Anda di halaman 1dari 25

KURBAN, AKIKAH DAN KHITAN

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Fikih Ibadah dan Muamalah

Dosen Pengampu:

Drs. Rusdi, M.Ag

Disusun Oleh:

Anisa Ramanda Putri (11220110000081)

Firda Audina Manihtada (11220110000087)

Rizal Arifin (11220110000104)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. karena rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang membahas
tentang “Kurban, Akikah dan Khitan”. Shalawat serta salam tidak lupa pula kita
sanjungkan kepada Nabi Muhammad ‫ﷺ‬. semoga keluarga, sahabat dan kita
umatnya mendapat pertolongan di hari akhir nanti.

Kami berterimakasih kepada Drs. Rusdi, M.Ag. selaku Dosen Pengampu


mata kuliah Fikih Ibadah dan Muamalah yang telah membimbing kami dalam
membuat makalah ini dengan baik dan sesuai waktu yang ditentukan. Kami juga
telah menyusun makalah ini semaksimal mungkin, dengan berdiskusi dan mencari
berbagai sumber dalam memudahkan proses pembuatan makalah.

Sebelumnya kami mohon maaf, apabila terdapat kesalahan kata-kata yang


kurang berkenan dan kami mohon kritik serta saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang. Dengan adanya
makalah ini, semoga dapat menambah wawasan dan juga bermanfaat bagi kami
dan bagi para pembaca.

Ciputat, 25 Maret 2023

PENYUSUN

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Kurban ...................................................................................................... 3

B. Akikah ...................................................................................................... 9

C. Khitan ..................................................................................................... 15

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 19

A. Simpulan ................................................................................................. 19

B. Saran ....................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibadah kurban adalah ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT karena
berkurban adalah salah satu bentuk pernyataan rasa syukur kita atas nikmat
yang telah diberikan. Jadi, bagi orang yang mampu, maka diwajibkan untuk
berkurban. Disamping itu ibadah kurban merupakan ungkapan rasa
persaudaraan antara saudara kita yang mampu dengan saudara kita yang
mampu secara ekonomi, untuk saling berbagi rezeki. Menumbuhkan sifat
untuk saling berkurban untuk orang lain.

Ibadah aqiqah adalah penyembelihan hewan pada hari ketujuh, dan empat
belas. Aqiqah juga dilaksanakan pada saat anak itu dewasa. Menyembelih
hewan aqiqah hukumnya sunnah muakkad pada zaman nabi Muhammad SAW
yag pertama kali di aqiqahkan adalah dua orang kembarnya yaitu hasan dan
Husain, yang tidak lain adalah cucu dari Nabi Muhammad SAW.

Khitan adalah syariat Islam yang menjadi sunnah Nabi Muhamad SAW.
bahkan dalam syariat Nabi Ibrahim as, atas perintah Allah SWT. Khitan bukan
hal asing di kalangan umat Islam. Ia menjadi penting karena di samping
menjadi perintah Allah, ia juga menjadi persyaratan kesempurnaan seseorang
dalam melaksanakan ibadah seperti, shalat lima waktu, membaca Al Quran,
haji dan ibadah lain yang mensyaratakan kesucian dari hadats dan najis. Oleh
karena itu, seorang anak yang telah berstatus Mukallaf bertanggung jawab atas
semua kewajiban melaksanakan shalat, puasa dan lain-lain. Karena ia sendiri
yang terkena kewajiban shalat, makanya dirinya pula yang harus menunaikan
shalat tersebut dan bukan kedua orang tua. Tugas orang tua hanya memberi
pengertian dan pendidikan kepada anak.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa itu pengertian qurban, dasar hukum qurban, syarat dan rukun kurban,
syarat hewan kurban, hukum berkurban cara penyembelihan hewan
kurban dan hikmah kurban?
2. Apa itu pengertian aqiqah, hukum beraqiqah, ketentuan aqiqah, tata cara
pelaksanaannya serta tujuan dan hikmah aqiqah?
3. Apa itu pengertian khitan, dasar hukum, hukum khitan bagi laki-laki dan
perempuan, dan tujuan serta hikmah khitan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian qurban, dasar hukum kurban, syarat dan
rukun kurban, syarat hewan qurban, hukum berkurban cara
penyembelihan hewan kurban dan hikmah kurban
2. Untuk mengetahui pengertian aqiqah, hukum beraqiqah, ketentuan
aqiqah, tata cara pelaksanaannya serta tujuan dan hikmah aqiqah
3. Untuk mengetahui pengertian khitan, dasar hukum, hukum khitan bagi
laki-laki dan perempuan, dan tujuan serta hikmah khitan

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kurban
1. Pengertian
Kata qurban berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata qaraba artinya
dekat. Ibadah kurban adalah ibadah yang dilaksanakan pada waktu
tertentu yakni pada hari Idul Adha yang dilaksanakan dengan cara
menyembelih hewan kurban dengan maksud untuk mendekatkan diri
kepada Allah. Dalam istilah fiqih hewan qurban disebut dengan
istilah udh-hiyah yang artinya hewan yang disembelih waktu dhuha,
yaitu waktu saat matahari naik.Udh-hiyah adalah hewan kurban (unta,
sapi, dan kambing) yang disembelih pada hari raya kurban dan hari-hari
tasyriq sebagai taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. 1
Ulama fuqaha memberikan definisi:

.‫وهي ما تذبح من النعم تقربا ال هللا تعالى من يوم عيد النحر الى آخر ايام التشريق‬

“Qurban (Tadhhiyah) adalah ternak yang disembelih karena


mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr sampai akhir hari
tasyriq”

2. Dasar dan Hukum Kurban


Nabi Muhammad saw dan para sahabat beliau senantiasa
berqurban, bahkan nabi bersabda bahwa qurban merupakan kaum
muslimin. Oleh karena itu, umat islam bersepakat bahwa berkurban itu
disyariatkan, sebagaimana keterangan beberapa ulama ada yang
mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang

1
H. Damanhuri. Masail Udhhiyyah Tanya Jawab Seputar Qurban dan Aqiqah. (Yogyakarta:
Mitra Pustaka, 2014), h. 12.

3
mengatakan sunnah muakkad. Karena dengan berqurban akan lebih
menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. 2
Hukum menyembelih qurban menurut madzhab imam syafi'i dan
jumhur ulama adalah sunnah yang sangat diharap dan dikukuhkan.
Ibadah qurban adalah termasuk syiarkan agama dan yang memupuk
makna kasih sayang dan peduli kepada sesama yang harus digalakkan.
Dan sunnah disini ada 2 macam:
1. Sunnah Ainiyah yaitu: Sunnah yang dilakukan oleh setiap orang
yang mampu.
2. Sunnah Kifayah, yaitu: Disunnahkan dilakukan oleh sebuah
keluarga dengan menyembelih 1 ekor atau 2 ekor untuk semua keluarga
yang ada di dalam rumah.
Hukum Qurban menurut imam abu hanifah adalah wajib bagi yang
mampu. Perintah qurban datang pada tahun ke-2 (dua) Hijriyah. Adapun
qurban bagi Nabi Muhammad SAW adalah wajib, dan ini adalah hukum
khusus bagi beliau.
3. Syarat dan Rukun Kurban
Berikut 4 syarat dalam berkurban:
1. Beragama Islam
2. Merdeka (bukan hamba)
3. Baligh dan berakal
4. Mampu untuk berkurban.
Orang yang telah mampu tetapi tidak melaksanakan kurban, tercela
dalam pandangan Islam. Mereka beralasan dengan firman Allah SWT:
‫ص ِّل ِّل َر ِّبكَ َوا ْن َح ْر‬
َ َ‫ف‬
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”
(QS. Al-Kautsar: 2).

2
Mulyana Abdullah, Wujud Kedekatan Seorang Hamba dengan Tuhannya, Jurnal Pendidikan
Agama Islam Ta’lim, Vol.14 No. 1, 2016

4
Dan hadits Nabi saw :

‫صالَّ َن‬
َ ‫ض ِّح فَالَ يَ ْق َربَ َّن ُم‬
َ ُ‫َم ْن َكا َن لَهُ َس َعةٌ َوََلْ ي‬
Dari Abi hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Siapa
yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah
mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-
Hakim menshahihkannya).

Rukun dalam Berkurban


Selain mengetahui syarat dalam berkurban, ada beberapa rukun
termasuk dalam penyembelihan hewan kurban yang perlu dipahami
sebagai berikut:
1. Penyembelih harus beragama islam
2. Hewan yang disembelih halal
3. Alat penyembelih harus yang tajam
4. Tujuan penyembelihan untuk cara yang diridhai Allah

4. Syarat Hewan Kurban


Hewan ternak yang digunakan sebagai hewan qurban di Indonesia
umumnya adalah dari ternak kambing, domba dan sapi. Ternak yang
digunakan sebagai hewan qurban harus memenuhi beberapa persyaratan.
Yang dimaksud dengan hewan qurban tersebut adalah binatang ternak
yang dipelihara dan dikonsumsi dagingnya, misalnya unta, sapi, kerbau,
kambing, atau domba. Binatang yang sah untuk menjadi qurban, ialah
yang tidak mempunyai cacat seperti; pincang sangat kurus, sakit,
terpotong telinganya. Dikatakan syah, jika binatang tersebut memenuhi
syarat-syarat binatang/hewan yang telah ditetapkan syariat. Adapun
syarat-syarat binatang/hewan untuk dijadikan qurban adalah:

5
1. Cukup umurnya
a. Domba sekurang-kurangnya berumur satu tahun.
b. Kambing, sekurang-kurangnya berumur dua tahun;
c. Unta sekurang-kurangnya berumur empat tahun dan masuk
tahun kelima;
d. Sapi, sekurang-kurangnya berumur dua tahun dan masuk tahun
ketiga.
2 . Tidak cacat.

3. Tidak sakit.

4. Tidak pincang.

5. Tidak buta.

6. Tidak kurus.

7. Tidak putus telinga atau tanduknya.

Sebagaimana hadits Rasulullah SAW:

Al-Bara' Ibnu 'Azib Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah


Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdiri di tengah-tengah kami dan
bersabda: "Empat macam hewan yang tidak boleh dijadikan
kurban, yaitu: yang tampak jelas butanya, tampak jelas sakitnya.
tampak jelas pincangnya, dan hewan tua yang tidak bersum-sum."
Riwayat Ahmad dan Imam Empat. Hadits shahih menurut Tirmidzi
dan Ibnu Hibban

5. Hukum Berkurban
Para ulama berbeda-beda pendapat tentang hukum berkurban, apakah
ia wajib atau sunnah, diantaranya yaitu :
a. Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm menyebutkan bahwa hukum
berkurban adalah Sunnah sebagaimana disebutkan “Imam Syafi’i
semoga Allah SWT merahmatinya berkata: Penyembelihan
(berkurban) hukumnya sunnah dan saya tidak suka jika

6
meninggalkannya”. 3
Imam Syafi'i menjelaskan bahwa hukum
berkurban adalah sunnah,selain itu imam Syafi’i juga tidak suka
meninggalkan kurban dalam setiap tahun. Sehingga imam Syafi’i
setiap tahun selalu melaksanakan ibadah kurban.
b. Menurut Imam Malik dalam kitabnya al-Muwattha’ menyebutkan
bahwa hukum kurban itu sunnah, sebagaimana disebutkan “Imam
Malik berkata: Berkurban hukumnya sunnah bukan wajib, dan aku
tidak suka kepada seseorang yang mampu tetapi meninggalkannya"
4
. Pendapat Imam Malik juga sejalan dengan Imam Syafi’i, yang
mengatakan hukum qurban adalah sunnah bukan wajib. Kepada
orang-orang mampu yang tidak mau berkurban, Imam Malik sangat
tidak menyukainya.
c. Adapun menurut mazhab-mazhab selain Hanafiyah, seperti
Syafi'iyah, Malikiyah dan Hanabilah dan Zahiriyah, bahwa hukum
berkurban adalah sunnah muakkad, bukan wajib, serta makruh
meningggalkannya bagi seorang yang mampu melakukannya. 5
d. Menurut Imam Abu Hanifah Qurban itu hukumya wajib
sebagaimana disebutkan dalam kitabnya. Dia telah berkata “dan
qurban hukumnya wajib atas orang yang mampu atau punya
kelapangan rizki dan mukim (menetap) ini menurut pendapat
kami”.6
6. Tata Cara Penyembelihan Qurban
Menurut Sayyid Sabiq, tata cara penyembelihan hewan adalah
sebagai berikut:

3
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, al-Umm, (Beirut: Daral-Fikri) Jilid
I, h. 243
Imam Malik bin Anas, al-Muwattha’, (Beirut: DarAl-Fikri), h. 304
4
5
Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyi al-
Khatani,(Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-2, h. 256
6
As-Syamsuddin asy-Syarkhasi, Kitab al-Mabsuth, (Beirut: Dar al-Kitab Amaliyah,
1993), Juz.xi., h. 8

7
a. Membaca Bismillah.
b. Membaca Shalawat Nabi Allahumma shalli ala sayyidina
muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
c. Menghadap kiblat
d. Membaca takbir (Allahuakbar, allahuakbar, allahuakbar
walillailhamd) allah maha besar, allah maha besar, allah maha
besar, segala puji bagi-mu.
e. membaca doa untuk menyembelih hewan kurban: Allahumma
haadzihi minka wa ilaika, fataqabbal minnii ya kariim ("Ya
tuhanku, hewan ini adalah nikmat dari mu dan dengan ini aku
bertaqarrub kepadamu. Karenanya hai Tuhan yang maha pemurah,
terimalah taqarrub")
f. Tidak memperlihatkan alat potong pada hewan kurban.
g. Menggunakan pisau yang tajam agar tidak menyakiti hewan
kurban.
h. Tidak boleh mematahkan leher hewan sebelum benar-benar mati.7

7. Hikmah Berqurban
Melaksanakan qurban berarti mentaati syariat Allah swt, yang
membawa pahala baginya. Selain itu, qurban berarti memberikan
kebahagian bagi orang lain, khususnya faqir miskin untuk dapat
menikmati daging hewan qurban. Selain itu hikmah yang dapat kita
ambil dari disyariatkannya qurban, antara lain:
a. Akan menambah cinta dan keimanannya kepada Allah Swt.
b. Sebagai bentuk rasa syukur kita pada Allah Swt. atas karunia
yang dilimpahkan
c. Akan menambah rasa peduli dan tolong-menolong kepada orang
lainyang kurang mampu.
d. Akan menambah persatuan dan kesatuan karena ibadah kurban
melibatkan seluruh lapisan masyarakat.

7
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 13, (Bandung: Al-Ma’rif, 1987), hal.158

8
B. Akikah
1. Pengertian
Secara Bahasa aqiqah ( ‫ ) العقيقة‬berasal dari kata ‘aqqa-ya’iqqu-
/ya’aqqu yang berarti potong. Kata potong tersebut dapat diartikan
dalam dua konteks, yaitu memotong rambut bayi(mencukur) yang akan
di aqiqah dan yang kedua ialah memotong atau menyembelih hewan
8
untuk bayi yang diaqiqahkan. Sedangkan secara istilah, aqiqah
diartikan sebagai aqiqah menyembelih kambing untuk anak yang baru
lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt, dengan niat ibadah
dan ada syarat – syarat yang khusus.9
Imam Nawawi dalam kitabnya yaitu al-Majmu’ menjelaskan
bahwa aqiqah adalah hewan yang disembelih pada hari ketujuh dari
kelahiran seorang anak sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT. atas
karunia anak yang ia terima, baik laki-laki maupun perempuan. 10
Kemudian juga menurut Imam Abu Bakr Al- Bakri Ad- Dimyati (W.
1310 H ), dalam kitabnya I‟anatu At- Thalibin, bahwa secara istilah
aqiqah ialah hewan yang di sembelih untuk sang bayi pada saat rambut
bayi tersebut dipotong.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa aqiqah
adalah memecah atau memotong hewan yang di sembelih atas nama
bayi yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt, yang
telah memberikan rezeki berupa keturunan.
2. Hukum Beraqiqah
Secara umum para ulama telah sepakat bahwa aqiqah adalah
perkara yang disyari‟atkan, namun Sebagian ulama berpendapat bahwa
wajib beraqiqah, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa aqiqah
hukumnya sunah muakkadah dan ada juga yang berpendapat aqiqah

8
Syafri Muhammad Noor, Sudah Dewasa Tapi Belum Di aqiqah, (Jakarta Selatan:
Rumah Fiqih Publishing, 2018), h. 9.
9
Abu Anisah Syahrul Fatwa, Fiqih Praktis Aqiqah Menerut Al- quran dan AsSunnah,
(Bogor: Media Tarbiyah, 2012 ), h. 21.
10
Syafri Muhammad Noor, Sudah Dewasa Tapi Belum Di aqiqah, (Jakarta Selatan:
Rumah Fiqih Publishing, 2018), h. 9-10.

9
hukumnya boleh, tidak sunah dan tidak wajib. Pendapat terkuat dalam
masalah ini bahwa aqiqah hukumnya wajib jika mampu. Adapun hukum
aqiqah menurut ulam fikih dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Wajib
Kelompok ulama yang berpendapat wajib adalah dari
kalangan dzohiriyah. Mereka memahami secara tekstual hadis nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam dari Riwayat Samuroh: “Dari Samurah
dia berkata: Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seorang bayi tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan
baginya hewan aqiqah pada hari ketujuh kelahirannya, dan diberi
nama, dan dicukur rambutnya.” (HR. At-Tirmidzi)
Pendapat wajib ini dipilih oleh Buraidah ibn al- Hushaib,
Hasan al-Bashri, Abu az-Ziyad, dan Daud Adz-Dzahiri
sebagaimana tertera dalam al-Majmu’ milik Imam an-Nawawi.
b. Mubah
Sedangkan kalangan Hanafiyah menganggap hukum aqiqah
adalah mubah. Pendapat ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Abu Bakar al Kasani dari Muhammad Asy-Syaibani. Mubah yang
berarti boleh dilakukan boleh tidak. Tidak sampai pada derajat
sunnah. Pendapat ini didasari oleh perkataan Ummu al-mu’minin
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa semua jenis sembelihan seperti
aqiqah, rajabiyah dan ‘atirah yang pernah ada sebelumnya telah di-
mansukh-kan atau dihapuskan dengan hadirnya syariat udhiyah
(kurban pada hari ied al-Adha). Beliau mengatakan:

‫نسخت األضحية كل ذبح كان قبلها‬


“Syariat udhiyah (kurban pada hari idul adha) menghapuskan
semua jenis syariat sembelihan yang pernah ada sebelumnya.”11

11
Ahmad Hilmi, Kupas Tuntas Syariat Aqiqah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing, 2018), h. 13

10
c. Sunnah Muakkadah
Ini merupakan pendapat jumhur ahlul ilmi dari kalangan
sahabat, thabi’in, fuqaha’, diantaranya: Madzhab Syafi’I, Maliki,
dan pendapat yang masyhur dan mu’tamad di kalangan Madzhab
Hanbali. Pendapat ini dinukil dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu Umar,
‘Aisyah,
d. Tathawwu’
Siapa saja yang ingin mengerjakannya maka silahkan saja
untuk mengerjakannya dan siapa yang mau meninggalkannya
maka silahkan meninggalkannya. Hal ini dikatakan oleh al-
Thahawi dan Ibn ‘Abidin. Namun secara umum pendapat ini mirip
dengan pendapat jumhur ulama.
e. Mansukhah
Mengadakan aqiqah adalah makruh, karena hukumnya
sudah dihapus. Pendapat ini diriwayatkan dari Muhammad al-
Hasan sahabatnya Abu Hanifah, bahwasanya ia berkata: “Aqiqah
sudah ada sejak zaman jahiliah, dan diawal masa keislaman juga
masih dilaksanakan, namun lambat laun pelaksanaan aqiqah
dihapuskan dan diganti dengan ritual qurban.”12
3. Ketentuan Aqiqah
a. Umur binatang Akikah sama dengan binatang kurban yakni
kambingminimal berusia dua tahun dan sudah tanggal giginya.
b. Pemanfaatan daging akikah sama dengan daging kurban yaitu
disedekahkan kepada fakir miskin, tidak boleh dijual
c. Disunnahkan daging akikah dimasak terlebih dahulu sebelum
dibagikan, atau mengundang saudara dan tetangga untuk datang
menyantap daging yang sudah Orang yang melaksanakan akikah
boleh memakan dan menyimpan sedikit dari daging tersebut, kecuali
akikah karena nazar.

12
Syafri Muhammad Noor, Sudah Dewasa Tapi Belum Di aqiqah, (Jakarta Selatan:
Rumah Fiqih Publishing, 2018), h. 20-22.

11
d. Waktu penyembelihan, disunnahkan dilangsungkan pada hari
ketujuh, jika tidak maka pada hari keempat belas atau hari kedua
puluh satu dari hari kelahirannya. Jika masih tidak memungkinkan
maka dapat dilaksanakan kapan saja. Mengenai hari ketujuh,
menurut jumhur ulama (mayoritas ulama) menyatakan bahwa hari
kelahiran dihitung. Maka pelaksanaan akikah adalah hari lahir minus
satu hari. Misalnya ada bayi yang lahir pada hari Senin, maka akikah
dilakukan pada hari Ahad, jika lahir pada hari Jum’at, maka akikah
dilakukan pada hari Kamis. Rasulullah Saw.
bersabda: Artinya: “Akikah disembelih pada hari ke tujuh, keempat
belas, atau keduapuluh satu (dari lahirnya anak).” (HR. At-
Tirmizi). Namun, yang paling afdal (utama) akikah dilaksanakan
pada hari ketujuh dari kelahiran anak.
e. Anak laki-laki disunnahkan akikah dengan dua ekor kambing dan
seekor kambing untuk anak perempuan, sebagaimana riwayat
berikut: Artinya: “Dari Aisyah Ra. bahwa Rasulullah Saw.
memerintahkan kami agar berakikah dua ekor kambing untuk bayi
laki-laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan.” (HR. Ibnu
Majah).13
4. Tatacara Pelaksanaan Aqiqah
Berikut adalah tatacara melaksanakan aqiqah sesuai sunnah, antara lain:

a. Menyembelih hewan aqiqah


Hewan aqiqah hendaknya disembelih pada hari ketujuh kelahiran
bayi. Jika si bayi lahir pada malam hari, maka tujuh hari tersebut dapat
dihitung mulai keesokan harinya. Perihal waktu penyembelihan hewan
aqiqah ini, ulama mazhab Syafi'i dan Hambali memperbolehkan untuk
menyembelihnya sebelum atau sesudah hari ketujuh. Menurut
sekelompok ulama mazhab Hambali, aqiqah boleh dilakukan oleh sang
ayah sekalipun anaknya telah baligh. Sebab, tidak ada batasan waktu

13
Universitas Islam An-Nur Lampung, Pengertian Akikah, Dasar Hukum, Ketentuan, Hal-hal
yang disyariatkan dan Hikmah Akikah, (https://an-nur.ac.id/pengertian-akikah-dasar-hukum-
ketentuan-hal-hal-yang-disyariatkan-dan-hikmah-akikah/), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023.

12
untuk melaksanakan aqiqah. 14 Berikut adalah hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menyembelih hewan aqiqah:
1) Mempersiapkan dan mempertajam alat penyembelihan
2) Menutupi tubuh dan kepala binatang yang disembelih dengan
kain atau daun yang lebar
3) Tidak memperlihatkan penyembelihan kepada binatang lainnya
4) Mengendalikan binatang yang akan disembelih agar
mempermudah prosesi penyembelihan
5) Membaringkan hewan yang akan disembelih pada lambung kiri
menempel ke tanah, sehingga tangan kiri penyembelih berada
di sebelah kepala hewan yang terletak pada arah selatan
6) Penyembelihan menghadap kiblat
7) Ketika menyembelih hendaknya membaca basmallah,
membaca takbir, dan membaca do’a:
Bismillahirrahmanirrahiim. Allaahumma minka wailaika
‘aqiqaati fulaani ….. fataqobbal minni.
8) Membaca shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.
9) Letakkan pisau dengan kuat pada leher hewan dengan
menggerakan untuk memotong saluran pernafasan dan saluran
makanan tanpa lepas dari leher hewan hingga benar-benar
terputus saluran tersebut.
10) Penyembelih harus seorang muslim, lebih baik jika seseorang
yang terjaga iman dan islamnya, serta yang sehat jasmani dan
rohani.
Khusus pada penyembelihan binatang aqiqah, selain sunnah-
sunnah tersebut, disunnahkan pula waktu penyembelihannya
pada saat terbit matahari.15
b. Memasak daging aqiqah dan membagikannya

14
Kristina, Tata Cara Aqiqah Sesuai Sunnah, Bolehkah Ketika Anak Sudah Besar?,
(https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6086623/tata-cara-aqiqah-sesuai-sunnah-bolehkah-
ketika-anak-sudah-besar), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023.
15
Universitas Islam An-Nur Lampung, Pengertian Akikah, Dasar Hukum, Ketentuan, Hal-hal
yang disyariatkan dan Hikmah Akikah, (https://an-nur.ac.id/pengertian-akikah-dasar-hukum-
ketentuan-hal-hal-yang-disyariatkan-dan-hikmah-akikah/), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023.

13
Terdapat dua pendapat mengenai daging aqiqah. Sebagian ulama
berpendapat boleh membagikan daging aqiqah tanpa dimasak terlebih
dahulu, sedangkan sebagian yang lain menyatakan lebih utama apabila
dimasak lalu dibagikan dalam kondisi matang. Dalam sebuah hadits
yang berasal dari Aisyah RA, setelah memasak hewan aqiqah,
keluarga dapat memakan sebagian daging tersebut lalu
menyedekahkan sebagian yang lain.
"Sunnahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor
kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan
tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya) dan disedekahkan pada
hari ketujuh." (HR. Baihaqi).
c. Mencukur rambut bayi dan memberinya nama16

5. Hikmah Aqiqah
a. Aqiqah merupakan bentuk taqarrub dan syukur kepada Allah SWT.
atas kelahiran anak.
b. Mewujudkan hubungan silaturahmi yang baik sesame tetangga
maupun saudara dengan ikut merasakan kegembiraan atas kelahiran.
c. Perlindungan dari setan yang dapat mengganggu anak yang baru
lahir.
d. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat
bagi kedua orangtuanya kelak pada hari perhitungan
e. Aqiqah memperkuat ukhuwah diantara masyarakat.17
f. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW. selain itu,
melaksanakan aqiqah juga termasuk dalam amal meneladani Nabi
Ibrahim menebus putra Ibrahim yakni Ismail as.18

16
Kristina, Tata Cara Aqiqah Sesuai Sunnah, Bolehkah Ketika Anak Sudah Besar?,
(https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6086623/tata-cara-aqiqah-sesuai-sunnah-bolehkah-
ketika-anak-sudah-besar), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023.
17
Universitas Islam An-Nur Lampung, Pengertian Akikah, Dasar Hukum, Ketentuan,
Hal-hal yang disyariatkan dan Hikmah Akikah, (https://an-nur.ac.id/pengertian-akikah-dasar-
hukum-ketentuan-hal-hal-yang-disyariatkan-dan-hikmah-akikah/), Diakses pada tanggal 1 Mei
2023.

14
C. Khitan
1. Pengertian
Berdasarkan etimologi, khitan berasal dari bahasa Arab khatana
(‫ )ختن‬yang berarti “memotong”. 19
Sedangkan secara terminologi
pengertian khitan menurut Imam al-Mawardi, ulama fiqh Mazhab
Syafi’i, khitan bagi laki-laki adalah memotong “Kulfah“ atau kulup,
yaitu kulit yang membungkus bagian ujung dzakar, sehingga menjadi
terbuka. 20 Lalu ada juga pengertian khitan menurut Asrorun Ni’am
Sholeh, yaitu memotong seluruh kulit yang menutup hasyafah (kepala
zakar) di kelamin laki-laki sehingga semua hasyafah terbuka. Sedangkan
bagi perempuan adalah memotong sebagian kecil dari kulit kemaluan
yang menonjol di atas lubang kencing (klitoris). Namun, dalam hal ini
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa dalam memotong tidak boleh
berlebihan. Khitan dalam istilah arab bagi laki-laki disebut i’dzar
sedangkan untuk perempuan disebut khifad. 21

2. Dasar Hukum
Bagi laki-laki maupun perempuan khitan merupakan fitrah dan
syiar dalam islam. Pelaksanaannya merupakan ibadah dan banyak dalil
yang menjadi dasar hukum khitan baik dalam al-Qur’an maupun hadis.
Salah satu dalil khitan yaitu mengikuti millah nabi Ibrahim yang
termaktub dalam surah an-Nahl ayat 123:
َ ْ ْ ُ ْ َ َ َ َ َ ً ْ َ َ ْ ٰ ْ َ َّ ْ َّ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َُّ
١٢٣ ‫ثم اوحينآ ِاليك ا ِن ات ِبع ِملة ِابر ِهيم ح ِنيفاۗوما كان ِمن المش ِر ِكين‬

18
Tim TvOne, 5 Hikmah Aqiqah, Diantaranya adalah Menghidupkan Sunnah Rasulullah
SAW,(https://www.tvonenews.com/religi/61706-5-hikmah-aqiqah-diantaranya-adalah-
menghidupkan-sunnah-rasulullah-saw), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023.
19
Ensiklopedi Hukum Islam. 3: IMS - MAJ, vol. 3 (Jakarta: Ichtiar Baru, 1996).
20
“hukum-dan-tata-cara-khitan-lengkap-dengan-dalilnya,” diakses 2 April 2023,
https://tebuireng.online/hukum-dan-tata-cara-khitan-lengkap-dengan-dalilnya/.
21
Asrorun Ni'am Sholeh, H.M, Hj Lia Zahiroh, S. Andriansyah Syihabuddin, Hijrah
Saputra, and Adhika Prasetya. Hukum Dan Panduan Khitan Laki-laki Dan Perempuan. Jakarta:
Erlangga, 2018. h. 5.

15
Artinya: “Kemudian, Kami wahyukan kepadamu (Nabi Muhammad),
“Ikutilah agama Ibrahim sebagai (sosok) yang hanif dan tidak termasuk
orang-orang musyrik.”

Adapun dalil hadis yang menyatakan tentang khitan sangat banyak.


Salah satunya yang diriwayatkan Imam Muslim:

‫س ْف َيانَ قَا َل‬


ُ ‫ع ْن‬
َ ‫ب َج ِمي ًعا‬ٍ ‫ع ْم ٌرو النَّاقِدُ َو ُز َهي ُْر بْنُ َح ْر‬ َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َب ْك ِر بْنُ أَ ِبي‬
َ ‫ش ْي َبةَ َو‬
َ َ‫ع ْن أَ ِبي ه َُري َْرة‬
‫ع ْن‬ َ ‫ب‬ َ ‫س ِعي ِد ب ِْن ْال ُم‬
ِ َّ‫سي‬ َ ‫ع ْن‬ ُّ ‫ع ْن‬
َ ِ ‫الز ْه ِري‬ ُ ُ‫أَبُو َب ْك ٍر َحدَّثَنَا ابْن‬
َ َ‫ع َي ْينَة‬
ْ ‫س ِم ْن ْال ِف‬
ُ‫ط َر ِة ْال ِختَان‬ ٌ ‫س أَ ْو خ َْم‬ ْ ‫سلَّ َم قَا َل ْال ِف‬
ٌ ‫ط َرة ُ خ َْم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ ‫النَّ ِبي‬
‫ب‬
ِ ‫ار‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ص ال‬ ِْ ‫ف‬
ُّ َ‫اْل ِب ِط َوق‬ ُ ْ‫َار َونَت‬
ِ ‫ظف‬ْ َ ‫َو ِال ْستِحْ َدادُ َوتَ ْق ِلي ُم ْاْل‬

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah
dan Amru an-Naqid serta Zuhair bin Harb semuanya dari Sufyan, Abu
Bakar berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyainah dari az-
Zuhri dari Sa'id bin al-Musayyab dari Abu Hurairah dari Nabi ‫ﷺ‬, beliau
bersabda, "Fithrah itu ada lima, -atau ada lima perkara yang termasuk
fithrah- yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku,
mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis." (HR. Muslim No.377)

3. Hukum khitan bagi Laki-laki dan Perempuan


a. Bagi Laki-laki
Mazhab Hanafi berpendapat, bahwa khitan hukumnya sunnah
untuk laki-laki. Mereka menganggap khitan sebagai salah satu bentuk
syiar Islam seperti halnya adzan. Para pengikut Imam Malik juga
memandang, bahwa khitan untuk laki-laki adalah sunnah. Menurut
Imam Malik di dalam kitab al-Muntaqa Syarah al-Muwaththa‟ Ibnu
Abdil Barr di dalam kitab al-Kafi, dan Syekh Alaisi di dalam kitab
Manhul Jalil, pendapat tersebut merupakan pendapat tersebut
merupakan pendapat yang terkuat dalam Madzhab Maliki. Dan

16
didalam kitab al-Talqin juga disebutkan, bahwa hukum khitan adalah
sunnah, bukan wajib.22
Sedangkan sebagian besar ulama ahli fikih pengikut Imam
Syafi’i berpendapat, bahwa khitan wajib untuk laki-laki. Imam
Nawawi mengatakan, “Ini adalah pendapat yang shahih dan masyhur
yang ditetapkan oleh Imam Syafi’i dan telah disepakati oleh sebagian
besar ulama. “Memang ada pula yang berpendapat, bahwa khitan itu
sunnah untuk laki-laki, tetapi Imam Nawawi menolak pendapat
tersebut. 23
Dalam kitab Al-Majmu’ diungkapkan, mayoritas ulama salaf
berpendapat, bahwa hukum khitan itu wajib. Menurut al-Khitabi,
Ibnu Qayyim berkata,”Asy-Sya’bi, Rabi’ah, al-Auzai, dan Yahya bin
Sa’id al-Anshari berpendapat bahwa hukum khitan adalah wajib.”
Selain itu, dalam kitab Fathul Bari disebutkan, bahwa yang
berpendapat khitan itu wajib dari kalangan ulama salaf dalam Imam
al-Atha’ila berkata, “Apabila orang dewasa masuk Islam, belum
dianggap sempurna Islamnya sebelum dikhitan. Dan terakhir, para
ulama Madzhab Hanbali juga berpendapat, bahwa hukum khitan
wajib untuk laki-laki.
b. Bagi Perempuan
1) Pendapat yang menyatakan, bahwa hukum khitan bagi wanita
adalah wajib. Ini adalah pendapat yang shahih dan masyhur dari
pengikut Imam Syafi‟i dan Imam Hanbali. Dasarnya sama
seperti kewajiban khitan bagi laki-laki. Mereka juga berdalil
dengan fakta tentang diperbolehkannya membuka aurat untuk
urusan berkhitan serta tidak diperbolehkanya memotong anggota
badan kecuali untuk sesuatu yang hukumnya wajib.

22
Asrori, Achmad Maruf, Ber-Khitan Akikah Kurban Yang Benar Menurut Ajaran Islam,
Surabaya:Al-Miftah: 1998, h.16
23
Nurahmansyah, “PRAKTEK KHITAN PADA PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF
HUKUM ISLAM DI DESA RAWAKALONG KECAMATAN GUNUNG SINDUR
KABUPATEN BOGOR,” Mozaic : Islam Nusantara 5, no. 1 (12 April 2019): h. 44,

17
2) Pendapat yang mengatakan, bahwa khitan bagi wanita hukumnya
sunah. Ini merupakan pendapat sebagian pengikut Imam Hanafi,
Imam Malik, dan beberapa pengikut Imam Syafi‟i sebagimana
dituturkan oleh al-Rafi‟i dan Imam Ahmad. 24 Imam al-Zaila‟i
salah satu ulama Madzhab Hanafiyah dalam kitab Tabyin al-
Haqaiq Syarh Kanzu al-Daqaiq menuiskan sebagai berikut
“Tidaklah sunnah bagi perempuan berkhitan, tetapi sebuah
kemuliaan bagi laki-laki, karena dapat menambah keintiman
dalam hubungan suami-isteri”25
3) Pendapat yang menyatakan, bahwa khitan bagi wanita hukumnya
mukromah (dipandang baik). Pendapat ini dikemukakan oleh
para pengikut Imam Hanafi, sebagian pengikut Imam Malik dan
Imam Hanbali.
4. Tujuan dan Hikmah Khitan
a. Khitan mengikuti sunnah Nabi Muhammad saw.
b. Khitan mengamalkan sunnah para rasul dan para nabi karena Allah
telah memerintahkan untuk mengikuti mereka.
c. Khitan bagian dari thaharah dan menjaga kebersihan tubuh dari
berbagai macam penyakit dan najis.
d. Khitan sangat mulia, suci dan terhormat bagi wanita.
e. Khitan menyelematkan kaum muslimin dari penyelewengan seksual.
f. Khitan adalah mengikuti fitrah adalah Islam.26

24
Aini Aryani, Khitan Bagi Wanit, Haruskah?, Rumah Fiqih Publishing, Setiabudi:
Jakarta Selatan, h. 15
25
Fakhruddin Ustman Bin Ali al-Zila’i al-Hanafi, Tabyin al-Haqaiq Syarh Kanzu al-
Daqaiq, Kairo: al-Matba‟ah al-Kubro al-Amiriah, Cet ke-1, 1313 H, juz 6,
26
Al-Maghribi bin Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak. (Jakarta:
Perpustakaan nasional RI, 2004), cet. 3 h. 126-127.

18
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Secara Bahasa aqiqah ( ‫ ) العقيقة‬berasal dari kata ‘aqqa-ya’iqqu-
/ya’aqqu yang berarti potong. Kata potong tersebut dapat diartikan dalam
dua konteks, yaitu memotong rambut bayi(mencukur) yang akan di aqiqah
dan yang kedua ialah memotong atau menyembelih hewan untuk bayi
yang diaqiqahkan. Sedangkan secara istilah, aqiqah diartikan sebagai
aqiqah menyembelih kambing untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk
rasa syukur kepada Allah swt, dengan niat ibadah dan ada syarat – syarat
yang khusus.

Secara Bahasa aqiqah ( ‫ ) العقيقة‬berasal dari kata ‘aqqa-ya’iqqu-


/ya’aqqu yang berarti potong. Kata potong tersebut dapat diartikan dalam
dua konteks, yaitu memotong rambut bayi(mencukur) yang akan di aqiqah
dan yang kedua ialah memotong atau menyembelih hewan untuk bayi
yang diaqiqahkan. Sedangkan secara istilah, aqiqah diartikan sebagai
aqiqah menyembelih kambing untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk
rasa syukur kepada Allah swt, dengan niat ibadah dan ada syarat – syarat
yang khusus.

Berdasarkan etimologi, khitan berasal dari bahasa Arab khatana


(‫ )ختن‬yang berarti “memotong”. Sedangkan secara terminologi pengertian
khitan menurut Imam al-Mawardi, ulama fiqh Mazhab Syafi’i, khitan bagi
laki-laki adalah memotong “Kulfah“ atau kulup, yaitu kulit yang
membungkus bagian ujung dzakar, sehingga menjadi terbuka. Khitan
dalam istilah arab bagi laki-laki disebut i’dzar sedangkan untuk
perempuan disebut khifad.

19
B. Saran
1. Bagi Penulis
Di makalah ini, penulis menyadari banyak kesalahan dan kurangnya
kata-kata. Maka dari itu penulis dihaarapkan untuk menambah referensi
dari berbagai media. Dan juga penulis diharapkan lebih sering membaca
buku, agar makalah yang disampaikan lebih terarah dan jelas.
2. Bagi Pembaca
Semoga pembaca dapat memahami isi dari makalah ini, serta dapat
menambah wawasan mengenai materi karangan. Diharapkan juga
pembaca bisa lebih mengkritisi apa yang kurang dan apa yang lebih di
dalam karya tulis ini

20
DAFTAR PUSTAKA
Abu Anisah Syahrul Fatwa, Fiqih Praktis Aqiqah Menerut Al- quran dan
AsSunnah, (Bogor: Media Tarbiyah, 2012 )

Ahmad Hilmi, Kupas Tuntas Syariat Aqiqah, (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih
Publishing, 2018)

Aini Aryani, Khitan Bagi Wanit, Haruskah?, Rumah Fiqih Publishing, Setiabudi:
Jakarta Selatan

Al-Maghribi bin Said al-Maghribi, Begini Seharusnya Mendidik Anak. (Jakarta:


Perpustakaan nasional RI, 2004), cet. 3

Asrori, Achmad Maruf, Ber-Khitan Akikah Kurban Yang Benar Menurut Ajaran
Islam, Surabaya:Al-Miftah: 1998

Asrorun Ni'am Sholeh, H.M, Hj Lia Zahiroh, S. Andriansyah Syihabuddin, Hijrah


Saputra, and Adhika Prasetya. Hukum Dan Panduan Khitan Laki-laki Dan
Perempuan. Jakarta: Erlangga, 2018.

As-Syamsuddin asy-Syarkhasi, Kitab al-Mabsuth, (Beirut: Dar al-Kitab Amaliyah,


1993), Juz.xi.

Ensiklopedi Hukum Islam. 3: IMS - MAJ, vol. 3 (Jakarta: Ichtiar Baru, 1996)

Fakhruddin Ustman Bin Ali al-Zila’i al-Hanafi, Tabyin al-Haqaiq Syarh Kanzu
al-Daqaiq, Kairo: al-Matba‟ah al-Kubro al-Amiriah, Cet ke-1, 1313 H, juz 6,

H. Damanhuri. Masail Udhhiyyah Tanya Jawab Seputar Qurban dan Aqiqah.


(Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2014)

Ibnu Ubai “Hukum-dan-tata-cara-khitan-lengkap-dengan-dalilnya,”,


https://tebuireng.online/hukum-dan-tata-cara-khitan-lengkap-dengan-dalilnya/
diakses 2 April 2023

Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syafi’i, al-Umm, (Beirut: Daral-Fikri)
Jilid I

iii
Imam Malik bin Anas, al-Muwattha’, (Beirut: DarAl-Fikri)

Kristina, Tata Cara Aqiqah Sesuai Sunnah, Bolehkah Ketika Anak Sudah Besar?,
(https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6086623/tata-cara-aqiqah-sesuai-
sunnah-bolehkah-ketika-anak-sudah-besar), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023.

Mulyana Abdullah, Wujud Kedekatan Seorang Hamba dengan Tuhannya, Jurnal


Pendidikan Agama Islam Ta’lim, Vol.14 No. 1, 2016

Nurahmansyah, “PRAKTEK KHITAN PADA PEREMPUAN DALAM


PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI DESA RAWAKALONG KECAMATAN
GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR,” Mozaic : Islam Nusantara 5, no. 1
(12 April 2019)

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 13, (Bandung: Al-Ma’rif, 1987)

Syafri Muhammad Noor, Sudah Dewasa Tapi Belum Di aqiqah, (Jakarta Selatan:
Rumah Fiqih Publishing, 2018)

Tim TvOne, 5 Hikmah Aqiqah, Diantaranya adalah Menghidupkan Sunnah


Rasulullah SAW,(https://www.tvonenews.com/religi/61706-5-hikmah-aqiqah-
diantaranya-adalah-menghidupkan-sunnah-rasulullah-saw), Diakses pada tanggal
1 Mei 2023.

Universitas Islam An-Nur Lampung, Pengertian Akikah, Dasar Hukum,


Ketentuan, Hal-hal yang disyariatkan dan Hikmah Akikah, (https://an-
nur.ac.id/pengertian-akikah-dasar-hukum-ketentuan-hal-hal-yang-disyariatkan-
dan-hikmah-akikah/), Diakses pada tanggal 1 Mei 2023

Wahbah al-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Penerjemah Abdul Hayyi al-


Khatani,(Jakarta: Gema Insani, 2011), cet. ke-2

iv

Anda mungkin juga menyukai