Anda di halaman 1dari 18

SEBELUM NU BERDIRI

DISUSUN OLEH :
ANIZATUR ROHMAH 21102021032
FINA ANGGI SORAYA 21102021005
INAYAH 21102021031

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNATIONAL
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas kesempatan
membuat makalah yang berjudul “ SEBELUM NU BERDIRI”, dengan kesempatan ini
kami dari kelompok 1 Kelas A1 Hubungan International berkesempatan membagi
informasi serta ilmu-ilmu yang kami dapat dari berbagai sumber sesuai materi yang kami
bawakan.

Terimakasih untuk pembimbing, dosen kami Bapak Dr. M. Syaifudin, M.A yang
menyatukan kelompok ini dalam membuat tugas, serta kesempatan yang diberikan guna
membagi informasi serta ilmu yang telah kami cari, buat, modifikasi dan kami bagikan
kepada rekan-rekan mahasiswa lain.

Makalah ini berisikan beberapa informasi yang sesuai dengan judul, “ SEBELUM
NU BERDIRI” yaitu , situasi dan kondisi masyarakat, negara, agama , pendirian –
pendirian Nahdatul Tujjar, Wathan, Tashwirul Afkar. NU berdiri di Indonesia sudah
menjadi bagian dalam diri bangsa ini, dalam pembentukan karakter masyarakat, menjadi
pembelajaran yang penting bagi kita semua untuk memhami, mempelajarai, serta
menerapkan, dengan hal ini teman-teman mampu menerima informasi yang kami bagikan
dalam bentuk makalah ini.

Yang tak lepas dari itu semua, kepada Anizatur, Inayah, serta Fina yang telah
semangat membuat makalah ini, tak luput dari kesalahan dan kekurangan kami dari
kelompok 1 memohon maaf. Mari kita belajar memperbaiki kekurangan dengan
memberikan kemajuan dalam kelebihan. Terimakasih.

Semarang, 16 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................2


DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
BAB I...........................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG ......................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................5
C. TUJUAN ..........................................................................................................................5
BAB 2 ..........................................................................................................................................6
1. SITUASI DAN KONDISI ................................................................................................6
a) MASYARAKAT ..............................................................................................................6
b) NEGARA .........................................................................................................................7
c) AGAMA...........................................................................................................................8
2. PENDIRIAN ......................................................................................................................11
a) PENDIRIAN NAHDATUL TUJJAR .............................................................................11
b) SEJARAH NAHDHOTUL WATHON ..........................................................................12
c) TASWIRUL AFKAR .....................................................................................................14
KESIMPULAN.........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan ormas Islam terbesar dengan jumlah anggota
terbanyak di Indonesia dan ormas yang dipimpin oleh Ulama. Jauh sebelum NU lahir
dalam bentuk Jam`iyyah (organisasi), terlebih dahulu sudah ada dalam bentuk jama`ah
(komunitas) yang dipersatukan dengan kuat oleh aktivitas sosial keagamaan dengan ciri
khasnya masing-masing.

Tujuan didirikannya NU adalah untuk menegakkan, melestarikan,


mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama`ah yang
termasuk dalam salah satu dari empat madzhab, serta mempersatukan dan menjalankan
langkah para ulama dan pengikutnya. Dan untuk mencapai tujuan tersebut, NU
melakukan hal-hal berikut:

a) Di bidang agama, mengamalkan ajaran Islam yang sejalan dengan ideologi


Arsunna wal Jamaah dan salah satu dari empat madzhab masyarakat dengan
mengamalkan Dakwah Islam dan Amal Marhu Nahi Munkar
b) Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan
terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta
pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina
umat agar menjadi muslim yang taqwa dan berbudi luhur, berpengetahuan
luas dan terampil serta berguna bagi agama, bangsa dan negara.
c) Di bidang sosial, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk
pemerataan kesempatan berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan,
dengan pengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
d) Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak
guna terwujudnya Khaira Ummah.

Sejarah perkembangan NU secara luas bisa dibagi dalam tiga fase:periode awal
sebagai organisasi sosial keagamaan, periode kedua ketika ia berfungsi selain sebagai

4
organisasi sosial keagamaan, juga berfungsi sebagai partai politik atau menjadi unsur
formal dari sebuah partai, dan terakhir kembali ke aktivitas-aktivitas sosial keagamaan.

Seperti penjelasan sebelumnya bahwa NU didirikan sebagai jam'iyah diniyah atau


organisasi keagamaan, konstitusi awalnya menyatakan bahwa organisasi akan
berkhidmat pada kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, pendidikan dan ekonomi,
diantaranya meningkatkan komunikasi antarulama, memperbaiki mutu sekolah-sekolah
Islam, menyeleksi kitab-kitab yang dipelajari di pesantren dan mendirikan badan-badan
untuk membantu kegiatan pertanian dan perdagangan umat Islam. Ini termasuk
mengubah sikap dan pandangan dunia banyak umat Islam, terutama ketika beradaptasi
dengan tantangan modernisasi.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Situasi dan kondisi NU dalam masyarakat, negara, agama pada saat NU berdiri
2. Pendirian oleh Nahdatul Tujjar, Wathan, Tashwirul Afkar.

C. TUJUAN
Tujuan yang kami buat dalam makalah ini adalah guna memberikan informasi
mengenai NU dalam bidang kami susun, dapat digunakan sebaik mungkin dalam
infomasi yang kami bagikan dalam bentuk tulisan ilmiah/ makalah ini.

1. Memberikan infomasi situasi NU dalam 3 bidang


2. Informasi pendirian NU

5
BAB 2

1. SITUASI DAN KONDISI

Ketika Raja Ibn Saud mencoba memaksakan satu prinsip, Wahhabisme Mekkah,
beberapa kalangan Pesantren, yang telah memperjuangkan keragaman, menolak
pembatasan sektarian. Karena perbedaan sikap ini, pada tahun 1925 Pesantren
dikeluarkan dari keanggotaan Muktamar Al-Islam di Yogyakarta dan tidak diakui sebagai
wakil Mutamal Alam Muktamar Islam (Kongres Islam Internasional) di Mekkah, yang
tidak dapat meratifikasinya. keputusan. Menjadi. .

Raja Ibn Saud kemudian meninggalkan niat itu dan Mekah sampai sekarang bebas
beribadah menurut ideologinya sendiri. Seperti yang tertera di website Nahdlatul Ulama,
inilah peran ponpes internasional pertama. Dan keberhasilan perjuangan kebebasan
sektarian disebut Nahdatul Ulama (artinya "Kebangkitan Ulama") pada tanggal 31
Januari 1926, dengan dua tokoh kunci, Kiai Hasyim Ashiari dan Kiai Wahab
Hasbullah.Kami sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi. Organisasi ini dipimpin
oleh KH. Hasyim Asy'ari memerankan Rais Akbar dan Khittah NU dijadikan sebagai
wadah dan acuan warga NU untuk berpikir dan bertindak dalam ranah sosial, agama dan
politik.

a) MASYARAKAT
Pada masa kolonial, NU, bersama organisasi sosial Islam lainnya seperti
Persatuan Islam dan Muhammadiyah, secara terbuka menentang kolonialisme. Antara
lain, NU mengeluarkan pernyataan yang menolak kerja paksa dan milisi. Disusun oleh
Kiai Hasyim Asy'ari dan Kiai Wahab Hasbullah, pendahulu NU sebenarnya adalah
organisasi gerakan seperti Nahdlatul Wathan, yang berarti "Kebangkitan Tanah Air" pada
tahun 1916. Belakangan, didirikan dua lembaga sebagai sarana pendidikan sosial politik
dan agama di Santori, yaitu Nahdlatul Tujjar dan Sekolah Taswirul Afkar. Nilai-nilai
tersebut membuat politik nasional dan massa Nahdlatul Ulama tidak bisa ditawar-tawar
lagi.

Kehidupan perekonomian sebelum berdirinya NU, Kiai Wahab Chasbullah dan


kiai lainnya mendirikan organisasi yang diberi nama Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Para

6
Pedagang)yang merupakan cikal bakal dari organisasi NU. Hal ini membuktikan bahwa
para pendiri NU memperhatikan kondisi perekonomian umat Islam dan ingin
meningkatkan kesejahteraan rakyat Islam pada khususnya dan rakyat Indonesia pada
umumnya. Pada masa penjajahan Belanda, kebanyakan rakyat Indonesia mengalami
penderitaan karena kemiskinan dan kebodohan. Hal ini karena sumber daya ekonomi
Indonesia dikuasai oleh Belanda dan sekolah-sekolah hanya diperuntukkan bagi kalangan
priyayi untuk kemudian dimanfaatkan sebagai pejabat pada pemerintahan Belanda.
Keberadaan NU membawa perubahan karena para kiai mulai mengajarkan ilmu yang
dimilikinya dan memberantas buta huruf di kalangan rakyat Indonesia dan memajukan
sektor perdagangan untuk meningkatkan perekonomian rakyat Indonesia.

b) NEGARA
Dalam konteks keindonesiaan, sebelum tahun 1920-an, perbedaan pendapat di
antara kaum muslimin belum mengarah pada masalah ideologi keagamaan. Ketika itu,
sudah ada Syarikat Islam, namun di dalamnya didominasi kaum moderenis yang tidak
bisa mengakomodir kepentingan dari kaum tradisionalis, aktivitas ulama Syarikat Islam
adalah dalam bidang politik berusaha mengesampingkan diskusi mengenai masalah-
masalah keagamaan (furu’iyah) seperti jumlah rakaat dalam solat tarawih dan do’a qunut
dalam solat Subuh. Selain itu, “Muhamadiyah yang didirikan pada tahun 1912, masih
memfokuskan dari dalam bidang sosial- pendidikan”.

Namun sepeninggal pendirinya, K.H Ahmad Dahlan, organisasi ini mulai


mengalami perubahan dalam usaha memurnikan praktik-praktik keagamaan yang telah
berlaku di masyarakat Muslim, seraya mempertanyakan otoritas ulama. Kalangan
reformis ini menuduh ulama bertanggung jawab menjauhkan umat Muslim dari ajaran
Islam sejati. Celaan serupa juga dilontarkan oleh Persatuan Islam dengan keras bahkan
lebih radikal dalam pidato-pidato dan brosur mereka mengenai slametan dan talqin yang
dianggap sebagai perbuatan syirik dan dosa. Ketika para pemimpin muslim semakin
menyadari keterkucilan mereka dari perkembangan-perkembangan politik-budaya masa
itu akibat berbagai pertentangan di dalam umat Islam sendiri serta menghadapi rezim
kolonial Belanda yang semakin mencengkam, maka meredalah mengenai masalah-
masalah khilafiyah furu’iyah yang berkisar pada soal- soal talqin, selamatan dan ziarah
kubur. Mereka sama-sama menyadari, bahwa ketika pertikaian itu terus berlanjut maka
mereka sendiri yang akan mudah terpecah belah serta menerima ajakan K.H Hasyim

7
Asy’ari untuk memikirkan nasib agama, negara, dan umat Islam dari ancaman
kolonialisme. Rekonsiliasi yang diprakarsai oleh K. H Hasyim Asy’ari dengan berbagai
aliran Islam Indonesia tersebut merupakan respon terhadap beberapa kebijakan
pemerintah Belanda yang membuat kaum muslimin merasa perlu membentuk sebuah
front bersama.

1. Nahdlatul Ulama Sebelum Kemerdekaan

Sebelum kemerdekaan, Nahdlatul Ulama berkembang sebagai organisasi yang


disegani oleh penjajah. Sangat memungkinkan kekuatan Ulama dan anggota NU untuk
menjembatani kepentingan Islam dan negara Indonesia saat itu yang telah menjadi pilar
pengantar lahirnya negara kesatuan Republik Indonesia.

2. Nahdlatul Ulama Di masa kemerdekaan

 Periode Orde Lama –NU memutuskan menjadi partai politik semata-mata karena
berkonfrontasi dengan Komunis. Kekuatan komunisme sebagai partai politik
membutuhkan pola yang sama. Nahdlatul Ulama akhirnya mampu
mempertahankan dasar Pancasila dengan suara lantang.

 Masa Orde Baru –Karena kebijakan pemerintah yang kuat, posisi NU adalah
Ulama, bersama kelompok Islam lainnya, kembali sebagai kelompok sosiologis
dan religious, kemudian sepakat untuk membentuk Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Secara sosial merupakan kepedulian Nafatur Utama dan
secara politik merupakan partai Nahdlatul Ulama.

 Masa Reformasi Pada masa reformasi –Pola politik NU mulai berubah. NU telah
sepakat untuk kembali ke Khittah. Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi yang
murni sosiologis dan religius, menjaga jarak dengan partai politik yang ada. Oleh
karena itu, Nahdlatul Ulama bukan milik siapa pun, melainkan milik potensi
negara Indonesia.

c) AGAMA
Kata agama berasal dari bahasa Sanskerta dan maknanya tidak sama dengan
makna agama kini. Dalam bahasa asalnya, agama merujuk pada sekumpulan kitab
suci. NU kerap digambarkan sebagai gerakan Islam ‘tradisionalis’. Yakni dalam
pengertian bahwa, dibanding gerakan Islam ‘modernis’ atau ‘reformis’, NU sering

8
dianggap lebih ramah pada tradisi lokal, sementara umum diketahui dalam sejarah bahwa
definisi agama kerap dikontraskan dengan adat. Karena itu, meneliti peran NU dalam
konstruksi makna agama ini akan membawa pada pertanyaan seberapa inklusif
organisasi Islam tradisionalis ini terhadap adat istiadat lokal dan hingga titik mana batas
makna agama ditarik sehingga memengaruhi definisi yang diadopsi pemerintah. Namun
relasi NU dengan pemerintah kolonial mengeras ketika Belanda menjunjung hukum
adat. Mereka takut pengadilan sipil yang menerapkan hukum Belanda pada kenyataannya
akan memprioritaskan hukum adat dan merugikan ‘hukum agama
rakyat’ . Pertama, hukum adat di Nusantara dianggap tidak lebih baik dibanding hukum
Islam. Kedua, hukum adat dilawan oleh orang-orang di banyak tempat, seperti di
Minangkabau, karena dianggap tidak modern dan didasarkan pada takhayul belaka.
Dan ketiga, hukum adat dimaknai sebagai berakhirnya hukum Islam dan akan sangat
merugikan Muslim. Ketegangan antara dua hukum di atas juga muncul di artikel BNO
bertanggal 5 Desember 1937. Hukum adat disalahkan karena dianggap membenarkan
perilaku tidak bermoral dan membatasi ruang lingkup agama. Lebih jauh lagi, hukum
adat juga dipandang anti-persatuan.
Konteksnya adalah imajinasi penggantian hukum adat yang berbeda-beda di tiap daerah
dengan satu hukum yang sama dan sah bagi semua orang. Argumentasi ini menganggap
hukum Islam sebagai bentuk persatuan.

NU dan Agama Non-Monoteis

Peran pendefinisian agama paling eksplisit ialah ketika setelah Indonesia


merdeka banyak orang NU menjabat di kementerian agama. Pada tahun 1950-an,
sebagian besar menteri agama berasal dari latar belakang NU. Dampak paling kentara ada
pada proses pengakuan Hindu dan Buddha sebagai agama. Pada masa awal kemerdekaan,
agama yang diakui baru Islam, Kristen, dan Katolik saja.

Setelah melalui perubahan nama dari Agama Siwa-Buddha, Agama Hindu Bali,
hingga Agama Hindu saja, Hindu baru diakui resmi dan memiliki biro khusus di
kementerian agama pada 1960. Mengapa baru diakui 15 tahun setelah proklamasi?
Karena menteri agama waktu itu, Wahid Hasyim (dari NU), mengeluarkan Peraturan
Menteri Agama No. 9/1952 yang mendefinisikan agama sebagai suatu sistem

9
kepercayaan monoteistik, mempunyai kitab suci yang diyakini sebagai wahyu, dan
mempunyai nabi.

Karena persyaratan pengakuan agama yang semacam ini, umat Hindu dan Buddha
hingga tingkat tertentu harus menyesuaikan diri, dengan dinamika internal masing-
masing. Pada awal ketika Hindu diakui itu, urusan agama Buddha bahkan masih digabung
dengan biro keagamaan Hindu. Agama Buddha baru terwadahi dalam biro khusus pada
1980.

Jadi, tampak jelas sampai di sini peran NU dalam sejarah agama dan adat: dari
tataran diskursif tentang makna igama, lalu pertentangan dengan kejawen dan hukum
adat, hingga pendefinisian agama melalui lembaga pemerintahan. Setelah Hindu dan
Buddha diakui pun masih ada eksklusi terhadap aliran kebatinan, yang statusnya di mata
negara lebih rendah dari agama-agama yang diakui.

NU Kini

Diskursus yang direkam Feillard di atas menggambarkan periode awal NU yang


turut menentang adat lokal. Namun, kita seyogianya juga mencatat bahwa NU berisi
banyak orang dengan ragam pemikiran dan karena itu pandangannya pun bisa berubah.

Sebagai contoh, Kiai Wahab Hasbullah, salah satu pendiri NU, berpendapat
bahwa fatwa keagamaan mestilah lentur dan sadar akan konteks tempat ia dikeluarkan.
Kiai Wahab terkenal dengan ucapannya “pekih iku yen rupek ya diokoh-okoh” (fikih itu
kalau sempit ya dibuat longgar). Ini turut menjelaskan kenapa NU tidak memberikan
fatwa haram terhadap slametan karena ada unsur sedekah dalam tradisi slametan.

Sejak era Gus Dur, haluan NU pun mengalami beberapa perubahan lagi. Pada
1980-an, NU berhenti jadi partai politik, menerima asas Pancasila, dan kembali menjadi
organisasi sosial keagamaan (jam’iyyah diniyyah ijtima’iyyah). Khusus menyangkut
topik bahasan tulisan ini, Gus Dur memperkenalkan gagasan tentang ‘pribumisasi Islam’,
yakni praktik keislaman yang sadar akan kultur tempat ia hidup dan berkembang. Lebih
ke sini lagi, pada 2015 NU mengampanyekan ‘Islam Nusantara’ dengan sasaran global.

Hal-hal ini menunjukkan bahwa, sebagimana lazimnya organisasi lain, NU juga


berubah, atau mungkin juga bisa dikatakan berevolusi. Ke mana perubahan ini seterusnya
akan menuju, kita akan melihat kepastiannya di masa depan.

10
2. PENDIRIAN

a) PENDIRIAN NAHDATUL TUJJAR


Nahdlatut Tujjar (‘kebangkitan para pedagang’) adalah badan ekonomi yang
bertujuan untuk memperbaiki ekonomi warga kecil, terutama umat muslim, yang saat itu
hidup di masa penjajahan Belanda. Dengan membuat serikat dagang, para pendirinya
yang sebagian besar adalah ulama berharap dapat membuat lembaga pendidikan sendiri
yang berbeda dengan buatan Belanda. Nahdlatut Tujjar berdiri pada 1918, merupakan
salah satu embrio pendirian Nahdlatul Ulama.

Target Nahdlatul Tujjar berpusat pada sektor pertanian. Namun, pendirian


lembaga ini lebih banyak ditujukan untuk membangkitkan kepedulian terhadap
merosotnya bangsa yang terbukti jumlah orang yang mau belajar sangat sedikit, begitu
pula dengan terjadinya kemerosotan ekonomi.

Jalur distribusi perdagangan Nahdlatul Tujjar meliputi berbagai pasarpasar daerah


di Jombang, Surabaya dan Kediri yang berada dalam struktur geografis pasar rakyat.
Tidak heran apabila Nahdlatul Tujjar cukup mengalami perkembangan yang cukup
signifikan. Adapun jenis komoditi yang diunggulkan dari Nahdlatul Tujjar yaitu hasil
pertanian, perkebunan, dan juga barang-barang kebutuhan pokok seperti kacang-
kacangan, sayur-sayuran, gula, buah-buahan, kopi, minyak goreng dan sabun.Beragam
jenis barang ini menandakan perekonomian Muslim Jawa cukup beragam. Mengingat
Nahdlatut tujjar beroperasi pada tiga wilayah, yaitu Surabaya, Jombang, dan Kediri, maka
penulis menjelaskan tentang kondisi tiga wilayah tersebut.

Tiga wilayah tersebut juga disebut sebagai segitiga emas. Pertama, Kondisi kota
Surabaya saai itu merupakan kota perindustrian. Selain itu merupakan kota minyak yang
kaya sehingga merupakan pusat perdagangan dunia yang telah menerapkan teknologi
paling canggih produk revolusi industri. Dimana kota Surabaya adalah kota metropolitan
terbesar kedua Hindia Belanda yang menjadi pusat masyarakat kosmopolit dan kawasan
perdagangan yang sedang berkembang.Maka tidak aneh kalau para Kiai pesantren di kota
tersebut banyak terlibat dalam berbagai perdagangan baik antar kota, antar pulau bahkan
perdagangan antar benua.Selain itu juga kota Surabaya disebut multietnis kaya akan
budaya, beragam etnis banyak terdapat di kota Surabaya. Seperti Etnis Melayu, Cina,

11
India, Arab, dan Eropa. Etnis Nusantara juga terdapat pada kota Surabaya diantaranya
Madura, Batak, Sunda, Kalimantan, Bali, Sulawesi dan hal inilah membentuk kota
Surabaya sebagai Pluralisme budaya. Mayoritas masyarakatnya bekerja sebagai
pedagang dan pegawai.18 Hingga sekarang pun kota Surabaya terkenal dengan
multietnis, dalam hal ini terlihat jelas di dalam kawasan Ampel, Surabaya. Kedua, kota
Kediri termasuk salah satu kota tua karena menjadi saksi dari runtuhnya kerajaan-
kerajaan besar di Jawa. Kota Kediri terkenal dengan religiusnya karena peran ulama
banyak yang menonjol di kalangan masyarakat. Masyarakat Kediri menjadikan seorang
Ulama sebagai panutan dalam belajar agama dan kota Kediri masyarakatnya sangat suka
bergotong royong, bermusyawarah dan sering melakukan hal-hal positif. Ketiga, kota
Jombang Kota Jombang juga disebut dengan kota santri karena banyak para ulama yang
lahir dari kota ini, seperti KH. Hasyim As‟ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. Bisri Sansuri
dan masih banyak lagi. Kota Jombang atau kota santri mendapat julukan seperti itu karena
juga banyak terdapat pesantren-pesantren yang hampir daerah memilikinya.

b) SEJARAH NAHDHOTUL WATHON


Madrasah Nahdlatul Wathan (kebangkitan bangsa) sebagai lembaga pendidikan
yang bercorak nasional-moderat didirikan pertama kali di Surabaya oleh KH. Abdul
Wahab Khasbullah (tokoh Nahdlatul Ulama) bersama dengan KH. Mas Mansyur (tokoh
Muhammadiyah).1 Nahdlatul Wathan resmi mendapatkan Rechtspersoon (badan
Hukum) pada tahun 1916, dan bertindak sebagai direktur pada saat itu adalah KH. Abdul
Kahar (seorang saudagar muslim), KH. Abdul Wahab Khasbullah sebagai pimpinan
dewan guru (keulamaan), dan KH. Mas Mansyur sebagai kepala sekolah dibantu KH.
Ridwan Abdullah.

Nahdlatul Wathan merupakan sebuah lembaga pendidikan agamis yang bercorak


nasionalis moderat pertama di nusantara.

Madrasah Nahdlatul Wathan didirikan dilatarbelakangi oleh keprihatinan Kiai


Wahab dan kawan-kawan waktu itu terhadap kondisi warga pribumi yang mengalami
keterbatasan dalam akses dalam segala bidang, termasuk akses di bidang pendidikan,
sementara warga asing (Eropa dan lain-lain) mendapatkan akses hidup yang terbuka luas.
Pendirian Nahdlatul Wathan ditujukan untuk mendidik para pemuda dan membangunkan
semangat nasionalisme mereka.

12
Tidak seperti halnya sekolah-sekolah lain pada masanya yang hanya
mengembangkan kecerdasan dan kepandaian sebagai alat perjuangan, Nahdlatul Wathan
berupaya menumbuhkan rasa kebangsaan yang kuat di dada para pemuda melalui
pendidikan.

Sejalan dengan itu, Kiyai Wahab menciptakan lagu berbahasa Arab “Ya Ahlal
Wathan” yang kini dikenal dengan “Ya Lal Wathan”, yang menjadi lagu wajib yang harus
dinyanyikan murid- muridnya sebelum pelajaran dimulai.

Jika di-Indonesiakan syairnya berbunyi:

Wahai bangsaku, wahai bangsaku Cinta tanah air bagian dari iman Cintailah tanah
air wahai bangsaku Jangan kalian menjadi orang terjajah.

Selain di Surabaya, madrasah Nahdlatul Wathan juga berdiri di banyak daerah,


seperti Akhlul Wathan (saudara setanah air) di Semarang, Far’ul Wathan (cabang tanah
air) di Gresik dan Malang, Hidayatul Wathan (petunjuk tanah air) di Jombang dan
Jagalan, Ahlul Wathan (warga tanah air) di Wonokromo, serta Khitabul Wathan di Pacar
Keling.8 Melalui sekolah-sekolah ini, akar nasionalisme mulai disebarkan kepada para
santri atau murid yang bersekolah di sana. Kesadaran akan rasa cinta tanah air tumbuh
dalam ruang pendidikan sederhana yang diasuh oleh guru yang kebanyakan adalah santri-
santri lulusan pesantren dan sekolah-sekolah Islam berjiwa nasionalis.

Dalam penyelenggaraan pendidikannya, Nahdlatul Wathan mengajarkan dan


mempertahankan paham ahlussunnah wal jamaah dengan tetap berkiblat pada pendidikan
pesantren, dan pada saat yang bersamaan membangun semangat nasionalisme peserta
didik. Kurikulum yang digunakan meliputi ilmu agama, ilmu pengetahuan umum, dan
cinta tanah air.

Dengan kurikulum dan metode yang dianggap baru pada saat itu, Nahdlatul
Wathan mendapatkan animo yang luar biasa dari masyarakat sehingga dapat berkembang
dengan pesat di berbagai daerah. Di Surabaya, ada 18 sekolah yang berafiliasi dengan
Nahdlatul Wathan. Pada tahun 1939, tercatat dari 18 sekolah tersebut mempunyai murid
sebanyak 924 anak. Madrasah Nahdlatul Wathan juga berkembang pesat di setiap cabang
NU. Di Jawa Barat berpusat di madrasah Mathla’ul Anwar di Menes, Banten. Di Jawa
Tengah berpusat di Nahdlatul Wathan di Jomblangan Kidul, Semarang. Sedangkan di

13
Jawa Timur berpusat di Surabaya dengan cabang-cabangnya yang tersebar luas di
Jombang, Gresik, Banyuwangi, Jember, Lumajang, Malang, dan kota-kota lainnya.

Dalam mengembangkan madrasah Nahdlatul Wathan ini, kiyai Wahab berupaya


menyebarkan “virus” cinta tanah air (hubbul wathan) secara luas di tengah masyarakat
dengan membawa misi tradisi keilmuan pesantren.12 Banyak tokoh-tokoh nasionalis
lahir dari perguruan ini. Tidak mengherankan jika kemudian pada tahun 1945 Surabaya
dipenuhi oleh para pejuang yang sangat cinta tanah air dan tidak takut pada penjajah
asing. Kini Nahdlatul Wathan telah berusia lebih dari 1 abad, di tengah ancaman
disintegrasi bangsa dan mengendurnya semangat nasionalisme di kalangan pemuda
menuntutnya untuk mengembangkan pola pendidikannya.

c) TASWIRUL AFKAR
Salah satu yang menjadi cikal bakal berdirinya Nahdlatul Ulama adalah Taswirul
Afkar. Taswirul Afkar berarti “potret pemikiran”, ada pula yang mengartikannya sebagai
“pergolakan pemikiran”. Taswirul Afkar merupakan suatu kelompok diskusi yang
didirikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Mas Mansur dan KH. Ahmad Dahlan
Achyad di Surabaya pada tahun 1914. Taswirul Afkar dijadikan sebagai wadah para
ulama baik dari lingkungan Nahdlatul Ulama, Muhamadiyah dan organisasi Islam
lainnya. Pada dasarnya kelompok diskusi ini membahas berbagai masalah keagamaan,
kemasyarakatan dan juga bagaimana mempertahankan sistem bermazhab. Pada akhirnya
Taswirul Afkar merupakan suatu tempat perdebatan yang intensif dan menarik perhatian.
Di situlah banyak tokoh Islam dari organisasi lain bertemu dan memanfaatkan kelompok
diskusi ini untuk memecahkan masalah-masalah agama yang sedang mereka hadapi.
Beberapa tokoh Islam dari organisasi lain tersebut diantaranya adalah Syekh Ahmad
Soorkati, pendiri perkumpulan al-Irsyad dan KH. Ahmad Dahlan. Pada pelaksanaan
kegiatannya, kelompok diskusi tersebut kemudian berkembang pada hal-hal yang
berhubungan dengan permasalahan khilafiyah dalam Islam, yakni mengenai mazhab dan
ijtihad. Sebagai langkah awal dalam menjalankan gagasannya tersebut, KH. Wahab
bersama teman belajarnya ketika di Timur Tengah, KH. Mas Mansur dan KH. Ahmad
Dahlan Achyad menetapkan beberapa tujuan dari kelompok diskusi tersebut, antara lain:

14
1. Membina kontak yang dinamis antara sejumlah tokoh agama dan intelektual
dengan mengedepankan berbagai masalah kehidupan dari yang bersifat keagamaan murni
sampai pada masalah politik perjuangan untuk mengusir penjajah Belanda.

2. Menyalurkan aspirasi para pemuda dan menghimpunnya dalam suatu ikatan


yang potensial, dan diharapkan semangat kebangsaan yang bergelora di hati para pemuda
menjadi semakin kuat dan berlandaskan agama.

Setelah perdebatan yang dilakukan oleh kelompok diskusi tersebut berjalan secara
berangsur-angsur, pada akhirnya hasilnya adalah adanya perpecahan antar anggota dan
menjadi dua kelompok Islam di Indonesia. Kelompok yang dimaksudkan adalah
kelompok Islam-tradisional dan kelompok Islam-modern.

Dalam pelaksanaan kegiatannya, Taswirul Afkar pada kenyataannya tidak hanya


melibatkan para ulama saja tetapi, juga menjadi tempat komunikasi dan tukar informasi
antar tokoh nasionalis seperti dr. Wahidin Sudirohusodo dan HOS Tjokroaminoto.
Taswirul Afkar juga turut menjadi jembatan komunikasi bagi generasi muda dan generasi
tua. Dalam kegiatan selanjutnya, Taswirul Afkar tidak hanya membahas tentang
permasalahan keagamaan saja tetapi kelompok ini menginginkan hal yang lebih yaitu
menggalang para intelektual dan ulama untuk menentang para penjajah kolonial Belanda.
Pada perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1918, Taswirul Afkar ditingkatkan
fungsinya sebagai sebuah lembaga pendidikan dengan nama Suria Sumirat Afdeling
Taswirul Afkar sebab lembaga pendidikan ini merupakan bagian dari perhimpunan Suria
Sumirat. Penggabungan dari nama tersebut adalah untuk mempermudah perizinan
nasional dari pemerintah Belanda. Fungsi daripada lembaga pendidikan tersebut adalah
untuk mendidik anak-anak setingkat Sekolah Dasar (SD) agar mereka dapat mendalami
ilmu pengetahuan agama dan bertujuan untuk membekali siswa agar lebih memahami
agama dan memiliki pola pikir yang berlandaskan agama Islam. Pada perkembangan
selanjutnya sampai menjelang berdirinya Nahdlatul Ulama, Taswirul.

15
KESIMPULAN

Tujuan didirikannya NU adalah untuk menegakkan, melestarikan,


mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama`ah yang
termasuk dalam salah satu dari empat madzhab, serta mempersatukan dan menjalankan
langkah para ulama dan pengikutnya.

Dan untuk mencapai tujuan tersebut, NU melakukan hal-hal berikut: a) Di bidang


agama, mengamalkan ajaran Islam yang sejalan dengan ideologi Arsunna wal Jamaah
dan salah satu dari empat madzhab masyarakat dengan mengamalkan Dakwah Islam dan
Amal Marhu Nahi Munkar b) Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan
mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta
pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar
menjadi muslim yang taqwa dan berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil serta
berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Seperti penjelasan sebelumnya bahwa NU didirikan sebagai jam'iyah diniyah atau


organisasi keagamaan, konstitusi awalnya menyatakan bahwa organisasi akan
berkhidmat pada kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, pendidikan dan ekonomi,
diantaranya meningkatkan komunikasi antarulama, memperbaiki mutu sekolah-sekolah
Islam, menyeleksi kitab-kitab yang dipelajari di pesantren dan mendirikan badan-badan
untuk membantu kegiatan pertanian dan perdagangan umat Islam.

Hasyim Asy'ari memerankan Rais Akbar dan Khittah NU dijadikan sebagai


wadah dan acuan warga NU untuk berpikir dan bertindak dalam ranah sosial, agama dan
politik.

Madrasah Nahdlatul Wathan didirikan dilatarbelakangi oleh keprihatinan Kiai


Wahab dan kawan-kawan waktu itu terhadap kondisi warga pribumi yang mengalami
keterbatasan dalam akses dalam segala bidang, termasuk akses di bidang pendidikan,
sementara warga asing (Eropa dan lain-lain) mendapatkan akses hidup yang terbuka luas.

Selain di Surabaya, madrasah Nahdlatul Wathan juga berdiri di banyak daerah,


seperti Akhlul Wathan (saudara setanah air) di Semarang, Far’ul Wathan (cabang tanah
air) di Gresik dan Malang, Hidayatul Wathan (petunjuk tanah air) di Jombang dan

16
Jagalan, Ahlul Wathan (warga tanah air) di Wonokromo, serta Khitabul Wathan di Pacar
Keling.8 Melalui sekolah-sekolah ini, akar nasionalisme mulai disebarkan kepada para
santri atau murid yang bersekolah di sana.

Menyalurkan aspirasi para pemuda dan menghimpunnya dalam suatu ikatan yang
potensial, dan diharapkan semangat kebangsaan yang bergelora di hati para pemuda
menjadi semakin kuat dan berlandaskan agama.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Liston Siregar.(2010).Nahdlotul ulama dalam kehidupan sosial dan politik


Indonesia.(https://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2010/03/100319_kronol
ogi.amp, diakses 15 september 2022)
2. Gedong Maulana Kabir.(2020).NU dalam sejarah relasi agama dan
adat.(https://crcs.ugm.ac.id/nu-dalam-sejarah-relasi-agama-dan-adat/, diakses 15
september 2022)
3. http://digilib.uinsby.ac.id/34680/1/A02215018_Soffy%20Amaliyah%20Solihah.pdf,
diakses 15 september 2022)
4. https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=7F1oDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA
3&dq=info:za1vy65yLKIJ:scholar.google.com/&ots=szGKr85A6w&sig=oevDwLz
404lsFE6Z-iRfJhGW0H8, diakses 15 september 2022
5. Kifayatul Akhyar.(2022).Organisasi nahdlotul sebelum nahdlotul
ulama.(https://nubanyumas.com/organisasi-nahdlatul-sebelum-nahdlatul-ulama/,
diakses 15 september 2022)
6. Admin unisnu.(2021).https://unisnu.ac.id/merintis-berdirinya-nu-kiai-abdul-wahab-
hasbullah-berkhidmah-untuk-nu, diakses 15 september 2022
7. Moch.Ari Nasichudin.(2014).https://medium.com/@arynas92/syirkatul-inan-murabathah-
nahdhatut-tujjar-3c99a67ae619, diakses 15 september 2022
8. https://nwonline.or.id/tentang-nahdlatul-wathan/, diakses 15 september 2022
9. Fathnur Rohman.(2021) https://123dok.com/article/sejarah-berdirinya-taswirul-afkar-dan-
kegiatannya.z31dg6my, diakses 15 september 2022

18

Anda mungkin juga menyukai