Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AL-AHKAM

DOSEN PENGAMPU :

Suroyo, S.Pd.I, MSI

Mata Kuliah : Ushul fiqh

SEMSESTER II (DUA)

Disusun oleh :

Rizki hilallizibli

INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) TEBO

KABUPATEN TEBO

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat
kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menyelesaikan makalah "AL - AHKAM". Selawat
serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad saw. yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan satu di antara tugas mata kuliah Uhhul fiqh Fakultas hukum pidana
islam pada Institut Agama Islam (IAI) tebo. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Suroyo, S.Pd.I, MSI selaku dosen pembimbing mata kuliah
Ushul fiqh dan kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama
penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini maka itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Ma tebo juni 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFRAT ISI...................................................................................................................................3

BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar belakang masalah...........................................................................................................4
B. Rumusan masalah....................................................................................................................4
C. Tujuan penelitian.....................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN..............................................................................................................................5
1. Pengertian dan penjelasan al-ahkam........................................................................................5
2. Pengertian dan penjelasan mahkum fih...................................................................................7
3. Pengertian dan penjelasan al-hakim.......................................................................................10

BAB III..........................................................................................................................................12
PENUTUP.....................................................................................................................................12
Kesimpulan................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas ummat Islam
terbanyak di dunia. Dinamka intelektual ke-Islaman di Indonesia diharapkan dapat menjadi basis
kebangkitan pemikiran dan peradaban ummat Muslim. Memang tidaklah aneh untuk
berhipothesis demikian, karena kapasitas negara Indonesia sebagai salah satu negara dengan
mayoritas penduduk ummat Islam.

Makalah ini akan mencoba untuk menguraikan beberapa hal tentang al-ahkam,mahkum fih dan
al-hakim.

B. Rumusan masalah

Dalam makalah ini, saya sebagai penulis merasa perlu mengungkapkan berbagai hal yang ada
kaitannya dengan judul makalah. Dimana pada rumusan masalah ini penulis akan membahas
permasalahan tentang :

1. Apa pengertian dan penjelasan al-ahkam?


2. Apa pengertian dan penjelasan mahkum fih?
3. Pengertian dan permasalahan al-hakim

C. Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian dan penjelasan Al-ahkam


2. Untuk mengetahui pengertian dan penjelasan Mahkum fih
3. Untuk mengetahui pengertian dan permasalahan Al-hakim
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN DAN PENJELASAN AL-AHKAM

Nama Allah, Al Hakamu ( ‫) الحكم‬ dibaca Al Hakam termasuk Al-Asma`ul Husna, firman Allah


:

Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk
menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah,
hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan dia adalah hakim yang sebaik-baiknya.
(Al-A’raaf [7]: 87)

Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu
dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang
nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Yusuf [12]: 40)

Makna Kata Al Hakam

Nama Allah, Al Hakamu bermakna Yang menetapkan hukum bagi segala makhlukNya, hukum
yang tidak dapat dirubah siapapun. 

Al-Hakam berasal dari akar kata ha-ka-ma. Dari akar kata itu bisa berubah menjadi haakim dan
hukm. Semua kata yang berasal dari pengembangan akar kata ha-ka-ma mempunyai makna yang
sama, yaitu menghalangi. Itulah sebabnya, hukum dapat diartikan sebagai perangkat yang dapat
menghalangi atau membatasi seseorang atau sekelompok orang dari tindakan yang melanggar.

Asma-Nya ini Allah menetapkan bahwa setiap individu manusia akan memperoleh apa yang
telah diusahakannya. Setiap individu menanggung sendiri dosa dan pahalanya. Anak tidak
menanggung dosa bapaknya, demikian juga sebaliknya. Islam tidak mengenal dosa warisan,
sebagaimana firman-Nya: “Dan bahwa setiap manusia tidak memperoleh selain apa yang telah
diusakannya, dan bahwa usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepada-nya).” (An-Najm: 39-
40).

Al-Hakam, Allah telah menetapkan kepastian hukum bagi hamba-Nya. Bagi yang berbakti akan
diganjar dengan kebahagiaan, sebaliknya bagi yang durhaka akan dihukum dengan kesengsaraan.
Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam
surga yanag penuh kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar
berada dalam neraka.” (Al-Infithar: 13 dan 14)
Allah adalah Hakim Agung. Sebagai Hakim Agung, Allah tidak membutuhkan sesuatu, malah
sebaliknya segala sesuatu membutuhkan-Nya. Dia tidak bisa dirayu, disogok, dan disuap. Di
pengadilan Allah, semua perkara diputus dengan seadil-adilnya. Semua alat bukti dapat
dihadirkan, bahkan Allah sendiri yang akan menjadi saksinya. Jangankan perbuatan yang
terlihat, niat yang tersembunyi sekalipun dapat dilihat Allah swt. Di hadapan Allah, mana
mungkin kita mengingkari atau sekadar menyembunyikannya?

Allah Maha Memutuskan kebenaran dari kebatilan. Dia juga menetapkan siapa yang taat dan
durhaka, serta memberi balasan setimpal bagi setiap usaha sesuai dengan ketetapan-Nya.

Hukum yang telah ditetapkan Allah itu pasti, tidak ada orang atau makhluk yang dapat
mengubahnya. Apabila seseorang takut kepada Allah, dia akan memutuskan sesuatu secara
cermat berdasar hukum dan ketentuan Allah. Ia yakin dengan sepenuh hati menjalani apa yang
telah digariskan Allah. Ia tidak pernah mempunyai kecenderungan untuk memihak kawan atau
keluarganya.

Allah mempunyai Asmaul Husna lain yang artinya mirip, yaitu Al Hakiim. Namun, Al Hakiim
lebih ke kebijakan, yaitu Allah Maha Bijaksana dalam menentukan atau berbuat sesuatu kepada
hamba-Nya.

َ ‫َأفَ َغ ْي َر هَّللا ِ َأ ْبت َِغي َح َك ًما َوه َُو الَّ ِذي َأ ْنزَ َل ِإلَ ْي ُك ُم ْال ِكت‬
‫َاب ُمفَصَّال‬

Pantaskah aku mencari hakim selain Allah, padahal Dialah yang menurunkan Kitab (Al Qur’an)
kepadamu secara rinci?… [Q.S. Al An’am: 114]

Akhlak Kita Terhadap sifat Al Hakam:

1. Selalu berpegang pada ketentuan Allah dalam memutuskan segala sesuatu.


2. Memutuskan segala sesuatu dengan bijak dan penuh pertimbangan dengan tidak melanggar
ketentuan dari Allah.
3.Selalu menjalankan hukum Allah dengan ikhlas.
4. Tidak bergeming terhadap hal-hal yang dapat mempengaruhi penetapan hukum.
2. PENGERTIAN DAN PENJELASAN MAHKUM FIH

Mahkum Fiih adalah perbuatan-perbuatan orang (mukallaf) yang dibebani suatu hukum
(perbuatan hukum). Para ulama ushul fiqih menyatakan bahwa yang dimaksud dengan mahkum
fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan orang mukallaf yang terkait dengan titah syari’ (Allah
dan Rasul-Nya), yang bersifat tuntutan mengerjakan, tuntunan meninggalkan suatu pekerjaan,
memilih suatu pekerjaan, dan bersifat syarat, sebab, halangan, azimah, rukhshah, sah, serta batal.

Jadi, bisa didefinisikan bahwa mahkum fiih itu merupakan hasil perbuatan manusia yang
mukallaf erat hubungannya atau bersangkutan dengan hukum syara’ agama Islam.

Misalnya perbuatan manusia yang mukallaf berhubungan dan berkaitan dengan aturan agama
Islam, antara lain:

1. Masalah menyempurnakan janji bagi mukallaf, adalah mahkum fih, sebab bertalian dengan
ijab, maka hukumnya adalah wajib.

2. Menyangkut masalah tidak dilaksanakan terhadap manusia, adalah mahkum fih, dan bertalian
dengan ketentuan Allah dalam firman-Nya:
َ ‫َوالَ تَ ْقتُلُو النَّ ْف‬
 ‫س‬
Artinya:“Janganlah kamu membunuh manusia.”

3. Menyangkut perbuatan manusia, mengenai mengerjakan puasa atau tidak melaksanakan puasa
pada bulan Ramadhan bagi orang yang sakit atau orang musafir/dalam prerjalanan jauh, maka
masalah itu adalah mahkum fih, bertalian dengan masalah ibadah. Bisa diartikan bahwa semua
perbuatan manusia yang mukallaf erat kaitannya dengan hukum syara’, dan semua itu disebut
Mahkum Fih dalam hukum Islam.
Telah menjadi ijma’ seluruh ulama bahwa tidak ada pembebanan selain pada pembuatan orang
mukallaf. Oleh karena itu, apabila syar’i mewajibkan atau mensunnahkan suata perbuatan
kepada seorang mukallaf, maka beban itu merupakan perbuatan yang harus dikerjakan.
Demikian juga apabila syar,i mengharamkan atau memakruhkan sesuatu, maka beban tersebut
juga merupakan perbutan yang harus ditinggalkan.

Perbuatan yang dibebankan (mahkum bih) kepada orang mukallaf itu mempunyai tiga syarat
sebagai berikut:
1. Perbutan itu diketahui oleh orang mukallaf secara sempurna, sehingga ia dapat
mengerjakannya sesuai dengan tuntutan,

2. Hendaklah diketahui bahwa pembebanan itu berasal dari yang mempunyai kekuasaan
memberi beban dan dari pihak yang wajib diikuti segala hukum-hukum yang dibuatnya,

3. Perbuatan itu adalah perbuatan yang mampu dikerjakan atau ditinggalkan, sehingga tidak
dibenarkan memberi beban yang mustahil untuk dilaksanakan.Manusia tidak diperintahkan
mengerjakan perbuatan yang tidak muungkin (mustahil) dapat dilakukan, sebagaimana firman
Allah swt.
Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupanya”. (QS.Al-
Baqarah: 286).
Namun demikian, didalam al-Qur’an dan al-Hadits terdapat keterangan yang menuntut suatu
perbuatan diluar kemampuan manusia, seperti berjihat dengan jiwa dan harta, atau bersabar dan
tidak suka marah.Bahkan seluruh ibadah yang diperintahkan oleh Allah akan teras berat dan
beban bagi manusia yang tidak mengenal hakikat hidup ini. Sebagaimana Rasullullah bersabda:
Artinya:
“Surga diliputi oleh hal-hal yang dibenci, sedang neraka diliputi oleh hal-hal yang
menyenangkan”

Menurut para ahli Ushul Fiqih (Ushuliyyun), yang dimaksud dengan hukum syar’i ialah Khithab
pencipta syari’at yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan orang mukallaf, yang mengandung
suatu tuntutan, atau pilihan yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau pengahalang bagi
adanya sesuatu yang lain

Hukum syar’i dikategorikan menjadi dua jenis yaitu:

1. Hukum taklifi 

Hukum taklifi adalah khithab syar’i yang mengandung tuntutan untuk dikerjakan oleh para
mukallaf atau untuk ditinggalkannya atau yang mengandung pilihan antara dikerjakan dan
ditinggalkannya.

Hukum taklifi ada lima macam, yaitu : 

a. Wajib, Yaitu suatu perbuatan apabila perbuatan itu dikerjakan oleh seseorang maka akan
mendapat pahala, dan apabila perbuatan itu ditinggalkan akan mendapat siksa.

b. Mandub atau sunnat, Yaitu perbuatan yang apabilan perbuatan itu dikerjakan, maka orang
yang mengerjakannya mendapat pahala dan apabila ditinggalkan, maka orang yang
meninggalkannya tidak mendapat siksa.

c. Haram, Yaitu perbuatan yang apabila ditinggalkan, maka orang yang meninggalkannya akan
mendapat pahala, dan apabila perbuatan itu dikerjakan mendapat siksa.

d. Makruh, Yaitu perbuatan yang apabila perbuatan itu ditinggalkan, maka orang yang
meninggalkannya akan mendapat pahala dan apabila dikerjakan, maka orang yang
mengerjakannya tidak mendapat siksa.

e. Mubah, Yaitu suatu perbuatan yang bila dikerjakan, orang yang mengerjakan tidak mendapat
pahala, dan bila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
2. Hukum wadh’i.

Hukum wadh’i ialah khithab syara’ yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu itu
adalah sebagai sebab, syarat atau penghalang sesuatu.

a. Sebab yaitu sesuatu yang dijadikan pokok pangkal bagi adanya musabbab (hukum). Artinya
dengan adanya sebab terwujudlah musabbab (hukum) dan dengan tiadanya sebab, tidak
terwujudlah suatu musabbab (hukum). Oleh karena itu, sebabnya haruslah jelas lagi tertentu dan
dialah yang dijadikan oleh Syari’ sebagai ‘illat atas suatu hukum.

b. Syarat Yaitu sesuatu yang tergantung kepada adanya masyrut dan dengan tidak adanya, maka
tidak ada masyrut. Dengan arti bahwa syarat itu tidak masuk hakikat masyrut. Oleh karena itu,
tidak mesti dengan adanya syarat itu ada masyrut.

c. Mani’ (Penghalang). Yaitu sesuatu yang karena adanya tidak ada hukum atau membatalkan
sebab hukum
3. PENGERTIAN DAN PERMASALAHAN AL-HAKIM

Al-Hakim merupakan salah satu nama atau sifat milik Allah Swt. yang terdapat di dalam asmaul
husna. Asmaul husna. Asmaul husna terdiri dari dua kata, yaitu asma yang berarti nama dan
husna yang berarti baik atau indah. Jadi, secara harfiah asmaul husna adalah nama-nama Allah
yang baik dan indah sesuai dengan sifat-sifat-Nya.
Nama atau sifat Allah Swt. yang ada di dalam asmaul husna jumlahnya terdapat 99. Masing-
masing dari nama tersebut memiliki arti dan makna yang baik lagi indah yang hanya dimiliki
oleh Allah Allah Ta’ala. Salah satu nama di dalam asmaul husna yang memiliki arti yang sangat
bagus adalah Al-Hakim.

Al-Hakim Tulisan Arab dan Artinya

Al Hakim (arab: ‫ )ا ْل َح ِكي ُم‬dalam asmaul husna artinya Yang Maha Bijaksana. Yang dimaksud
dengan Al-Hakim adalah bahwa Allah Maha Bijaksana dalam perbuatanNya, PerkataanNya, dan
TakdirNya. Maka dia meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya dengan hikmah dan
keadilanNya.

Kata Al-Hakim berakar dari kata “hakama” yang artinya menghalangi. Orang yang memiliki
hikmah akan terhalangi untuk berbuat yang tidak bijak. Sedangkan orang yang bijak akan
terjalangi dari perbuatan sia-sia.

Al-Hikmah artinya Allah Maha Bijaksana yang memiliki hikmah, menciptakan, mengatur dan
menentukan sesuatu hal dengan penuh perhitungan dan juga kebijakan. Dengan hikmahNya,
Allah menciptakan seluruh alam semesta ini beserta isinya tanpa sedikitpun yang sia-sia.

Dengan hikmahNya, Allah menciptakan seluruh makhlukNya dengan berbagai macam bentuk,
warna, dimensi, dan kehidupan yang beragam.Dengan hikmahNya, manusia diciptakan dengan
berbagai keunikan dan karakter masing-masing. Dengan hikmahNya, Allah mengutus para nabi,
menurunkan kitab suci, ada yang kafir dan mukmin.

Dan dengan hikmahNya Allah menciptakan surga dan neraka. Semua tersebut berkat
kesempurnaan kebijakan Allah Swt. Menurut Al-Qusyairi, kebijaksaan Allah Swt. adalah
kebijaksanaan yang arah dan tujuannya tidak diketahui oleh siapa pun.

Makna Al-Hakim

Menurut Syaikh Dr. Shâlih bin Fauzân al-Fauzân (salah satu ulama besar di Saudi Arabia),
menjelaskan bahwa Al-Hakim mempunyai dua makna, yaitu sebagai berikut.

Pertama, Allah Swt. adalah Hakim (pembuat dan penentu hukum) bagi seluruh makhluk
ciptaannya. Dan hukum Allah Swt. ada dua, yaitu hukum yang bersifat kauni (ketetapan takdir),
dan hukum yang bersifat syar’i (ketetapan syariat).
Kedua, Allah Maha Bijaksana, bagus, tepat, dan menyakinkan dalam menetapkan semua
hukumnya, baik itu hukum yang bersifat kauni maupun bersifat syar’i. Makna ini diambil dari
kata hikmah, yang artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Dalil Tentang Al-Hakim

Al-Hakim sebagai nama Allah dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 45 kali. Kebanyakan
dirangkai dengan nama Allah Al-Aziz, Al-Alim, Al-Khabir, At-Tawwab, Al-Hamid, Al-Ali dan
Al- Wâsi’ (Quraisy Syihab: 220). Al-Hakim terdapat dalam Surat Al-Hadid ayat 1 berikut.

ِ ‫ت َواَأْل ْر‬
‫ض ۖ َو ُه َو ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َح ِكي ُم‬ َّ ‫سبَّ َح هَّلِل ِ َما ِفي ال‬
ِ ‫س َما َوا‬ َ

Artinya: Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Al-
hadid :1)

Al-Hakim juga terdapat dalam firman Allah Surat Fatir Ayat 2 berikut.

ِ ‫سكْ فَاَل ُم ْر‬


‫س َل لَهُ ِمنْ بَ ْع ِد ِه ۚ َو ُه َو ا ْل َع ِزي ُز ا ْل َح ِكي ُم‬ ِ ‫س ِمنْ َر ْح َم ٍة فَاَل ُم ْم‬
ِ ‫سكَ لَ َها ۖ َو َما يُ ْم‬ ِ ‫َما يَ ْفت‬
ِ ‫َح هَّللا ُ لِلنَّا‬

Artinya: Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada
seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak
seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Al ahkam as sulthoniyah berasal dari bahasa arab, ahkam, jamak dari hukm =hukum, menahan
ketentuan, dan ketetapan atas sesuatu, as Sultaniyyah adalah kata sifat dari sultan = dalil, hujjah,
pengaruh, pemerintahan, dan kekuasaan. Hukum atau ketentuan yang menyangkut kekuasaan
atau pemerintahan/kenegaraan.
al ahkam as sulthoniyyah mencakup segala hukum atau ketentuan yang menyangkut aturan
kenegaraan, yang oleh wahbah az Zuhaili (ahli fiqih dari suriah) dibaginya atas tiga wilayah
kekuasaan, yaitu:

1. Sultah at tasyri’ al ‘ulya (kekuasaan tertinggi dalam membentuk undang-undang).


2. Sultah at tanfiz al ‘ulya (kekuasaan tertinggi dalam melaksanakan undang-undang).
3. As sultah al qada’iyyah (kekuasaan dalam peradilan).
DAFTAR PUSTAKA

Al-hanbali, Abu Ya’la Muhammad Ibnu al Husein, Al ahkam al sultaniyyah. Beirut: Daar al
Fikr, 1994

Ensiklopedia hukum islam

Mujar Ibnu Syarif, khamami zada,Fiqh siyasah. Erlangga,Desember 2007

https://tafsirweb.com/10697-surat-al-hadid-ayat-1.html

https://tafsirweb.com/10697-surat-al-hadid-ayat-1.html

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Mahkum_Fih

Anda mungkin juga menyukai