716/KAMPUS_B_MURATARA_PERKEMBANGAN_PEMIKIRAN_DALAM
_AKHLAQ_ISLAM

http://kumpulantugassekolahdankuliah.blogspot.com/2015/01/sejarah-perkembangan-akhlak-pada-
abad.html

13

Anda mungkin juga menyukai