Anda di halaman 1dari 13

Nama: Hijrah

NIM: 1914041023

Kelas: Pendidikan Biologi A

Tugas 2

Menulis teori-teori belajar selain teori Piaget

1. Teori belajar kognitif

Teori belajar kognitif merupakan teori belajar yang melibatkan peristiwa mental dengan
penekanan pada proses. Teori ini menekankan belajar sebagai aktivitas yang melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks (Suprijono, 2010:22). Teori belajar ini muncul sebagai
reaksi dari penemuan-penemuan para ahli sebelumnya mengenai belajar sebagai proses
hubungan perangsang-tanggapan dan penguatan atau belajar adalah pengondisian (Syakur,
2009:39).

Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan
antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari
proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan
suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar
kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta
pemahamannya tentang situasyang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar
merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai
tingkah laku yang nampak.

Teori ini berpandangan Bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar
terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya
dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang
berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek
pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti: “Tahap-
tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer oleh Ausubel,
Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar oleh Gagne, Webteaching oleh
Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan
mereka.

Berdasarkan dengan teori pembelajaran kognitif, Nur (1999:1) membuat ikhtisar sebagai
berikut:
A. Teori pembelajaran kognitif menggunakan model pemrosesan informasi yang
menguraikan fungsi dari pencatat panca indera atau sensory register, memori jangka
pendek, dan memori jangka panjang serta menjelaskan bagaimana tiap-tiap komponen
model itu menyumbang kepada pemrosesan informasi.
B. Teori pembelajaran kognitif menjelaskan proses ingat dan lupa.
C. Teori pembelajaran kognitif menunjukkan bagaimana meningkatkan memori dengan
menggunakan pembelajaran pasangan sekutu atau paired-associate learning
pembelajaran berurutan atau serial lerning, dan pembelajaran menghafal-bebas atau
free recall lerning
D. Teori pembelajaran kognitif menjelaskan perbedaan pembelajaran hafalan dan
pembelajaran bermakna
E. Teori pembelajaran kognitif keterampilan metakognitif yang di gunakan untuk
pengayaan belajar.
F. Teori pembelajaran kognitif mengindentifikasi strategi belajar efektif yang membantu
siswa belajar.
G. Teori pembelajaran kognitif mengangkat strategi-strategi pengajaran khusus yang
membantu siswa belajar.

2. Teori belajar behavioristik

Teori behaviorisme di pelopori oleh B.F. Skinner sekitar tahun 1957. Teori ini lahir
berdasarkan percobaan yang di lakukan oleh Skinner pada seekor tikus. Ia memasukkan tikus
ke dalam sebuah sangkar. Dalam sangkar tersebut telah disiapkan dua tingkat pengungkit. Di
atas punggung sangkar di letakkan dua buah mangkuk, yang satu berisi makanan dan yang
satu lagi berusia bedak gatal. Jika tikus itu menginjak tongkat pengungkit yang pertama,
sepotong makanan akan jatuh ke dalam sangkar itu. Akan tetapi, jika tikus itu menginjak
tongkat yang kedua, bedak gatal akan tumpah ke dalam sangkar itu. Ternyata tikus itu
mampu belajar dari pengalaman nya setelah dua tongkat pengungkit itu pernah di injak.
Tikus itu selalu menginjak tongkat yang pertama karena dengan demikian ia akan
memperoleh makanan. Abdul Hamied, 1987:14). Berdasarkan percobaan tersebut skinner
memanipulasikan pengalamannya kedalam teori belajar bahasa. Menurut skinner tingkah
laku itu terjadi melalui 2 proses, yaitu stimulus dan respon. Dengan demikian yang paling
penting adalah mengulang-ulang stimulus dalam bentuk respon. Oleh karena itu teori ini
dikenal dengan nama teori behaviorisme.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus
dan keluaran atau output yang berupa respons.

Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat
dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.Berdasarkan percobaan tersebut, Skinner menetapkan dan mengakui adanya
penguatan. Dia berkesimpulan bahwa bila suatu perbuatan lebih sering terjadi, itulah
penguatan positif. Sebaliknya, apabila perbuatan itu tidak terulang lagi, itulah perbuatan
negatif.

STIMULUS adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar
perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu
belajar siswa, sedangkan RESPON adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behaviotistik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin
kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap
dikuatkan.
3. Teori belajar konstruktivisme
Teori belajar konstrruktivisme adalah sebuah teori pendidikan yang mengedepankan
peningkatan perkembangan logika dan konseptual pembelajar.

Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa
kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1)
kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3)
kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya. Faktor-
faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah
konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada, domain pengalaman, dan jaringan
struktur kognitif yang dimilikinya. Proses dan hasil konstruksi pengetahuan yang telah
dimiliki seseorang akan menjadi pembatas konstruksi pengetahuan yang akan datang.
Pengalaman akan fenomena yang baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan
mengembangkan pengetahuan. Keterbatasan pengalaman seseorang pada suatu hal juga
akan membatasi pengetahuannya akan hal tersebut. Pengetahuan yang telah dimiliki
orang tersebut akan membentuk suatu jaringan struktur kognitif dalam dirinya.
4. Teori belajar humanistik

Teori humanistik berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan dapat


dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu
pemcapaian aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri
orang belajar secara optimal (Assegaf, 2011).

Teori humanistik berasumsi bahwa teori belajar apapun baik dan dapat

dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu


pemcapaian

aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang belajar secara
optimal

(Assegaf, 2011).

Penuturan Knight tentang humanistic ialah “Central to the humanistic

movement in education has been a desire to create learning environment


where children
would be free from intense competition, harsh discipline, and the fear of
filure”. Hal

mendasar dalam pendidikan humanistik adalah keinginan untuk


mewujudkan

lingkungan belajar yang menjadikan peserta didik terbebas dari kompetisi


yang

hebat, kedisiplinan yang tinggi, dan ketakutan gagal. Freire mengatakan;

“Tidak ada dimensi humanistik dalam penindasan, juga tidak ada proses

humanisasi dalam liberalisme yang kaku” (Freire, 2002).

Prinsip-prinsip pendidik humanistik: (1) Siswa harus dapat memilih apa

yang mereka ingin pelajari. Guru humanistik percaya bahwa siswa akan

termotivasi untuk mengkaji materi bahan ajar jika terkait dengan kebutuhan

dan keinginannya. (2) Tujuan pendidikan harus mendorong keinginan siswa

untuk belajar dan mengajar mereka tentang cara belajar. Siswa harus

termotivasi dan merangsang diri pribadi untuk belajar sendiri. (3) Pendidik

humanistik percaya bahwa nilai tidak relevan dan hanya evaluasi belajar
diri

yang bermakna. (4) Pendidik humanistik percaya bahwa, baik perasaan

maupun pengetahuan, sangat penting dalam sebuah proses belajar dan


tidak

memisahkan domain kognitif dan afektif. (5) Pendidik humanistik


menekankan

pentingnya siswa terhindar dari tekanan lingkungan, sehingga mereka akan

merasa aman untuk belajar. Dengan merasa aman, akan lebih mudah dan

bermakna proses belajar yang dilalui. Prinsip-prinsip belajar yaitu: (1)


Belajar

dimulai dari suatu keseluruhan, kemudian baru menuju bagian-bagian. (2)

Keseluruhan memberi makna pada bagian-bagian. (3) Belajar adalah


penyesuaian diri terhadap lingkungan. (4) Belajar akan berhasil apabila
tercapai

kematangan untuk memperoleh pengertian. (5) Belajar akan berhasil bila


ada

tujuan yang berarti individu. (6) Dalam proses belajar itu, individu
merupakan

organisme yang aktif, bukan bejana yang harus diisi oleh orang lain (Sobur,
2003).

Pembelajaran humanistik memandang siswa sebagai subjek yang bebas

untuk menentukan arah hidupnya. Siswa diarahkan untuk dapat

bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang
lain.

Beberapa pendekatan yang layak digunakan dalam metode ini adalah

pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak

siswa untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Guru tidak bertindak

sebagai guru yang hanya memberikan asupan materi yang dibutuhkan


siswa

secara keseluruhan, namun guru hanya berperan sebagai fasilitator dan


partner

dialog (Arbayah, 2013).

Pembelajaran humanistik memandang manusia sebagai subyek yang

bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia


bertanggungjawab

penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain. Pendidikan
yang

humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan yang utama

adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara pribadi-


pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah. Relasi
ini

berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika

dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang

secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang

penuh cinta, hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta relasi

pribadi yang efektif (personal relationship) (Arbayah, 2013).

Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan

manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami

lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus

berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan


sebaik-

baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut

pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya (Arbayah,


2013).

Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik.

Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima

dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari
ini

adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Manusia


memiliki

5 macam kebutuhan yaitu physiological needs (kebutuhan fisiologis),


safety

and security needs (kebutuhan akan rasa aman), love and belonging needs

(kebutuhan akan rasa kasih sayang dan rasa memiliki), esteem needs
(kebutuhan

akan harga diri), dan self-actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri).

Sehingga pendidikan humanistik haruslah pendidikan yang mencakup lima


kebutuhan tersebut (Arbayah, 2013). Beberapa model pembelajaran
humanistik: (1) Humanizing of the

classroom, model ini bertumpu pada tiga hal, yakni menyadari diri sebagai

suatu proses pertumbuhan yang sedang dan akan terus berubah,


mengenali

konsep dan identitas diri, dan menyatupadukan kesadaran hati dan pikiran.
(2)

Active learning, merupakan strategi pembelajaran yang lebih banyak


melibatkan

peserta didik dalam mengakses berbagai informasi dan pengetahuan untuk

dibahas dan dikaji dalam proses pembelajaran di kelas, sehingga mereka

mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan


kompetensinya.

Selain itu, belajar aktif juga memungkinkan peserta didik dapat

mengembangkan kemampuan analisis dan sintesis serta mampu


merumuskan

nilai-nilai baru yang diambil dari hasil analisis mereka sendiri (Baharun,
2015).

(3) Quantum learning, merupakan cara pengubahan bermacam-macam

interaksi, hubungan dan inspirasi yang ada di dalam dan di sekitar momen

belajar. Dalam prakteknya, quantum learning mengasumsikan bahwa jika


siswa

mampu menggunakan potensi nalar dan emosinya secarabaik, maka


mereka

akan mampu membuat loncatan prestasi yang tidak bisa terduga


sebelumnya

dengan hasil mendapatkan prestasi bagus. (4) The accelerated learning,

merupakan pembelajaran yang berlangsung secara cepat, menyenangkan,


dan
memuaskan. Dalam model ini, guru diharapkan mampu mengelola kelas

menggunakan pendekatan Somatic, Auditory, Visual, dan Intellectual (SAVI)

(Arbayah, 2013).

Konsep utama dari pemikiran pendidikan humanistik menurut

Mangunwijaya adalah menghormati harkat dan martabat manusia

(Mangunwijaya, 2001).

Konsep ini sena

5. Teori belajar sibernetik

Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru


dibandingkan dengan teori-teori belajar yang sudah dibahas
sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan
teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah
pengolahan informasi. Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh dengan beberapa
teori, diantaranya:
1. Teori pemrosesan informasi
Pada teori ini, komponen pemrosesan informasi dibagi menjadi tiga
berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses
terjadinya. Ketiga komponen itu adalah:
a. Sensory Receptor (SR)
SR merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar.

b. Working Memory (WM)


WM diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian oleh
individu. Karakteristik WM adalah :
1) Memiliki kapasitas yang terbatas, kurang dari 7 slot. Informasi yang didapat
hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik apabila tanpa adanya upaya
pengulangan (rehearsal).
2) Informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya
baik dalam bentuk verbal, visua, ataupun semantic, yang dipengaruhi oleh
peran proses kontrol dan seseorang dapat dengan sadar mengendalikannya.
c. Long Term Memory (LTM)
LTM diasumsikan :
1) Berisi semua pengetahuan yang telah dimilki oleh individu
2) Mempunyai kapasitas tidak terbatas
3) Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang. Persoalan “lupa” hanya disebabkan oleh kesulitan atau kegagalan
memunculkan kembali informasi yang diperlukan.

Asumsi yang mendasari teori pemrosesan informasi ini adalah bahwa


pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan.
Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne
bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi
internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan
dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses
kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah
rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1)
motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan
kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan (8) umpan balik.

6. Teori belajar revolusi-sosiao-kultural

Teori belajar revolusi sosiokultur adalah peningkatan fungsi – fungsi


mental seseorang yang berasal dari kehidupan social atau kelompoknya,
dan bukan sekedar dari individu itu sendiri

Teori Belajar Revolusi Sosiokultural mengacu kepada teori belajar Piagetin


dan teori belajar Vygotsky.
Pandangan yang mampu mengakomodasi teori revolusi-sosiokultural dalam
teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia
mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-
budaya dan sejarahnya. Artinya, untuk memahami pikiran seseorang bukan
dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman
jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi social yang
dilatari oleh sejarah hidupnya.
Mekanisme teori yang digunakan untuk menspesifikasi hubungan antara
pendekatan sosio-kultural dan pemfungsian mental didasarkan pada tema
mediasi semiotik, yang artinya adalah tanda-tanda atau lambang-lambang
beserta makna yang terkandung di dalamnya berfungsi sebagai penengah
antara rasionalitas dalam pendekatan sosio-kultural dan manusia sebagai
tempat berlangsungnya proses mental.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif
seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran social
bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau
merupakan turunan dan bersifat sekunder. Artinya, pengetahuan dan
perkembangn kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar
dirinya.
Aplikasi Teori Sosio-Kultural dalam pembelajaran
Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural dalam
pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
1. Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali melihat,
memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan keluarganya. Oleh karena itu
perkembangan prilaku masing-masing anak akan berbeda manakala berasal dari keluarga
yang berbeda, karena faktor yang mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga
beragam, misalnya: tingkat pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan
dalam keluarga dan sebagainya.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk memberikan
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus membatik. Pendidikan
ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang berkembang di lingkungan sosial
masyarakatnya.
3. Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa segi antara
lain:
a)     Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum pendidikan sesuai
Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan KTSP, Peraturan Menteri
nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan Peraturan Menteri nomor 22 tahun
2006 tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di
Indonesia memberikan pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk
mempelajari sosio-kultural masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui
beberapa mata pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan,
pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.
b)     Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung ataupun melalui
rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap bukan sesuatu yang
verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara langsung.Selain itu pembelajaran
memberikan kebebasan anak untuk berkembang sesuai bakat, minat, dan lingkungannya
pencapaiannya sesuai standar kompetensi yang telah ditetapkan.
c)     Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih berperanan
sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Masih
banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam pembelajaran ini peran aktif siswa sangat
diharapkan, sedangkan guru membantu perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri
dalam bentuk pengayaan, remedial pembelajaran.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Sosio-Kultural


Kelebihan
1.    Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan
proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2.    Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada
tingkat perkembangan aktualnya
3.    Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental
4.    Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang
telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan untuk tugas-tugas
atau pemecahan masalah
5.    Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-
sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

7. Teori kecerdasan ganda

adalah salah satu teori belajar yang dikemukakan oleh Howard Gardner, seorang pakar
pendidikan dan psikologi berkebangsaan Amerika, lahir dengan nama lengkap Howard Earl
Gardner pada tanggal 11 Juli 1943 di Scranton, Pennsilvania. Teori belajar Howard Gardner
dikenalkan pertama kali pada tahun 1983. setiap pendidik harus belajar meyakini bahwa
dibalik keterbatasan siswa juga terdapat kelebihan yang belum tereksplor dengan baik.
(Wikipedia)

Teori belajar kecerdasan majemuk, telah mengalami perkembangan sejak pertama kali
ditemukan. Di awal teori Howard Gardner dalam buku Frame of The Mind (1983) terdapat
tujuh kecerdasan[4] yang dimiliki oleh setiap anak. Setelah itu pada tahun 1990 jumlah
kecerdasan majemuk[5] menjadi delapan dengan tambahan kecerdasan naturalis. Dalam
perkembangan selanjutnya Howard Gardner memunculkan adanya kecerdasan yang ke-9,
yaitu:

Kecerdasan Bahasa atau LinguistikSunting


Kecerdasan bahasa merupakan kecerdasan yang memiliki kepekaan terhadap kebermaknaan bahasa,
meliputi tata bahasa, struktur kalimat, bunyi, fungsi dan permainan bahasa. Kegiatan yang digemari
oleh kecerdasan ini adalah senang bercerita, senang menulis, menyukai kegiatan literasi[6], punya
banyak perbendaharaan kata dan lain - lain.
Kecerdasan Visual dan SpasialSunting
Kecerdasan ini memiliki ketertarikan terhadap gambar. Karakteristik pemilik kecerdasan ini adalah
lebih mudah menghafalkan wajah daripada nama, menyampaikan ide atau pendapat dengan sketsa,
dan memiliki kompetensi untuk kreatif dan imajinatif dalam segala hal.
Kecerdasan MusikalSunting
Kegiatan yang disukai oleh pemilik kecerdasan ini adalah senang bernyanyi, senang mendengarkan
musik, mampu mengingat nada dan irama, suka mendengarkan musik[7] saat melakukan aktivitas,
mampu memainkan alat musik, senang menulis lagu dan lain - lain.
Kecerdasan Logika MatematikaSunting
Pemilik kecerdasan ini lebih menyukai kegiatan yang berhubungan dengan angka - angka, mampu
menyelesaikan soal - soal hitungan, menyukai puzzle[8], mampu menginterpretasikan tabel, grafik
atau diagram, senang dengan permainan yang melibatkan strategi, suka beranalisa atau bernalar dan
lain - lain..
Kecerdasan InterpersonalSunting
Kecerdasan ini dimiliki oleh seseorang yang memiliki jiwa sosial yang tinggi, dapat memahami
perbedaan pola pikir, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, supel dan memiliki empati yang besar
terhadap orang - orang di sekitarnya.

Kecerdasan IntrapersonalSunting
Karakteristik pemilik kecerdasan ini adalah cerdas dalam memahami diri sendiri, lebih suka
menyendiri, suka merenung segala hal yang penting, suka membuat catatan penting, suka menulis
diary. Kecerdasan ini dimiliki oleh seseorang yang selalu berpikir realistis , biasanya orang seperti ini
senang memikirkan masa depan dan cita - citanya.

Kecerdasan KinestetikaSunting
Kecerdasan ini dimiliki oleh seseorang yang mampu memahami tubuh, seperti: suka berolahraga,
menari, mampu meniru gerakan - gerakan yang dia lihat. Intinya kecerdasan ini memiliki karakteristik
aktif dalam kegiatan yang melibatkan fisik.

Kecerdasan NaturalisSunting
Kecerdasan ini dimiliki oleh seseorang yang suka dengan hal - hal yang berbau alam, seperti :
memelihara binatang, suka melihat film flora dan fauna, senang bercocok tanam, empati terhadap
lingkungan sekitar, gemar melakukan perjalanan atau wisata alam seperti ke daerah pegunungan,
hutan, laut dan lain - lain.
Kecredasan EksistensialSunting
Kecerdasan ini dimiliki oleh seseorang yang mampu menempatkan diri sendiri. Beberapa contoh
pemahaman yang dimiliki oleh kecerdasan ini adalah tentang kebermaknaan hidup, memiliki
pengalaman batin, kehidupan setelah kematian, memahami proses kehidupan yang berbeda - beda
pada setiap orang dan akhir kisah sebuah kehidupan. Kecerdasan ini berfokus terhadap kegiatan -
kegiatan filsafat atau keagamaan.

Referensi

Anda mungkin juga menyukai