Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Nahdlatul Ulama dan Pesantren”


Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Aswaja An-Nahdliyah
yang diampu oleh Yunita Wahyu Kurnia., S.Ud., M.Ag

Disusun Oleh
1. MUHAMAD HAKIM SAPUTRA
(2020140029)
2. DIFA IZZATUL HUSNA (2020140017)
3. ARIF MUHAMMAD (2020140052)

VII A
TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNIVERSITAS SAINS AL QUR`AN JAWA TENGAH
DI WONOSOBO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur senantiasa Kami panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Nahdlatul Ulama Dan Pesantren”
Makalah yang saya susun ini tugas dari mata kuliah Aswaja An-Nahdliyah.

Kami menyadari, makalah yang kami susun ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan dari berbagai pihak. Sebagai
manusia biasa, kami berusaha dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin,
dan sebagai manusia biasa juga kami tidak luput dari segala kesalahan dan
kekhilafan dalam menyusun makalah ini.

Untuk menyempurnakan makalah ini, kami dengan senang hati akan


menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak.
Sehingga di kemudian hari dapat menyempurnakan makalah ini dan kami dapat
belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah kami lakukan.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi kami
dan umumnya bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin.

Wonosobo, 17 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 3

A. LATAR BELAKANG..................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH................................................................. 4
C. TUJUAN.......................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN............................................................................ 5

A. PERAN ULAMA PESANTREN DALAM PENGEMBANGAN NU 5


B. KEBERADAAN PESANTREN DALAM ORGANISASI NU ….. 7
C. INTELEKTUALISME DALAM TRADISI PESANTREN............ 8

BAB III PENUTUP.................................................................................... 9

A. KESIMPULAN................................................................................ 9
B. SARAN............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Nahdlatul Ulama' (NU), merupakan organisasi berbasis keagamaan terbesar di
Indonesia. Tidak ada temuan pasti mengenai jumlah anggota NU, namun berdasarkan
survey yang dilakukan pada tahun 1994, jumlah anggota NU diperkirakan melebihi 35
juta jamaah.! Survey LSI (Lembaga Survey Indonesia) pada tahun 2004 menyebutkan
jumlah anggota NU mencapai angka 60 juta.2
NU didirikan di Surabaya pada tahun 1926 oleh sejumlah tokoh ulama'
tradisional dan usahawan. NU lahir dalam suasana keterpurukan, baik secara mental
maupun ekonomi dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan ataupun karena
kungkungan tradisi. Keterpurukan yang dialami bangsa Indonesia mengilhami kaum
terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa Indonesia, antara lain melalui jalan
pendidikan dan wadah organisasi.
Gerakan pertama muncul pada tahun 1908 melalui organisasi Budi Utomo yang
menandai adanya kebangkitan bangsa untuk memperjuangkan harkat
martabatnya. Gerakan ini kemudian dikenal dengan masa "Kebangkitan Nasional".
Setelah Budi Utomo, semangat kebangkitan terus menyebar ke mana-mana-setelah
rakyat pribumi menyadari penderitaan dan ketertinggalannya dari bangsa lain. Sebagai
jawaban atas persoalan tersebut, munculah
pembebasan.
dan
berbagai organisasi pendidikan.
NU berdiri, dengan terlebih
dahulu membentuk Komite Hijaz yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah. Komite
Hijaz merupakan organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc yang dibentuk untuk
mempersiapkan utusan khusus menghadiri Kongres Umat Islam di Mekkah. Namun
sebelum komite tersebut berangkat ke Mekkah, setelah berkordinasi dengan berbagai
kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H. (31 Januari 1926).
Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk
menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab
Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian merumuskan kitab I' tiqa>d Ahl al-Sunnah wa al-
Jama'>ah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU, yang
dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik.

3
B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka saya membatasi atau merumuskan


masalah dalam makalah sebagai berikut:
1. Apa Peran para ulama pesatren dalam pengembangan NU?
2. Bagaimana pesantren dan NU saling berkaitan?

C. TUJUAN

1. Untuk Mengetahui Pengertian Nahdlatul Ulama dan Pesantren


2. Untuk mengetahui bagaimana pertama kalinya NU berdiri di indonesia
3. Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
perkembangan NU di indonesia

4
BAB II
PEMBAHASAN

NAHDLATUL ULAMA DAN PESANTREN


A. Peran Ulama Pesantren Dalam Pengembangan NU

Lahirnya NU di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926, tidak bisa dipisahkan karena
peran ulama pesantren di Indonesia - khususnya Jawa dan Madura. NU lahir atas prakarsa dan
dukungan para ulama pesantren yang membentuk komunitas sendiri karena berbagai situasi dan
kondisi pada saat itu.

Adalah KH. Hasyim Asyari ulama termasyhur di Jawa yang sangat berpengaruh terhadap
para ulama pesantren yang dianggap sebagai tokoh sentral pembentukan NU. Pembentukan NU
tiada lain adalah merupakan upaya pengorganisasian potensi dan ada, untuk ditingkatkan dan
dikembangkan lebih luas lagi. Dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah
bagi usaha dan menyatukan langkah para ulama pesantren di dalam rangka tugas pengabdian
yang tidak lagi terbatas pada soal kepesantrenan dan kegiatan ritual keagamaan semata, tetapi
lebih lagi ditingkatkan pada kepekaan terhadap masalah-masalah sosial ekonomi maupun
persoalan kemasyarakatan pada umumnya.

Ketika awal abad 20 di Indonesia terdapat Kelompok Tradisional dan Kelompok


Modernis. Pada masa ini telah berdiri organisasi Serikat Islam yang merupakan organisasi
perjuangan politik umat Islam. Kelompok modernis dan tradisionalis sepakat mendukung
aktifitas Sarekat Islam, yakni organisasi politik pribumi yang secara formal berdiri pada 1912.
Partai Sarekat Islam Indonesia yang dipimpin oleh H. Oemar Said Tjokroaminoto (1882-1934)
semakin luas karna dukungan para kyai pimpinan pesantren.

Namun, pada permulaan daswarna 1920-an perdebatan antara ulama islam tradisional dan
para pemimpin Islam modern mengenai masalah khalafiyah (yang dipertikaikan), mengenai
mazhab, ijtijhad, tauhid, dan fikih semaikin ramai sehingga timbul perselisian antar kedua
kelompok. Yang membuat kelompok islam tradisional mundur dari rapat komite khilafah.

Organisasi Islam trdisional ini cepat berkembang karena didukung oleh pemimpin
pesantren dan organisasi tarekat yang sampai akhir dasawarsa 40-an, NU mampu mengendalikan
penyebaran pikiran islam modern dan membatasi pengaruhnya hanya di daerah perkotaan.
5
Memang benar bahwa organisasi Islam modern mampu merbut simpati sejumlah besar
kaum intelektual Islam yang memperoleh pendidikan modern yang dikembangkan oleh
pemerintah Hindia Belanda. Mereka juga berhasil mengembangkan sekolah modern model
Eropa yang kelak menjadi model yang sangat menguntungkan untuk memenangkan percaturan
politik, ekonomi, dan budaya dalam era Indonesia Merdeka.

Berkembangnya pengaruh gerakan Islam modern memang mengandung respons para


pemimpin NU. Dalam sidang berikutnya mereka mulai merumuskan langkah pembaharuan. Pada
tahun 1926 beberapa pesantren (antara lain pesantren Tebu Ireng di Jombang dan Singosari di
Malang) mengembangkan sistem madrasah termasuk membuka kesempatan untuk murid wanita.

Walaupun sampai tahun 1945 sudah banyak pesantren yang mengadakan perubahan
mendasar sebagai respons positif atas perkembangan ini, namun perubahan tersebut masih belum
berdampak luas. Ada dua penyebab utama hal ini, yaitu pertama, para kiai masih
mempertahankan dasar tujuan pendidikan Islam yang inti kurikulumnya adalah pendalaman
pengetahuan bahasa Arab, Uhsul Fikih, Fikih, Tauhid, Tafsir, Hadist, dan tasawuf; dan kedua
mereka belum memiliki para pengajar yang sesuai dengan kebutuhan pembaruan untuk
mengajarkan cabang pengetahuan umum.umum

Keinginnan untuk meningkatkan pengabdian secara luas, terlihat jelas pada rumusan cita-
cita dasar di awal berdirinya NU yang diwujudkan dalam bentuk ikhtiar sebagai berikut :

"Mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermazhab. Memeriksa kitab-


kitab sebelum dipakai untuk mengajar, supaya dikatahui apakah itu dari kitab-kitab Ahlus
Sunnah Waljamaah atau kitab-kitab Ahli Bid'ah. Menyiarkan agama Islam berazaskan pada
mazhab empat dengan jalan apa saja yang baik,berikhtiar memperbanyak madrasah, masjid-
masjid, surau-surau, dan pondok-pondok, begitu juga dalam hal ihwal anak-anak yatim dan fakir
miskin, serta mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan pertanian, perniagaan yang tiada
dilarang oleh syara' agama Islam."

Rumusan ikhtiar tersebut merupakan prioritas yang dirasakan penting untuk dilaksanakan
di saat berdirinya NU. Didalamnya tampak jelas bahwa ikhtiar yang hendak dilakukan itu
bersumber pada keinginan untuk mengabdikan diri ke dalam bidang keilmuan, kepekaan
terhadap masalah sosial dan kesejahteraan masyarakat.

Dengan demikian, jelaslah bahwa Jamiyah NU adalah jamiyah diniyah Islamiyah


(organisasi sosial keagamaan) yang didirikan oleh para ulama pesantren - pemegang teguh salah
satu mazhab empat - berhaluan Ahlus Sunnah Waljamaah, yang bertujuan tidak saja memelihara,
melestarikan, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam Ahlus Sunnah Waljamaah 'ala

6
madzahibil arba'ah – tetapi juga memperhatikan masalah-masalah sosial, ekonomi, perdagangan
dan sebangsainya dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat manusia.

Maka jelaslah bahwa motivasi lahirnya NU yang didirikan oleh para ulama adalah untuk
kepentingan masyarakat muslim di negara Indonesia. Karena lahir dari kalangan ulama maka
sudah jelas NU dibesarkan karena peran ulama. Dilihat dari namanya, Nahdhatul Ulama artinya
Kebangkitan Ulama (The Renaisance of Ulama), maka organisasi ini memang dimotori dan
dikendalikan oleh kaum ulama.

B. Keberadaan Pesantren dalam Organisasi NU

Pesantren adalah lembaga pendidikan islam, yang mengajarkan ilmu-ilmu keislaman,


dipimpin oleh kiai sebagai pengasuh pemilikpesantren dan dibantu oleh ustadz atau guru yang
mengajarkan ilmu-ilmu kelslaman kepada santri, melalui metode dan teknik yang khas.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam, dimana para santrinya tinggal di asrama
pondok secara full days, yang diasuh oleh kiai, mereka belajar kitab-kitab agama Islam yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh ulama salaf.

Dari beberapa pengertian atau batasan pesantren tersebut, dapatlah diambil suatu
kesimpulan bahwa pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang memiliki
unsur-unsur: 1) kiai sebagai pengasuh, 2) santri yang belajar agama Islam, 3) kitab-kitab klasik
berbahasa Arab yang ditulis oleh ulama-ulama terdahulu, 4) sistem pengajaran dengan pengajian
atau madrasah, dan 5) pondok atau asrama untuk tempat tinggal para santri.

Nahdlatul Ulama dan Pondok pesantren itu bagaikan dua sisi mata uang yang sulit
dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat pondok pesantren dan sebaliknya. Mengapa
demikian? Karena yang mendirikan Nahdlatul Ulama adalah para ulama pondok pesantren.
Mereka memiliki kesamaan wawasan, pandangan, sikap, perilaku dan tata cara pemahaman serta
pengamalan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal jama'ah. Ibarat sebuah keranjang,
kelahiran Nahdlatul Ulama pondok pesantren. Karena itu wajar jika dikatakan bahwa Nadhatul
Ulama itu adalah organisasinya masyarakat pesantren.

Hubungan antara Nahdlatul Ulama dengan pondok pesantren dapat dilihat dari beberapa
hal sebagai berikut:

1. Kesamaan tujuan yaitu melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal jama' ah yang
merupakan materi pokok pengajaran agama di Pondok Pesantren.

2. Nahdlatul Ulama didirikan sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para
ulama pondok pesantren di dalam pengembangan tugas pengabdiannya dalam masyarakat, baik
bidang agama, pendidikan ekonomi, maupun persoalan-persoalan kemasyarakatan yang lainnya.

7
3. Pola kepemimpinan dalam Nahdlatul Ulama sama dengan pola kepemimpinan memiliki
kedudukan sangat menentukan, maka didalam Nahdlatul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang
terdiri dari para ulama selaku pimpinan tertinggi.

4. Pengaruh yang dimiliki oleh para kiai pengasuh pondok pesantren dilingkungan
masyarkatnya juga menjadi kekuatan pendukung bagi Nahdlatul Ulama. Basis massa (anggota)
yang dikenal dengan sebutan "kaum santri" menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan
Nadhlatul Ulama, bahkan menjadi salah satu ciri khas yang membedakannya dengan organisasi-
organiasi Islam lainnya.lainnya

C. Intelektualisme dalam Tradisi Pesantren

Didalam tradisi pesantren menuntut ilmu adalah bagian penting yang tidak bisa diabaikan.
Pesantren memiliki ciri khas dalam pengembangan tradisi intelektual di lingkungannya, sehingga
pengamalan thalabul ilmi tidak hnanya sekedar wacana melainkan sudah mentradisi.

Dalam presantren juga dikenal dengan tradisi "santri kelana" yaitu tradisi menuntut ilmu
yang sangat kuat dimana tidak hanya menuntut ilmu di satu pesantren saja, melainkan dari satu
pesantren ke pesantren Lainnya, sehingga santri dikenal sebagai santri kelana karena santri
dalam menuntut ilmu sebagai petualang ilmu.

Pengamalan tafaquh fiddin, di pesantren sudah mengakar kuat dikalangan santri dan kiai,
karena itu tradisi intelekualisme di pesantren juga telah membuahkan hasil yang sangat
mengagumkan. Buah dari tradisi intelektualisme di lingkungan pesantren yaitu dengan
munculnya karya-karya para ulama pesantren yang berbentuk kitab yang ditulis dalam bahasa
Arab maupun Melayu, atau bahasa daerah setempat seperti Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda.

Tidak sedikit di kalangan pesantren muncul kiai-kiai yang memiliki karya dalam bentuk
kitab yang hingga sekarang masih tetap dikaji diberbagai lembaga pendidikan Islam sebagai
warisan budaya intelekual yang membanggakan. Kitab-kitab tersebut menjadi literatur di
pesantren diisamping karya-karya utama lain dari para ulama abad pertengahan dari Arab. Kitab-
kitab tersebut dikenal dengan sebutan kitab kuning (Al-kutubus shofro), dikenal juga dengan
istilah A-kutubus salat, atau kitab-kitab salaf.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa NU ( Nadhatul
Ulama) merupakan organisasi sebagai wadah untuk menyatukan langkah para ulama
pesantren dalam rangka tugas lengabdian yang yidak terbatas pada soal kepesantrenan
terkait ritual keagamaan semata tapi juga mencakup masalah masalah sosial ekonomi
maupun kemasyarakatan pada umumnya.
Nadhatul ulama dan pesantren saling berkaitan karna yang mendirikan NU adalah para
ulama pondok pesantren.

B. SARAN
Dengan demikian makalah ini kami susun ,kami yakin dalam makalah ini masih
terdpat kekuragan yang banyak. Oleh karena itu kami mengharapakan kritik yang
membangun dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini. Kami harap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagai kami dan para pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai