Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEWAJIBAN BELAJAR DAN MENGAJAR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir dan Hadist Tarbawi

Dosen Pengampu: Agus Sholeh, M. Ag

Disusun Oleh :

KELOMPOK :1
KELAS : PB 2C

1. Dewi Rahmawati (1908086085)


2. Rishal Rahmad Triantono (1908086082)
3. Zidna Delia Maulida (1908086093)

PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2020

BAB I

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu
dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia,
sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil
ardh.
Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena
bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia tidak
pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali
belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami
tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah
mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak
terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh Allah SWT.
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu
manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan
mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik.
B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan belajar dan mengajar?
2) Mengapa menuntut ilmu (belajar) sebagai kewajiban?
3) Bagaimana konsep, prinsip dan sumber belajar?
4) Bagaimana konsep, prinsip dan sumber mengajar?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
1) Mahasiswa dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan belajar
dan mengajar
2) Mahasiswa dapat mengetahui mengapa menuntut ilmu itu suatu
kewajiban bagi muslim laki-laki maupun perempuan.
3) Mahasiswa dapat mengetahui konsep, prinsip dan sumber belajar.
4) Mahasiswa dapat mengetahui konsep, prinsip dan sumber
mengajar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Belajar dan Mengajar

2
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya
tentang “Belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran berbeda satu sama lain.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
(learning is defined as the modification or trengthening of behavior through
experiencing).

Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan


dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih
luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
latihan, melainkan perubahan kelakuan. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar
adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan
kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.

Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan


seseorang agar lebih baik. Didalam ilmu pendidikan islam adalah setiap orang
dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya dan orang lain. Atau konsekuensi dari pada pengetahuan yang didapat.

Proses belajar mengajar merupakan kegiatan interaksi yang saling


memengaruhi antara guru dan murid dalam rangka mencapai tujuan pengajaran,
baik bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Sesuai dengan prinsip wajib
belajar dalam Islam, maka kegiatan belajar mengajar tersebut harus dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh dan terencana dengan baik, sehingga benar-benar
berjalan efektif.1

B. Alasan Menuntut Ilmu (Belajar)


Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu
manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan
mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi
keseharusan dalam menuntut ilmu.

1 Abbudin Nata. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2010. hlm. 156

3
Kembali pada hadist dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,berkata bahwa
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,
‫اه لجهه بةةه طجةريِققاً إةجلىَ اللججننةة‬
‫س ةفيِةه ةعللقماً جسهنجل ن‬
‫ك طجةريِققاً يِجللتجةم ه‬
‫جوجملن جسلج ج‬
“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan
memudahkan jalan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)
Makna “Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”, ada empat
makna sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajab Al-Hambali: (1) Dengan
menempuh jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkannya masuk surga.
(2) Menuntut ilmu adalah sebab seseorang mendapatkan hidayah, dimana hidayah
inilah yang akan mengantarkan seseorang pada surga. (3) Menuntut suatu ilmu
akan mengantarkan pada ilmu lainnya yang dengan ilmu tersebut akan
mengantarkannya pada surga. (4) Dengan ilmu, Allah akan memudahkan jalan
yang nyata menuju surga yaitu saat melewati shirath (sesuatu yang terbentang di
atas neraka menuju surga). Sampai-sampai Ibnu Rajab menyimpulkan, menuntut
ilmu adalah jalan ringkas menuju surga.2
C. Konsep, Prinsip dan Sumber Belajar Mengajar
 Konsep Belajar
Paling tidak ada dua istilah yang digunakan Alquran yang berkonotasi
belajar, yaitu ta'allama dan darasa. Ta'allama berasal dari kata 'alima yang
telah mendapat tambahan dua huruf (imbuhan), yaitu ta' dan huruf yang sejenis
dengan lam fi'il-nya yang dilambangkan dengan tashdid sehingga menjadi
ta'allama. 'Alima berarti "mengetahui" dari kata lain jika terbentuk kata al-ilm
(ilmu). Penambahan huruf pada suatu kata dasar, dalam kaidah bahasa Arab,
dapat mengubah makna kata tersebut dinamakan dengan istilah fawa'id al-bab.
Penambahan ta' dan tashdid pada kata 'alima sehingga menjadi ta'allama juga
membuat perubahan itu, yaitu mutawwa'ah; yang berarti adanya bekas suatu
perbuatan. Maka ta'allama secara harfiah dapat diartikan kepada "menerima
ilmu sebagai akibat dari suatu pengajaran". Dengan demikian, "belajar" sebagai
terjemahan dari ta'allama dapat didefinisikan kepada perolehan ilmu sebagai
akibat dari aktivitas pembelajaran. Atau dengan perkataan lain, belajar

2 Ibnu Rajab Al-Hambali. 2011. Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Penerbit
Muassasah Ar-Risalah. hlm. 220

4
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan seseorang dimana aktivitas itu
membuatnya memperoleh ilmu.
Seperti kata darasta dalam surah Al-An’am ayat ke 105 berarti "engkau
telah mempelajari". Al-Isfahani secara harfiah memaknai kata darasa itu
dengan "meninggalkan bekas", seperti yang terlihat dalam makna ungkapan
darasa al-daru yang semakna dengan baqiya athruha (rumah itu masih ada
bekasnya). Maka ungkapan dari darastu al-'ilma sama artinya dengan
tanawaltu athrahu bi al-hifzi (saya memperoleh bekasnya dengan menghafal).
Berangkat dari makna harfiah ini, maka belajar dapat didefinisikan kepada
suatu kegiatan pencarian ilmu, di mana hasilnya berbekas dan berpengaruh
terhadap orang yang mencarinya. Artinya, belajar tidak hanya sekadar aktivitas
tetapi ia mesti mendatangkan pengaruh atau perubahan pada orang yang belajar
tersebut.
Kegiatan belajar dalam prespektif al-Qur’an dapat digambarkan sebagai
berikut:
Al-ta’alumwa al-dirasah:
- Al-qira’ah (membaca)
- Al-nazar (berpikir)
- Ra’a (memperhatikan)
- Al-sam’u (mendengar)
- Al-dhikr (mengingat)
- Dan lain-lain
Memperoleh ilmu
Tadhakkur (sadar atau menyadari)
 Prinsip Belajar
Secara umum belajar dapat dikatakan sebagai aktifitas pencarian ilmu yang
tentu saja berdasarkan konsep belajar di atas mesti berpengaruh terhadap si
pelajar. Pengaruh itu meliputi cara pandang, pikiran dan perilakunya. Belajar
sebagai suatu aktivitas dalam mencari ilmu mesti didasarkan atas prinsip-
prinsip tertentu, yang meliputi ketauhidan, keikhlasan, kebenaran, dan tujuan
yang jelas. Dan pengaruh yang diharapkan terjadi pada si pelajar tidak dapat
dipisahkan dari keempat prinsip tersebut.
Tauhid merupakan dasar pertama dan utama, di mana kegiatan belajar mesti
dibangun diatasnya. Banyak ayat Alquran yang menggambarkan hal tersebut.

5
Perbincangan kitab suci ini tentang ilmu pengetahuan dan fenomena alam,
sebagai objek yang dipelajari, mengarahkan manusia kepada tauhid. Atau
dengan kata lain, belajar mesti berangkat dari ketahuidan dan juga berorientasi
kepadanya. Dalam Surah al-Anbiya' (21) ayat 30-31 ditegaskan:
‫ض جكاًنججتاً جرلتققاً فجفجتجلقجناًههجماً جوجججعللجناً ةمجن اللجماًةء هكنل جشليءء‬ ‫أججولجلم يِججر النةذيِجن جكفجهروا أجنن النسجماًجوا ة‬
‫ت جواللر ج‬
َ‫ض جرجواةسجي أجلن تجةميِجد بةةهلم جوجججعللجناً ةفيِجهاً فةججاًقجاً هسهبل‬ ‫( جوجججعللجناً ةفي اللر ة‬٣٠) ‫جحيي أججفلَ يِهلؤةمهنوُجن‬
(٣١) ‫لججعلنههلم يِجلهتجهدوجن‬
“Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi
keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan
Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa
mereka tidak bermain? Dan Kami telah menjadikan di bumi ini gunung-
gunung yang kokoh agar ia (tidak) guncang bersama mereka, dan Kami
jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat
petunjuk.”
Ayat ini mengajak manusia mempelajari bumi, langit, dan segala isinya.
Hal itu tergambar dalam kata tanya (istifham) yang terdapat di awal ayat 30,
yaitu awalam yara. Ada beberapa fenomena alam yang diperbincangkan dalam
kedua ayat diatas. Pertama, bumi dan langit dahulunya merupakan satu
kesatuan, kemudian Allah memisahkan keduanya maka terjadilah alam dan
segala isinya. Kedua, segala makhluk hidup berasal dari air. Ketiga, di bumi
terdapat gunung yang berfungsi mengokohkannya. Dan keempat, di bumi juga
terdapat jalan-jalan yang lapang.
Ayat pertama dimulai dengan pertanyaan _apakah orang kafir tidak
memperhatikan_ dan ayat kedua dimulai dengan pernyataan, yaitu Allah
menciptakan gunung-gunung. Pernyataanaan itu memancing manusia agar
belajar dengan cara melakukan penawaran terhadap fenomena alam, yang
berorientasi kepada keimanan. Kemudian dilanjutkan dengan pernyataan,
bahwa Dia lah menciptakan makhluk hidup dari air kemudian menjadikan
bumi dan gunung di atasnya sebagai bahan memperkuat bumi tersebut agar
tidak goyang. Selain itu terdapat pula ungkapan la’allahum yahtadun, yang
secara harfiah dapat diartikan kepada “harapan” tetai karena ini pernyataan al-
Qur’an ia berarti suatu kepastian (tahqiq). Pertanyaan, pernyataan, dan atau

6
harapan ini menggambarkan bahwa mempelajari fenomena alam mesti
berangkat dari keimanan dan berorientasi memperkuat keimanan itu, di mana
pada akhirnya pelajar yang mengkaji fenomena alam tersebut memperoleh
petunjuk.
Penekanan mengenai prinsip keimanan dalam belajar, secara lebih tegas,
dapat dilihat dalam ayat yang pertama turun, yaitu
‫ک النةذۡی جخلج ج‬
‫ق‬ ‫ةاقِۡجراۡ ةباًسۡةم جربب ج‬
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. (QS.
Al-‘Alaq (96) : 1)
Ayat ini mengajarkan, bahwa membaca sebagai salah satu aktivitas belajar
meski berangkat dari nama Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu.
Dengan demikian, belajar mesti berangkat dari keimanan dan berorientasi
untuk memperkuatnya. Penguasaan ilmu adalah sebagai modal yangdapat
menambah dan memperkokoh keimanan tersebut. Dan hasilnya adalah tunduk
dan patuh Sang Khaliq.
Ketauhidan yang dijadikan prinsip utama dalam belajar lebih jauh
menggambarkan keikhlasan dan tujuan pencarian ilmu. Ikhlas dalam belajar
berarti bersih dari tujuan dan kepentingan duniawi. Maka mendapatkan
lapangan pekerjaan seharusnya tidak dijadikan sebagai tujuan utama dalam
belajar. Ia mesti dipandang sebagai akibat dari penguasaan ilmu pengetahuan.
Al-Zarnuji menegaskan belajar tidak boleh diniatkan untuk mencari
kemegahan duniawi dan popularitas. Tetapi belajar diniatkan atau dimaksudkan
untuk mencari rida Allah, menghilangkan kebodohan dari dirinya, dan atau
menghidupkan api Islam. Sebab agama tidak akan hidup tanpa ilmu3.
Produk yang ingin dilahirkan oleh pendidikan Islam adalah sosok
intelektual yang berkepribaian berzikir dan berpikir, sehingga ia menyadari
dirinya dan alam lingkungannya sebagai suatu system yang menggambarkan
fenomena kebesaran Tuhan. Untuk melahirkan produk seperti ini, maka belajar
mesti dibangun atas prinsip iman dan akidah tauhid.
 Sumber Belajar
Secara umum, menggambarkan dua sumber belajar bagi manusia,

3 Al-Zarnuji, Ibrahim ibn Isma’il. Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum. Semarang; Karya Taha
Putra. T.th., hlm. 10.

7
yaitu wahyu dan alam. Artinya, Allah menurunkan wahyu dan menciptakan
alam sebagai sumber atau objek yang dipelajari. Manusia didorong agar
mempelajarinya. Banyak ayat al-Qu’an yang mendorong manusia agar
mempelajari atau melakukan taddabur terhadap al-Qur’an. Ia dipelajari guna
menangkap atau memahami pesan-pesn moral yang terkandung di dalamnya
kemudian mengamalkan pesan-pesan tersebut.
1. Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai Sumber Belajar
Ada tiga aspek yang perlu dipelajari dari al-Qur’an sebagai sumber
belajar. Pertama, pesan-pesan yang berkaitan dengan hukum normatif
yang mesti diamalkan dalam menjalani kehidupan ini. Kedua, dorongan
(motivasi) al-Qur’an terhadap manusia agar mempelajari alam ini. Dan
ketiga manusia dapat menangkap keunikan dan keindahan al-Qur’an,
sehingga disadari bahwa al-Qur’an itu berasal dari Perancang dan
Pencipta alam ini.
Banyak ayat yang mengandung perintah agar manusia mempelajari
dan mentadabbur isi kandungannya. Manusia diperintahkan agar
menjadikan kitab suci ini sebagai sumber belajar agar mendapatkan ilmu
sehingga terbangun suatu kesadaran ketuhanan (al- infi’aliyah al-
ilahiyah) atau merasakan keberadaan Allah dalam kehidupan ini.
Penjelasan al-Qur’an, bahwa ia sebagai sumber belajar dapat dilihat
dalam Surah Taha (20) ayat 113:
‫صنرلفجناً ةفيِةه ةمجن اللجوُةعيِةد لججعلنههلم يِجتنهقوُجن أجلو يِهلحةد ه‬
‫ث لجههلم‬ ‫ك أجلنجزللجناًهه قِهلرآْقناً جعجربة يقيِاً جو ج‬
‫جوجكجذٰلة ج‬
‫ةذلكقرا‬
Dan demikianlah Kami menurunkan al-Qur’an dalam bahasa Arab,
dan Kami telah menjelaskan berulang-ulang didalamnya sebagian dari
ancaman, agar mereka bertaqwa, atau agar (al-Qur’an) itu memberi
pengajaran bagi mereka.
Secara implisit, ayat ini mendorong manusia agar mempelajari al-
Qur’an, dan menjadikannya sebagai sumbe belajar. Dengan mempelajari
al-Qur’an manusia diharapkan dapat menangkap pesan-pesan Allah yang
terdapat didalamnya, sehingga membuat manusia itu menjadi insan yang
bertaqwa dengan menjaga diri dari berbuat negatif dan menjaga diri dari
mengabaikan perbuatan positif. Hal ini sangat memungkinkan karena al-

8
Qur’an banyak memberi motivasi kepada manusia, dengan janji ganjaran
dan ancaman.
As-Sunnah merupakan sumber kedua setelah Al-Qur’an. Amalan yang
dikerjakan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam proses perubahan hidup sehari-hari
menjadi sumber belajar yang pokok setelah Al-Qur’an. Hal ini disebabkan
karena Allah SWT telah menjadikan Rasulullah sebagai teladan bagi
umatnya.
2. Alam sebagai Sumber Belajar
Perbincangan mengenai alam sebagai sumber belajar dapat dilihat
dalam dorongan atau motivasi yang diberikannya terhadap manusia agar
mempelajari alam. Manusia dituntut agar melihat, mengkaji, dan
melakukan penalaran terhadap fenomena alam. Banyak ayat al- Qur’an
yang menggambarkan hal tersebut. Diantara ayat-ayat tersebut adalah
Surah Al-Dhariyat (51) ayat 20-21:
٢٠ ‫ت لبللهموُقِةةنيِجن‬ ‫جوةفي اللجلر ة‬
‫ض آْجيِاً ت‬

‫جوةفي جأنفهةسهكلم ۚ أجفججلَ تهلب ة‬


٢١ ‫صهروجن‬
Dan dibumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu
tidak memperhatikan?
Ada beberapa persoalan yang diperbincangkan dalam ayat ini, dimana
persoalan tersebut meripakan fenomena yang menunjukan tanda-tanda
kebesaran Allah. Hal itu meliputi bumi dan segala isinya serta diri
manusia itu sendiri. Manusia dituntut agar mempelajari persoalan-
persoalan tersebut. Ayat 20 dan 21 Surah Al- Dhariyat (51) diatas
menggambarkan, bahwa manusia didorong agar mempelajari bumi dan
diri manusia itu sendiri. Banyak disiplin ilmu yang berkaitan dengan
bumi, antara lain geografi dan ilmu tentang tanah. Demikian pula kajian
tentang manusia, ia meliputi ilmu kesehatan dan psikologi. Manusia
sebagai makhluk pencari ilmu semestinya menjadikan hal-hal tersebut
sebagai sumber belajar. Para peserta didik dituntut agar mempelajari
persoalan-persoalan itu dalam kerangka pencarian ilmu dan memahami
kebesaran Allah yang tergambar dalam objek-objek yang dipelajari itu.
 Konsep Mengajar

9
Kata “mengajar” mempunyai akar kata yang sama dengan belajar yaitu
berasal dari kata “ajar”. Secara harfiah kata”mengajar” diartikan kepada
“memberikan pelajaran”. Artinya, mengajar sebagai suatu pekerjaan
melibatkan berbagai hal, yaitu guru sebagai pengajar, materi pelajaran, dan
pelajar. Sebagai seorang pendidik, sudah menjadi keharusan untuk
menyampaikan ilmu kepada para peserta didiknya dan bagi orang yang enggan
menyampaikan ilmu atau menyembunyikan ilmu akan menerima konsekuensi
tersendiri sebagaimana telah dijelaskan dalam hadist berikut ini.
‫اه جعلجليِةه جوجسلنجم جملن هسئةجل جعلن ةعللءم جعلةجمهه ثهنم‬
‫صنلىَ ن‬
‫اة ج‬‫جعلن أجةبي ههجرليِجرةج جقِاًجل جقِاًجل جرهسوُهل ن‬
‫جكتججمهه أهللةججم يِجلوُجم اللقةجيِاًجمةة بةلةججاًءم ةملن جناًءر‬
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda :
“Tidak ada seseorang yang hafal suatu ilmu, namun dia
menyembunyikannya, kecuali dia akan didatangkan pada hari kiamat dengan
keadaan dikekang dengan tali kekang dari neraka”. (HR. Ibnu Majah, no. 261)
Dengan itu, maka kita mengetahui bahwa orang yang berilmu agama
berkewajiban menyebarkan ilmunya dan tidak boleh menyembunyikannya.
Jika melanggar hal ini, maka akan menerima balasan yang setimpal oleh Allah
SWT.

 Prinsip Mengajar
Allah yang mengajar manusia seperti yang pada hakikatnya, pekerjaan
mengajar tidak dapat dipisahkan dari nuansa Ilahiah. Allah yang maha
mengajar tidak hanya mengajar manusia tetapi juga mengajar semua makhluk
termasuk malaikat dan juga jin. Dia-lah yang mengajar manusia pertama yaitu
Adam. Dia mengajar manusia melalui media alam dan al-Qur’an yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Maka oleh sebab itu, pekerjaan
mengajar berhubungan erat dengan prinsip ilahiyah atau ketauhidah. Mengajar
mesti dimaknai dengan menanamkan aqidah tauhid, sebagaimana al-Qur’an
memaparkan kepada manusia fenomena alam yang selalu dirajut dengan tauhid
dan pembentukan perilaku terpuji.
Dalam Surah Ar-Rahman (55) ayat 1-4 dijelaskan:
(٤) ‫( جعلنجمهه اللبججيِاًجن‬٣) ‫ق اللنجساًجن‬
‫( جخلج ج‬٢) ‫( جعلنجم اللقهلرآْجن‬١) ‫النرلحجمهن‬

10
(Allah) Yang Maha Pengasih, Yang telah mengajarkan al-Qur’an. Dia
menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.
Ayat ini menjelaskan, bahwa Allah mengajarkan al-Qur’an al-bayan
kepada manusia. Perbincangan pengajaran tersebut dimulai dengan nama-Nya
Ar- Rahman yang menggambarkan kasih sayang, tidak dimulai dengan nama
lain terutama yang menggambarkan kekuasaan-Nya yang mutlak seperti al-
Mutakabbir,al-Qahhar, dan al- Jabbar. Hal ini bermakna, bahwa mengajar itu
mempunyai prinsip kasih sayang. Mengajar mesti dimaknai sebagai
perwujudan kasih sayang; karena kita menyayangi peserta didik maka kita
melaksanakan kegiatan mengajar. Prinsip kasih sayang ini akan melahirkan
prinsip-prinsip mengajar lainnya, yaitu ikhlas, demokrasi, kelembutan, dan
tenggang rasa terhadap anak didik.
 Sumber Mengajar
Sumber mengajar merupakan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh
pengajar untuk membantu mereka dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sumber mengajar bisa didapatkan oleh seorang pengajar atau guru melalui
berbagai media, antara lain: buku pelajaran(referensi), internet, mengikuti
berbagai penataran yang bermanfaat, mengikuti berbagai seminar pendidikan
dan media lainnya yang relevan dijadikan media ajar.
Adapun sumber pokok pengajaran dalam agama Islam adalah Al-Qur’an
dan Hadist. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber mengajar yang paling utama
terdapat dalam firman Allah dalam surah An-Nahl (16) ayat 64 berikut ini.
‫ب إم لقل لمتيقبيَ قن لقيهيم اللمذيِ اؤختقلقيفوا مفيِمه قويهةدىً قوقرؤحقمةة لمققؤومم ييؤؤمم‬
‫قوقماَ أقؤنقزؤلقناَ قعلقؤيِقك اؤلمكقتاَ ق‬
‫ينوقن‬
“Dan kami tidak turunkan kitab (Al-Qur’an) ini kepadamu (Muhammad),
melainkan agar engkau dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu, serta enjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman”.
Adapun sumber tambahan lainnya yaitu seperti alam lingkungan,
perpustakaan, dan lain-lain.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan-pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa poin
penting, yaitu:
1. Proses belajar mengajar pada hakikatnya ialah kegiatan interaksi
yang saling memengaruhi antara guru dan murid dalam rangka mencapai
tujuan pengajaran, baik bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
2. Konsep belajar ada dua istilah yaitu ta’allama dan darasa,
sedangkan konsep mengajar ada empat yaitu ‘allama, rabba, darasa dan
‘addaba.
3. Prinsip belajar dalam pendidikan Islam yaitu prinsip tauhid dan
keimanan, adapun prinsip mengajar juga tidak terlepas dari prinsip tauhid
dan Ilahiyah, serta prinsip kasih sayang yang melahirkan prinsip-prinsip
mengajar lainnya, yaitu ikhlas, demokrasi, kelembutan, dan tenggang rasa
terhadap anak didik. Selain itu, As-Sunnah merupakan sumber kedua
setelah Al-Qur’an. Amalan yang dikerjakan oleh Rasulullah ‫ ﷺ‬dalam
proses perubahan hidup sehari-hari menjadi sumber belajar yang pokok
setelah Al-Qur’an.
4. Sumber pokok utama dalam kegiatan belajar mengajar yaitu Al-
Qur’an itu sendiri , kemudian Hadist Nabi ‫ ﷺ‬dan media pembelajaran
lainnya serta ditambah dengan alam semesta.

B. Saran
Dari penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi dari makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
membangun demi kesempuranaan makalah ini. Selain itu, penulis juga
menyarankan kepada pembaca agar dapat lebih memperbanyak referensi dan tidak
terfokus hanya pada materi yang terdapat pada makalah ini saja, agar kiranya ilmu
yang kita dapatkan dapat lebih luas lagi.

DAFTAR PUSTAKA

12
Al-Zarnuji, Ibrahim ibn Isma’il. Ta’lim al-Muta’allim Tariq al-Ta’allum.
Semarang: Karya Taha Putra

Ibnu Rajab Al-Hambali. 2011. Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan X:


Muassasah Ar-Risalah

Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi: Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang


Pendidikan. Cetakan I. Yogyakarta: TERAS

Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana

Yusuf, M. Kadar. 2013. Tafsir Tarbawi: Pesan-Pesan Al-Qur’an tentang


Pendidikan. Cetakan I. Jakarta: Imprint Bumi Aksara

13

Anda mungkin juga menyukai