Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Program Riset Imre Lakatos


Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Sangkot Sirait, M.Ag

Disusun Oleh :
Ary Asy’ari
(19204010070)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu berawal dari keingintahuan manusia atas fenomena yang ada disekitarnya ataupun
tentang dirinya sendiri. Pada awalnya hasrat ingin mengetahui itu terhambat oleh berbagai
mitos yang berkembang di masyarakat. Mitos berhasil tertanam didalam pikiran manusia,
karena keterbatasan pikiran manusia itu sendiri untuk memberikan dan memperoleh penjelasan
yang masuk akal. Salah satu misi ilmiah adalah meruntuhkan berbagai mitos melalui penjelasan
ilmiah yang dapat memuaskan kedahagaan keingintahuan1

Pembahasan mengenai filsafat ilmu tentu tidak lepas dari membahas sejarah awal mula
ilmu dan pengetahuan, pengertian, proses, jenis-jenisnya, prosedur, paradigma, kerangka dasar
teori keilmuan, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang kita tau, bahwa sesuatu dapat dikatakan
sebagai ilmu jika telah melalui proses penelitian, pembuktian dan lain-lain.
Akhirnya, muncullah beberapa pemikir yang mencoba mendobrak dominasi ini
dengan memunculkan filsafat baru. Diantara mereka salah satunya adalah Imre Lakatos. Dalam
salah satu artikelnya Lakatos mengatakan: “Philosophy of science without history of science is
empty; history of science without philosophy of science is blind” .2 Imre Lakatos mengambil jalan
tengah atas pemikiran Khun dan Popper. Lakatos ingin mengembangkan dan mengkritik atas
kekurangan dari pemikiran Popper dan menghasilkan metode baru yang selanjutnya disebut
Program Riset. Pemikiran Lakatos berkaitan dengan struktur teori. Pemikiran ini berpendapat
bahwa dalam sebuah teori terdapat sebuah inti teori yang tidak bisa dibandingkan satu sama
lain. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang pemikiran imre lakatos tentang
program riset.

1
Rizal mustansyir, program riset ilmiah imre lakatos , jurnal filsafat vol 17 nomor 3 desember 2017 hlm 254-
255
2
Ibid
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:
1. bagaimana biografi imre lakatos ?
2. bagaimana mengetahui konsep metodologi pemikiran Imre Lakatos tentang progam riset ?
3. bagaimana mengetahui manfaat metodologi pemikiran Imre Lakatos tentang progam
riset dalam perspektif kajian Islam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui biografi Imre Lakatos
2. Untuk mengetahui konsep metodologi pemikiran Imre Lakatos tentang progam riset
3. Untuk mengetahui manfaat metodologi pemikiran Imre Lakatos tentang progam
riset dalam perspektif kajian Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imre Lakatos


Lakatos, nama aslinya Imre Lipschitz, lahir di Hungaria 9 Nopember 1922 dari keluarga
Yahudi. Ia menyelesaikan pendidikan awal di daerahnya, meskipun kala itu Hungaria berada
dalam masa-masa sulit, terutama ketika menghadapi carut marutnya perang dunia. Ia mendapat
ijazah dalam bidang matematika, fisika, dan filsafat pada tahun 1944 dari University of
Debrecen. Tahun 1947 dia dipercaya menduduki jabatan sebagai Menteri Pendidikan, namun
akibat perbedaan dan kekacauan politik, ia dijebloskan ke penjara. Setelah keluar, ia mulai aktif
di bidang akademik dengan menerjemahkan buku matematika ke bahasa Hungaria. Masalah-
masalah ini dikaji dalam buku-bukunya Karl R. Popper. 3
Karena pada tahun 1956 terjadi revolusi, Imre Lakatos lari ke Wina yang akhirnya
sampai ke London. Di London inilah kemudian Imre Lakatos melanjutkan studi di Cambridge
University dan memperoleh gelar doktor setelah mempertahankan desertasinya: Proofs and
Refutations: The Logic Of Matematical Discovery (karya yang membahas pendekatan terhadap
beberapa metodologi matematika sebagai logika penelitian). 4
Tahun 1963 ia menulis Proofs and Refutations menjadi empat bagian dalam British
Journal for Philosophy of Science. Lakatos banyak menulis tentang filsafat matematika
sebelum ia bergeser untuk menulis dalam bidang filsafat sains. Dalam karya tersebut tampak
jelas kontribusi Lakatos terhadap filsafat matematika, yang mana ia membuatnya menjadi
sederhana dan memastikan bahwa pokok materi (subyek) matematika tidak pernah akan sama
lagi. Lakatos membuat kita berpikir sekitar apa yang kebanyakan para ahli matematika
lakukan. Ia menulis suatu dialog filosofis yang mengagumkan tentang tanda bukti yang
mendasar sebagaimana muncul dalam ilmu geometri yang dipelopori oleh Euler. Ini
merupakan suatu seni karya intelektual yang sangat baik. Karyanya ini disebut-sebut mirip
seperti dialog yang pernah dibuat oleh Hume, Berkeley, atau Plato. 5
Setelah diangkat menjadi pengajar pada london school of economic, dia
sering terlibat diskusi dengan Popper, Feyerabend, dan Kuhn untuk membantu memantapkan
gagasannya tentang Metodology of Scientific Research Programmes, sehingga pada tahun

3
Ahmad amir aziz, pemikiran imre lakatos tentang metodologi program riset dan signifikansinya dalam kajian
keislaman, jurnal ISLAMICA, Vol. 1, No. 1, September 2006 hlm 43
4
Waryani Fajar Riyanto, Filsafat Ilmu, Interkoneksi-Interkoneksi, Yogyakarta, 2016, hlm.519
5
Ahmad amir aziz, pemikiran imre lakatos tentang metodologi program riset dan signifikansinya dalam kajian
keislaman, jurnal ISLAMICA, Vol. 1, No. 1, September 2006 hlm 44
1965, Lakatos mengadakan suatu simposium yang mempertemukan gagasan Kuhn dan Popper.
Pada tahun 1968 Lakatos menerbitkan karyanya yang berjudul:Criticism and the methodology
of scientific programmes, sebagai evaluasi atas prinsip falsifikasi dan upaya perbaikan atas
kelemahan dan kekurangannya. Lakatos meninggal pada 2 Februari 1974 di London sebelum
menyelesaikan karyanya yang berjudul: “The Changing Logic Of Scientific Discovery” sebagai
pembaruan dari karya Popper yag berjudul: “The Logic Of Scientific Discovery. 6
Sejauh ini telah banyak kajian yang dilakukan berbagai pihak yang mencermati
pamikiran Lakatos dari berbagai segi. Setidaknya yang dapat terlacak, antara lain: “Searching
for the Holy in the Ascent of Imre Lakatos”,7 “Lakatos’s weak rationalism”,8 Imre Lakatos and
the Guise of Reason,9 Lakatos an Intoduction, “Assaying Lakatos’s philosophy of
mathematics”.
Lakatos meninggal pada 2 Pebruari 1974 di London sebelum ia sempat menyelesaikan
karyanya, The Changing Logic of Scientific Discovery10

B. Konsep Metodologi Pemikiran Imre Lakatos Tentang Progam Riset


Metodologi program riset merupakan sebuah hasil dari gagasan Lakatos yang berusaha
mempertemukan ide dari Popper dan juga Kuhn. Metodologi program riset menawarkan
sebuah arah baru bagi pengembangan riset di masa depan dalam bentuk struktur metodologis.
Hal ini dilakukan demi kemajuan ilmu dan perbaikannya sekaligus menjawab tantangan
falsifikasionisme Popperian.11 Dalam Program Riset ini terdapat aturan-aturan metodologi
yang disebut “Heuristik”. Heuristik menurut kamus filsafat adalah proses, mirip coba-coba
(trial and error), untuk menyelesaikan masalah yang menyatakan tidak ada algoritma yang
eksis. Heuristik bagi suatu masalah adalah aturan atau metode untuk mendekati sebuah solusi.12
Heuristik juga dapat diartikan sebagai metode pemecahan masalah lewat penalaran,

6
Ibid
7
John Wettersten, “Searching for the Holy in the Ascent of Imre Lakatos”, Phil. Sos. Sci., 34 (2004),
84-150; P. Freguglia, “Historiography and epistemology in Lakatos” (Italian), in Epistemology of
mathematics: 1989-199 Seminars (Rome, 1992), 67-76.
8
J. Grunfled, “Lakatos’s weak rationalism”, Science et Esprit, XXXIV/2 (1982), 219-224.
9
John Kadvany, Imre Lakatos and the Guise of Reason (Duke University Press, 2001).
10
Ahmad amir aziz, pemikiran imre lakatos tentang metodologi program riset dan signifikansinya dalam kajian
keislaman, jurnal ISLAMICA, Vol. 1, No. 1, September 2006 hlm 44
11
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Dan Asumsi Dasar Paragigma Dan Kerangka Teori Ilmu
Pengetahuan, Belukar, Yoyakarta, 2004, hlm.70.
12
Simon Blackburn, Kamus Filsafat, Pustaka Pelajar , Yogyakarta, 2013, hlm. 400
pengalaman, serta lewat percobaan-percobaan.Menurut Lakatos, research programme ini
mengandung tiga elemen.13
Heuristik sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu heuristik negatif dan heuristik positif.
Heuristik Positif adalah berupa bimbingan garis besar yang menujukan bagaimana program
riset itu dapat dikembangkan. Perkembangan-perkembangan inti memerlukan perlengkapan
bagi inti pokok tadi dari asumsi-asumsi tambahan untuk menerangkan fenomena-fenomena
yang sudah dikenal lebih dahulu dan meramalkan fenomena baru. Dengan itu program riset
bisa progresif atau degeneratif tergantung pada apakah mereka berhasil atau gagal menempuh
ke pemahaman fenomena baru.
Menurut Lakatos, ilmu pengetahuan bukanlah tentang benar (verifikasi) dan salah
(falsifikasi). Ilmu pengetahuan bukanlah sekedar trial and error, yaitu mengumpulkaan dugaan
kemudian melakukan penolakan. Ilmu pengetahuan adalah tentang wawasan yang lebih
mendalam dalam sebuah pemecahan masalah. Dalam bahasa Lakatos, ilmu pengetahuan
merupakan sebuah program riset yang dibuat dan bersifat lebih baik (progresif)14
Tiga elemen penting dalam program riset imre lakatos adalah :
a. Inti Pokok
“Inti pokok” (hard-core), yaitu asumsi dasar yang menjadi ciri dari program riset ilmiah
yang melandasinya, yang tidak dapat ditolak atau dimodifikasi, harus dilindungi dari ancaman
falsifikasi. Dalam aturan metodologis hard-core disebut sebagai heuristik negatif, yaitu bahwa
inti yang solid dari asumsi fundamental seharusnya jangan sampai dibatalkan. Heuristik negatif
dari suatu program adalah tuntutan bahwa selama program masih dalam perkembangan, inti-
pokoknya tetap tidak dimodifikasi sehingga tetap utuh, ia menjadi dasar di atas elemen yang
lain. Demikian ini, karena sifatnya menentukan dari suatu program riset dan sebagai hipotesa-
teoritis yang bersifat umum sekaligus sebagai pijakan bagi program pengembangan.
Konsekuensinya, jika seorang ilmuwan mengadakan modifikasi terhadap asumsi fundamental
itu, maka sebenarnya ia telah memilih keluar dari program riset yang dilakukan15
Dalam sebuah penelitian, hardcore inilah yang berfungsi sebagai asumsi dasar yang
menjadi ciri dari program riset ilmiah yang melandasinya, yang tidak dapat ditolak atau
dimodifikasi. Inti pokok ini dilindungi dari ancaman falsifikasi. Dalam aturan metodologis inti
pokok disebut sebagai “heuristik negatif” maksudnya inti pokok yang menjadi dasar diatas

13
Ahmad amir aziz, pemikiran imre lakatos tentang metodologi program riset dan signifikansinya dalam kajian
keislaman, jurnal ISLAMICA, Vol. 1, No. 1, September 2006 hlm 47
14
Poespowardojo, T.M. Soerjanto dan Alexander Seran, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Kompas, Jakarta, 2015,
hlm. 111-115
15
ibid
elemen yang lain karena sifatnya menentukan dari suatu program riset dan menjadi hipotesis
teoritis yang bersifat umum dan sebagai dasar bagi pengembangan program pengembangan16
b. Lingkaran Pelindung
“Lingkaran pelindung” (protective-belt), yang terdiri dari hipotesa-hipotesa bantu auxiliary
hypothese) dalam kondisi-kondisi awal, dalam aturan metodologis, disebut sebagai heuristik
positif, satu segi program riset yang menunjukkan kepada ilmuwan apa yang harus dilakukan
ketimbang apa yang tidak harus dikerjakan. Ia lebih samar dan lebih sulit diperinci secara
khusus dari pada heuristik negatif. Heuristik positif menunjukkan bagaimana inti-pokok
program harus dilengkapi agar dapat menerangkan dan meramalkan fenomena yang nyata.
Dalam kata-kata Lakatos sendiri, “Heuristik positif terdiri sebagian dari perangkat isyarat
tentang bagaimana mengubah, mengembangkan varian-varian yang dapat dibantah dari suatu
program riset, bagaimana memodifikasi dan meningkatkan lingkaran pelindung yang dapat
diperdebatkan itu” Lakatos melukiskan pengertian heuristik positif itu dengan kisah awal teori
gravitasi Newton. Newton pertama kali mencapai hukum kuadrat terbalik gaya tarik dengan
memperkirakan gerak eliptis suatu titik planet mengelilingi suatu titik matahari yang tetap
diam. Jelas bahwa apabila teori gravitasi akan diterapkan dalam praktek gerak planet, program
itu perlu dikembangkan dari model yang diidealisasi ke model yang lebih realistis. Tetapi
perkembangan ini menuntut pemecahan problema-problema teoritis dan tidak akan dapat
dicapai tanpa kerja-teori secukupnya. Ada dua hal yang ditolak oleh metodologi Lakatos.
Yakni hipotesa-hipotesa ad hoc, hipotesa yang tidak dapat diuji secara independent. Misalnya
adalah tidak ilmiah untuk mengemukakan bahwa gerak planet Uranus yang kacau itu karena
memang demikianlah gerak alaminya. Cara lain yang ditolak adalah metode kerja yang
“memperkosa inti-pokok program”, sebab bila hal ini dilakukan, maka dinamika keilmuan akan
semakin surut kebelakang 17
c. Serangkaian teori
“Serangkaian teori” (a series theory), yaitu keterkaitan teori yang mana teori yang
berikutnya merupakan akibat dari klausul bantu yang ditambahkan dari teori sebelumnya.
Karena itu bagi Lakatos, yang harus dinilai sebagai ilmiah atau tidak ilmiah bukanlah teori
tunggal, melainkan rangkaian beberapa teori. Yang terpenting dari serangkaian perkembangan
ilmu dan rangkaian teori adalah ditandai oleh kontinuitas yang pasti. Keilmiahan suatu program
riset dinilai berdasarkan dua syarat; (1) harus memenuhi derajat koherensi yang mengandung

16
Waryani Fajar Riyanto, Filsafat Ilmu, Interkoneksi-Interkoneksi, Yogyakarta, 2016, hlm.521
17
ibid
perencanaan yang pasti untuk program riset selanjutnya; (2) harus dapat menghasilkan
penemuan fenomena baru18
Jadi, pada dasarnya sejarah ilmu telah ada dan seharusnya merupakan sejarah bagi banyak
program riset yang saling bersaing. Oleh karena itu, hal yang diperlukan keberadaannya dalam
kegiatan pengembangan ilmu adalah heuristic power (kekuatan pengembangannya)
dan continuity (keberlanjutannya). Lakatos berpendapat bahwa mempertahankan hard
core adalah misi utama dari pola program riset ilmiah, hanya pada tatanan protective
belt sajalah yang bisa difalsifikasi. Menurut Lakatos, perkembangan ilmu pengetahuan terjadi
secara kontinyu. Ia menolak terjadinya revolusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Jadi
dari sini bisa diambil kesimpulan letak perbedaan antara Popper, Kuhn dan Lakatos.

C. Manfaat Metodologi Pemikiran Imre Lakatos Tentang Program Riset Dalam Perpspektif
Kajian Islam
Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan sumber utama agama Islam. Dari al-Qur’an dan as-
Sunnah tersebut umat Islam menggali dan mengembangkan tata nilai dan tata aturan dalam
membangun peradaban. Dalam sepanjang sejarah Islam, dari sumber utama tersebut telah lahir
khazanah keilmuan Islam yang sangat kaya. Di antaranya adalah Fiqh-Ushul Fiqh, Ulumul
Qur’an-Tafsir, Ulumul Hadis-Hadis, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan Falsafah Islam.dan lain-lain
Konsep hard core dan protective belt dalam scientific research progammes Lakatos dapat
dimanfaatkan dalam mengembangkan studi Islam. Studi Islam, dalam kerangkan scientific
research progammes meletakkan al- Qur’an dan as-Sunnah sebagai hard core. Sedangkan Fiqh-
Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an-Tafsir, Ulumul Hadis-Hadis, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan Falsafah
Islam diletakkan dalam protective belt.
Al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai hard core, bersifat absolut, șabit dan tidak berubah karena
merupakan inti pokok. Semua anomali yang dialamatkan kepada Islam tidak diarahkan kepada
hard core, tetapi diarahkan kepada protektive belt. Protective belt berfungsi sebagai pelindung
terhadap hard core. Dengan demikian ilmu-ilmu bantu dalam studi keislaman seperti Ushul
Fiqh, Ulumul Qur’an, Ulumul Hadis, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan Falsafah Islam harus selalu
dikembangkan, direvisi dan disempurnakan agar efektif dan mampu melindungi hard core (al-
Qur’an dan as-Sunnah).
Dalam kerangka program riset, pengembangan studi-studi keislaman adalah
mengembangkan ilmu-ilmu keislaman yang lahir dari petunjuk al-Qur’an dan as-Sunnan

18
ibid
sebagai upaya menjawab lautan anomali yang diarahkan kepada Islam, bukan mengembangkan
al-Qur’an dan as-Sunnah. Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an, Ulumul Hadis, Ilmu Kalam, Tasawwuf
dan Falsafah merupakan konstruksi keilmuan yang bertugas melindungi al-Qur’an dari
perubahan. Sehingga ilmu-ilmu tersebut dapat dikembangkan secara dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman.
Inilah urgensi program riset ilmiah Lakatos dalam studi keislaman. Mempertahankan hard
core adalah misi utama dari pola program riset ilmiah. Ini serasi dengan tujuan Islam yang
meletakkan al-Qur’an sebagai kitab suci dan pedoman yang abadi. Di sinilah titik perbedaan
antara Lakatos dan Popper. Bagi Popper, falsifikasi diarahkan menyentuh hard core, sedangkan
Lakatos menyatakan bahwa falsifikasi hanya boleh terjadi pada hipotesa bantu (protective
belt).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lakatos, yang nama aslinya Imre Lipschitz, lahir di Hungaria 9 Nopember 1922 dari
keluarga Yahudi. Ia menyelesaikan pendidikan awal di daerahnya, meskipun kala itu Hungaria
berada dalam masa-masa sulit, terutama ketika menghadapi caru marutnya perang dunia. Ia
mendapat ijazah dalam bidang matematika, fisika, dan filsafat pada tahun 1944 dari University
of Debrecen. Pada tahun 1968 Lakatos menerbitkan karyanya yang berjudul:Criticism and the
methodology of scientific programmes, sebagai evaluasi atas prinsip falsifikasi dan upaya
perbaikan atas kelemahan dan kekurangannya. Lakatos meninggal pada 2 Februari 1974 di
London
Metodologi program riset merupakan sebuah hasil dari gagasan Lakatos yang berusaha
mempertemukan ide dari Popper dan juga Kuhn. Metodologi program riset menawarkan
sebuah arah baru bagi pengembangan riset di masa depan dalam bentuk struktur metodologis.
Hal ini dilakukan demi kemajuan ilmu dan perbaikannya sekaligus menjawab tantangan
falsifikasionisme Popperian
Konsep hard core dan protective belt dalam scientific research progammes Lakatos dapat
dimanfaatkan dalam mengembangkan studi Islam. Studi Islam, dalam kerangkan scientific
research progammes meletakkan al- Qur’an dan as-Sunnah sebagai hard core. Sedangkan Fiqh-
Ushul Fiqh, Ulumul Qur’an-Tafsir, Ulumul Hadis-Hadis, Ilmu Kalam, Tasawwuf dan Falsafah
Islam diletakkan dalam protective belt
Daftar Pustaka

Ahmad amir aziz, pemikiran imre lakatos tentang metodologi program riset dan
signifikansinya dalam kajian keislaman, jurnal ISLAMICA, Vol. 1, No. 1, September
2006 hlm 43

J. Grunfled, “Lakatos’s weak rationalism”, Science et Esprit, XXXIV/2 (1982), 219-224.

John Kadvany, Imre Lakatos and the Guise of Reason (Duke University Press, 2001).

John Wettersten, “Searching for the Holy in the Ascent of Imre Lakatos”, Phil. Sos. Sci., 34
(2004), 84-150; P. Freguglia, “Historiography and epistemology in Lakatos” (Italian),
in Epistemology of mathematics: 1989-199 Seminars (Rome, 1992), 67-76.

Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian Dan Asumsi Dasar Paragigma Dan
Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan, Belukar, Yoyakarta, 2004, hlm.70.

Poespowardojo, T.M. Soerjanto dan Alexander Seran, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Kompas,
Jakarta, 2015, hlm. 111-115

Rizal mustansyir, program riset ilmiah imre lakatos , jurnal filsafat vol 17 nomor 3 desember
2017 hlm 254-255

Simon Blackburn, Kamus Filsafat, Pustaka Pelajar , Yogyakarta, 2013, hlm. 400

Waryani Fajar Riyanto, Filsafat Ilmu, Interkoneksi-Interkoneksi, Yogyakarta, 2016, hlm.521

Anda mungkin juga menyukai