Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Muhammad Iqbal. Ia adalah setitik zarah di lautan semesta yang jiwanya senantiasa
dalam keadaan resah. Jutaan manusia pelbagai bangsa pernah turut menyaksikan
keresahannya di dalam ribuan bait syair yang ia tulis.
Sosoknya memang fenomenal. Lebih dari siapa pun, Iqbal telah merekonstruksi
sebuah bangunan filsafat Islam yang dapat menjadi bekal individu-individu Muslim dalam
mengantisipasi peradaban Barat yang materialistik ataupun tradisi Timur yang fatalistik. Jika
diterapkan maka konsep-konsep filosofis Iqbal akan memiliki implikasi-implikasi
kemanusiaan dan sosial yang luas.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup ahli filsafat Muhammad Iqbal?
2. Apa tema sentral pemikiran pendidikan Muhammad Iqbal?
3. Bagaimana dimensi moral dan Intelektual menurut Muhammad Iqbal?
4. Apa tujuan pendidikan dalam pandangan Muhammad Iqbal?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup ahli filsafat Muhammad Iqbal.
2. Untuk mengetahui tema sentral pemikiran pendidikan Muhammad Iqbal.
3. Untuk mengetahui dimensi moral dan intelektual menurut Muhammad Iqbal.
4. Untuk mengetahui tujuan pendidikan dalam pandangan Muhammad Iqbal.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal (1877-1938 M) lahir di Sialkot, Punjab, wilayah Pakistan
(sekarang), 9 Nopember 1877M, dari keluarga yang religius. Ayahnya, Muhammad Nur
adalah seorang tokoh sufi, sedang ibunya, Imam Bibi, juga dikenal sebagai muslimah yang
salehah. Pendidikan formalnya dimulai di Scottish Mission School, di Sialkot, di bawah
bimbingan Mir Hasan, seorang guru yang ahli sastra Arab dan Persia. Kemudian di
Goverment College, di Lahore, sampai mendapat gelas BA, tahun 1897, dan meraih gelar
Master dalam bidang filsafat, tahun 1899, dibawah bimbingan Sir Thomas Arnold, seorang
orientalis terkenal. Selama pendidikan ini, iqbal menerima beasiswa dan dua medali emas
karna prestasinya dalam bahasa arab dan inggris.
Iqbal kemudian menjadi dosen di Goverment College dan mulai menulis syair-syair
dan buku. Akan tetapi, di sini tidak dijalani lama, karena pada tahun 1905, atas dorongan
Arnold, Iqbal berangkat ke Eropa untuk melanjutkan studi di Trinity College, Universitas
Cambridge, London, sambil ikut kursus advokasi di Lincoln Inn. Di lembaga ini ia banyak
belajar pada James Wird dan JE. McTaggart, seorang neo-Hegelian. Juga sering diskusi
dengan para pemikir lain serta mengunjungi perpustakaan Cambridge, London dan Berlin.
Untuk keperluan penelitiannya, ia pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di
Universitas Munich yang kemudian mengantarkannya meraih gelar doctoris philosophy
gradum, gelar doctor dalam bidang filsafat pada Nopember 1907, dengan desertasi The
Development of Metaphysics in Persia, di bawah bimbingan Hommel.
Selanjutnya, balik ke London untuk meneruskan studi hukum dan sempat masuk
School of Political Science3.Yang penting dicatat dalam kaitannya dengan gagasan seni Iqbal
adalah tren pemikiran yang berkembang di Eropa saat itu. Menurut MM Syarif, masyarakat
Jerman, saat Iqbal tinggal di sana, sedang berada dalam cengkeraman filsafat Nietzsche
(1844-1990 M), yakni filsafat kehendak pada kekuasaan. Gagasannya tentang manusia super
(superman) mendapat perhatian besar dari para pemikir Jerman, seperti Stefen George,
Richard Wagner dan Oswald Spengler. Hal yang sama terjadi juga di Perancis, berada
dibawah pengaruh filsafat Henri Bergson (1859-1941 M), élan vital, gerak dan perubahan.
Sementara itu, di Inggris, Browning menulis syair-syair yang penuh dengan kekuatan dan
Carlyle menulis karya yang memuji pahlawan dunia. Bahkan, dalam beberapa karyanya,
Lloyd Morgan dan McDougall, menganggap tenaga kepahlawanan sebagai essensi kehidupan
dan dorongan perasaan keakuan (egohood) sebagai inti kepribadian manusia. Filsafat vitalitis

2
yang muncul secara simultan di Eropa tersebut memberikan pengaruh yang besar pada
Iqbal4.
Selanjutnya, saat di London yang kedua kalinya, Iqbal sempat ditunjuk sebagai guru
besar bahasa dan sastra Arab di Universitas London, menggantikan Thomas Arnold. Juga
diserahi jabatan ketua jurusan bidang filsafat dan kesusastraan Inggris di samping mengisi
ceramah-ceramah keislaman. Ceramahnya di Caxton Hall, yang pertama kali diadakan,
kemudian disiarkan mass media terkemuka Inggris. Namun, semua itu tidak lama, karena
Iqbal lebih memilih pulang ke Lahore, dan membuka praktek pengacara di samping sebagai
guru besar di Goverment College Lahore. Akan tetapi, panggilan jiwa seninya yang kuat
membuat ia keluar dari profesi tersebut. Ia juga menolak ketika ditawari sebagai guru besar
sejarah oleh Universitas Aligarh, tahun 1909. Iqbal lebih memilih sebagai penyair yang
kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang pemikir yang
mendambakan kebangkitan dunia Islam5.
Akhir tahun 1926, Iqbal masuk kehidupan politik ketika dipilih menjadi anggota DPR
Punjab. Bahkan, tahun 1930, ia ditunjuk sebagai presiden sidang Liga Muslim yang
berlangsung di Allahabad, yang menelorkan gagasan untuk mendirikan negara Pakistan
sebagai alternatif atas persoalan antara masyarakat muslim dan Hindu. Meski mendapat
reaksi keras dari para politisi, gagasan tersebut segera mendapat dukungan dari berbagai
kalangan, sehingga Iqbal diundang untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar di London,
tahun 1932, juga konferensi yang sama pada tahun berikutnya, guna membicarakan gagasan
tersebut. Tahun 1935 ia diangkat sebagai ketua Liga Muslim cabang Punjab dan terus
berkomunikasi dengan Ali Jinnah. Namun, pada tahun yang sama, ia mulai terserang
penyakit, dan semakin parah sampai mengantarkannya pada kematian, tanggal 20 April
19386.
Iqbal mewariskan banyak karya tulis, berbentuk prosa, puisi, jawaban atas tanggapan
orang atau kata pengantar bagi karya orang lain. Kebanyakan karya-karya ini menggunakan
bahasa Persia, semua ia maksudkan agar karyanya bisa diakses oleh dunia Islam, tidak hanya
masyarakat India. Sebab, saat itu, bahasa Persi adalah bahasa yang dominan di dunia Islam
dan dipakai masyarakat terpelajar. Karya-karyanya, antara lain, The Development of
Metaphysic in Persia (desertasi, terbit di London, 1908), Asra-I Khudi (Lahore, 1916, tentang
proses mencapai insan kamil) Rumuz-I Bukhudi (Lahore, 1918), Javid Nama (Lahore, 1932),
The Reconstruction of Religious Thought in Islam (London, 1934), Musafir (Lahore, 1936),
Zarb-I Kalim (Lahore, 1937), Bal-I Jibril (Lahore, 1938), dan Letters and Writings of Iqbal
(Karachi, 1967, kumpulan surat dan artikel Iqbal)

3
B. Tema Sentral Pemikiran Pendidikan Muhammad Iqbal
Pemikiran Iqbal tampak dalam hal-hal seperti berikut ini.
1. dia menggabungkan ilmu kalam, tasawuf, falsafah, ilmu sosial dan sastra dalam
pemikirannya sebagai rangka untuk memahami ajaran Islam. Dengan demikian ia
menggunakan perspektif secara luas, yang membedakannya dari pemikir Muslim lain
yang kebanyakan parsial dan hanya menekankan pada segi tertentu.
2. dalam memahami kondisi umat Islam dan perkembangan pemikirannya, ia tidak
memisahkan falsafah dan teologi dari persoalan sosial budaya yang dihadapi umat
Islam. Ini membuatnya menjadi seorang filosof dan budayawan berwawasan luas.
3. pemikiran-pemikirannya yang paling cemerlang sebagian besar diungkapkan dalam
puisi yang indah dan menggugah, sehingga menempatkan dirinya sebagai penyair
filosof Asia yang besar pada abad ke-20.
4. dia berpendapat bahwa penyelamatan spiritual dan pembebasan kaum Muslim secara
politik hanya dapat terwujud dengan cara memperbaiki nasib umat Islam dalam
kehidupan sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan. Pandangannya senantiasa
bertolak dari ayat-ayat Alquran dan Hadis. Bagi Iqbal, dengan melihat sejarah
masyarakat Asia, agama memainkan peranan penting dalam kehidupan umat manusia,
termasuk perkembangan peradaban dan kebudayaan.
Mengkritik penyimpangan dan pengaburan ajaran agama oleh para sultan, ulama,
cendekiawan dan pemimpin Islam yang menjadikan agama sebagai kendaraan untuk
mencapai keuntungan politik dan ekonomi. Semua itu bagi Iqbal sumber dari degradasi moral
umat. Dia sangat kritis terhadap peradaban dan kebudayaan Barat, sebagaimana terhadap
Islam. Menurut Iqbal, peradaban dan kebudayaan Islam bisa maju hanya bisa dilakukan
dengan melakukan dua hal secara serentak, yaitu idealisasi Islam dan pembaruan pemikiran
agama. Untuk bisa bangkit dari kejatuhan kaum Muslim harus memiliki akses pada
kebenaran ajaran agama dan sejarah panjang peradabannya.
Pemikiran politik Muhammad Iqbal terlihat sepulangnya dari Eropa. Iqbal terjun ke
dunia politik, bahkan menjadi tulang punggung Partai Liga Muslim India. Ia terpilih menjadi
anggota legislatif Punjab. Dan pada tahun 1930 terpilih sebagai Presiden Liga Muslim. Karir
Iqbal semakin bersinar dan namanyapun harum ketika dirinya diberi gelar ‘Sir’ oleh
pemerintah Kerajaan Inggris. Gelar ini menunjukkan pengakuan dari Kerajaan Inggris atas
kemampuan intelektualnya dan memperkuat bargaining position politik perjuangan umat
Islam India pada saat itu. Ia juga dinobatkan sebagai bapak Pakistan yang pada setiap
tahunnya dirayakan oleh rakyat Pakistan dengan sebutan ‘Iqbal day’. Pemikiran dan aktifitas

4
Iqbal untuk mewujudkan Negara Islam ia tunjukkan sejak terpilih menjadi Presiden Liga
Muslim tahun 1930. Ia memandang bahwa tidaklah mungkin umat Islam dapat bersatu
dengan penuh persaudaraan dengan warga India yang memiliki keyakinan berbeda. Oleh
karenanya ia berpikir bahwa kaum Muslim harus mendirikan Negara sendiri. Ide ini ia
lontarkan ke berbagai pihak melalui Liga Muslim dan mendapat dukungan kuat dari seorang
politikus Muslim yang sangat berpengaruh, yaitu Muhammad Ali Jinnah (yang mengakui
bahwa gagasan Negara Pakistan adalah dari Iqbal), bahkan didukung pula oleh mayoritas
Hindu yang saat itu sedang dalam posisi terdesak saat menghadapi Front Melawan Inggris.
Bagi Iqbal, dunia Islam seluruhnya merupakan satu keluarga yang terdiri atas
republikrepublik, dan Pakistan yang akan dibentuk menurutnya adalah salah satu republik itu.
Sebagai seorang negarawan yang matang, tentu pandangan-pandangannya terhadap ancaman
luar sangat tajam. Bagi Iqbal, budaya Barat adalah budaya imperialisme, materialisme, anti
spiritual dan jauh dari norma insani. Karenanya ia sangat menentang pengaruh buruk dari
budaya Barat. Dia yakin bahwa faktor terpenting bagi reformasi dalam diri manusia adalah
jati dirinya. Dengan pemahaman yang dilandasi di atas ajaran Islam itulah maka ia berjuang
menumbuhkan rasa percaya diri terhadap umat Islam dan identitas ke-Islaman-nya. Umat
Islam tidak boleh merasa rendah diri menghadapi budaya Barat. Dengan cara itu kaum
Muslimin dapat melepaskan diri dari belenggu imperialis. Sejalan dengan hal itu, Muhammad
Asad mengingatkan bahwa imitasi yang dilakukan umat Islam kepada Barat baik secara
personal maupun sosial dikarenakan hilangnya kepercayaan diri, maka lambat laun akan
menghancurkan peradaban Islam. Mengenai paham Iqbal yang ‘membangunkan’ kaum
Muslim dari ‘tidurnya’ adalah “dinamisme Islam” yaitu dorongannya terhadap umat Islam
supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Inti sari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup
adalah menciptakan, maka Iqbal menyeru kepada umat Islam agar bangun dan menciptakan
dunia baru. Begitu tinggi ia menghargai gerak, sehingga ia menyebut bahwa seolaholah orang
kafir yang aktif kreatif ‘lebih baik’ daripada Muslim yang ‘suka tidur’.
Iqbal juga memiliki pandangan politik yang khas, yaitu gigih menentang nasionalisme
yang mengedepankan sentimen etnis dan kesukuan (ras). Baginya, kepribadian manusia akan
tumbuh dewasa dan matang di lingkungan yang bebas dan jauh dari sentimen nasionalisme.
Demikian tegasnya prinsip Iqbal, ia berpandangan bahwa dalam Islam, politik dan agama
tidaklah dapat dipisahkan, bahwa negara dan agama adalah dua keseluruhan yang tidak
terpisah. Dengan gerakan membangkitkan khudi (pribadi; kepercaaan diri) inilah Iqbal dapat
mendobrak semangat rakyatnya untuk bangkit dari keterpurukan yang dialami dewasa ini. Ia
kembalikan semangat yang dulu dapat dirasakan kejayaan oleh umat Islam. Akhir dari

5
konsep kepercayaan diri inilah yang membawa Pakistan merdeka sehingga ia disebut sebagai
Bapak Pakistan.
C. Dimensi Moral dan Intelektual menurut pandangan Muhammad Iqbal
Pemikiran moral Muhammad Iqbal dilatar belakangi oleh jaryhnya moral umat islam
di India, hilangnya harga diri umat islam karena imperialis dan kapitalis barat terhadap islam.
Perpecahan India antara Muslim-India dan Hindu-India, mandeknya para pemikir-pemikir
muslim dan sempitnya pemahaman mengenai agama dan Al-Qur’an. Filsafat Yunani yang
sangat besar dalam pengaruhnya di dunia Muslim, justru mengkaburkan pandangan umat
muslim terhadap kebenaran Al-Qur’an. Konsep moral yang ditawarkan Muhammad Iqbal,
berlandaskan pada filsafat egonya, dimana konsep moral Muhammad Iqbal menanamkan ego
pada kebaikan. Sebagai sumber kebaikan Iqbal memaknai baik yang dapat mempertahankan
ego (diri) dan sebagai yang buruk adalah yang dapat melemahkan ego. Ego memiliki dasar
sifat bergerak dan bebas yang berasal dari ego-mutlak (Tuhan) dan memiliki tujuan atas
geraknya yaitu sebagai wakil Tuhan dibumi, sehingga geraknya merupakan wujud dari
penyerapan sifat Tuhan.
Konsep moral Iqbal menempatkan Tuhan sebagai ego mutlak yang meliputi
segalanya, yang kreatif dan dinamis karena tidak ada yang membatasi Dia Maha Kuasa dan
gerak kedepan dalam kesempurnaanya. Sehingga dasar dari moral Iqbal yaitu
keabadiannya.dengan abadi akan terus berkembang dan sempurna. Proses pencarian
kebenaran ego akan dibantu dengan akal dan intuisi (hati) karena Tuhan sebagai kebenaran
yang hakiki juga bersifat spiritual. Dengan perjalanan menjadi insan kamil ego menjadi wakil
Tuhan dimuka bumi, sehingga menciptakan masyarakat sosial yang adil dan sejahtera.
Konsep moral Iqbal yang mendasarkan pada pencarian hakikat diri, yang bersifat kreatif dan
dinamis. Oleh karena itu manusia menjadi wakil Tuhan di bumi sehingga bersufat adil dan
jujur.
Konsep moral Muhammad Iqbal termasuk dalam jenis konsep moral deontologi, yaitu
jika hekendak baik adalah kehendak yang mempunyai sifat baim dari dirinya sendiri. Akan
tetapi Muhammad Iqbal lebih jauh lagi menjelaskan sifat ego tersebut, yaitu bersifat berpusat
pada dirinya sendiri dimana tujuan akhirnya bukan melihat sesuatu tapi menjadi sesuatu.
Kewajibannya terletak pada dasarnya yaitu bergerak. Karena menurut Iqbal manusia pada
hakikatnya adalah baik dan bebas. Namun terhalang oleh kesalahan dalam memahami hakikat
lingkunganya.

6
Melihat kenyataan kaum Minoritas Muslim India yang begitu menyedihkan,
Muhammad Iqbal menawarkan perlunya diadakan integrasi moral dan politik kaum Muslim
India dalam kesatuan gagasan dan wilayah. Tawaran beliau inilah yang pada gilirannya
melahirkan semangat nasionalisme yang didasarkan atas kesamaan negara. Iqbal melalui
gagasan ini sebenarnya menghendaki terbentuknya suatu komunitas tersendiri dalam bentuk
negara. Komunitas Muslim dalam pandangan beliau merupakan suatu masyarakat yang
berdasarkan keyakinan agama yang sama dengan realitas tunggal yang tidak mungkin dapat
dipisahkan. Ide dan gagasan nasionalisme berdasarkan semangat keagamaan ini pada
gilirannya dapat diwujudkan oleh Muhammad Ali Jinnah pada tahun 1947 dengan berdirinya
negara Islam Pakistan
Muhammad Iqbal selain terkenal sebagai seorang filosof, ahli hukum, pemikir politik
dan reformis Muslim, juga dikenal sebagai seorang penyair ulung. Gubahan syair-syairnya
hampir menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia. Ia banyak ditulis dalam bahasa Arab,
Urdu, Persia dan Inggris. Dengan banyaknya karya-karya yang berbentuk puisi ini kiranya
dapat dipastikan bahwa pengaruh Iqbal juga ditentukan oleh syair-syairnya. Satu hal yang
perlu dikemukakan di sini bahwa yang paling dominan mempengaruhi dan membentuk
pemikiran Iqbal adalah kepergiannya ke Inggris untuk melanjutkan studi.
Setelah berkenalan dengan para filosof Barat di Cambridge University dan perguruan
tinggi lainnya di Inggris, Iqbal mengalami perubahan pemikiran yang cukup drastis.
Perubahan ini untuk kali pertama telah direfleksikan dalam disertasi doktoralnya. Semenjak
ini Iqbal memiliki kecenderungan intelektual yang khas. Kecintaannya pada nilai-nilai dan
tradisi Timur yang dipelajarinya selama berada di negeri kelahirannya, dan ditambah dengan
penghargaannya yang tinggi terhadap tradisi keilmuan Barat, telah menjadikan Iqbal sebagai
sosok yang menguasai warisan intelektual Timur (Islam), yang diiringi dengan
pengetahuannya yang mendalam tentang filsafat Barat.
Iqbal memandang sudah saatnya kaum Muslim melakukan rekonstruksi terhadap
segala pemikiran yang berkembang di dunia Islam. Hal utama yang dilakukan Iqbal dalam
hal ini adalah menentang dualisme filsafat klasik yang abstrak, yang telah mempertahankan
pikiran dan materi dalam wadah yang ketat. Menurut Iqbal, cita-cita yang bersumber dari
idealisme dan kenyataan yang bersumber dari realisme bukanlah dua kekuatan yang saling
bertentangan. Keduanya kiranya dapat didamaikan. Iqbal dalam hal ini telah menarik
inspirasi dunia filsafat modern ke arah pendekatan induktif untuk mendekati semangat Islam,
meski bedanya, Islam mengakui adanya realitas transendental. Dari hal di atas kiranya dapat
dikatakan bahwa paradigma pemikiran yang digunakan Iqbal untuk menelorkan gagasan

7
rekonstruksinya adalah dengan menggunakan metodologi berpikir yang bersifat sintesa. Dia
kiranya telah berhasil memadukan tradisi intelektual Barat dengan tradisi intelektual Timur
dalam suatu paradigma berpikir. Namun demikian, upaya sintesa pemikiran yang dilakukan
Iqbal bukannya dilaksanakan tanpa sikap kritis. Dia senantiasa menseleksi terlebih dahulu
apa yang datang dari Barat, sehingga pemikirannya tetap komprehensif; mencakup Timur dan
Barat.
Bangkitlah! Dan pikullah amanat di atas pundakmu,
Hembuskan panas nafasmu di atas kebun ini
Agar harum-haruman narwasatu meliputi segala.
Janganlah! Jangan pilih hidup bagai nyanyian ombak,
Hanya bernyanyi ketika terhempas di pantai!
Tapi, jadilah kamu air bah! Menggugah dunia dengan amalmu.

Selama berabad-abad kaum Muslim telah terpukau oleh pemahaman keagamaan yang
sempit. Seakan-akan mengkaji alam semesta dan sejarah bukan merupakan perbuatan agama.
Dengan ketepukauan seperti ini, tidak mengherankan apabila kaum Teolog abad Klasik
terlalu sibuk “mengurus” Tuhannya, sehingga manusia dibiarkan terlantar di bumi. Di bawah
bayangbayang filsafat Hellenisme-Yunani, teologi Islam telah berkembang jauh. Akan tetapi,
pada waktu yang sama, teologi ini telah mengkaburkan wawasan kaum Muslim tentang al-
Qur`an. Oleh karena itu, Iqbal memandang kini sudah saatnya kaum Muslim melakukan
rekonstruksi pemikiran dalam berbagai bidangnya, termasuk bidang pendidikan Islam.
Muhammad Iqbal secara tekstual sebenarnya belum pernah menulis tentang teori atau
filsafat pendidikan dalam sebuah buku, apalagi sebuah kurikulum pendidikan bagi kaum
Muslim. Namun demikian, keseluruh pemikirannya secara kontekstual sesungguhnya telah
mengisyaratkan perlunya dilakukan rekonstruksi dalam bidang pendidikan Islam. Melalui
gubahan sajaksajaknya, Iqbal telah melakukan kritik terhadap sistem pendidikan yang
berlaku pada saat itu. Dalam salah satu sajaknya, Iqbal menulis:
Aku tamat dari sekolah dan pesantren penuh duka,
Di situ tak kutemukan kehidupan, Tidak pula cinta,
Tak kutemukan hikmah, dan tidak pula kebijaksanaan.
Guru-guru sekolah adalah orang-orang yang tak punya nurani,
Mati rasa, mati selera,
Dan kyai-kyai adalah orang-orang
yang tak punya himmah, Lemah cita, miskin pengalaman.

8
Sajak ini merupakan kritikan Muhammad Iqbal yang dilontarkan kepada sistem
pendidikan Barat dan sistem pendidikan Islam tradisional. Dia memandang bahwa sistem
pendidikan Barat itu lebih cenderung kepada materialisme. Kecenderungan ini pada
gilirannya akan merusak nilai-nilai spiritual manusia yang lebih tinggi. Pendidikan Barat
dalam pandangan Iqbal kiranya hanya dapat
D. Tujuan Pendidikan Dalam Pandangan Muhammad Iqbal
Iqbal sendiri telah mengemukakan delapan (8) pandangannya tentang pendidikan,
sebagaimana dipaparkan oleh K.G. Saiyidain dalam bukunya, Iqbal’s Educational
Philosophy, yang masingmasing adalah sebagai berikut:
1) Konsep Individu Iqbal menekankan bahwa hanya manusia yang dapat melaksanakan
pendidikan. Oleh karena itu, menurut Iqbal, pendidikan harus dapat memupuk sifat-
sifat individualitas manusia (ego/aku) agar menjadi manusia sempurna. Dalam
pandangan Iqbal, manusia sempurna adalah manusia yang menjelmakan sifat-sifat
ketuhanan di dalam dirinya, berperilaku seperti Tuhan. Sifat-sifat itu diserap dan
menyatu secara total ke dalam diri manusia.
2) Pertumbuhan Individu Pendidikan harus dapat mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan individu secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan itu
merupakan suatu proses kreatif-aktif yang dilakukan individu sebagai aksi dan
reaksinya terhadap lingkungan.
3) Keseimbangan Jasmani dan Rohani Menurut Iqbal, perkembangan individu akan
berimplikasi pada pengembangan kekayaan batin dari eksistensinya. Pengembangan
kekayaan batin tidak dapat tidak, dapat terlaksana bila terlepas dari kaitan dengan
materi. Oleh karenanya, antara jasmani sebagai realitas dengan ruhani sebagai
idealitas, harus dipadukan dalam pengembangan individu. Dalam mengejar nilai-nilai
budaya dan ruhaniah, hendaknya manusia memanfaatkan dunia fisik sebagai bahan
bakunya dan menggali/mengeksploitasi berbagai kemungkinan untuk meningkatkan
derajat insan.
4) Pertautan Individu dengan Masyarakat Konsep ini menegaskan hakikat pertautan
antara kehidupan individu dengan kebudayaan masyarakat. Masyarakat adalah
wahana bagi presentasi eksistensial dari individu. Oleh karena itu, tanpa masyarakat,
kehidupan individu akan melemah dan tujuan hidupnya menjadi tidak terarah.
5) Kreativitas Individu Iqbal menolak kausalitas yang tertutup, sebab kausalitas yang
demikian menafikan munculnya hal baru atau kemungkinan berulangnya suatu
fenomena di dalam ruang dan waktu yang berbeda. Iqbal menggaris bawahi arti

9
penting kreativitas manusia yang berkembang secara evolusioner. Dengan kreativitas
tersebut, manusia mampu melepaskan diri dari keterbatasan dan menaklukkan waktu.
Kreativitas seperti ini hanya dapat tumbuh melalui proses pendidikan.
6) Peran Intelektual dan Intuisi Ada dua cara untuk menangkap realitas, yaitu melalui
cara intelektual dan melalui intuisi. Masing-masing cara mempunyai peran khusus
dalam memperkaya kreativitas manusia. Daya intelektual berperan besar dalam
menangkap realitas melalui panca indera. Sementara itu, peran intuisi adalah
menangkap realitas secara langsung dan menyeluruh. Menurut Iqbal, kebenaran
metafisik tidak dapat diraih melalui jalan melatih intelektual, tetapi dengan cara
memusatkan perhatian pada hal-hal yang hanya ditangkap oleh intuisi.
7) Pendidikan Watak (Integritas) Apabila manusia dapat melengkapi diri dengan sifat
individual yang dapat berkembang secara optimal, serta dilandasi dengan keimanan
yang tangguh, maka manusia dapat menjelma menjadi kekuatan yang tidak
terkalahkan. Manusia seperti itu akan dapat mengarahkan dirinya ke kebajikan, serta
dapat menyelaraskan diri dengan kehendak Tuhan. Itulah yang disebut Iqbal dengan
watak yang tangguh.
8) Pendidikan Sosial Iqbal menandaskan bahwa kehidupan sosial selayaknya
dilaksanakan, di atas prinsip tauhid. Ini berarti bahwa tauhid semestinya hidup di
dalam kehidupan intelektual dan emosional manusia. Di samping itu, Iqbal
mengungkapkan bahwa tata kehidupan sosial seharusnya secara aktif menguras dan
menggali segala kekuatan yag tersirat di dalam ilmu pengetahuan, dan pada saat yang
sama juga mengontrol dan mengawasi lingkungan kebendaan.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammad Iqbal merupakan sosok pemikir multidisiplin. Di dalam dirinya
berhimpun kualitas kaliber internasional sebagai seorang sastrawan, negarawan, ahli hukum,
pendidik, filosof dan mujtahid. Sebagai pemikir Muslim dalam arti yang sesungguhnya, Iqbal
telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam demi kemajuan kaum muslimin.
Islam sebagai way of life yang lengkap mengatur kehidupan manusia, ditantang untuk
bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak dan perubahan tersebut agar sesuai dengan
kehendak-Nya.
Oleh sebab itu, Islam dihadapkan kepada masalah signifikan, yaitu sanggupkah Islam
memberi jawaban yang cermat dan akurat dalam mengantisipasi gerak dan perubahan ini?.
Iqbal tidaklah menetapkan suatu pandangan praktis dalam filsafatnya, namun ia
berusaha mengugah cara pandang kaum muslimin yang selama ini terjebak dalam cara
pandang yang statis dalam memandang dunia. Namun karena kehidupan manusia yang
cendrung dinamis malah menjadikan umat Islam menjadi pembebek terhadap Bangsa Barat,
dengan menanggalkan baju keislaman mereka. Dari sinilah Iqbal merekonstruksi paradigma
kaum muslimin agar mampu hidup dalam dinamika kehidupan yang normal namun tetap
dalam koridor sebagai seorang muslim yang mengabdi kepada Tuhannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://masudaheducation.blogspot.com/2014/11/pemikiran-filsafat-muhammad-iqbal.html

http://digilib.uin-suka.ac.id/28732/1/12510036_BAB-I_IV-atau-V_DAFTAR-PUSTAKA.pdf

K. Hendri. (2015, Juni). Pemikiran Muhammad Iqbal dan Pengaruh Terhadap Pembaharuan

Hukum Islam. Vol. XII, No. 3. 616.

https://media.neliti.com/media/publications/58165-ID-none.pdf

Suharto.T. (2005, Juli). Rekonstruksi Pemikiran Pendidikan Islam: Telaah Pemikiran

Muhammad Iqbal dalam

http://digilib.uin-

suka.ac.id/8477/1/TOTO%20SUHARTO%20REKONSTRUKSI%20PEMIKIRAN%

20PENDIDIKAN%20ISLAM%20TELAAH%20PEMIKIRAN%20MUHAMMAD%

20IQBAL.pdf

Puspitasari. R. (2017). Pendidikan Islam Menurut Muhammad Iqbal. Vol.2, No. 3. 5-6.

https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/manhaj/article/view/740/657

12

Anda mungkin juga menyukai