Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia proses belajar mengajar, sebuah ungkapan populer kita kenal
dengan: “metode jauh lebih penting dari materi”. Demikian urgennya metode dalam
proses pendidikan dan pengajaran, sebuah proses belajar mengajar bisa dikatakan tidak
berhasil bila dalam proses tersebut tidak menggunakan metode. Karena metode
menempati posisi kedua terpenting setelah tujuan dari sederetan komponen-komponen
pembelajaran: tujuan, metode, materi dan evaluasi.

Seiring dengan itu, seorang pendidik/guru dituntut agar cermat memilih dan
menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran
kepada peserta didik. Karena dalam proses belajar mengajar dikenal ada beberapa macam
metode, antara lain: metode metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dan lain
sebagainya. Semua metode tersebut dapat diaplikasikan di dalam proses belajar mengajar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari metode pendidikan Islam?
2. Apa saja bentuk-bentuk metode pendidikan?
3. Apa saja metode pendidikan yang cocok untuk di masa modern?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari metode pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui metode-metode pendidikan.
3. Untuk mengetahui metode-metode pendidikan apa yang cocok untuk di masa
modern.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode Pendidikan Islam


Secara etimologis, metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu metode. Kata ini
terdiri dari dua suku kata, yaitu “metha” yang berarti melalui atau melewati dan
“hodos” yang berarti jalan atau cara, jadi metode dapat diartikan cara yang dilalui
untuk mencapai tujuan.1 Dalam bahasa Arab metode adalah thariq yang artinya
langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.
Sedangkan dalam bahasa Inggris “method/way” yang artinya metode atau cara.2
Sedangkan dalam KBBI adalah “cara yang teratur dan tepikir baik-baik untuk
mencapai maksud.”3 Jadi dapat disimpulkan metode adalah cara kerja yang bersistem
untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan guna mencapai apa yang telah ditemukan.
Sementara pendidikan pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, yaitu
“pedagogie”, yang berarti bimbingan yang di berikan kepada anak-anak, istilah ini
kemudian di terjemahkan dalam bahasa Inggris dengan ‘education” yang berarti
pengembangan atau bimbingan.4
Menurut Nur Uhbiyati, metode pendidikan Islam adalah jalan, atau cara yang
dapat di tempuh untuk menyampaikan bahan atau materi pendidikan Islam kepada
anak didik agar terwujud kepribadian muslim. 5
Dengan demikian dapat di simpulkan metode pendidikan Islam adalah suatu
mediator yang di gunakan oleh pendidik untuk menyampaikan dan menciptakan
proses pembelajaran terhadap peserta didik sehingga tercapainya inti dari sebuah
pendidikan Islam.

1
Moh. Haitami Salim, Pendidikan Agama dalam Keluarga, (Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2013), h. 48.
2
Lara Fajrianti, Skripsi : “Metode-metode Mengajar Nabi Muhammad saw dalam Buku Muhammad Sang
Guru Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah dan Relevansi terhadap Pengajaran Pendidikan Agama Islam saat ini”,
(Malang: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Intan Malang, 2018), h. 28.
3
Kamsinah, “Metode dalam Proses Pembelajaran: Studi tentang Ragam dan Implementasinya”, dalam
Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 11 No. 1 Juni 2008. h. 102.
4
Annisa Khanza Fauziah, “Metode Pendidikan dalam Perspektif Al Quran”: Skripsi, (Jakarta: Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2017), h. 13.
5
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidiakn Islam, Ed. Revisi, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998). H. 123.

2
B. Macam-macam Metode Pendidikan
1. Metode Ceramah
Menurut Zuhairini dkk. yang dimaksud dengan metode ceramah ialah cara
di dalam pendidikan dimana cara penyampaian materi-materi pelajaran kepada
anak didik dilakukan dengan cara penerangan dan penututan secara lisan. Metode
ceramah ini terdapat dalam al-Quran surah Yusuf ayat 2-3, Allah SWT berfirman:

َ‫ص بِ َمٓا أَ ۡو َح ۡينَٓا إِلَ ۡيك‬


ِ ‫ص‬ َ ‫ ن َۡحنُ نَقُصُّ َعلَ ۡي‬٢ َ‫إِنَّٓا أَن َز ۡل ٰنَهُ قُ ۡر ٰ َءنًا ع ََربِ ٗيّا لَّ َعلَّ ُكمۡ ت َۡعقِلُون‬
َ َ‫ك أَ ۡح َسنَ ۡٱلق‬

٣ َ‫ٰهَ َذا ۡٱلقُ ۡر َءانَ َوإِن ُكنتَ ِمن قَ ۡبلِ ِهۦ لَ ِمنَ ۡٱل ٰ َغفِلِين‬

“Sesungguhnya kami turunkan Alquran ini dengan berbahasa Arab, agar


kamu mengerti maksudnya. Kami riwayatkan (ceritakan) kepada mu sebaik-baik
cerita dengan perantaraan Alquran yang kami wahyukan kepadamu ini,
padahal sesungguhnya engkau dahulu tidak mengetahuinya (orang-orang
lalai).” (QS. Yusuf: 2-3)
Ayat di atas menerangkan, bahwa Allah menurunkan Alquran dengan
memakai bahasa Arab, dan menyampaikannya kepada Nabi SAW. dengan jalan
ceramah. 6
Metode ceramah merupakan cara yang paling awal yang dilakukan
Rasulullah Saw. dalam menyampaikan wahyu kepada umat. Karakteristik yang
menonjol dari metode ceramah adalah peranan guru tampak lebih dominan.
Sementara siswa lebih pasif dan menerima apa yang disampaikan oleh guru.
Dalam sebuah Hadits Rasulullah Saw. bersabda:

‫بلغوا عنى ولو اية‬


Artinya: “Sampaikanlah oleh mu walaupun itu satu ayat.”7
2. Metode Amtsal
Amtsal adalah bentuk jamak dari “matsala”. Kata “matsala” sama dengan
“syabana”, baik lafad maupun maknanya. Jadi arti lughawi amtsal adalah

6
Armai Arif, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 137
7
Ibid., h. 136

3
membuat permisalan, perumpamaan dan bandingan. Abdurrahman An-Nahlawi
memberikan pengertian “Matsal adalah sifat sesuatu itu yang menjelaskannya
dan menyingkap hakikatnya, atau apa yang dimaksudnya untuk dijelaskannya,
baik na’atnya (sifat) maupun ahwalnya”.
Jadi Amtsal dapat disederhanakan pengertiannya, yaitu mengumpamakan
sesuatu yang abstrak dengan yang lain yang lebih konkrit untuk mencapai tujuan
dan atau manfaat dari perumpamaan tersebut.8 Contoh amtsal dalam al-Quran
adalah firman Allah:

َ ‫ضٓا َء ۡت َما َح ۡولَهۥُ َذه‬


ِ ُ‫َب ٱهَّلل ُ بِن‬
‫ور ِهمۡ َوتَ َر َكهُمۡ فِي‬ َ َ‫ٱست َۡوقَ َد ن َٗارا فَلَ َّمٓا أ‬
ۡ ‫َمثَلُهُمۡ َك َمثَ ِل ٱلَّ ِذي‬
ِ ‫ت اَّل ي ُۡب‬
َ‫صرُون‬ ٖ ‫ظُلُ ٰ َم‬
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka
setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang
menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat
melihat”. (Q.S. Al-Baqarah [2] :17)
Dalam amtsal diatas, Allah menjelaskan hakekat, sifat dan keadaan
orang-orang munafik yang tidak dapat mengambil manfaat dan petunjuk dari
Allah. Mereka diibaratkan dengan orang yang menyalakan api, yang kemudian
api itu dipadamkan oleh Allah sehingga mereka kegelapan dan tidak dapat
melihat apa-apa lagi.9
Dalam al-Quran banyak sekali perumpamaan untuk dipikirkan dan dipahami
oleh manusia. Allah telah membuatkan macam-macam (model) perumpamaan
supaya manusia dapat mengambil pelajaran. Sebagaimana firman Allah:

َ‫اس فِي ٰهَ َذا ۡٱلقُ ۡر َءا ِن ِمن ُكلِّ َمثَ ٖل لَّ َعلَّهُمۡ يَتَ َذ َّكرُون‬ َ ‫َولَقَ ۡد‬
ِ َّ‫ض َر ۡبنَا لِلن‬
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam al-quran ini
setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran”. (Q.S. al-Zumar
[39]:27)

8
Syahidin,Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran, (Bandung:Alfabeta,2009), hlm.79.
9
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran, (Bandung:Alfabeta,2009), hlm.80.

4
Seorang pakar, Manna Khalil al-Qattan (1992:401) mengklasifikasikan
amtsal dalam al-Quran menjadi tiga macam, yaitu (1) Amtsal Musarrahah, (2)
Amtsal Kaminah, dan (3) Amtsal Mursalah.
a. Amtsal Musarrahah
Amtsal musarrahah ialah Amtsal yang didalamnya dijelaskan
dengan lafad atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Amtsal seperti ini
banyak ditemukan dalam al-Quran contoh:
ُ‫َّمثَ ُل ٱلَّ ِذينَ يُنفِقُونَ أَمۡ ٰ َولَهُمۡ فِي َسبِي ِل ٱهَّلل ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة أَ ۢنبَت َۡت َس ۡب َع َسنَابِ َل فِي ُكلِّ س ُۢنبُلَ ٖة ِّماْئَة‬
‫ض ِعفُ لِ َمن يَ َشٓا ۚ ُء َوٱهَّلل ُ ٰ َو ِس ٌع َعلِي ٌم‬
َ ٰ ُ‫َحب ٖ َّۗة َوٱهَّلل ُ ي‬
“Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah seumpama dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh
bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan
(ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (kurnia-
Nya) lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 261)10
Orang yang menafkahkan harta pada jalan Allah akan
dilipatgandakan oleh-Nya seperti berlipatgandanya sebutir benih yang
ditanam dan lalu tumbuh menjadi tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada
seratus biji.
Sebagai rintisan awal untuk dikembangkan lebih lanjut, bab ini
menganalisis 165 ayat al-Quran yang mengandung kata dasar untuk
melihat kecenderungan model Amtsalnya. Dari hasil analisis, ditemukan
dua model penggunaan Amtsal Musarrahah, yaitu :
1) Mengumpamakan suatu hal yang abstrak dengan sesuatu yang lebih
kongkrit contoh:
‫س َمثَ ُل ۡٱلقَ ۡو ِم‬
َ ‫ار يَ ۡح ِم ُل أَ ۡسفَا ۢ َر ۚا بِ ۡئ‬ ۡ
ِ ‫وا ٱلتَّ ۡو َر ٰىةَ ثُ َّم لَمۡ يَ ۡح ِملُوهَا َك َمثَ ِل ٱل ِح َم‬ ْ ُ‫َمثَ ُل ٱلَّ ِذينَ ُح ِّمل‬
ٰ
َ‫ت ٱهَّلل ۚ ِ َوٱهَّلل ُ اَل يَ ۡه ِدي ۡٱلقَ ۡو َم ٱلظَّلِ ِمين‬ ْ ‫ٱلَّ ِذينَ َك َّذب‬
ِ َ‫ُوا ٔ‍بََِٔا ٰي‬
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat,
kemudian mereka tidak mengamalkannya adalah seperti keledai yang
membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruk perumpamaan orang-

10
Ibid., hlm.84

5
orang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi
petunjuk kepada kaum yang dzalim” (Q.S. Al-Jumu’ah [62]:5)
Dalam ayat ini mengumpamakan orang-orang Yahudi yang telah
diberi Kitab Taurat kemudian mereka membacanya tetapi tidak
mengamalkan isinya dan tidak membenarkan kedatangan Nabi
Muhammad SAW dengan binatang himar (keledai) yang membawa
kitab-kitab yang tebal dalam hal kemubadziran dari pekerjaannya. Hal ini
dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan
merangsang perasaan bahwa kitab Taurat yang diturunkan oleh Allah
kepada kaum Yahudi tidak bermanfaat sedikit pun jika tidak diamalkan
dan tidak membenarkan terhadap kandungan isinya. Perumpamaan ini
ditujukan kepada kaum muslimin agar membenarkan al-Quran dan
melaksanakannya, serta agar jangan menyerupai orang Yahudi yang tidak
menerima isi Taurat dan tidak mengamalkannya.11
(2) Membandingkan dua perumpamaan antara hal yang abstrak dengan
dua hal yang lebih konkrit contoh :
‫ت َوفَ ۡر ُعهَا فِي‬ٞ ِ‫صلُهَا ثَاب‬ ۡ َ‫ب ٱهَّلل ُ َمثَاٗل َكلِ َم ٗة طَيِّبَ ٗة َك َش َج َر ٖة طَيِّبَ ٍة أ‬َ ‫ض َر‬ َ َ‫أَلَمۡ تَ َر َك ۡيف‬
ِ َّ‫ض ِربُ ٱهَّلل ُ ٱأۡل َمۡ ثَا َل لِلن‬
ۡ‫اس لَ َعلَّهُم‬ ۡ َ‫) تُ ۡؤتِ ٓي أُ ُكلَهَا ُك َّل ِحي ۢ ِن بِإِ ۡذ ِن َربِّهَ ۗا َوي‬٢٤( ‫ٱل َّس َمٓا ِء‬
‫ٱجتُثَّ ۡت ِمن فَ ۡو ِ أۡل‬
ِ ‫ق ٱ َ ۡر‬
‫ض َما لَهَا‬ ۡ ‫)و َمثَ ُل َكلِ َم ٍة َخبِيثَ ٖة َك َش َج َر ٍة خَ بِيثَ ٍة‬َ ٢٥( َ‫يَتَ َذ َّكرُون‬
‫ت فِي ۡٱل َحيَ ٰو ِة ٱل ُّد ۡنيَا َوفِي‬
ِ ِ‫وا بِ ۡٱلقَ ۡو ِل ٱلثَّاب‬
ْ ُ‫ِّت ٱهَّلل ُ ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ُ ‫) يُثَب‬٢٦( ‫ار‬ ٖ ‫ِمن قَ َر‬
ٰ ‫هَّلل‬
) ٢٧( ‫ينَ َويَ ۡف َع ُل ٱهَّلل ُ َما يَ َشٓا ُء‬ ۚ ‫ٱلظَّلِ ِم‬ ِ ‫ٱأۡل ٓ ِخ َر ۖ ِة َوي‬
ُ ‫ُضلُّ ٱ‬
“Tidaklah kamu memperhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu memberikan
buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang
buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi;
tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan iman (iman)

11
Ibid., hlm. 85.

6
orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-
orang yang dzalim dan memperkuat apa yang dikehendaki”.(Q.S.
Ibrahim:24-27).
Dalam empat ayat diatas, Allah mengumpamakan “Kalimah
Thoyyibah” dengan pohon yang baik, pohon itu akarnya kokoh dan
dahannya menjulang tinggi serta berbuah pada setiap musim. “Kalimah
Thoyyibah” itu dibandingkan agar nyata perbedaanya dengan “Kalimah
Khabitsah” yang seperti pohon yang buruk. Pohon itu telah dicabut
dengan akar-akarnya dari tanah sehingga tidak dapat tegak lagi
sedikitpun.
b. Amtsal Kaminah
Amtsal Kaminah yaitu amtsal yang didalamnya tidak disebutkan
secara jelas lafad tamtsil (Permisalan)nya tetapi ia menujukkab makna-
makna yang indah dan menarik dalam kepadatan redaksionalnya, dan
mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa
dengannya. Contoh:
َ ِ‫ُوا َو َكانَ بَ ۡينَ ٰ َذل‬
٦٧ ‫ك قَ َو ٗاما‬ ْ ‫وا َولَمۡ يَ ۡقتُر‬
ْ ُ‫وا لَمۡ ي ُۡس ِرف‬
ْ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ إِ َذٓا أَنفَق‬
“Dan mereka yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir, dan adalah (perbelanjaan itu)
ditengah-tengah antara yang demikian” (Q.S. al-Furqan [25]: 67)12
c. Amtsal Mursalah
Amtsal Mursalah ialah kalimat-kalimat bebas yang tidak
menggunakan tasybih secara jelas. Tetapi kalimat-kalimat itu berlaku
sebagai perumpamaan. Contoh :
َّ ٰ ‫ير ۢةَ بِإِ ۡذ ِن ٱهَّلل ۗ ِ َوٱهَّلل ُ َم َع ٱل‬
٢٤٩ َ‫صبِ ِرين‬ َ ِ‫َكم ِّمن فِئ َٖة قَلِيلَ ٍة َغلَبَ ۡت فِئ َٗة َكث‬
“Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan
golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah bersama orang-
orang yang sabar” (Q.S. al-Baqarah [2]: 249).

12
Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi (Mengungkap Pesan al-Quran Tentang Pendidikan), (Yogyakarta:Sukses
Offset,2008), hlm.143.

7
Yang diumpamakan golongan yang sedikit dalam ayat diatas adalah
Thalut dan orang-orang yang beriman. Mereka lulus tatkala diuji
menyebrangi sungai dan tidak meminum airnya. Sedangkan yang
diumpamakan dengan golongan yang banyak adalah bala tentara
Thalut yang tidak lulus tatkala diuji menyebrangi sungai karena
meminum airnya, mereka berkata: “Tak ada kesanggupan kami pada
hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya”.13
3. Metode Kisah
Allah telah mewahyukan al-Quran kepada Nabi Muhammad Saw.
didalamnya mengandung sejumlah informasi tentang ajaran Islam yang disajikan
dalam berbagai bentuk, antara lain melalui bentuk kisah, seperti dalam firman-
Nya:
٣ َ‫ص بِ َمٓا أَ ۡو َح ۡينَٓا إِلَ ۡيكَ ٰهَ َذا ۡٱلقُ ۡر َءانَ َوإِن ُكنتَ ِمن قَ ۡبلِ ِهۦ لَ ِمنَ ۡٱل ٰ َغفِلِين‬ َ َ‫ن َۡحنُ نَقُصُّ َعلَ ۡيكَ أَ ۡح َسنَ ۡٱلق‬
ِ ‫ص‬
“Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan al-Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (kami
mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (Q.S.
Yusuf [12]:3)14
Disebutkan bahwa, sebab turunnya (asbabun nuzul) ayat ini adalah
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu ‘Abbas mengatakan,
mereka (para Sahabat) berkata kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, kami

َ ‫ك أَ ۡح‬
mohon engkau bercerita kepada kami!” Maka turunlah ayat: َ‫سن‬ َ ‫ن َۡحنُ نَقُصُّ َعلَ ۡي‬
‫ص‬ َ َ‫“ ۡٱلق‬Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.” Dia juga
ِ ‫ص‬
meriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya ia berkata: “Al-Quran
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, maka dibacakan kepada mereka
beberapa waktu lamanya. Kemudian mereka berkata kepada beliau: “Ya
Rasulullah, sekiranya engkau bercerita kepada kami? Maka Allah menurunkan
ayat pertama dan kedua yang terdapat dalam surat Yusuf ini, lalu dibacakanlah
oleh beliau kepada mereka beberapa waktu lamanya. Merekapun mengharapkan
agar Rasulullah memberitakan kepada mereka. Kemudian Allah menurunkan ayat

13
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran, (Bandung:Alfabeta,2009), hlm. 88.
14
Ibid., hlm. 93

8
ِ ‫ٱهَّلل ُ نَ َّز َل أَ ۡح َسنَ ۡٱل َح ِدي‬
‫ث‬
“Allah (telah) menurunkan sebaik-baik perkataan.” (QS. Az-Zumar: 23)15
Penyampaian ajaran Islam melalui bentuk “kisah” dalam al-Quran cukup
dominan sehingga kata ‘kisah” diabadikan dalam sebuah surah, yaitu surah al-
Qashash yang artinya “kisah-kisah”. Menurut pengamatan, kisah-kisah dalam al-
Quran selain sebagai materi pendidikan Islam, juga dapat dijadikan sebagai salah
satu metode dari sekian banyak metode mengajar yang dapat kita gali dan kaji
dalam kitab suci al-Quran. Khususnya untuk materi Pendidikan Agama Islam
dalam menanamkan nilai-nilai keimanan. Sebagaimana Allah telah mengajari Nabi
Muhammad Saw. melalui kisah-kisah para Nabi dan orang-orang saleh
sebelumnya.16
4. Metode Targib-Tarhib
Potensi yang cenderung pada kebaikan dibimbing melalui rangsangan-
rangsangan dan bujukan berupa pahala yang dijanjikan Tuhan, dan cara lain dalam
Istilah pendidikan Qurani disebut “targhib”. Sementara potensi yang cenderung
kepada kejahatan dipagari melalui ancaman-ancaman dan hukuman yang akan
ditimpakan kepadanya, dan cara ini disebut “tarhib”.
Istilah “targhib” dan “tarhib” nampaknya belum begitu populer dikalangan
ummat Islam di Indonesia, terlebih lagi istilah “Metode Targib dan Tarhib” yang
dipakai dalam dunia pendidikan. Metode Targhib-Tarhib pertama kali
diperkenalkan oleh Abdurrahman al-Nahlawi, Guru Besar Tarbiyah pada
Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Pada mulanya baru bersifat gagasan, yang
kemudian dikembangkan oleh para ahli pendidikan Islam dan para cendikiawan
yang memiliki perhatian besar terhadap pengembangan metodologi pendidikan dan
dakwah.17
Allah Swt. menciptakan manusia sebagai makhluk yang utuh dengan
dibekali berbagai potensi yang sempurna. Sebagian potensi itu terdapat

15
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, di terjemahkan oleh M.Abduh, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4, (Jakarta:
Pustaka Imam Syafi’I, 2008), hlm. 399.
16
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran, (Bandung:Alfabeta,2009), hlm. 94.
17
Ibid., h. 124.

9
kecenderungan kepada kebaikan dan kesesasatan. Namun demikian potensi dasar
adalah kecenderungan untuk berbuat kebaikan (Hanif).
Firman Allah:
َ َّ‫فَأَقِمۡ َو ۡجهَكَ لِلدِّي ِن َحنِ ٗيف ۚا فِ ۡط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِي فَطَ َر ٱلن‬
‫اس َعلَ ۡيهَ ۚا‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, dan tetaplah
atas fitrah itu dan Allah telah menciptakan manusia atas fitrah itu...” (Q.S. Al-
Rum [30:30]
Yang dimaksud fitrah di sini yaitu kecenderungan manusia untuk memilih
kebenaran yang datang dari Allah. Kemudian, pada dua ayat di bawah ini
dijelaskan bahwa pada diri manusia ada pula kemampuan untuk berbuat
kesesatan, dan kemampuan untuk memilih dan memilah dua perbuatannya setelah
Allah membentangkan dua jalan, yaitu jalan kepada kebaikan dan jalan kepada
kesesatan, lalu manusia diberi kebebasan untuk memilih salah satunya.
Firman Allah:
َ ‫ فَأ َ ۡلهَ َمهَا فُج‬٧ ‫س َو َما َس َّو ٰىهَا‬
٨ ‫ُورهَا َوت َۡق َو ٰىهَا‬ ۡ
ٖ ‫َونَف‬
“Dan perhatikanlah jiwa serta penyempurnaanya, lalu Allah menunjukkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaan” (Q.S. Al-Syams [91]: 7-8)

Kemudian pada ayat lain Allah berfirman:


١٠ ‫َوهَد َۡي ٰنَهُ ٱلنَّ ۡجد َۡي ِن‬
“Dan kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan kebaikan dan
kejahatan)” (Q.S. Al-Balad [90]:10)
Berdasarkan potensinya, manusia selalu berusaha mencari kebenaran dan
kebaikan terutama bagi orang yang menggunakan akal pikirannya secara benar
dan jujur.
Kecenderungan untuk berbuat salah dapat mengotori jiwanya, yang akan
membawanya kepada kehinaan baik di mata manusia terlebih di mata Allah
Swt. kedua kecenderungan di atas akan selalu mewarnai gejolak jiwa manusia
dalam kehidupannya, apakah ia cenderung pada kebaikan atau kepada kesesatan.
Oleh karena itu, jiwa manusia manusia akan senantiasa membutuhkan
bimbingan dan tuntunan yang benar. Ajaran Islam memberikan petunjuk kepada

10
manusia agar jiwa selalu cenderung kepada kebajikan dan berjalan di atas
kebenaran Ilahi melalui berbagai cara, di antaranya melalui pendekatan Targhib
(rangsangan) dan Tarhib (ancaman).
Potensi yang cenderung pada kebaikan dibimbing melalui rangsangan-
rangsangan dan bujukan berupa pahala yang dijanjikan Tuhan, dan cara lain
dalam Istilah pendidikan Qurani disebut “targhib”. Sementara potensi yang
cenderung kepada kejahatan dipagari melalui ancaman-ancaman dan hukuman
yang akan ditimpakan kepadanya, dan cara ini disebut “tarhib”.
Istilah “targhib” dan “tarhib” nampaknya belum begitu populer
dikalangan ummat Islam di Indonesia, terlebih lagi istilah “Metode Targib dan
Tarhib” yang dipakai dalam dunia dakwah dan dunia pendidikan. Metode
Targhib-Tarhib pertama kali diperkenalkan oleh Abdurrahman al-Nahlawi, Guru
Besar Tarbiyah pada Universitas al-Azhar, Kairo, Mesir. Pada mulanya baru
bersifat gagasan, yang kemudian dikembangkan oleh para ahli pendidikan Islam
dan para cendikiawan yang memiliki perhatian besar terhadap pengembangan
metodologi pendidikan dan dakwah.
Untuk kedua istilah itu, al-Nahlawi mendefinisikan bahwa yang
dimaksud dengan Targhib adalah janji yang disertai dengan bujukan dan
membuat senang terhadap sesuatu yang mashlahat, terhadap kenikmatan atau
kesenangan akhirat yang baik dan pasti, serta bersih dari segala kotoran yang
kemudian diteruskan dengan melakukan amal shaleh dan menjauhi kenikmatan
selintas yang mengandung bahaya dan perbuatan buruk. Sementara tarhib ialah
suatu ancaman atau siksaan sebagai akibat melakukan dosa atau kesalahan yang
dilarang Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang
diperintahkan Allah. Tarhib juga diartikan sebagai ancaman dari Allah yang
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa takut kepada para hambanya sekaligus
untuk memperlihatkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan Ilahiyah, agar
mereka selalu berhati-hati dalam bertindak serta tidak melakukan kesalahan dan
kesesatan.18

18
Ibid., h. 122-125

11
Dapat disimpulkan targhib seagai harapan serta janji yang di berikan
kepada peserta didik yang bersifat menyenagkan sedangkan tarhib ialah
ancaman kepada peserta didik apabila melakukan suatu tindakan yang menyalahi
peraturan.19
5. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru
mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Atau suatu metode di dalam
pendidikan dimana guru bertanya sedangkan murid menjawab tentang materi
yang ingin diperolehnya.
Dalam sejarah perkembangan Islam pun dikenal metode tanya jawab,
karena metode ini sering di pakai oleh para Nabi.Saw. dan rasul Allah dalam
mengajarkan ajaran yang dibawanya kepada umatnya. Metode ini termasuk
metode yang paling tua di samping metode ceramah, namun efektifitasnya lebih
besar daripada metode lain. Karena, dengan metode tanya jawab, pengertian dan
pemahaman dapat di peroleh lebih mantap. Sehingga segala bentuk
kesalahpahaman dan kelemahan daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari
semaksimal mungkin. Firman Allah yang berkaitan dengan metode ceramah
adalah:

٤٣ َ‫سئلُ ٓو ْا أَ ۡه َل ٱل ِّذ ۡك ِر إِن ُكنتُمۡ اَل ت َۡعلَ ُمون‬


ۡ َ‫ف‬

Artinya:
“...Bertanyalah kalian kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui”. (Q.S. al-
Nahl:43)
Dalam ajaran Islam, orang yang berilmu apabila ditanya tentang ilmu
pengetahuan ia wajib menjawab sebatas kemampuannya, bila tidak, maka Allah
mengancamnya dengan siksa yang amat pedih. Sebagaimana sabda Nabi. SAW:

‫من سئل عن علم فكتمه الجمه هللا بلجام من النار‬

19
Dewi Yani, Metode Targhib dan Tarhib dalam Pendidikan Menurut Rasulullah SAW, (Jurnal Pendidikan
Islam: El-Tarbawi Vol. IX, No 1, 2016), h. 23

12
Artinya: “barang siapa ditanya tentang ilmu, lalu ia
menyembunyikannya, maka Allah akan mengekangnya dengan kekangan dari api
neraka”. (HR. al- Thabrani).
Metode tanyan jawab berbeda dengan evaluasi. Metode tanya jawab
merupakan salah satu teknik penyampaian materi, sedangkan evaluasi adalah alat
ukur untuk mengukur hasil belajar siswa.20
6. Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan menggunakan
peragaan untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan
bagaimana berjalannya suatu proses pembentukan tertentu kepada siswa. 21
Metode demonstrasi ini terdapat dalam Surah al-Kahfi ayat 77.

َ ‫ٱست َۡط َع َمٓا أَ ۡهلَهَا فَأَبَ ۡو ْا أَن ي‬


ٗ ‫ُضيِّفُوهُ َما فَ َو َجدَا فِيهَا ِجد‬
‫َارا‬ ۡ ‫فَٱنطَلَقَا َحتَّ ٰ ٓى إِ َذٓا أَتَيَٓا أَ ۡه َل قَ ۡريَ ٍة‬

٧٧ ‫ال لَ ۡو ِش ۡئتَ لَتَّخ َۡذتَ َعلَ ۡي ِه أَ ۡج ٗرا‬


َ َ‫ي ُِري ُد أَن يَنقَضَّ فَأَقَا َم ۖۥهُ ق‬

“(Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada


penduduk suatu negeri) yaitu kota Inthakiyah (mereka meminta dijamu kepada
penduduk negeri itu) keduanya meminta kepada mereka supaya memberi makan
kepadanya sebagaimana layaknya tamu (tetapi penduduk negeri itu tidak mau
menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding
rumah) yang tingginya mencapai seratus hasta (yang hampir roboh) mengingat
kemiringannya yang sangat (maka Khidhir menegakkan dinding itu) dengan
tangannya sendiri (Musa berkata) kepadanya, ("Jika kamu mau, niscaya kamu
mengambil) menurut suatu qiraat dibaca Laittakhadzta (upah untuk itu)" yakni
persenan karena mereka tidak mau menjamu kita, sedangkan kita sangat
membutuhkan makanan.”
Dalam ayat ini menceritakan tentang bergurunya Nabi Musa kepada Nabi
Khidir dan ayat ini berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya maupun
sesudahnya, yaitu surat al-Kahfi ayat 60-82. Ayat-ayat tersebut menceritakan
tentang proses pencarian Nabi Khidir oleh Nabi Musa, menjadi murid, hingga

20
Ibid., h. 140-142.
21
Ibid., h. 190.

13
mereka berpisah lagi. Dalam ayat-ayat tersebut terdapat proses pembelajaran yang
dilakukan oleh Nabi Khidir dalam memberikan ilmu kepada Nabi Musa melalui
praktek langsung atau metode demonstrasi, dengan melubangi kapal nelayan
miskin untuk menyelamatkan mereka dari penguasa dzalim yang hendak
mengambil tip kapal yang bagus, membunuh anak kecil karena kelak jika dewasa
anak tersebut aka menjadi anak yang durhaka dan agar orang tua mereka
dikaruniai anak yang shaleh sebagai gantinya, dan menegakkan dinding rumah
anak yatim yang di bawahnya tersimpan harta kekayaan orang tua mereka dengan
maksud agar harta tersebut tidak diketahui para penduduk desa yang dzalim yang
ingin menambilnya dan agar masih tersimpan untuk digunakan kelak ketika anak
itu dewasa.kemudian Nabi Khidir memberikan penjelasan tentang hal-hal yang
dipraktekkan tersebut yang belum diketahui oleh Nabi Musa tentang hakikat atau
sebab-sebab Nabi Khidir melakukannya.
Dalam menafsirkan ayat ini Imam Ibnu Katsir menerangkan bahwa: Maka
keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu
negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri
itu tidak mau menjamu mereka, Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri
itu dinding rumah yang hampir roboh (condong), Maka Nabi Khidhir
menegakkan dinding itu dengan mengusapkan tangannya. Kemudian Nabi Musa
berkata : kaum yang telah kita datangi kemudian mereka tidak menjamu kita dan
tidak menerima kita sebagai tamu, Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil
upah untuk itu.
Imam al-Baghawi juga memberikan keterangan yang sama tetang hal
tersebut. Kemudian al-baghawi meriwayatkan sebuah hadits riwayat Imam
Bukhari tentang hal tersebut :

‫وﻋﻦ ﺳﻌﻴﺪ ﺑﻦ ﺟﺒﲑ ﰲ رواﻳﺔ أﺧﺮى ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس ﻋﻦ أﰊ ﺑﻦ ﻛﻌﺐ ﻗﺎل‬


‫ﻗﺎم ﻣﻮﺳﻰ [رﺳﻮل اﷲ ﻓﺬﻛﺮ اﻟﻨﺎس ﻳﻮﻣﺎ‬: "]‫رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
‫أي رﺳﻮل اﷲ ﻫﻞ‬: ‫ﺣﱴ إذا ﻓﺎﺿﺖ اﻟﻌﻴﻮن ورﻗﺖ اﻟﻘﻠﻮب وﱃ ﻓﺄدرﻛﻪ رﺟﻞ ﻓﻘﺎل‬
-‫ﻓﻌﺘﺐ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ إذ ﱂ ﻳﺮد اﻟﻌﻠﻢ إﱃ اﷲ‬- ‫ﻻ‬: ‫ﰲ اﻷرض أﺣﺪ أﻋﻠﻢ ﻣﻨﻚ؟ ﻗﺎل‬

14
‫رب‬: ‫ﲟﺠﻤﻊ اﻟﺒﺤﺮﻳﻦ ]ﻗﺎل‬: ‫ﻳﺎ رب وأﻳﻦ؟ ﻗﺎل‬: ‫ﺑﻠﻰ ]ﻋﺒﺪﻧﺎ اﳋﻀﺮ [ﻗﺎل‬: ‫ﻗﻴﻞ‬
‫ﻓﺨﺬ ﺣﻮﺗﺎ ﻣﻴﺘﺎ ﺣﻴﺚ ﻳﻨﻔﺦ ﻓﻴﻪ اﻟﺮوح وﰲ رواﻳﺔ‬: ‫اﺟﻌﻞ ﱄ ﻋﻠﻤﺎ أﻋﻠﻢ ﺑﻚ ﻣﻨﻪ [ﻗﺎل‬
‫ﺗﺰود ﺣﻮﺗﺎ ﻣﺎﳊﺎ ﻓﺈﻧﻪ ﺣﻴﺚ ﺗﻔﻘﺪ اﳊﻮت ﻓﺄﺧﺬ ﺣﻮﺗﺎ ﻓﺠﻌﻠﻪ ﰲ ﻣﻜﺘﻞ‬: ‫ﻗﻴﻞ ﻟﻪ‬."

“Hadits dari Sa’id bin Jabir, dalam riwayat lain dari Ibnu Abbas dari Ubay
bin Ka’b, Rasulullah saw bersabda: “Rasulullah Musa berdiri pada hari orang-
orang menyebutkan hingga ketika mata membanjiri dan hati dicuri pergi,
membuat seorang pria bertanya kepada Musa: wahai utusan Allah, Apakah di
Bumi ini terdapat seseorang yang lebih ‘alim (pandai) dari pada engkau? Musa
menjawab: Tidak, kemudian Allah menegurnya karena tidak menginginkan ilmu
kepada Allah, dikatakan kepada Musa: ada (utusan Allah yang lebih pandai
yaitu Nabi Khidir). Musa bertanya: ya Rabbi, dimana dia? Allah menjawab: di
pertemuan kedua lautan (Musa berkata: Ya Rabbi, jadikanlah untukku ilmu
yang aku bisa mengetahui dengan engkau darinya). Allah menjawab : ambillah
ikan yang mati sekiranya dapat diberikan Ruh, dalam sebuah riwayat
dikatakan : berbekallah ikan yang digoreng, maka sesungguhnya dia berada
saat sekiranya kamu kehilangan ikan tersebut, kemudian Nabi Musa mengambil
ikan dan memasukkannya ke tempat ikan.”
Dari keterangan ayat di atas, dapat diketahui bahwa Nabi Khidir sebagai
seorang guru memberikan ilmunya kepada nabi Musa menggunakan metode
praktik langsung, yang jika dihubungkan dengan pendidikan hal itu termasuk
metode demonstrasi, yaitu metode mengajar dengan menggunakan alat peragaan
(meragakan), untuk memperjelas suatu pengertian, atau untuk memperlihatkan
bagaimana untuk melakukan dan jalannya suatu proses pembuatan tertentu
kepada siswa. 22
Metode demonstarsi dapat digunakan dalam penyampaian bahan pelajaran
fiqih, misalnya bagaimana cara berwudlu’ yang benar, bagaimana cara salat
yang benar, dan lain-lain. 23 Dalam suatu hadits Rasulullah SAW. bersabda:

22
Ahmad Syaifulloh, artikel: “Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an (Kajian Tafisir Tematik)”, h. 141.
23
Armai Arif, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h 190.

15
‫صلوا كما رايت منى اصلى‬
“Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat” (HR. Bukhari)24
Metode demonstrasi dimaksudkan sebagai suatu kegiatan memperlihatkan
suatu gerakan atau proses kerja sesuatu yang bersifat praktek dan sulit untuk
disampaikan hanya lewat teori saja, sehingga hal itu mudah dipahami.
Melalui metode ini diharapkan peserta didik dapat paham betul tentang apa
yang diajarkan, karena kebayakan siswa tidak bisa mengerti dengan baik dan
benar hanya lewat teori saja. Metode demonstrasi ini merupakan metode yang
sangat efektif dalam membantu anak didik untuk menjawab kebutuhan
belajarnya dengan usaha sendiri berdasarkan fakta dan data yang jelas dan benar
yang diperolehnya dari demonstrasi.25 Metode ini memiliki beberapa kelebihan
dan kekurangan, di antaranya yaitu:
Kelebihan:
 Membuat siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran
 Membantu siswa untuk mengingat lebih lama tentang materi
pelajaran yang disampaikan.
 Memusatkan perhatian anak didik.26

Kelemahan:

 Memerlukan waktu yang cuckup banyak.


 Memerlukan media
 Memerlukan biaya yang cukup mahal27
7. Metode Pembiasaan
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia. “biasa” adalah; Lazim atau umum,
seperti sediakala, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari

24
Hasmaya Wati, Skripsi: “Penerapan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Al-Quran Hadits untuk
Meningkatkan Keterampilan Membaca Hukum Bacaan Mad pada Siswa Kelas VII MTs Darul Hikmah…”, (UIN
Mataram: Program Studi PAI, 2017), h. 11.
25
Ahmad Syaifulloh, “Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an (Kajian Tafisir Tematik)”: 141-143.
26
Armai Arif, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 191
27
Ibid., h. 192.

16
kehidupansehari-hari. Dengan adanya prefiks “pe” dan sufiks “an” menunjukan
arti proses.28
Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidika berupa “proses
penanaman kebiasaan”. Metode pembiasaan ini juga ditanamkan oleh Al-Qur’an
sebagai bentuk pendidikan bagi manusia yang prosesnya dilakukan secara
bertahap. Al-Qur’an dalam menjadikan kebiasaan sebagai teknik pendidikan
dilakukan dengan menjadikan kebiasaan pada sifat-sifat baik sebagai rutinitas,
sehingga jiwa dapat menunaikan kebisaan itu tanpa terlalu payah, tanpa
kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.
Pada awalnya, demi pembiasaan suatu perbuatan mungkin perlu dipaksakan.
Sedikit demi sedikit kemudian menjad biasa, awalnya karena takut, lalu menjadi
terbiasa. Berikutnya, kalau aktivitas itu sudah menjadi kebiasaan, ia akan
menjadi habit. Seorang yang telah mempunyai kebiasaan tertentu, maka ia akan
dan dapat melaksanakannya dengan mudah dan senang hati. Bahkan segala
sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan
tetap berlangsung sampai hari tua. 29
Berkaitan dengan keberhasilan pendidik atau orang tua dalam membiasakan
anak untuk mengamalkan ibadah adalah bagian dari ketakwaaan kepada Allah
SWT, sehingga hal tersebut haruslah diupayakan dengan sungguh-sungguh agar
dapat menumbuhkan hasil yang ideal. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT
dalam surat An-Najm ayat 39:

٣٩ ‫س لِإۡل ِ ن ٰ َس ِن إِاَّل َما َس َع ٰى‬


َ ‫َوأَن لَّ ۡي‬

Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa


yang telah diusahakannya”. (QS. An-Najm:39)
M. Quraisy Shihab memberikan penjelasan tentang ayat tersebut yaitu
“bahwa seorang manusia tidak memiliki selain apa yang telah diusahaknnya
secara bersungguh-sungguh”.

28
Ibid., h. 108
29
Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama ) dalam Membangun Etika Sosial, (Semarang: CV. Aneka Ilmu,
2003), h.147.

17
Demikian pentingnya metode pembiasaan bagi perkembangan ibadah anak,
30
sehinga Al-Qur’an juga memberikan pendidikan tentang pembiasaan. Metode
pembasaan yang di contohkan oleh Al-Qur’an ini dapat dilihat dalam kasus
menghilangkan kebiasaan meminum khamar.
Untuk tahap awal Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 219:

‫اس َوإِ ۡث ُمهُ َمٓا أَ ۡكبَ ُر ِمن نَّ ۡف ِع ِه َم ۗا‬ ٰ ٞ ِ‫م َكب‬ٞ ‫سلُونَكَ َع ِن ۡٱلخَ مۡ ر َو ۡٱل َم ۡي ِس ۖر قُ ۡل فِي ِه َمٓا إِ ۡث‬
‍ََٔٔۡ َ‫۞ي‬
ِ َّ‫ير َو َمنَفِ ُع لِلن‬ ِ ِ

٢١٩ َ‫ت لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَفَ َّكرُون‬ َ ِ‫ونَ قُ ِل ۡٱل َع ۡف ۗ َو َك ٰ َذل‬


ِ َ‫ك يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُك ُم ٱأۡل ٓ ٰي‬ ۖ ُ‫ك َما َذا يُنفِق‬ ‍ََٔٔۡ َ‫َوي‬
َ َ‫سلُون‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang minuman keras


dan perjudian. Katakanlah, keduanya mengandung dosa, tetapi ada manfaatnya
bagi manusia, namun dosanya lebih besar daripada manfaatnya.”
Pada tahap kedua Allah menuunkan ayat yang berbunyi:

ْ ‫صلَ ٰوةَ َوأَنتُمۡ ُس ٰ َك َر ٰى َحتَّ ٰى ت َۡعلَ ُم‬


َ‫وا َما تَقُولُون‬ ْ ُ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ْ ‫وا اَل ت َۡق َرب‬
َّ ‫ُوا ٱل‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedangkan


kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan…(Q.S. An-nisa:43)
Tahap ketiga secara tegas Allah melarang meminum khamar sebagaimana
tercermin dalam ayat yang berbunyi:

‫س ِّم ۡن َع َم ِل ٱل َّش ۡي ٰطَ ِن‬


ٞ ‫صابُ َوٱأۡل َ ۡز ٰلَ ُم ِر ۡج‬
َ ‫ٰيَٓأَيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ْا إِنَّ َما ۡٱلخَ مۡ ُر َو ۡٱل َم ۡي ِس ُر َوٱأۡل َن‬

٩٠ َ‫ٱجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡفلِحُون‬


ۡ َ‫ف‬

Artinya: “Hai orang-orang yag beriman, sesungguhnya minuman keras, judi,


korban untuk berhala, dan tenung adalah perbuatan keji dan termasuk perbuan
syaitan. Oleh karena itu jauhilah, agar kamu berutung. (QS. Al-Ma’idah:90)31
Dalam hal tersebut Allah SWT tidak langsung memberikan larangan
meminum khamar akan tetapi melalui beberapa tahapan. Hal ini agar kebiasaan

30
M. Quraisy Shihab, Tafsir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 432-433.
31
Armai Arif, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h . 112-113.

18
meminum khamar tidak lagi dilaksanakan dan agar lebih mudah untuk
menghindarinya karena tidak langsung di haramkan. 32
Pembiasaan merupakan salah metode pendidikan yang sangat penting,
terutama bagi peserta didik. Namun metode pembiasaan ini guru tidak hanya
memberi motivasi, misalnya membaca Al-Qur’an adalah kebiasaan yang baik.
Agar membaca AlQur’an tidak dilupakan oleh generasi muda saat ini. Maka
pendidik bukan hanya memotivasi agar minat dari peserta didik mulai tumbuh.
Guru sebagai model dalam pendidikan maka harus bisa memberikan contoh bagi
peserta didik.
8. Metode Keteladanan
Sebagai pendidikan yang bersumber kepada Al-qur’an dan sunah
Rasulullah, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber
tersebut. Dalam surah al- Ahzab Allah berfirman:
‫ُوا ٱهَّلل َ َو ۡٱليَ ۡو َم ٱأۡل ٓ ِخ َر َو َذ َك َر ٱهَّلل َ َكثِير‬
ْ ‫َة لِّ َمن َكانَ يَ ۡرج‬ٞ ‫لقَ ۡد َكانَ لَ ُكمۡ فِي َرسُو ِل ٱهَّلل ِ أُ ۡس َوةٌ َح َسن‬
Artinya: Dan sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada tauladan yang
baik bagi orang yang mengharapkan (bertemu dengan) Allah dan hari
kemudian dan yang mengingat Allah sebanyak-banyaknya. (Q.S. al-Azhab
[33]:21)33
Ayat di atas memperlihatkan bahwa kata uswah selalu digandengkan dengan
sesuatuyang positif: Hasanah (baik) dan susunannya yang sangat menyenangkan
yaitu bertemu dengan Tuhan sekalian alam. Khususnya untuk ayat terakhir di
atas dapat di pahami bahwa Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. Ke
permukaan bumi ini adalah sebagai contoh atau tauladan yang baik bagi
umatnya. Beliau selalu terlebihdahulu mempraktekkan semua ajaran yang
disampaikan Allah sebelum menyampaikannya kepada umat, sehingga tidah ada
celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh
bahwa Rasullullah Saw. Hanya pandai bicara dan tidak pandai mengamalkan.
Untuk menciptakan anak yang saleh, pendidik tidak cukup hanya
memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi siswa adalah figur yang
32
M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat,cet.ke-III (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2009), h. 311.
33
Armai Arif, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 118

19
memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut. Sehingga sebanyak
apapun prinsip yang di berikan tanpadi sertai contoh tauladan, ia hanya akan
menjadi kumpulan resep yang tak bermakna. Sungguh tercela seorang guru yang
mengajarkan suatu kebaikan kepada siswanya sedangkan ia sendiri tidak
menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini Allah
mengingatkan dalam firmannya:

َ َّ‫۞أَت َۡأ ُمرُونَ ٱلن‬


َ ۚ َ‫اس بِ ۡٱلبِ ِّر َوتَن َس ۡونَ أَنفُ َس ُكمۡ َوأَنتُمۡ ت َۡتلُونَ ۡٱل ِك ٰت‬
٤٤ َ‫ب أَفَاَل ت َۡعقِلُون‬

Artinya: Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaikan sedangkan


kamu melupakan dirimu sendiri, dan kamu membaca kitab,tidakkah kamu
pikirkan? (Q.S. al-Baqarah [2] :44)
Dalam firman Allah di atas dapat di ambil pelajaran, bahwa seorang guru
hendaknya tidak hanya mampu memerintah atau memberikan teori kepada
siswa, tetapi lebih dari itu ia harus mampu menjadi panutan bagi siswanya,
sehingga siswa dapat mengikutinya tanpa merasakan adanya unsur paksaan.
Oleh karena itu keteladanan merupakan faktor dominan dan sangat menentukan
bagi keberhasilan pendidikan.34
9. Metode Hikmah
Metode Hikmah terdapat dalam QS. an-Nahl ayat 125.

ُ‫ع إِلَ ٰى َسبِي ِل َربِّكَ بِ ۡٱل ِح ۡك َم ِة َو ۡٱل َم ۡو ِعظَ ِة ۡٱل َح َسنَ ۖ ِة َو ٰ َج ِد ۡلهُم بِٱلَّتِي ِه َي أَ ۡح َس ۚن‬
ُ ‫ۡٱد‬

١٢٥ َ‫ض َّل عَن َسبِيلِِۦه َوهُ َو أَ ۡعلَ ُم بِ ۡٱل ُم ۡهتَ ِدين‬
َ ‫ك ه َُوأَ ۡعلَ ُم بِ َمن‬
َ َّ‫إِ َّن َرب‬

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan


pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
Menurut Mustafa dalam Tafsir Al-Maraghi menjelaskan kata al-Hikmah
adalah “perkataan yang kuat disertai dengan dalil yang menjelaskan kebenaran

34
Ibid., 121-122.

20
dan menghilangkan kesalah pahaman” (al-Maraghi, 1987: 283). Imam al-
Qurtubi menafsirkan Al-hikmah dengan “kalimat yang lemah lembut”.
Melaui metode hikmah ini pendidikan harus menggunakan kearifan dalam
bertutur kata atau berkomunikasi sehingga kata-kata tersebut memiliki tendensi
yang kuat dan jelas, sehingga bermanfaat bagi peserta didik untuk memahami
materi pelajaran dan mendapatkan kebenaran. Tentunya diperlukan interaksi
yang kondusif antara guru dan peserta didik agar kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan dengan baik. Hal tersebut senada dengan sebuah hadits Nabi
Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
‫حدثنا ابوا جعفر محمد بن الصباح وابوا بكر بن ابي شيبة وتقاربا في لفظ الحديث‬
‫قال حدثنا إسمعيل بن ابراهيم عن حجاج الصواف عن يحىي بن ابى كثير عن هالل بن‬
‫ابى ميمونة عن عطاء بن يسار عن معاوية بن الحكم السلمى قال بينا انا اصلى مع رسول‬
‫هللا صلى هللا عليه وسلم اذ عطس رجل من القوم فقلت يرحمك هللا فرماني القوم‬
‫باابصارهم فقلت واثكل امياه ماشأنكم تنظرون الي فجعلوا يضربون بايديهم على افخادهم‬
‫فلما رايتهم يصمتونني لكنى سكت فلما صلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فباي هوا‬
‫وامى مارايت معلما قبله وال بعده احسن تعليما منه فوهللا ما كهرني وال ضربنى وال‬
‫شتتمنى قال ان هذه الصالة اليصله فيها شيئ من كالم الناس انما هو التسبيح والتكبير‬
‫وقراة القرآن‬
Artinya: “Hadis dari Abu Ja’far Muhammad ibn Shabah dan Abu Bakr
ibn Abi Syaibah, hadis Ismail ibn Ibrahim dari Hajjâj as-Shawwâf dari Yahya
ibn Abi Kaşir dari Hilâl ibn Abi Maimũnah dari ‘Atha’ ibn Yasâr dari
Mu’awiyah ibn Hakam as-Silmiy, Katanya: Ketika saya salat bersama
Rasulullah saw., seorang dari jama’ah bersin maka aku katakan
yarhamukallâh. Orang-orang mencela saya dengan pandangan mereka, saya
berkata: Celaka, kenapa kalian memandangiku? Mereka memukul paha dengan
tangan mereka, ketika saya memandang mereka, mereka menyuruh saya diam
dan saya diam. Setelah Rasul saw. selesai salat (aku bersumpah) demi Ayah dan
Ibuku (sebagai tebusannya), saya tidak pernah melihat guru sebelumnya dan
sesudahnya yang lebih baik pengajarannya daripada beliau. Demi Allah beliau
tidak membentak, memukul dan mencela saya. Rasulullah saw. (hanya)

21
bersabda: Sesungguhnya salat ini tidak boleh di dalamnya sesuatu dari
pembicaraan manusia. Ia hanya tasbîh, takbîr dan membaca Alquran.” (HR.
Muslim).
Dalam hadits tersebut dapat diketahui bahwa Rasulullah saw memberikan
pengetahuan dan pengajaran melalui perkataan yang lembut tetapi juga tegas.
Sehingga para sahabat yang menerimanya tidak merasa terpojokkan atau merasa
tersinggung, tetapi mereka merasa lega dan dapat menerima apa yang
disampaikan oleh Rasulullah saw tersebut. Di samping itu Rasulullah juga
mimiliki sifat bijaksana sehingga dalam masalah tersebut beliau menghadapinya
dengan kearifan melalui hikmah yaitu perkataan yang lembut dan tegas serta
sesuai dengan kondisi para shahabat tersebut. 35
Jadi yang dimaksud dengan metode hikmah dalam pendidikan yaitu
penyampaian dengan kearifan dan kebijaksanaan melalui kata-kata lemah lembut
tetapi juga tegas dengan mengunakan alasan-dalil dan argumentasi yang kuat
serta menggunakan uraian yang benar sehingga dengan proses ini para peserta
didik memiliki keyakinan dan kemantapan dalam menerima materi pelajaran
untuk sebagai bekal dan pedoman untuk memperoleh ilmu yang lebih luas lagi
dan dapat mengembangkan apa yang telah dipahaminya sesuai dengan kemajuan
dan tuntutan zaman.36
10. Metode Ma’izdzah Hasanah
Mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata “al-Mau’idzah dan Hasanah”.
Almau’idzah dalam tinjauan etimologi berarti “nasehat, wejangan, pengajaran,
pendidikan, sedangkan hasanah berarti baik. Bila dua kata ini digabungkan
bermakna pengajaran yang baik.
Al-Imam Jalaludin Asy-Syuyuti dan Jalaludin al-Mahalli meng-
identifikasikan kata “al-Mau’izdah” itu dengan kalimat ‫مواعظ ه أو الق ول الرقيق‬
artinya perkataan yang lembut (Jalalain, tt: 104). Pengajaran yang baik berarti
disampaikan melalui perkataan yang lembut diikuti dengan perilaku yang baik
sehinga kalimat tersebut bermakna lemah lembut baik lagi baik.37
35
Ahmad Syaifulloh, artikel: “Metode Pendidikan dalam Al-Quran (Kajian Tafsir Temartik”), h. 127.
36
Ibid., h. 132.
37
Zulfikar Ali Buto, Wawasan al-Qur’an tentang Metode Pendidikan, (Jurnal Tarbiyah, Vol. 25, No. 1,
2018), h. 174.

22
Pengajaran yang baik mengandung nilai-nilai kebermanfaatan bagi
kehidupan para siswa. Mau’idzah hasanah sebagai prinsip dasar melekat pada
setiap da’i (guru, ustadz, mubaligh) sehingga penyampaian kepada para siswa
lebih berkesan. Siswa tidak merasa digurui walaupun sebenarnya sedang terjadi
pentransferan nilai.38
Melalui metode ini dalam kegiatan belajar mengajar guru dapat
membimbing dan mengarahkan peserta didik ke arah yang benar dengan
menanamkan norma-norma yang berlaku, sehingga peserta didik memiliki
pengetahuan untuk membedakan hal yang haq dan batil serta mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan tidak hanya menanamkan pengetahuan saja tetapi hendaknya
diiringi dengan akhlak yang baik sehingga moral peserta didik dapat tertata
dengan baik seiring dengan ilmu yang mereka peroleh dari proses pembelajaran.
Begitu pula seorang guru juga hendaknya memiliki akhlak yang baik pula dan
mampu memberikan nasehat atau wejangan yang cocok sesuai dengan keaaan
peserta didik. 39
Terdapat sebuah hadits riwayat Umar bin Abi Salamah yang sesuai
dengan metode mauidzah hasanah ini, yaitu:
‫حدثنا على ابن عبد هللا اخبرنا سفيان قال الوليدبن كثير اخبرني انه سمع وحب بن‬
‫كيسان انه سمع عمربن ابى سالمة يقول كنت غالما فى حجر رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫وسلم وكانت يدي تطيش فى الصحفة فقال لى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يا غالم سم‬
‫هللا وكل بيمسك وكل مما يليك فما زلت طعمتى بعد‬
Artinya: “Umar bin abi Salmah r.a berkata, ‘Dulu aku menjadi pembantu
di rumah Rasulullah saw. Ketika makan, biasanya aku mengulurkan tangan
ke berbagai penjuru. Melihat itu beliau berkata, ‘Hai ghulam, bacalah
basmallah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada
di dekatmu”
Juga terdapat sebuah hadits riayat Imam Bukhari yang sesuai dengan
metode ini, yaitu :

38
Ahmad Syaifulloh, artikel: “Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an (Kajian Tafisir Tematik)”, 133.
39
Ibid., h. 133-134

23
‫حدثنا محمدبن بشار بندار قال حدثنا يحي عن ععبيد هللا قال حدثنى خبيب بن عبد‬
‫الرحمن عن حفص بن عاصم عن ابيي هريرة عن النبى صلى هللا عليه وسلم قال سبعة‬
‫يظلهم هللا فى ظله يوم ال ظل اال ظله االمام العادل وشاب نشأفى عبادة ربه ورجل قلبه‬
‫معلق فى المسا جد ورجالن تحابا في هللا اجتمعا عليه وتفرقا عليه ورجل طلبته امرأة‬
‫ذات منصب وجمال فقال انى اخاف تصدق اخفى حتى التعلم شماله ماتنفق يمينه ورجل‬
‫ذكرهللا خاليا ففاضت ععيناه‬
Artinya: “Hadis Muhammad ibn Basysyar ibn Dar, katanya hadis Yahya
dari Abdullah katanya hadis dari Khubâib ibn Abdurrahman dari Hafs ibn
‘Aśim dari AbuHurairah r.a., Rasulullah saw.bersabda: Tujuh orang yang
akan dinaungi oleh Allah di naungan-Nya yang tidak ada naungan kecuali
naungan Allah; pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam keadaan
taat kepada Allah; seorang yang hatinya terikat dengan masjid, dua orang
yang saling mencintai karena Allah (mereka bertemu dan berpisah karena
Allah), seorang yang diajak oleh wanita terpandang dan cantik namun ia
berkata : saya takut kepada Allah, seorang yang menyembunyikan
sedekahnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diberikan oleh
tangan kanannya dan orang yang mengingat Allah dalam kesendirian hingga
air matanya mengalir.” (al-Bukhari, t.t, I: 234).
Dalam hadits tersebut dapat dipahami bahwa Rasulullah memberikan
nasehat dengan menggunakan kalimat berita, tetapi di dalamnya mengandung
nasehat yang menyeru agar umat Islam memiliki sifat-sifat tersebut sehingga
menjadi manusia yang beruntung di dunia dan di akhirat. Bila dihubungkan
dengan konteks pendidikan hadits yang mengandung pesan nasehat tersebut
dapat menjadikan inspirasi dalam kegiatan pembelajaran, sehingga peserta
didik mampu memahami dan melaksanakan nasehat yang terkandung dalam
proses pembelajaran tersebut.40
11. Metode Mujadalah (Diskusi)
Mujadalah berarti menggunakan metode diskusi ilmiah yang baik dengan
cara lemah lembut serta diiringi dengan wajah penuh persahabatan sedangkan

40
Ibid., 135-136.

24
hasilnya diserahkan kepada Allah SWT: 41 seperti firman Allah dalam surah an-
Nahl ayat 125.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya bahwa mujadalah ini adalah cara
penyampaian melalui diskusi dengan wajah yang baik kalimat lemah lembut
dalam berbicara.42 Hal ini sebagaimana juga Allah sebutkan dalam firman-
Nya yang lain:
‫"ولَتجادلوا أهل الكتاب إ َل بالتي هي أحسن إاَل الذين ظلموا منهم "اآلية‬
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan
dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zhalim di antara
mereka,” dan ayat seterusnya. (QS. Al-‘Ankabut: 46).
Dengan demikian Allah memerintahkannya untuk berlemah lembut,
sebagaimana yang Dia perintahkan kepada Nabi Musa dan Nabi Harun ketika
berdialog-diskusi dan berbantahan dengan Fir’aun.
‫فقول له قو َل لينا لعلهقوله يتذكر أو يخشى‬
َ
Artinya: “Maka bicaralah kamu dengan kata-kata yang lemah lembut
agar dia ingat atau takut.” (QS. Thaahaa: 44)43
Sedangkan hasil akhirnya dikembalikan kepada Allah SWT. Sebab hanya
Allahlah yang mengetahui orang tersebut mendapat petunjuk atau tidak.
Metode diskusi yaitu cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membicarakan, menganalisa guna
mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai
alternative pemecahan masalah. Diskusi memberikan peluang sebesar-
besarnya kepada para siswa untuk mengeksplorasikan pengetahuan yang
dimilikinya kemudian dipadukan dengan pendapat siswa lain. Satu sisi
mendewasakan pemikiran, menghormati pendapat orang lain, sadar bahwa ada
pandapat di luar pendapatnya dan disisi lain siswa merasa dihargai sebagai
individu yang memiliki potensi, kemampuan dan bakat bawaannya.

41
Zulfikar Ali Buto, Wawasan al-Qur’an tentang Metode Pendidikan, (Jurnal Tarbiyah, Vol. 25, No. 1,
2018), h. 175.
42
Ibid., h. 175.
43
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, di terjemahkan oleh Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan al-Atsari, Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 10, judul asli Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, 2008), h. 257.

25
An-Naisaburi memberikan ilustrasi bahwa mujadalah itu adalah sebuah
metode “‫”أي بالطريقة‬. Diskusi (mujadalah) tidak akan memperoleh tujuan
apabila tidak memperhatikan metode diskusi yang benar, yang hak sehingga
diskusi jadi “bathal” tidak didengarkan oleh mustami’in. Metode mujadalah
lebih menekankan kepada pemberian dalil, argumentasi dan alasan yang kuat.
Para guru hanya bertindak sebagai motivator, stimulator, fasilitator atau
sebagai instruktur. Sistem ini lebih cenderung ke “Student Centre” yang
menekankan aspek penghargaan terhadap perbedaan individu para peserta
didik (individual differencies) bukan “Teacher Centre”.44
Abuddin Nata juga mengatakan bahwa, “perintah Allah dalam hal ini,
agar kita mengajak ke jalan yang benar dengan hikmah dan mau’izhah yang
baik dan membantah mereka dengan berdiskusi dengan cara yang baik (Q.S.
An-Nahl [16]:125)”.45
12. Metode Drill
Berikut beberapa ahli berpendapat mengenai pengertian metode drill:
a. Winarto Surakhmad, metode drill disebut juga latihan yang dimaksudkan
untuk memperoleh ketangkasan dan keterampilan latihan terhadap apa
yang dipelajari, karena hanya dengan melakukannya secara praktis suatu
pengetaahuan dapat disempurnakan dan disiap siagakan.46
b. Nana Sudjana, metode drill adalah suatu kegiatan melakukan hal yang
sama, berulang-ulang secara sungguh dengan tujuan menyempurnakan
suatu keterampilan agar menjadi permanen. Ciri yang khas dari metode ini
adalah kegiatan berupa pengulangan yang berkali-kali dari suatu hal yang
sama.47
c. Darajat, dkk. mengatakan bahwa, penggunaan istilah “latihan” sering
disamakan dengan istilah “ulangan” padahal maksudnya berbeda. Latihan
bermaksud agar pengetahuan dan kecakapan tertentu dapat menjadi milik

44
Zulfikar Ali Buto, Wawasan al-Qur’an tentang Metode Pendidikan, (Jurnal Tarbiyah, Vol. 25, No. 1,
2018), h. 175-176.
45
Miftahul Jannah, “Metode Pendidikan Islam Yang Terkandung dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl Ayat 125-
126”: Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014), h 22.
46
Winarto Surakhmad, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, (Bandung: Tarsito,1994), h.76.
47
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru, 1991), h.86.

26
anak didik dan di kuasai sepenuhnya, sedangkan ulangan hanyalah untuk
sekadar mengukur sejauh mana dia telah menyerap pengajaran tersebut. 48
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode
drill memiliki beberapa makna yaitu metode pengulangan, latihan, dan
menghafal.
Di dalam al-Quran banyak di ungkapakan beberapa ayat yang
mengandung makna drill (pengulangan), di antaranya surah al-Alaq ayat 1-
5:

‫ ٱلَّ ِذي‬٣ ‫ ۡٱق َر ۡأ َو َربُّكَ ٱأۡل َ ۡك َر ُم‬٢ ‫ق‬ َ ٰ ِ ‫ق ٱإۡل‬


ٍ َ‫نس نَ ِم ۡن َعل‬ َ َ‫ َخل‬١ ‫ق‬ َ َ‫ك ٱلَّ ِذي خَ ل‬ ۡ ِ‫ۡٱق َر ۡأ ب‬
َ ِّ‫ٱس ِم َرب‬
٥ ۡ‫ َعلَّ َم ٱإۡل ِ ن ٰ َسنَ َما لَمۡ يَ ۡعلَم‬٤ ‫َعلَّ َم بِ ۡٱلقَلَ ِم‬

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, 2.


Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha mulia, 4.Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam [1589], 5. Dia mengajar kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya.” (Qs. Al-Alaq: 1 – 5).
Dalam aspek balagah, di dalam surah al-‘alaq terdapat sejumalh
keindahan bahasa sebagaimana berikut ini:
Ithnab dengan mengulang-ulang fi’il amr (kata kerja perintah)
‫اقرأ با سم ربك‬. 49
Asbabun Nuzul ayat ini menurut, Imam Ahmad meriwayatkan dari
‘Aisyah, dia mengatakan wahyu yang pertama kali diturunkan kepada
Rasulullah adalah mimpi yang benar melalui tidur. Dimana beliau tidak
bermimpi melainkan datang sesuatu seperti falaq Shubuh. Setelah itu,
beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian beliau
mendatangi gua Hira. Di sana beliau beribadah untuk beberapa malam
dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu, beliau pulang
kembali kepada Khadijah untuk mengambil bekal yang sama sampai

48
Marhaya, Skripsi: “Metode PembelajaranAl-Quran Hadits dan Problematikanya pada Siswa Mts Darul
Hikmah Lenggo-Lenggo kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai”, UIN Alauddin Makassar, 2013, h. 34-35.
49
Syaikh Muhammad Ali Ash-Shabuni di terjemahkan oleh Yasin, Safwatut Tafasir Jilid 5, (Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar, 2011), h. 772.

27
akhirnya datang kepada beliau wahyu secara tiba-tiba, yang ketika itu
beliau masih berada di gua Hira. Di gua itu beliau didatangi oleh Malaikat
Jibril, seraya berkata: ‘Bacalah!’ Rasulullah bersabda: “Maka kukatakan:
‘Aku tidak dapat membaca.” Lebih lanjut, beliau bersabda: “Lalu Jibril
memgangku seraya mendekapkku sampai aku merasa kepayahan.
Selanjutnya dia melepaskanku lagi seraya berkata: ‘Bacalah!’ Aku tetap
menjawab: ‘Aku tidak dapat membaca.’ Lalu dia mendekapku untuk
ketiga kalinya sampai aku benar-benar kepayahan. 50
Pencapaian hasil yang maksimal memerlukan suatu proses yang
berulang-ulang. Begitu pula dengan metode pendidikan, harus ada
menggunakan metode pengulangan, agar pendidik dapat mengetahui
kemampuan maupun ingatan siswa.
Latihan dan pengulangan dapat dijadikan sebagai metode untuk
mengerjakan pelajaran shalat di sekolah, dalam arti praktek langsung di
masjid, mushalla, atau di perjalanan jauh untuk shalat jama-qashar, tanpa
terlebih dahulu memberikan pelajaran secara teoritis.
C. Metode-metode Pendiddikan Modern (1800-1900)
Pada dasarnya antara zaman klasik, pertengahan, dan modern, penggunaan
metode pendidikan adalah sama, seperti metode ceramah, diskusi, hafalan, Tanya
jawab, dan lain-lain. Namun hal yang membedakan antara kegiatan periode tersebut
adalah pengembangan dalam menggunakan metode dengan dibantu alat atau media
yang semakin canggih. Misalnya, penggunaan metode ceramah, berbeda natar zaman
klasik yang hanya mengandalkan suara dan tempat terbatas, dengan periode
pertengahan yang sudah menggunakan alat pengeras suara. Apalagi jika di banding
dengan masa modern yang tidak hanya menggunakan media pengeras suara dan
dalam ruangan tertentu, tetapi dapat dijangkau keseluruh pelosok dunia melalui audio,
atau audipvisual, seperti radio, TV, Internet, dan lain-lain.51

50
Abdullah bin Muahammad Alu Syaikh, di terjemahkan oleh Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan al-Atsari, Tafsir
Ibnu Katsir Jilid 10, judul asli Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, 2008), h. 385-386.
51
Armai Arif, Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), h. 49.

28
Memasuki abad modern Johan Amos menggunakan metode ilmiah dalam
pendidikan, dan John Locke menddunakan metode persepsi dan asosiasi dalam
menekankan pentingnya pengalaman.52
Berikut ini metode-metode yang sering di gunakan di masa modern:

a. Ceramah menggunakan media d. Diskusi


b. Hafalan mandiri e. Komprehensif
c. Cerita lewat media f. Demonstrasi
d. Sintesis analisis
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan metode pendidikan Islam diukur
dari seberapa media yang digunakan oleh setiap pendidik dalam mengaplikasikan
metode yang ada. Karena pada dasarnya metode-metode tersebut tidak ada yang
tertinggal pada setiap periode. Namun juga banyak metode yang lahir sesuai dengan
perkembangan pemikiran dan kebutuhan kemajuan zaman.53

52
Ibid., h. 48-49.
53
Ibid., h. 50.

29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode pendidikan Islam tidak terlepas dari sumber pokok ajaran. Al-
Qur’an sebagai tuntunan dan pedoman bagi umat telah memberikan garis-
garis besar mengenai pendidikan terutama tentang metode pembelajaran dan
metode mengajar. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan metode
pembelajaran dan mengajar dalam perspektif Al-Qur’an antara lain dalam
Surah an-Nahl ayat 125, Surah al-Ahzab ayat 21 dan lainnya.
Berbagai metode yang ditawarkan Al-Qur’an, seperti metode
Perumpamaan (Amtsal), Metode Keteladanan, Metode Kisah, Metode
Hikmah, Metode Mau’izhah (uraian yang menyentuh hati yang mengantar
kepada kebaikan), Metode Mujadalah (diskusi ilmiyah yang baik dengan cara
lemah lembut), dan masih banyak lagi metode-metde lainnya.
Jadi metode-metode pendidikan ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan
kita sehari-hari, dan terutama bagi pendidik dan calon pendidik, dapat
memilih metode yang paling tepat, melihat siapa dan bagaimana kadar
keilmuan peserta didik (objek) yang akan dihadapi.
B. Kritik dan Saran
Penulis memohon maaf karena tulisan ini masih banyak kata kurang
daripada lebih nya, baik dari segi pengertian metode pendidikan, macam-
macam metode pendidikan, penasfiran menunut beberapa mufassir, asbabun
nuzul ayat, atau uslub-uslub bahasa dan qaidah nahwu-sharafnya, terutama
untuk metode-metode pendidikan itu sendiri yang mana menajdi topik dalam
tulisan ini yang hanya menuliskan 13 metode saja padahal masih banyak lagi
metode lainnya seperti metode tsawab, metode hukuman, metode sorogan,
metode bandongan, metode sosiodrama, dan masih banyak lagi, bahkan
Abudin Nata menyatkan ada 30 metode pendidikan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, (2008). di terjemahkan oleh Abdul Ghoffar dan Abu Ihsan
al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 10, judul asli Lubabut Tafsir Min Ibni Katsir. Jakarta.
Pustaka Imam Syafi’i.
Abdullah bin Muhammad Alu Syaikh, (2008). di terjemahkan oleh M.Abduh, Tafsir Ibnu Katsir
Jilid 4. Jakarta. Pustaka Imam Syafi’i.
Anggraini, Fina Surya, (2018). Jurnal: “Targib Wa Tarhib Perspektif Al-Quran”. Inovatif: Vol
4, No 1.
Arif, Armai, (2002). Pengantar ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta. Ciputat Press.
Ash-Shabuni, Syaikh Muhammad Ali, di terjemahkan oleh Yasin, (2011). Safwatut Tafasir Jilid
5. Jakarta Timur. Pustaka Al-Kautsar.
Asrohah, Anon, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. PT LOGOS Wacana Ilmu.
As’asd, Ally (2007). Terjemah Ta’limul Muta’allim. Kudus. Menara Kudus.
Azizy, Qodri A. (2003). Pendidikan (Agama ) dalam Membangun Etika Sosial. Semarang. CV.
Aneka Ilmu.
Buto, Zulfikar Ali, (2018). Wawasan al-Qur’an tentang Metode Pendidikan. Jurnal Tarbiyah,
Vol. 25, No. 1.
Fauziah, Annisa Khanza, 2017. Skripsi: “Metode Pendidikan dalam Perspektif Al Quran”.
Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.
Fajrianti, Lara, (2018). Skripsi: “Metode-metode Mengajar Nabi Muhammad saw dalam Buku
Muhammad Sang Guru Karya Abdul Fattah Abu Ghuddah dan Relevansi terhadap
Pengajaran Pendidikan Agama Islam saat ini”. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Raden Intan Malang.
Jannah, Miftahul, (2014). Skripsi: “Metode Pendidikan Islam Yang Terkandung dalam Al-
Qur’an Surat An-Nahl Ayat 125-126”. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah.
Kamsinah, (2018). “Metode dalam Proses Pembelajaran: Studi tentang Ragam dan
Implementasinya”. Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 11 No. 1.
Marhaya, (2013). Skripsi: “Metode PembelajaranAl-Quran Hadits dan Problematikanya pada
Siswa Mts Darul Hikmah Lenggo-Lenggo kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai”. UIN
Alauddin Makassar.
Munir, Ahmad, (2008). Tafsir Tarbawi (Mengungkap Pesan al-Quran Tentang Pendidikan).
Yogyakarta. Sukses Offset.

31
Salim, Moh. Haitami. (2013). Pendidikan Agama dalam Keluarga. Yogjakarta. Ar-Ruz Media.
Shihab, M. Quraish, (2009). Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat, cet.ke-III. Bandung . PT. Mizan Pustaka.
Shihab, M. Quraisy, (2002). Tafsir Al Misbah. Jakarta. Lentera Hati.
Sudjana, Nana, (1991). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru.
Surakhmad, Winarto, (1994)/ Pengantar Interaksi Belajar Mengajar. Bandung. Tarsito.
Syahidin, (2009). Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al Quran. Bandung. Alfabeta.
Syaifulloh, Ahmad. Artikel: “Metode Pendidikan dalam Al-Qur’an (Kajian Tafisir Tematik).
Uhbiyati, Nur, (1998). Ilmu Pendidiakn Islam Ed. Revisi. Bandung. CV. Pustaka Setia.
Hasanuddin, (2012). Tesis: “Efektivitas Metode Demonstrasi Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan Agama Islam Siswa Sdn 1 Tinigi Tolitoli”. Program Pascasarjana UIN
Alauddin Makassar.
Wati, Hasmaya, (2017). Skripsi: “Penerapan Metode Demonstrasi dalam Pembelajaran Al-
Quran Hadits untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Hukum Bacaan Mad pada
Siswa Kelas VII MTs Darul Hikmah…”. UIN Mataram: Program Studi PAI.
Yani, Dewi, (2016). Jurnal: “Metode Targhib dan Tarhib dalam Pendidikan Menurut Rasulullah
SAW”, (Jurnal Pendidikan Islam: El-Tarbawi Vol. IX, No 1.

32

Anda mungkin juga menyukai