Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Allah menciptakan laki - laki dan perempuan sehingga mereka dapat berhubungan satu
sama lain, sehingga mencintai, menghasilkan keturunan, serta hidup dalam kedamaian yang
sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulallah SAW.
Islam mendorong manusia untuk membentuk keluarga, karena keluarga itu gambaran
kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan keinginan manusia tanpa
menghilangkan kebutuhannya.
Keluarga merupakan tempat fithrah yang sesuai dengan ajaran Allah bagi kehidupan
manusia sejak keberadaan khalifah, Allah SWT. berfirman:

s)s9ur

$uZ=yr&

Wx

`iB

y7=6s%

$uZ=yy_ur Nlm; %[`urr& Zphur 4


"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. (QS. Ar-Rad (13): 38)
Menikah termasuk dari sunnah yang paling ditekankan oleh setiap Rasul, dan juga
termasuk dari sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Allah berfirman:




"Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteriisteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir" (Ar-Ruum: 21)
Kehidupan manusia secara individu berada dalam perputaran kehidupan dengan
berbagai arah yang menyatu dengannya. Karena sesungguhnya fitrah kebutuhan manusia

13

mengajak untuk keluarga sehingga mencapai kerindangan dalam tabiat kehidupan.


Bahwasannya tiadalah kehidupan yang dihadapi dengan kesungguhan oleh pribadi yang kecil.
Bahkan telah membutuhkan unsur-unsur kekuatan, memperhatikannya pada tempattempat berkumpul, tolong-menolong dalam menanggung beban, menghadapi kesulitan, dari
segenap kebutuhan aturan keluarga.
Hal itu adalah fithroh kehidupan dan penghidupan, manusia mengharapkan kemuliaan.
Allah SWT. berfirman:

Nt !$# L9$# tss }$Z9$# $pkn=t 4|


#$! w @7s? ,=y9
(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada peubahan pada fitrah Allah.
1.2 Rumusan Masalah
Identifikasi masalah dalam Makalah ini adalah:
1.
Apa pengertian nikah?
2.
Bagaimana hukum nikah itu?
3. Bagaimana memilih calon suami/istri yang baik?
4. Syarat dari Masing Masing Rukun Pernikahan?
5. Apa hikmah dari menikah?
6. Apa yang menjadi keutamaan Nikah?

1.3 Tujuan Penulisan


1.
2.
3.
7.

Untuk mengetahui pengertian nikah yang benar menurut al-quran dan al-hadits.
Untuk mengetahui hukum-hukum nikah.
Supaya bisa memilih calon suami/istri yang baik.
Untuk mengetahui tentang Syarat dari Masing Masing Rukun Pernikahan.

BAB II
NIKAH
2.1 Pengertian Nikah

13

Menurut Imam Nawawi, Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan
untuk menyebut akad nikah , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.
Nikah bahasa arab diartikan dengan kawin. Kalimat nikah diartikan dengan
mengawinkan. Ala MazahibilArba`ah menyebutkan makna nikah menurut bahasa yang
artinya adalah bersenggama atau bercampur. Dalam pengertian majaz orang menyebut nikah
sebagai akad nikah, karena akad nikah adalah sebab bolehnya bersenggama. Nikah ditinjau
dari segi syariat ialah pertalian hubungan (Akad) antara laki-laki dan perempuan dengan
maksud agar masing-masing dapat saling menikmati yang lain (Istimtaa) dan membentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah.
Sedangkan Menurut Undang - Undang Nomor 1 pasal 2 Tahun 1974 pengertian
pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami
isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pernikahan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum perkawinan masingmasing agama dan kepercayaan serta tercatat oleh lembaga yang berwenang menurut
perundang - undangan yang berlaku.
Perkawinan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua
belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang
bahagia sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan
fisik dan mental karena menikah / kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan
jalan hidup seseorang.
2.2

Hukum Nikah
Para ulama ketika membahas hukum pernikahan, menemukan bahwa ternyata menikah
itu terkadang bisa menjadi sunnah, terkadang bisa menjadi wajib atau terkadang juga bisa
menjadi sekedar mubah saja. Bahkan dalam kondisi tertentu bisa menjadi makruh. Dan ada
juga hukum pernikahan yang haram untuk dilakukan. Semua akan sangat tergantung dari
kondisi dan situasi seseorang dan permasalahannya. Apa dan bagaimana hal itu bisa terjadi,
mari kita bedah satu persatu.

A. Pernikahan Yang Wajib

13

Menikah itu wajib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial dan
juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari
zina adaah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja
menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.
Imam Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya
seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina
padadirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup
dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya :

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang

layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan
Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui.(QS. An-Nur : 32)
B. Pernikahan Yang Sunnah
Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah
mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang
usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.Orang yang
punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib.
Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang
diharamkan Allah SWT. Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih
dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan
anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.
Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah Saw bersabda,"Nikahilah wanita yang
banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada hari kiamat. (HR. Ahmad dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibbam)
Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Menikahlah, karena aku
berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para
rahib nasrani (HR. Al-Baihaqi 7/78).
Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah
sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.
C. Pernikahan Yang Haram

13

Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk
menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan
hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu
mengetahui dan menerima keadaannya.
Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat fisik lainnya yang secara umum tidak
akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah,
haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari
calon pasangannya. Seperti orang yanga terkena penyakit menular dimana bila dia menikah
dengan seseorang akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka
hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap
menerima resikonya.
Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk
menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama
atau atheis .Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang
haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.
Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi
syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi atau menikah dengan niat
untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan
nikah kontrak.
D. Pernikahan Yang Makruh
Orang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna kemampuan
untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela
dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka
untuk menikah meski dengan karahiyah. Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung
beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan
itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi
demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat
kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.
E. Pernikahan Yang Mubah

13

Orang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong
keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi
hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan
untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya.
Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah
2.3 Memilih Calon Suami/Istri yang baik.
A. Menentukan Kriteria
Secara rinci bisa dicontohkan antara lain :
Aqidahnya kuat
Ibadahnya rajin
Akhlaqnya mulia
Fasih membaca Al-Quran
Ilmu pengetahuan agamanya mendalam
Berbakti kepada orang tuanya serta rukun dengan saudaranya
Pandai menjaga lisannya dan mengatur waktunya serta selalu menjaga amanah yang
diberikan kepadanya
Berhusnuzhan kepada orang lain, ramah dan simpatik
2.4 Syarat dari Masing Masing Rukun Pernikahan
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut
dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut darisegi hukum. Kedua kata tersebut
mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus
diadakan. Dalam suatu acara perkainan umpamanya rukun dan syaratnya tidak boleh
tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
Keduanya mengandung arti yang berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang
berada di luarnya dan tidak merupakan unsurnya. Syarat itu ada yang berkaitan dengan rukun
dalam arti syarat yang berlaku untuk setiap unsur yang menjadi rukun. Ada pula syarat itu
berdiri sendiri dalam arti tidak merupakan kriteria dari unsur-unsur rukun.
Nikah tidak sah jika tidak terpenuhinya beberapa perkara (syarat-ayarat dan rukun
nikah), yaitu:
1. Shighot (ijab qobul)
2. Calon istri
3. Calon suami
4. Wali
5. Dua orang saksi

13

Mahar yang harus ada di setiap perkawinan tidak termasuk ke dalam rukun, karena mahar
tersebut tidak mesti disebut dalam akad perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu
akad itu berlangsung. Dengan demikian, mahar itu termasuk dalam syarat perkawinan.
2.4.1 Shigot (Ijab dan Qobul)
Adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan
perkawinan dalam bentuk ijab dan qobul. Ulama sepakat menempatkan ijab qobul sebagai
rukun perkawinan.Akad ijab qabul merupakan rukun yang paling menentukan dalam
menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal dan tidak sah suatu pernikahan tanpa ijab
qabul. Adapun akad ijab diucapkan si wali nikah, sedangkan akad qabul di ucapakan calon
suami.
2.4.2 Calon Istri dan Suami
Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan perempuan dan tidak boleh
lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau sesama perempuan, karena ini yang disebut dalam
al-Quran. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk laki-laki dan perempuan yang
akan kawin adalah sebagai berikut:
a. Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang lainnya.
b. Keduanya sama-sama beragama Islam.
c. Keduanya melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok agamanya, yaitu shalat lima waktu,
puasa Ramadhan, zakat, haji bila mampu.
d. Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan.
e. Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula dengan pihak yang akan
mengawininya.
f. Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
2.4.3 Wali dalam Pernikahan
Wali secara umun adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk
bertindak terhadap dan atas nama orang lain. Dalam akad perkawinan wali itu adalah
seseorang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah.
Keberadaan seorang wali secara umum adalah suatu yang mesti dan tidak sah akad
perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. Dalam akad perkawinan itu sendiri wali
dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan
13

dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk kelangsungan perkawinan
tersebut.
Keterangan adalah sabda Nabi Muuhammad SAW. dari Aisyah yang dikeluarkan
olem empat orang perowi hadits selain Nasai:
) :

, , ,
(
,
,
Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Perempuan yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil. Jika sang
laki-laki telah mencampurinya, maka ia wajib membayar maskawin untuk kehormatan
yang telah dihalalkan darinya, dan jika mereka bertengkar maka penguasa dapat
menjadi wali bagi wanita yang tidak mempunyai wali." Dikeluarkan oleh Imam Empat
kecuali Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Uwanah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Juga hadits dari Abu Hurairah yang mengutip ucapan Nabi:
, ) :
. , , (
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Perempuan tidak boleh menikahkan perempuan lainnya, dan tidak boleh pula
menikahkan dirinya." Riwayat Ibnu Majah dan Daruquthni dengan perawi-perawi yang
dapat dipercaya.
Syarat-Syarat Wali :
a) Islam, maka tidak diperbolehkan wali perempuan itu orang kafir. Hal ini berdalil dari firman
Allah dalam surat Ali Imron ayat 28:
wGttbqZBsJ9$#ts39$#u!
$u9rr&`BbrtZBsJ9$#(`tBur@yt9s}
n=sB!$#>x
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia
..dari pertolongan Allah
13

b) Baligh, dalam arti tidak diperbolehkan wali perempuan dari golongan anak kecil.
c) Berakal, juga tidak diperbolehkan wali yang gila, sama halnya gilanya itu terus-menerus atau
putus-putus.
d) Merdeka, maka juga tidak diperbolehkan wali perempuan itu budak dalam ijab pernikahan,
tetapi seorang budak tersebut boleh qobul dalam pernikahan.
e) Laki-laki. Tidak boleh seorang perempuan dan khuntsa itu menjadi wali.
f) Adil. Maka orang fasiq tidak boleh menjadi wali. Dalam arti tidak pernah terlibat dengan dosa
besar dan tidak sering terlibat dengan dosa kecil serta memelihara muruah atau sopan santun.
g) Tidak sedang melaksanakan ibadah ihram, untuk haji atau umroh.

Macam-Macam Wali
Orang-orang yang berhak menjadi wali adalah:
1. Wali Nasab, yaitu wali yang berhubungan tali kekeluargaan dalam perempuan yang akan
kawin.
Adapun urutan wali nasab adalah sebagai berikut:

2.

Ayah kandung;
Kakek, bapaknya ayah atau bapaknya kakek;
Saudara laik-laki kandung;
Saudara Saudara laki-laki seayah, tidak berhak saudara laki-laki seibu;
Anak saudara laik-laki kandung (keponakan);
Anak saudara laki-laki seayah, tidak berhak anak saudara laki-laki seibu;;
Paman atau saudara ayah kandung;
Paman atau saudara ayah seayah, tidak berhak paman saudara laki-laki seibu;
Anak paman saudara laki-laki syah kandung;
Anak paman saudara laki-laki ayah seayah;
Paman ayah;
Anak paman ayah;
Paman kakek, kemudian anaknya;
Paman ayah kakek, kemudian anaknya dan begitu seterusnya.
Wali Hakim, yaitu orang yang menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau
pengusaha. dijelaskan bahwa Wali hakim baru bisa bertindak sebagai wali nikah apabila
wali nasab tidak ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat
tinggalnya.

13

2.4.4

Saksi
Sebagaimana dengan wali maka perkawinan dalam pelaksanaannya harus dihadiri oleh

saksi-saksi. Adapun Dasar hukum perwalian adalah sabada rosulallah SAW :

) )
Imam Ahmad meriwayatkan hadits marfu' dari Hasan, dari Imran Ibnu al-Hushoin: "Tidak
sah nikah kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi."
Para ahli fiqih sepakat bahwa pelaksanaan akad nikah hanya dihadiri oleh saksi-saksi.
Karena kehadiran saksi-saksi merupakan rukun atau hakikat dari perkawinan itu sendiri.
Syarat-syarat menjadi saksi akad nikah
1. Sudah mencapai batas baligh (genap 15 tahun, bermimpi hingga mengeluarkan air sperma)
2. Keduanya adalah orang yang berakal, maka tidak sah kesaksian seorang yang gila sampai
dia waras.
3. Keduanya dari kaum pria, dan tidak sah kesaksian seorang wanita atau banci dalam
pernikahan.
4. Keduanya beragama islam
5. Keduanya termasuk orang yang adil dan tidak fasik.
6. Keduanya bukan orang yang idiot.
7. Keduanya bukan orang yang tuli
8. Keduanya bukan orang yang buta
9. Keduanya tidak bisu.
10. Keduanya harus memahami bahasa yang digunakan oleh wali dan suami maka tidak cukup
hanya menghafal kalimat yang diucapkan si wali dan suami tanpa memahami artinya.
11. Keduanya tidak memiliki ingatan yang lemah
12. Salah satu dari dua saksi tersebut bukan wali satu-satunya dari calon isteri.
Dan jika terjadi suatu pernikahan daengan kesaksian salah satu saksi atau keduanya tidak
memenuhi syarat salah satu dari syarat-syarat diatas, maka tidak sah pernikahan tersebut dan
harus diulang prosesi akad nikahnya dengan kesaksian orang yang memenuhi syarat
Dan dapat diketahui bahwasanya satu atau keduanya tidak memenuhi syarat dengan dua
hal:
1. Jika ada dua saksi yang bersaksi bahwa dua saksi tersebut tidak memenuhi syarat.
2. Dengan pengakuan suami istri tersebut bahwa kedua saksi tersebut adalah orang yang
tidak memnuhi syarat, maka batalah nikahnya.

13

2.5Hikmah Nikah
Banyak hikmah nikah bagi kita semua diantaranya:
a) Pernikahan merupakan suasana solihah yang menjurus kepada pembangunan serta ikatan
kekeluargaan, memelihara kehormatan dan menjaganya dari segala keharaman, nikah
juga merupakan ketenangan dan tuma'ninah, karena dengannya bisa didapat kelembutan,
kasih sayang serta kecintaan diantara suami dan isteri.
b) Nikah merupakan jalan terbaik untuk memiliki anak, memperbanyak keturunan, sambil
menjaga nasab yang dengannya bisa saling mengenal, bekerja sama, berlemah lembut
dan saling tolong menolong.
c) Nikah merupakan jalan terbaik untuk menyalurkan kebutuhan biologis, menyalurkan
syahwat dengan tanpa resiko terkena penyakit.
d) Nikah bisa dimanfaatkan untuk membangun keluarga solihah yang menjadi panutan bagi
masyarakat, suami akan berjuang dalam bekerja, memberi nafkah dan menjaga keluarga,
sementara isteri mendidik anak, mengurus rumah dan mengatur penghasilan, dengan
demikian masyarakat akan menjadi benar keadaannya.
e) Nikah akan memenuhi sifat kebapaan serta keibuan yang tumbuh dengan sendirinya
ketika memiliki keturunan.

2.6Keutamaan nikah
A. Separuh dari agama
Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wa sallam bersabda:
"Apabila seorang hamba menikah berarti ia telah menyempurnakan separuh dari
agamanya, oleh karena itu bertaqwalah kalian terhadap yang separuh lagi."(AshShahihah 625).
B. Allah pasti menolong seorang yang menikah demi untuk menjaga kesucian diri.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu 'Alaihi
Wa sallam bersabda tentang tiga golongan yang pasti mendapat pertolongan Allah.
Diantaranya: seorang menikah karena menjaga kesuciannya." (Hadits riwayat AtTirmidzi dan Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albaani).
C. Mendapat jaminan rezeki.
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman:























.
13

Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.
Dan Allah Maha luas (pemberian- Nya) lagi Maha Mengetahui (An-Nuur: 32)
D. Sunnah para Rasul
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:






Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. (Ar-Ra'du:38)
E. Sarana meraih ketentraman hidup
Allah Subhaanahu Wa Ta'ala berfirman:




Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya.
(QS. Ar Ruum:21)

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Nikah merupakan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara laki-laki dan
perempuan, yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan antara keduanya dengan dasar
mencari Ridho Allah SWT.

13

Nikah ditinjau dari segi kondisi orang yang akan melakukan pernikahan, hubungan nikah
dapat berupa menjadi sunah,wajib,makruh, atau haram. Selain itu banyak sekali hikmah yang
terkandung dalam pernikahan antara lain sebagai kesempurnaan ibadah, membina ketentraman
hidup, menciptakan ketentraman batin, kelangsungan keturunan, terhindar dari fitnah dan lainlain.

3.2 Saran
Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan terimakasih pada
semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.Disamping itu,
masih banyak kekurangan serta jauh dari kata kesempurnaan, tetai kami telah berusaha
semaksimal mungkin dalam pembuatan makalah ini.Maka daripada itu, kritik dan saran dari
rekan-rekan sangat kami harapkan demi kebaikan kita bersama terutama bagi pemakalah.

DAFTAR PUSTAKA
CD Holy Quran
Al-Hasyim,Ahmad,2000.Mukhtaarul Haadis, jakarata, Al-Haramain jaya Indonesia.
Sayyid sabiq,1985.fikih Sunnah 6, PT.Al-maarif: Bandung 1985
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta. 2007. Hal 50

13

Ibnu Masud dan Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafii, Pustaka Setia: Bandung, 2007. Hal 260
Anonimaus,kompilasi hukum islam di Indonesia,Pustaka Setia : Bandung,2007.

13

Anda mungkin juga menyukai