Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL PENELITIAN

“Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama (NU) Di Bengkulu”

Diajukan Sebagai Salah Satu Pemenuhan Tugas Mata Kuliah


“Budaya Organisasi Islam Internasional”
Disusun Oleh Kelompok 1 :
1) Virenti Novika Osaren (2111330040)
2) Rasta Febi Anggela (2111330043)
3) Rike Amelia (2111330045)
4) Nosin Juniarsih (2111330048)
5) Doera Umi Zulhijjah (2111330057)
6) Tiarah Oktalia (2111330060)
7) Riki Saputra (2111330061)
8) Sendi Balinsu (2111330068)

Dosen Pengampuh :

Indah Masruroh, MA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi taufiq,
hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menunjukkan kita jalan yang lurus dan
diridhai Allah SWT, sehingga pembuatan proposal penelitian yang berjudul “Budaya
Organisasi Nahdlatul Ulama” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari proposal penelitian yang ditulis dengan keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan ini, tentu saja tidak luput dari kekurangan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis selalu terbuka bagi adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
untuk proposal berikutnya.
Dalam proses pembuatan proposal ini, penulis banyak menerima bantuan perhatian dari
banyak pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak berkontribusi dalam penulisan proposal ini.
Akhir kata semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi
para pembaca.

Bengkulu, 13 Oktober 2023

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................................

C. Tujuan Masalah.............................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................

A. Sejarah Singkat Organisasi Nahdlatul Ulama...........................................................

B. Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama..........................................................................

C. Tokoh Figur Nahdlatul Ulama.....................................................................................

D. Pembentukan Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama.................................................

E. Perubahan Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama......................................................

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................................

B. Saran...............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nahdlatul Ulama (NU)1 adalah salah satu organisasi Islam terbesar dengan jumlah
anggota terbanyak di Indonesia, dan merupakan suatu organisasi yang berbasis massa di
bawah kepemimpinan ulama.2 Keyakinan yang mendalam terhadap berbagai pemikiran,
gagasan, konsep di segala hal, serta metode-metode yang diusung NU diyakini sebagai
kunci utama NU untuk dapat eksis dan terus bertahan hingga saat ini. 3 Untuk memahami
NU sebagai jam'iyyah diniyah (organisasi keagamaan) secara tepat, belumlah cukup
dengan melihat dari sudut formal sejak ia lahir. Sebab jauh sebelum NU lahir dalam
bentuk jam'iyyah (organisasi), ia terlebih dahulu ada dan berwujud jama'ah (community)
yang terikat kuat oleh aktivitas sosial keagamaan yang mempunyai karakteristik
tersendiri.4
Tujuan didirikannya NU adalah memelihara, melestarikan, mengembangkan dan
mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal jamaah 5 yang menganut salah satu dari
mazhab empat, dan mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya serta
melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan
masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia. 6 Dan untuk
mewujudkan tujuan tersebut, maka NU melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut:7
1. Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut paham
Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menurut salah satu mazhab empat dalam masyarakat
dengan melaksanakan dakwah Islamiyah dan Amar Ma'ruf Nahi Munkar.
2. Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya
penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang
sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang taqwa
dan berbudi luhur. berpengetahuan luas dan terampil serta berguna bagi agama,
bangsa dan negara.

1
Nahdlatul Ulama berasal dari bahasa Arab “nahdlah” yang berarti bangkit atau bergerak, dan “ulama”, jamak dari
alim yang berarti mengetahui atau berilmu.
2
NU didirikan notabene oleh para ulama yang bergabung dalam Komite Hijaz.
3
Slamet Effendi Yusuf, Mengukuhkan Tradisi Memodernisasi Organisasi (t. t.: tp., t. th.), h. 19.
4
Chairul Anam, Pertumbuhan Organisasi Perkebangan Nahdlatul Ulama (Surabaya: Duta Aksara Mulia, 2010), h. 3.
5
Paham Ahlussunah wal jama’ah dirujuk kepada Abu Hasan al-Asy’ari, seorang tokoh teolog pendiri mazhab al-
Asya’ariyah.
6
PWNU Jawa Timur, Aswaja an-Nahdah (Surabaya: Khalista, 2007), h. 1.
7
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdalatul Ulama (Jakarta: Sekretariat Jenderal Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama, t. th.), h. 7.
3. Di bidang sosial, mengupayakan terwujudnya pembangunan ekonomi untuk
pemerataan kesempatan berusaha dan menikmati hasil-hasil pembangunan, dengan
pengutamakan tumbuh dan berkembangnya ekonomi kerakyatan.
4. Mengembangkan usaha-usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna
terwujudnya Khaira Ummah.

Sejarah perkembangan NU secara luas bisa dibagi dalam tiga fase: 8 periode awal
sebagai organisasi sosial keagamaan, periode kedua ketika ia berfungsi selain sebagai
organisasi sosial keagamaan, juga berfungsi sebagai partai politik atau menjadi unsur
formal dari sebuah partai, dan terakhir kembali ke aktivitas-aktivitas sosial keagamaan.

Sebagai suatu gambaran mengenai peran yang dimainkan oleh NU dalam


hubungannya dengan perubahan sosial, dapat dilihat pada keputusan mengorganisir
melalui RMI (Rabithah Ma'ahid Islamiyah), serial forum yang mendiskusikan hubungan-
hubungan antara ajaran Islam yang mapan dan aspek-aspek kehidupan modern yang
beragam seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, pembaharuan hukum, peranan
parlemen dan pembuat undang-undang lokal, transplantasi organ tubuh manusia, dan
fungsi lembaga-lembaga ekonomi modern seperti perusahaan asuransi dan pertukaran
saham. Diskusi-diskusi ini melibatkan para kiai NU dari berbagi level, yang terlibat
dalam berbagai aktivitas yang telah lebih dahulu melakukan banyak perubahan di
komunitas tersebut secara keseluruhan. Salah satunya adalah diterimanya gagasan untuk
mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR), pada Muktamar NU ke-29.

Dalam penelitian ini, perkembangan NU yang berada di Kota Bengkulu inilah


yang menjadi sasaran penelitian ini, dengan judul “NAHDLATUL ULAMA (NU) Dl
BENGKULU”.

8
Greg Barton dan Greg Feally, Tradisionalisme Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara (Yogyakarta:
LKIS, 1997), h. xii.
B. Rumusan Masalah
Secara umum, masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah atau proses awal masuknya organisasi Nahdlatul Ulama ke Kota
Bengkulu?
2. Bagaimana perkembangan budaya organisasi Nahdlatul Ulama di Kota Bengkulu?
3. Bagaimana pembentukan dan perubahan organisasi Nahdlatul Ulama di Kota
Bengkulu?

C. Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan sejarah dan
perkembangan budaya organisasi serta pembentukan dan perubahan organisasi Nahdlatul
Ulama di Kota Bengkulu. Secara rinci, dapat dikemukakan beberapa tujuan dari
penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Untuk menjelaskan sejarah atau proses awal masuknya organisasi Nahdlatul Ulama
ke Kota Bengkulu.
2. Untuk menjelaskan perkembangan budaya organisasi Nahdlatull Ulama di Kota
Bengkulu.
3. Untuk menjelaskan pembentukan dan perubahan organisasi Nahdlatul Ulama di Kota
Bengkulu.

D. Kegunaan Peneilitian
Segala sesuatu yang baik akan menghadirkan yang baik pula. Begitu juga dalam
penelitian ini, diharapkan akan mendatangkan manfaat, yaitu di antaranya:
1. Dari sudut teori ilmu, penelitian ini sangat berguna untuk menambah khazanah ilmu
pengetahuan.
2. Bagi masyarakat Kota Bengkulu, penelitian ini berguna sebagai informasi tentang sejarah
perkembangan budaya organisasi, khususnya yang berkaitan dengan Nahdlatul Ulama
baik dalam bidang pendidikan, dakwah dan sosial.
3. Penelitian ini juga berrnanfaat bagi penelitian sendiri dan penelitian lain sebagai
sumbangan kajian ilmiah tentang Nahdlatul Ulama di Kota Bengkulu.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Sejarah Singkat Nahdlatul Ulama


Nahdlatul Ulama atau yang disingkat dengan NU menurut penanggalan Hijriah
pada tahun 2023 berusia 100 tahun atau satu abad. Organisasi ini berdiri pada tanggal 16
Rajab 1344 H atau bertepatan dengan 31 Januari 1926 M. NU adalah organisasi Islam
terbesar di Indonesia yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial dan
ekonomi. Sejak awal pendiriannya, NU dari waktu ke waktu berkontribusi besar dalam
memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan, dan kini para anggotanya terlibat
aktif dalam pembangunan di berbagai bidang.
Melansir dari NU.or.id bahwa berdirinya NU merupakan rangkaian panjang dari
sejumlah perjuangan. Karena berdirinya NU merupakan respons dari berbagai problem
keagamaan, peneguhan mazhab, serta alasan-alasan kebangsaan dan sosial-masyarakat.
Pendirian NU dibentuk oleh para kiai ternama asal Jawa Timur yang digawangi oleh KH
Wahab Chasbullah, sebelumnya para kiai pesantren telah mendirikan organisasi
pergerakan Nahdlatul Wathon atau Kebangkitan Tanah Air pada 1916 M, serta Nahdlatul
Tujjar atau Kebangkitan Saudagar pada 1918 M.
Kiai Wahab Chasbullah pada tahun 1914 M juga mendirikan kelompok diskusi
yang ia beri nama Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran, ada juga yang
menyebutnya Nahdlatul Fikr atau kebangkitan pemikiran. Dengan kata lain, NU adalah
lanjutan dari komunitas dan organisasi-organisasi yang telah berdiri sebelumnya, namun
dengan cakupan dan segmen yang lebih luas.
Hingga saat ini, yang biasa disebut sebagai pendiri NU adalah tiga kiai besar asal
Jawa Timur. Meski di luar mereka ada sederet nama lainnya yang turut berperan di awal-
awal terbentuknya NU. Berikut ini tiga kiai asal Jombang tersebut:
1. KH Hasyim Asy’ari
2. KH Abdul Wahab Chasbullah
3. KH Bisri Syansuri
Mengapa mereka bertiga? Karena mereka yang berperan banyak di awal
pembentukan NU. Mereka juga pimpinan tertinggi NU waktu itu.
Kiai Hasim Asy’ari adalah pemimpin tertinggi pertama yang disebut sebagai rais
akbar. Disusul rais aam kedua yakni Kiai Wahab Chasbullah dan rais aam ketiga, Kiai
Bisri Syansuri.
Dalam sejarah NU, penciptaan Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dengan
dukungan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah (Aswaja). Ajaran ini bersumber dari Al-
Qur’an, Sunnah, dan Ijma (keputusan ulama terdahulu). Qiyas atau contoh kisah Al-
Qur’an dan hadits menurut K.H. Mustofa Bisri memiliki tiga substansi di dalamnya,
yakni sebagai berikut:
Dalam bidang syariat Islam, sesuai dengan salah satu ajaran dari empat Madzhab
(Hanafi, Maliki, Syafiy, Hanbali), dan sebenarnya Kyai NU sangat taat kepada Syafi’i.
“Saya sekolah Dari perspektif tauhid (ketuhanan), saya akan mengikuti ajaran Imam Abu
Hasan Almaty Ali dan Imam Abu Mansur Al Maturidi Dasar-dasar Imam Abu Qosim Al
Junaidi di bidang tasawuf Proses mengintegrasikan ide-ide Sunni berkembang. Cara
berpikir Sunni di bidang ketuhanan bersifat eklektik: memilih pendapat yang benar.
Hasan al-Bashri seorang tokoh Sunni terkemuka dalam masalah Qodariyah dan
Qadariyah mengenai personel, memilih pandangan Qadariyah. Pendapat bahwa pelaku
adalah kufur dan hanya keyakinannya yang masih tersisa (fasiq). Apa ide yang
dikembangkan oleh Hasan AL Basri Belakangan justru direduksi menjadi gagasan
Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Menurut Muhammad Abu Zahrah Islam memiliki dua bentuk utama, yakni praktis
dan teoritis. Perbedaan tersebut justru terlihat pada kelompok-kelompok seperti Ali bin
Abi Thalib, Khawarij, dan Muawiyah. Bentuk keberatan kedua dalam Islam bersifat
teoritis ilmiah, seperti dalam kasus “Aqidah dan Penuh” (Fikhu). Ahlussunnah Wal
Jamaah sebagai salah satu aliran batin Islam tentunya memiliki nuansa politik dan sangat
kental pada saat kelahirannya. Namun dalam perkembangan wacananya juga merambah
bidang-bidang seperti Aqidah, hukum Islam, tasawuf, dan politik.
Untuk ideologi ahlussunnah wal jamaah lahir karena alasan yang sangat
mendasar. Kekuatan penguasa kolonial Belanda untuk menghancurkan potensi Islam
telah menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan ulama untuk menjaga kemurnian
dan keutuhan ajaran Islam. Selain itu ada pula rasa tanggung jawab ulama sebagai
pemimpin yang memperjuangkan kemerdekaan dan dibebaskan dari belenggu
penjajahan. Ulama juga memiliki rasa tanggung jawab untuk menjaga kedamaian bangsa
Indonesia.

B. Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama


NU merupakan organisasi yang memiliki tradisi sosio-kultur yang melekat
denganmayoritas masyarakat di Indonesia khususnya warga Nahdliyyin. Jika
dilihat darihistorisnya, NU pertama kali didirikan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 31
Januari 1926 diSurabaya. Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi
yang dipelopori oleh paraUlama dengan haluan ideologi Ahlu As-sunnah Wa
AlJama’ah. Maka kehadiran NU sebagaiorgasasi tradisionalis yang didorong dari
semangat kebangsaan yang tinggi serta selalukomitmen dalam mempertahankan
Islam yang ramah pada nilai-nilai budaya, menghargaiperbedaan dan senantiasa menjaga
tradisi nusantara.
Oleh karena itu, untuk memahami sepenuhnya profil kebudayaan NU
perludiperhatikan khasanah budaya sebagai konteks dan medan pelaksanaan ajaran
agama Islam.Kandungan sosial budaya orang Jawa ditandai oleh berbagai macam unsur-
unsur antara lain,sistem kepercayaan dan kerohanian Jawa, perhitungan pranata
mangsa, tata laksanaperkawinan, upacara selametan, upacara tradisional, etika sosial
dan nilai luhur budaya Jawayang dianggap sebagai kebajikan.
Unsur pertama dalam sistem kepercayaan dan kerohanian budaya Jawa
adalahpengakuan dan keyakinan tentang adanya dunia gaib secara umum. Sudah sejak
masa awalkehidupannya, orang Jawa memberikan kepedulian bahkan penghormatan
kepada orang yangsudah meninggal. Sebagai upaya untuk membantu kehidupan
orang mati setelahkematiannya, maka mereka melakukan ritus khusus yang diyakini
bermanfaat bagi orangtersebut.
Budaya Jawa, yang menjadi ciri khusus kehidupan orang Jawa adalah
selametan.Pada dasarnya upacara ini dilaksanakan karena selamat atau bahagia adalah
tujuan hidupmereka. Itulah sebabnya keluarga Jawa disibukkan oleh berbagai
selamatan yang harusdiadakan. Maksud kegiatan ini adalah agar seluruh keluarga
memperoleh keselamatan baikdalam pekerjaan, perjalanan bahkan dalam segala situasi
dan aspek kehidupan. Upacara inidilaksanakan hampir dalam setiap tahap perkembangan
kehidupan manusia. Keluarga Jawamengenal berbagai jenis upacara selamatan
antara lain tingkeban, sepasaran, selapanan,pitonan, babaran, tedak siten, khitanan.
Selain itu, budaya NU lainnya yaitu mengikuti teladan Nabi dan
Walisongo, NUselalu memandang kebudayaan secara positif dalam praktik dan dakwah
agama. Berdakwahselalu harus dilaksanakan dengen cara bijaksana, termasuk dalam
memandang kebudayaan dalam berdakwah. Kebudayaan tidak bertentangan dengan
agama cara -inhern. Sebaiknya,justru kebudayaan selalu bisa menjadi instrumen
melaksanakan keyakinan agama agarmenjadi lebih kaffah. Dalam pandangan
fiqh, bahkan tradisi atau budaya dapat menjadisumber sebuah hukum (Islam).

C. Tokoh Figur Organisasi Nahdlatul Ulama


1. KH. M. Hasyim Asyaari
Tokoh pertama dari pendiri NU adalah KH. M Hasyim Asyaari atau dikenal
pula dengan nama Mbah Hasyim, ia lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timut pada
14 Februari tahun 1971. Mbah Hasyim adalah tokoh utama sekaligus pendiri NU
pada 31 Januari 1926.Mbah Hasyim adalah sosok pendiri sekaligus oengasuh pertama
dari Pesantren Tebuireng di Jombang dan menjadi satu-satunya tokoh yang
menyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayat dan hingga kini, belum ada lagi
tokoh yang menyandang gelar Rais Akbar NU selain Mbah Hasyim.
KH Hasyim Asyaari adalah kakek dari Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
yaitu Presiden Republik Indonesia yang keempat. Mbah Hasyim diketahui pertama
kali belajar dasar agama melalui ayah serta kakeknya. Lalu pada usia 15 tahun, Mbah
Hasyim sudah mulai belajar agama di berbagai pesantren.Kemudian pada tahun 1892,
Mbah Hasyim pun berangkat ke Mekkah lalu berguru pada Syekh Ahmad Khatib
Minangkabau serta beberapa guru lainnya. Perjuangan Mbah Hasyim untuk
kemerdekaan Indonesia dimulai pada tahun 1899, ketika ia pulang dari Mekkah.Usai
pulang menyelesaikan studinya di Mekah, KH Hasyim Asyaari pun mendirikan
Pondok Pesantren Tebu Ireng. Pesantren tersebut kini, menjadi salah satu pesantren
besar di Indonesia serta memegang peran penting dalam perjuangan umat Islam di
Indonesia.Lalu, pada tahun 1925 KH Hasyim Asyaari pun menjadi pendiri dari
Nahdlatul Ulama. Dengan berdirinya NU, organisasi menjadi salah satu bentuk
pernyataan tegas atas kebangkitan ulama yang turut andil pula dalam kemerdekaan
Indonesia.
2. KH Abdul Wahid Hasyim
Abdul Wahid Hasyim adalah seorang pahlawan Indonesia yang pernah
menjabat sebagai seorang menteri negara serta pernah menjabat sebagai menteri
agama di orde lama. Abdul Wahid Hasyim adalah ayah dari Abduraahman Wahid dan
anak dari KH Hasyim Asyaari. Selain sebagai menteri, Wahid Hasyim turut berperan
dalam berdirinya organisasi Islam terbesar di Indonesia saat ini yaitu NU. Bersama
dengan ayahnya, KH Hasyim Asyaari, Wahid Hasyim memiliki kiprah pada
perkembangan dunia pesantren di Indonesia.
Ketika menginjak usia ke 21 tahun, Wahid Hasyim membuat gebrakan baru
dengan semangat memajukan pesantren yang selalu ia bawa. Wahid Hasyim
kemudian memadukan pola pengajaran pesantren yang menitik beratkan pada ajaran-
ajran agama dengan pelajaran dari ilmu umum. Sistem klasikal pun ia ubah menjadi
sistem tutorial. Selain itu, Wahid Hasyim memiliki peranan dalam membentuk
Madrasah Nidzamiyah yang mengajarkan pelajaran umum selain bahasa Arab, seperi
bahasa Inggris dan Belanda. Selain itu, Wahid Hasyim adalah sosok penggagas dari
sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dalam Pancasila.
3. KH Zainul Arifin
Zainul Arifin Pohan lahir di Barus, Tapanuli Tengah Sumatera Utara pada
tanggal 2 September 1909. Zainul Arifin adalah sosok yang dikenal sebagai pecinta
kesenian serta turut aktif dalam kegiatan seni musikl melayu sekaligus sandiwara. Ia
adalah penyanyi serta pemain biola di Stambul Bangsawan dan aktif pula
memperdalam ilmu agama di masjid ketika ia tengah menjalani pelatihan bela diri
pencak silat.
KH Zainul Arifin adalah salah satu sosok pendiri NU. Perannya dimulai sejak
ia berusia 16 tahun dan memutuskan untuk merantau ke Batavia. Sejak memutuskan
untuk merantau, Zainul Arifin pun aktif bekerja sebagai guru dan mendirikan
beberapa balai pendidikan untuk orang-orang dewasa, perguruan rakyat yang berada
di Jatinegara.
Sejak usia muda, Zainul Arifin pun terampil dalam berdakwah ketika ia
memulai menjabat sebagai muballigh muda dan menjadi anggota dari GP Ansor.
Karena kepandaiannya dalam berdakwah, Zainul Arifin pun menarik perhatian pada
tokoh Nahdlatul Ulama yang masuk dalam organisasi induk Ansor termasuk Wahid
Hasyim, Muhammad Ilyas dan lainnya.Kemudian dalam beberapa tahun usai
bergabung dalam GP Ansor, Zainul Arifin pun menjadi Ketua Cabang NU di
Jatinegara kemudian berlanjut menjadi Ketua Majelis Konsul NU di Batavia.
4. KH Zainal Mustofa
Zainal Mustofa lahir di Bageur, Cimerah, Singapama Tasikmalaya tahun
1899. Zainal Mustafa adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia sekaligus pendiri
Nahdlatul Ulama bersama para tokoh lainnya.
Zainal Mustofa merupakan sosok pemimpin dari sebuah pesantren di
Tasikmalaya serta pejuang Islam pertama yang berasal dari Jawa Barat dan yang
pertama pula mengdakan pemberontakan kepada pemerintahan Jepang. Zainal
Mustofa memiliki nama kecil yait Hudaemi. Nama kecil tersebut kemudian berganti
usai Zainal Mustofa melaksanakan ibadah haji pada tahun 1927.
Sejak awal, Zainal Mustofa telah memeroleh pendidikan formal di Sekolah
Rakyat. Dalam hal agama, Zainal Mustofa memelajari ilmu agama melalui guru
agama yang ada di kampunya. Kemudian, Zainal Mustofa memiliki kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan agama di pesantren selama kurang lebih 17 tahun, ia
belajar ilmu agama dari satu pesantren ke pesantren lainnya hingga ia mahir dalam
bahasa Arab serta menguasai ilmu agama.
Kemudian ketika melaksanakan ibadah Haji, Zainal Mustofa pun
berkesempatan untuk mengenali para ulama terkemuka hingga bertukar pikiran
mengenai ilmu agama. Usai kembali dari melaksanakan haji tersebut, berkat diskusi pada
ulama terkemuka, Zainal Mustofa kemudian mendirikan sebuah pesantrean di
Kampung Cikembang dengan nama pesantren Sukamanah.
Zainal Mustofa kemudian dikenal sebagai sosok ulama yang vokal dan tegas
melawan para penjajah. Melalui beragam khutbah dan ceramah yang ia hadiri, Zainal
Mustof secara terang-terangan turut membangkitkan semangat nasionalisme dari
rakyat Indonesia untuk menyerang penjajah. Bahkan, tak jarang Zainal Mustofa
diturunkan paksa dari mimbar oleh para ulama yang saat itu pro Belanda.
5. KH Idham Chalid
Tokoh pendiri NU kelima adalah KH Idham Chalid, selain tercatat sebagai
pendiri NU Idham Chalid pun juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri
Indonesia pada Kabinet Djuanda dan Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Selain itu, Idham
Chalid pun pernah menjabat sebagai Ketua MPR serta Ketua DPR.
Idham Chalid aktif masuk ke badan-badan perjuangan ketika Jepang telah
kalah dan para sekutu kembali ke Indonesia. Ketika menjelang masa kemerdekaan,
Idham Chalid pun turut aktif sebagai panitia kemerdekaan Indonesia Daerah untuk
Amuntai. Selain itu, Idham Chalid juga turut bergabung dengan beberapa partai yaitu
Persatuan Rakyat Indonesia dan kemudian memutuskan untuk pindah ke partai
Serikat Muslim Indonesia.
Selain aktif ketika menjelang masa-masa kemerdekaan, Idham Chalid juga
memiliki peran ketika perang pada masa kemerdekaan di tahun 1947. Ia bersama
dengan Hasan Basry turut berjuang dalam Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia
di Kalimantan.
Usai perang, Idham Chalid kemudian diangkat menjadi anggota Parlemen
Sementera untuk Republik Indonesia dan mewakili Kalimantan. Pada tahun 1950,
KH. Idham Chalid juga terpilih sebagai anggota dari DPRS dan hadir mewakili
Masyumi. namun , pada tahun 1952 ketika Nahdlatul Ulama memisahkan diri dengan
Masyumi, Idham Chalid pun memutuskan untuk bergabung dengan Partai NU.

6. KH Abdul Wahab Chasbullah


KH Abdul Wahab Chasbullah atau akrab disapa Mbah Wahab adalah salah satu
pendiri Nahdlatul Ulama yang sebelumnya dikenal pula sebagai sosok pendiri
kelompok dari diskusi Tashwirul Afkar atau pergolakan pemikiran, selain itu Mbah
Wahab pun adalah sosok pendiri Madrasah Nahdlatul Wathan atau kebangkitan
negeri serta pendiri dari Nahdlatul Tujjar atau kebangkitan pedagang.
Sejak tahun 1924, Mbah Wahab telah mengusulkan agar membentuk suatu
perhimpunan ulama di mana perhimpunan tersebut bertujuan untuk melindungi
kepentingan dari kaun tradisionalis yang memiliki mazhab. Usulan dari Mbah Wahab
pun terwujud dengan ia mendirikan NU pada tahun 1926 bersama dengan kiai dan
tokoh pendiri lain.
Mbah Wahab mendapatkan gelar sebagai Rais Aam PBNU dan pernah menjabat
sebagai pengasuh pesantren Bahrul Ulum Tambakberas di Jombang, ia juga adalah
penggagas dari Majelis Islam A’la di Indonesia atau disingkat MIAI. pada tahun
1971, Mbah Wahab meninggal dunia lalu mendapatkan gelar sebagai pahlawan di 8
November tahun 2014.

7. KH As’ad Syamsul Arifin

As’ad Syamsul Arifin adalah salah seorang kiai yang aktif dan berani ketika
berperang melawan para penjajah, ia adalah salah seorang pengasuh dari pesantren
Salafiyah Syafiiyah di Sukorejo, Banyuputih, Situbondo. Ketika menjadi pengasuh
pesantren, As’ad Syamsul Arifin pun memimpin para pejuang Situbondo di Jember serta
Bondowoso.
Ketika Indonesia memasuki masa-masa revolusi fisik, ia menjadi sosok kiai yang
memotori atau menggerakan masaa dalam pertempuran ketika melawan penjajah 10
November 1945. Usai Indonesia mengalami kemerdekaan, para penggerak eknomi dan
sosial masyarakat pun menyerap aspirasi dari para warga untuk kemudian mendorong
para pemerintah daerah, presiden serta menteri untuk mewujudkan pembangunan yang
merata.
Selain itu, Kiai As’ad Syamsul Arifin pun memiliki peran yang penting ketika
menjelaskan kedudukan Pancasila pada rakyat. Saat itu, Kiai As’ad menjelaskan bahwa
hadirnya Pancasila tidak akan mengganggu nilai keislaman. Berkat jasanya tersebut, Kiai
As’ad pun mendapatkan anugerah sebagai Pahlawan pada tahun 2016 tepatnya pada 9
November.
8. KH. Syam’un

Selain sebagai pendiri NU, KH. Syam’un adalah pengurus NU di Serang, Banten.
Ia pernah menghadiri Muktamar NU yang keempat di Semarang, Jateng pada tahun 1929,
Muktamar NU yang kelima di Pekalingan tahun 1930 serta Muktamar NU yang kesebelas
di Banjarmasi pada tahun 1936.
Syam’un adalah seorang alim dalam hal keilmuan yang menguasai tiga bahasa
asing serta pernah mengajar di Arab ketika masa muda. Ketika kembali ke Indonesia usai
mengajar di Arab Saudi, Syam’un kemudian bergabung dengan kelaskaran dan pernah
menjadi soerang perwira tenta sukarela dari Pembela Tanah Air atau PETA. Ia juga
pernah menjabat sebagai Komandan Batalyon yang memiliki pangkat daidancho atau
mayor di tahun 1943.
Kemudian pada tahun 1948, ia naik pangkat menjadi brigadir jenderal dan
memimpin gerilya di wilayah Banten dan wafat di tahun 1949 lalu mendapat gelar
pahlawan nasional pada 8 November 2018.
9. KH Masykur
KH Masykur adalah salah satu tokoh NU yang pernah menjadi anggota BPUPKI
dan turut terlibat dalam perumusan Pancasila. Ia juga tercata sebagai pendiri dari Perta
dan muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah ketika terjadi pertempuran pada 10
November 1945.
Ia memiliki peran penting dalam pembangunan moral anak bangsa dengan
mendirikan Yayasan Sabilillah, yaitu lembaga yang aktif di bidang pendidikan dan
mendapatkan gelar pahlawan nasional pada 8 November 2019. Itulah kesembilan tokoh
pendiri NU yang memiliki gelar sebagai pahlawan nasional.

D. Pembentukan Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama


Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dalam buku Perjuangan
Besar Nahdlatul Ulama (2020) memiliki gagasan untuk membangun kebangkitan NU di
masa depan. Terdapat tiga poin kebangkitan yang harus dilakukan NU dengan berbagai
kekayaannya. Ketiganya adalah kebangkitan intelektualisme, teknokrasi, dan
kewirausahaan.
Pertama, pembentukan intelektualisme. Hal ini lebih dari sekadar kesarjanaan
yang hanya berfokus pada kapasitas akademik. Intelektualisme menggabungkan
penguasaan atas khazanah akademik, perhatian sepenuh hati terhadap realitas
masyarakat, dan pergulatan pemikiran untuk meretas jalan keluar dari berbagai
problematika umat. Gus Yahya memaparkan perbedaan antara akademisi dan seorang
intelektual. Menurutnya, seorang akademisi hanya tenggelam dalam buku-buku,
laboratorium, dan kuesioner-kuesioner penangguk data. Sementara seorang intelektual
mampu hadir ke tengah pergulatan masyarakat mengarungi realitas. Strategi untuk
membangun kebangkitan intelektualitas memerlukan wahana dan berbagai instrumen
yang telah banyak tersedia di lingkunan NU. Sesuatu yang dibutuhkan selanjutnya adalah
mengembalikan orientasi aktivisme di berbagai wahana itu dan pengelolaan instrumen-
instrumen secara lebih sistematis. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
sebagai salah satu instrumen penting dalam kaderisasi intelektual NU di perguruan tinggi
harus memikirkan model kaderisasi yang tidak hanya lebih memacu pengembangan
kapasitas akademik. Namun mesti juga terlibat dalam jejaring kepemimpinan masyarakat
yang strategis. Sementara pesantren sebagai tempat persemaian bibit NU juga perlu
membuka diri terhadap realitas faktual masyarakat, mulai dari lingkungan lokal hingga
realitas global. Pesantren tidak cukup dengan wacana normatif yang selama ini
mendominasi tradisinya. Gus Yahya menggarisbawahi bahwa strategi kebangkitan
intelektualisme di tubuh NU juga harus bertumpu pada upaya menguhubungkan berbagai
jaringan, baik di luar maupun di dalam NU. Di antaranya jaringan kiai-kiai, kalangan
kampus, bahkan jaringan politik dan ekonomi, di dalam negeri dan lingkup internasional,
dalam kerangka pergulatan untuk menjawab berbagai persoalan keagamaan, sosial,
pendidikan, ekonomi, dan kemanusiaan.
Kedua, pembentukan teknokrasi. Di era reformasi ini, teknokratisme dan
kepakaran luruh. Pada praktiknya, orientasi masyarakat dipandu oleh kaum selebritas
yang dibesarkan dengan techno-marketing atau metode pemasaran melalui pemanfaatan
kecanggihan teknologi. Akhirnya, para pemimpin selebritas pun hadir mengisi berbagai
ruang di segala bidang. Mulai kalangan politisi, pendakwah, jurnalis, intelektual abal-
abal, hingga sekadar orang iseng. Menurut Gus Yahya, teknokratisme di era reformasi
telah digeser oleh ‘selebritisme’ dan ‘kesohorisme’. Gus Yahya beranggapan, agenda
peradaban NU menuntut tranformasi menyeluruh pada segenap warganya melalui strategi
yang terencana dan terkelola dengan cermat. Pada konteks ini, jamiyah sebagai sistem
kepemimpinan dan kepengurusan harus difungsikan menjadi generator transformasi
dengan teknokrasi yang berperan sebagai tulang punggungnya. Dengan menerapkan
kualifikasi perekrutan pengurus, NU sebagai organisasi akan mendapatkan ‘bahan
mentah’ untuk membangun teknokrasi, sebagaimana pemerintah merekrut pegawai
negeri. Sementara pergulatan berbagai dinamika di dalam organisasi akan mengasah
keterampilan teknokratik para kader.
Ketiga, pembentukan kewirausahaan. Menurut Gus Yahya, kewirausahaan tidak
melulu soal ekonomi tetapi juga sosial di saat orang-orang menggagas, merintis, serta
mengembangkan suatu lembaga yang menyediakan layanan masyarakat secara rela dan
tidak mengambil keuntungan ekonomi. Kebangkitan kedua jenis kewirausahaan itu
sangat diperlukan oleh NU. Akibat marginalisasi di selama orde baru, postur warga
Nahdliyin hingga kini, secara demografi dan budaya, masih didominasi oleh kalangan
petani dan warga sektor informal. Karena itu, dalam menghadapi dunia yang serba
rentan, tak menentu, dan abu-abu, masyarakat perlu didorong agar mengadopsi karakter
tangkas, ulet, dan luwes. Kewirausahaan merupakan wahana paling tepat untuk
memupuknya. Pada saat yang sama, kewirausahaan juga tampak sebagai pilihan paling
masuk akal untuk membangun ketahanan dan independensi ekonomi.

E. Perubahan Budaya Organisasi Nahdlatul Ulama


Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keagamaaan dengan jumlah anggota terbesar
di Indonesia, survei yang dilakukan Alvara Research Center pada 2019, menunjukkan
penduduk Muslim Indonesia yang menjadi anggota NU sebesar 39,4 persen, tentu
terdampak dengan perubahan tersebut.
Selain perubahan struktur demografi penduduk Indonesia, NU juga menghadapi
tantangan lain, Pertama, mengerasnya pertentangan antara konservatisme dan liberalisme
di tengah masyakat. Sebagai organisasi yang memposisikan di tengah, NU diharapkan
banyak bisa memerankan dirinya sebagai bandul yang bisa meredam pertarungan dua
kelompok tersebut.
Kedua, meningkatnya harapan publik terutama warga NU agar NU tidak hanya
terlibat dalam konteks kehidupan sosial keagamaan, tapi juga berperan aktif dalam
meningkatkan kesejahteraan warga NU yang sebagian besar masih dalam strata
menengah ke bawah. Sektor ekonomi selama ini masih menjadi titik lemah dari semua
program yang dimiliki NU.
Ketiga, tren digitalasi yang telah merambah ke semua sektor kehidupan
masyarakat Indonesia. Perkembangan internet dan teknologi informasi menjadi salah satu
faktor determinan yang mempengaruhi gaya hidup dan perilaku masyarakat Indonesia.
Dengan melihat berbagai perubahan-perubahan di atas, maka Muktmar NU di
Lampung kali ini memiliki posisi yang sangat strategis. Muktamar NU menjadi ajang
yang tepat untuk merumuskan cetak biru strategi baru yang lebih kontekstual dengan
kondisi kekinian dan tentu saja sekaligus sebagai upaya untuk mempersiapkan NU
memasuki abad ke duanya.
Ada tiga transformasi yang perlu dilakukan oleh NU, yakni transformasi
organisasi, transformasi digital, dan transformasi program.
Tranformasi Organisasi
Ketika lingkungan di luar oganisasi berubah secara signifikan, maka NU sebagai
sebuah organisasi harus beradaptasi dan merespons perubahan tersebut dengan cepat. NU
membutuhkan organisasi yang lincah, cekatan, dan efektif dalam bergerak dan
melangkah.
Transformasi organisasi meliputi, pertama, struktur kelembagaan, di antaranya
hubungan Syuriah dan Tanfidziah serta lembaga dan banom-banom yang di bawah NU,
hubungan pengurus pusat, wilayah, dan cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kedua, tata kelola organisasi, terutama terkait transparansi dan akuntabilitas
setiap kebijakan dan program. Dan ketiga, budaya organisasi. NU betul-betul
membutuhkan SDM yang memiliki budaya melayani dalam memberikan pelayanan bagi
jam’iah dan jama’ah.
NU harus membuka ruang seluas-luasnya bagi kader muda lintas profesi dan
keilmuwan untuk berkiprah di jalur struktural maupun kultural. Organisasi NU perlu
mengadopsi bentuk organisasi yang lebih lentur, menyesuaikan dengan struktur
masyarakat yang berubah.
Transformasi Digital
Pengguna internet di Indonesia semakin besar terutama di generasi muda, Survei
Alvara Research Center tahun 2019 menunjukkan bahwa generasi Milenial 88,4 persen
terkoneksi dengan internet. Sementara Gen Z, ada 93,9 persen terkoneksi dengan internet.
Tingkat konsumsi mereka terhadap internet juga sangat tinggi. Mereka rata-rata
menghabiskan waktu 6-7 jam sehari untuk mengakses internet. Fenomena ini tidak hanya
terjadi di perkotaan, tapi juga di desa-desa.
Kenyataan ini harus direspons oleh NU dengan melakukan transformasi digital
secara menyeluruh. Transformasi digital ini tidak hanya sekadar membuat aplikasi
digital, tapi juga lebih mengedepankan pola pikir berbasis digital.
Apa itu pola pikir digital? Kreativitas, inovasi, dan kolaborasi adalah kata kunci
memasuki dunia digital.
Transformasi digital sangat penting dilakukan oleh NU agar nahdliyin tidak hanya
menjadi objek dan konsumen produk-produk digital. Transformasi digital juga sekaligus
dimaksudkan untuk melindungi nahdliyin dari narasi-narasi yang menyudutkan NU yang
banyak beredar di sosial media.
Selain itu, NU perlu mengakomodasi dan memberi ruang seluas-luasnya kepada
talenta digital yang sekarang tumbuh subur di kalangan anak-anak muda NU. Mereka
menggeluti profesi yang sepuluh tahun lalu belum ada, seperti big data analytic,
robotika, artificial intelligence, dll.
Mereka saat ini banyak beredar di perusahaan-perusahaan, menjadi akademisi,
atau bahkan menjadi enterprenuer di start up berbasis digital.
Transformasi Program
Berbagai program dan kebijakan NU harus berorientasi pada jamaah NU.
Nahdliyin harus menjadi titik sentral berbagai program yang akan dibuat oleh NU. Kata
kuncinya pelayanan, sekali lagi pelayanan. NU harus hadir melayani kembali jamaahnya.
Pendidikan, kesehatan, dan layanan keagamaan harus benar-benar dirasakan secara nyata
oleh nahdliyin.
Pendirian pusat-pusat layanan jamaah harus dilakukan di mana-mana. Kantor
PW/PC/MWC yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air bisa dijadikan sebagai pusat
layanan umat. Pusat layanan yang berfungsi melayani semua kebutuhan masyarakat,
mulai soal urusan keagamaan, sosial, ekonomi, dan semua hajat utama kehidupan
masyarakat.
Pusat layanan umat bisa mengadopsi bentuk layanan publik satu pintu yang sudah
banyak diterapkan oleh berbagai pemerintah daerah dan telah terbukti secara efektif
meningkatkan pelayanan pemerintah terhadap rakyatnya.
Pusat layanan umat yang dimiliki oleh NU ini akan menjadi rujukan masyarakat,
mulai dari sekadar rujukan informasi keagamaan, nyari ustaz, mau menyalurkan zakat,
infaq, sedekah, atau bahkan bisa juga menjadi hub inkubator UMKM.
NU memiliki kemampuan beradaptasi dengan segala perubahan zaman.Bila kita
berkaca pada sejarah, mengapa NU bisa bertahan puluhan tahun, sejak sebelum Indonesia
merdeka hingga sekarang, maka kata kuncinya adalah NU memiliki kemampuan
beradaptasi dengan segala perubahan zaman.
Kemampuan NU berdaptasi ditambah dengan sumber daya manusia yang
melimpah dan ditopang oleh kepemimpinan NU yang solid dan berkualitas, serta dikawal
oleh para masayikh NU kita patut optimistis NU akan mampu melewati perubahahan-
perubahan yang terjadi di abad ke dua NU.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan sejarah. Pendekatan sejarah yang dimaksud adalah bersifat
sosial, yang tujuan pokoknya penggambaran kehidupan dalam masyarakat. Sejarah
sosial berusaha menyajikan suatu peristiwa secara komprehensif dengan meneliti
banyak segi kehidupan dan kebudayaan dengan mendiskripsikan dan menguraikan
pola-pola kebudayaan serta memperhatikan tipe-tipe sosial dan lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua macam, yaitu sumber data
primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer penelitian adalah sumber
informasi yang berkaitan langsung dengan objek penelitian yakni sejarah NU di Kota
Bengkulu, baik informan penelitian dan laporan dokumentasi yang berkaitan dengan
Nahdlatul Ulama di Kota Bengkulu, seperti surat-surat dan memori individual
maupun kolektif masyarakat. Sedangkan sumber data sekunder penelitian ini berupa
buku-buku sejarah yang berkaitan dengan Nahdlatul Ulama pada umumnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini secara umum dapat dibagi
kepada studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen dilakukan dengan mengkaji
dan menganalisis dokumen-dokumen sejarah berkenaan dengan Nahdlatul Ulama di
Kota Bengkulu. Wawancara terhadap tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama di Kota
Bengkulu dilakukan untuk mendapatkan informasi dari sumber data berupa memori
individual maupun kolektif masyarakat. Adapun jenis wawancara yang dilakukan
adalah wawancara tidak terstruktur.
4. Analisis Data
Setelah data seluruhnya terkumpul baik dari hasil wawancara maupun dari
dokumentasi yang terkait dengan Nahdlatul Ulama di Kota Bengkulu, maka langkah
berikutnya adalah menganalisis data. Analisa dalam penelitian ini disebut juga
dengan interpretasi. Interpretasi yang dimaksud bertujuan untuk tercapainya
pemahaman yang benar terhadap fakta, data dan gejala. Interpretasi dalam penelitian
ini disebut juga dengan analisa sejarah. Analisis ini bertujuan untuk melakukan
sintesis atas sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber-sumber sejarah dan bersama
dengan teori-teori disusunlah fakta tersebut kedalam sebuah interpretasi yang
menyeluruh.
Analisis seluruh fakta yang didapatkan dalam penelitian dilakukan dalam tiga
kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yakni reduksi, presentasi dan verifikasi.
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksian dan
pentranformasian data kasar dari lapangan. Fungsinya adalah untuk menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir
sehingga interpretasi bisa dilakukan, dalam proses reduksi ini, peneliti mencari data
yang benar-benar valid.
Presentasi atau penyajian data adalah penyusunan sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Tujuannya adalah untuk memudahkan dalam membaca dan menarik
kesimpulan. Penarikan kesimpulan atau verifikasi hanya sebagian dari suatu kegiatan
dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama
penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji
kebenaran dan kesesuaiannya sehingga validitasnya terjamin.
“INSTRUMEN WAWANCARA”

A. Kepada Ketua STIES-NU Bengkulu


B. Kepada Mahasiswa STIES-NU Bengkulu
C. Pengurus STIES-NU Bengkulu

‘’DAFTAR PERTANYAAN’’

Kepada Ketua STIES-NU Bengkulu:

1) Bagaimana pandangan Bapak tentang Nahdlatul Ulama?


2) Apakah Ada perubahan yang mendasar dari NU dari dulu-sekarang?
3) Bagaimana strtaegi dari NU untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat?
4) Apakah NU termasuk ke dalam golongan partai politik?
5) Apakah ada faktor yang menghambat terhadap perkembangan NU?

Pengurus STIES-NU Bengkulu:

1) Selama perkembangan tersebut apa kendala-kendala yang dihadapi oleh STIESNU ?


2) Apa saja Sarana dan Prasarana termasuk fasilitas yang di miliki STIES-NU terkait
dengan pelayanan?
3) Pelayanan merupakan hal yang berhubungan dengan masyarakat luas (publik), tentu ada
asas-asas dalam pelayanan nya? Apa saja asas pelayanan publik yang ada di STIES-NU ?
4) Apa yang di lakukan pihak STIES-NU untuk meningkatkan kapasitas, keahlian dan
keterampilan anggota dalam menunjang keberhasilan pelayanan?
5) Apakah ada dukungan dari pihak pemerintah dalam pelayanan yang di lakukan oleh
STIES-NU? Dan bagaimana STIES-NU Menanggapi hal tersebut?

Kepada Mahasiswa STIES-NU Bengkulu:

1) Apa saja kegiatan yang di lakukan di STIES-NU Bengkulu?


2) Apa yang membuat anda tertarik untuk belajar di STIES-NU Bengkulu?
3) Apakah ada kesulitan dalam memahami kegiatan pembelajaran di Kelas?
4) Bagaimana cara anda menerapkan pembelajaran yang anda dapat di kampus STIES-NU
Kedalam kehidupan sehari-hari?
5) Jika di lingkungan kehidupan sehari hari anda adanya suatu perbedaan pendapat antara
Muhammadiyah dan NU, Bagaimana cara anda menanggapi persoalan tersebut?

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai