Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ILMU POLITIK

“Eksistensi Pedoman Aswaja dalam NU di Indonesia”

Nama anggota:
Dissara (1740714400
Arista Damayanti (17417144006)
Muhammad Agam A. (
Raden Melati Purti (
Anggit Sulistyas (

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................. ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv

BAB 1PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................
1.3 Tujuan Makalah........................................................................................
1.4 Manfaat Makalah......................................................................................

BAB 2 KAJIAN TEORI


2.1 Korupsi......................................................................................................
2.2 Pancasila....................................................................................................
2.3 Karakter Siswa...........................................................................................

BAB 3 KAJIAN TEORI


3.1 Metode Penelitian .....................................................................................
3.2 Model Pengembangan...............................................................................
3.3 Prosedur Pengembangan...........................................................................
3.4 Subjek dan Objek Penelitian.....................................................................
3.5 Teknik Pengumpulan dan AnalisisData....................................................

BAB 4 BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN


4.1 Anggaran Biaya ........................................................................................
4.2 Jadwal Kegiatan ........................................................................................

BAB 5 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................


BAB 6 LAMPIRAN-LAMPIRAN......................................................................
Lampiran 1. Biodata Ketua, AnggotadanDosenPembimbing......................
Lampiran 2.JustifikasiAnggaranKegiatan....................................................
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Langkah-langkah desain pembelajaran ADDIE................................5


Gambar 3.2 Prosedur Pengembangan PanBox......................................................6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1. Topik permasalahan majemuk


2. Permasalahan yang lebih spesifik, pedoman antar umat yang berbeda.
3. NU
4. Solusi agar selalu berdamai atau mengedepankan kesatuan dan persatuan.

Indonesia merupakan negara kepualauan yang terdiri dari jutaan penduduk yang
tersebar diseluruh pulau-pulau indonesia. Karena penduduknya majemuk, dan berasal dari
berbagai suku, budaya, dan agama. Kemajemukan tersebut menjadikan penduduknya rentan
terhadap perselisihan, sehingga dapat mengancam persatuan kesatuan bangsa Indonesia.

Konflik yang paling rentan dan kerap terjadi saat ini adalah mengenai perselisihan
antar umat beragama. Hal ini terjadi kerena setiap masyarakat yang memiliki agama tertentu
ingin menegakkan kepercayaan berdasarkan pedoman yang mereka anut. Begitu pula
perselisihan antar umat yang agamanya sama namun berbeda pedoman, yang kerap sekali
menyuarakan mengenai kebenaran pedomannya, sehingga masyarakat harus terjebak dalam
perselisihan yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Jika
perselisihan antara umat yang agamanya sama saja sering terjadi, apalagi yang berbeda
agama, suku, dan budaya.

Seperti dalam berita (detik.News tanggal 1 Oktober 2017 mengenai penolakan


penganut Syiah dari Forum Umat Islam di Semarang, Jawa Tengah. Mereka melarang
penganut Syiah agar tidak menggelar acara Asyura atau haul Syaidina Husain bin Ali, cucu
Nabi Muhammad SAW. Menurut syiah ini juga ancaman nyata bagi kedaulatan NKRI," kata
Ahmad. Adanya konflik tersebut membuktikan adanya perpecahan antar umat yang
agamanya sama namun berbeda pedoman. Hal itu terjadi karena terdapat beberapa aliran
yang memiliki (perjuangan) perbedaan pedoman yang dianut. Sehigga hal tersebut
melahirkan organisasi-organisasi masyarakat yang memiliki identitas dan pedomannya
masing-masing.

Salah satu organisasi mayarakat terbesar di Indonesia yang berkedok organisasi


muslim adalah Nahdaltul Ulama atau NU. NU merupakan organisasi islam yang berdiri
pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Sehingga selain menjalankan tujuannya sebagai organisasi dakwah islam, namun juga dengan
berbagai usahanya NU berusaha untuk memajukan Indonesia. Dalam usaha dakwah Islam
NU menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah atau Aswaja dalam
kehidupan masyarakat di Indonesia, namun tetap berasas pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Seperti dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama
Tahun 2015 Pasal 6 yang berbunyi “Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,
Nahdlatul Ulama berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.

Ajaran Ahlusunnah Waljama’ah telah majadi pedoman bagi umat NU, dan sebagian
besar umat muslim di Indonesia, karena manurut KH. Hasyim Asy’ari sebagai Ketua
Pimpinan NU tahun –dan sebagai penulis kitab risalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah yang
secara khusus menjelaskan megenai sikap lentur NU sebagai titik pertemuan pemahaman
aqidah, fikih, dan tasawuf versi Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berhasil memproduksi
pemikiran keagamaan yang fleksibel, mapan, dan mudah diamalkan pengikutnya. Dengan
demikian banyak umat muslim di Indonesia yang berpedoman pada Ahlusunnah
Waljama’ah, karena adanya peran Wali Songo yang berdakwah dengan tetap melestarikan
kebudayaan bangsa Indonesia, sehingga dapat diterima dan mudah diamalkan seperti dalam
ajaran atau pedoman Ahlusunnah Waljama’ah.

Namun dengan adanya pedoman Ahlusunnah Waljama’ah, maupun pedoman lain


yang dipercaya oleh umat muslim di Indonesia, kita sebagai bangsa Indonesia harus tetap
bersatu. Umat islam dan seluruh Bangsa Indonesia adalah saudara, sehingga kita tidak boleh
berselisih dan saling menghakimi yang benar dan yang salah. Karena bangsa Indonesia
adalah bangsa yang majemuk, dan harus menghormati terhadap kepercayaan-kepercayaan
pada tiap diri individu atau masyarakat.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, (Lajnah Ta’lif wan Nasyr
Penggurus Besar Nahdlatul Ulama, tt), h. 7

ANGGARAN DASAR & ANGGARAN RUMAH TANGGA NAHDLATUL ULAMA


HASIL KEPUTUSAN MUKTAMAR KE-33 NU Jombang, Jawa Timur 1-5 Agustus 2015
M 16-20 Syawal 1036

https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-3665894/polisi-hadang-massa-anti-syiah-
pada-peringatan-asyura-di-semarang
judul:Risalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan
Pembelaan Akidah-Amaliah NU
Penulis : KH Abdurrahman Navis Dkk,
Pengantar: KH Miftahul Akhyar 
Editor: Achmad Ma’ruf Asrori
Penerbit: Kahlista, Surabaya
Cetakan: I, Juni 2012
Tebal: 346 hlm.
Peresensi: Ach. Tirmidzi Munahwan, SH. I<>

http://www.nu.or.id/post/read/39024/aswaja-pedoman-warga-nu

www.ahlussunnah.org/wali-songo-penyebar-ajaran-aswaja-di-indonesia/

1.2 Rumusan Masalah:

1. Bagaimana strategi NU dalam mempertahankan asas Ahlusunnah Wal Jama’ah?


2. Bagaimana penerapan Ahlusunnah Wal Jama’ah di Indonesia?
3. Apa permasalahan dalam penerapan Ahlusunnah Wal Jama’ah di Indonesia?

1.3 Tujuan :

1. Untuk mengetahui strategi NU dalam mempertahankan asas Ahlusunnah Wal


Jama’ah.
2. Untuk mengetahui penerapan Ahlusunnah Wal Jama’ah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui permasalahan dalam penerapan Ahlusunnah Wal Jama’ah di
Indonesia.

BAB II
KAJIAN TEORI

Organisasi dari sudut pandang pendekatan subyektif menurut Pace dan Faules (2010:
11), adalah kegiatan yang dilakukan orang-orang. Organisasi terdiri dari tindakan-tindakan,
interaksi, dan transaksi yang melibatkan anggotanya dan orang di luar organisasinya.
Komunikasi yang dilakukan dalam sebuah organisasi atau komunikasi organisasi,
menurut Virginia P. Richmond dan James C. McCroskey (1992: 19) adalah proses dimana
individu merangsang makna dalam pikiran individu lain dengan cara pesan verbal atau
nonverbal dalam konteks organisasi formal.

Mengenai organisasi tradisional, khususnya organisasi keagamaan, pakar komunikasi


Marshall McLuhan memaparkan teorinya yang dikenal sebagai teori Happening atau teori
Kejadian (Wahid, 2011: 65-68 & 298-300). Menurut McLuhan, organisasi keagamaan
tradisional dapat berkembang dan bertahan hidup karena para anggota organisasinya secara
sukarela turut aktif menghidupi organisasinya.

Sebagai organisasi yang berlandaskan pada norma-norma agama, maka salah satu
ukuran keberhasilannya dapat dilihat dari bagaimana organisasi NU beserta anggotanya
mempertahankan aqidah, amaliah dan tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja), yang
diyakini kebenarannya sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Aqidah, amaliah
dan tradisi Aswaja ini menjadi pengikat soliditas organisasi NU.

Dan salah satu cara untuk menginternalisasikan aqidah, amaliah dan tradisi Aswaja
kepada anggota organisasi NU adalah dengan menjalankan komunikasi organisasi yang baik.
Termasuk di dalamnya, bagaimana respon organisasi NU sebagai salah satu bentuk
komunikasi organisasi, saat dihadapkan kepada aliran informasi yang bertentangan dengan
aqidah, amaliah dan tradisi Aswaja. Maka keberhasilan organisasi NU merespon informasi
yang bertentangan dengan aqidah, amaliah dan tradisi Aswaja, berarti juga keberhasilan
mempertahankan anggota dan eksistensi organisasi.

Seiring dengan perkembangan jaman, di usianya yang hampir mencapai seabad,


beragam tantangan muncul menghadang organisasi NU. Menurut Nur Kholik Ridwan (2008:
7-11), ada dua masalah utama yang harus dihadapi NU saat ini. Pertama, globalisasi Islam
yang berjenis lain dari NU, dan kedua, globalisasi neoliberalisme khususnya di bidang
ekonomi. Pendapat Nur Kholik Ridwan ini senada dengan hasil diskusi yang diselenggarakan
oleh Harian Kompas bekerjasama dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam
rangka memperingati hari lahir NU ke 89 (Kompas. Perlu Diperkuat, Kapasitas NU Bentengi
Radikalisme. 28/1/2015). Diskusi ini menghasilkan dua rekomendasi, pertama, perlunya
upaya penguatan NU dalam upaya membentengi Indonesia dari serbuan ideologi radikalisme
dan paham keagamaan transnasional yang mewujud dalam bentuk gerakan Islam
transnasional. Kedua, harus ada upaya yang lebih serius mengatasi masalah kemiskinan yang
masih membelenggu sebagian besar warga NU.

NU selalu hadir dalam setiap moment kritikal bangsa Indonesia. Kiprah NU tersebut
dilandasi komitmen untuk mengembangkan Islam moderat yang rahmatan lil alamin (rahmat
bagi alam semesta), yang berpedoman pada ajaran Islam dan aqidah Ahlussunnah wal
Jama’ah (Aswaja), serta berasaskan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
(pasal 5, 6 dan 7 AD/ART NU). Pantas jika mantan Wakil Presiden Budiono mengatakan,
Indonesia beruntung memiliki NU. Jadi selama ada NU, Insya Allah, Indonesia akan tetap
aman (republika.co.id. Selama Ada NU, Insya Allah Indonesia Tetap Aman. 1/2/2013).

Jadi dalam sejarahnya, Nahdlatul Ulama memang berdiri sebagai bentuk reaksi dari
luar (gerakan purifikasi). Dan berdirinya organisasi ini tidak lepas dari peran para Kyai
dengan komunitas pesantrennya yang merupakan peyanggah utama kelompok Islam
tradisionalis. Nahdlatul Ulama merupakan organisasi keagamaan, ke-Islaman organisasi ini
dirintis para kiai yang berpaham Ahlussunnah Wal Jama’ah, sebagai wadah usaha
mempersatukan diri dan menyatukan langkah dalam tugas memelihara melestarikan,
mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam dengan merujuk salah satu imam madzhab
(Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) serta berkidmat kepada bangsa, Negara dan umat
Islam. ( Masykur Hasyim, Merakit Negeri Berserakan, (Surabaya: Yayasan 95, 2002) h. 77-
78 )
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Strategi NU dalam mempertahankan asas Ahlusunnah Wal Jama’ah.

Ajaran Islam yang masuk ke Indonesia adalah ajaran yang berfaham


Ahlussunnah Wal jamaah. Ajaran ini terus dikembangkan oleh para wali dan
muballigh, serta para ulama berabad-abad lamanya, melalui jalur pendidikan,
pengajaran dan kegiatan dakwah rutin lainnya. Secara turun temurun para ulama
mengembangkan ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah di tengah-tengah kehidupan
masyarakat dan mengkondisikan dengan tradisi bangsa Indonesia.

Dalam metodenya NU menggunakan metode yang digunakan Wali Songo dulu


Nahdlatul Ulama berkomitmen memperkuat pendekatan budaya sebagai salah satu elemen
penting dakwah Islam di Tanah Air. Sebab, dengan budaya lah agama Islam dapat diterima.

Baik oleh penduduk pribumi awal kedatangan Islam. Kebudayaan Islam lokal saat ini kian
terancam oleh beragam budaya dan ideologi baik yang muncul dari kalangan barat ataupun
timur. Akibatnya, upaya memperkenalkan Islam sebagai agama yang damai dan cinta
keindahan justru semakin buram oleh pertarungan budaya tersebut.

NU melakukan berbagai upaya agar akulturasi budaya tersebut tetap menjadi khittah kuat
organisasi yang didirikan oleh KH Hasyim Asy’ari itu. Salah satunya melalui upaya sosialiasi
ke pondok pesantren yang merupakan basis kaderisasi potensial di kalangan NU. Termasuk
pula memberikan penyadaran kepada warga nahdliyyin akan pentingnya menggunakan
budaya dalam berdakwah.

Baru setelah masuknya pembaharuan islam ke Indonesia, pengembangan


ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah di Indonesia mulai mendapat tantangan. Para ulama
kemudian mengatur strategi untuk menghadapinya dengan mengintensifkan
pertemuan-pertemuan yang akhirnya melahirkan NU. Dengan tujuan utama adalah 
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah.

Dalam rangka pelestarian dan pengembangan Ahlussunnah Waljamaah NU


menempuh berbagai cara, baik jalur pendidikan, pengajian-pengajian, maupun amalan
tradisi yang menjadikan cirri khas warga NU. Melalui jalur pendidika, NU
mempunyai andalan pondok pesantren untuk mengembangkan Ahlussunnah Wal
Jamaah.

Dengan meningkatkan silaturrahmi antara ulama pesantren, NU memberikan


motivasi untuk mengembangkan metode dan sisitem pendidikan di pesantren. Materi
pengajaran kitab-kitab kuning yang sudah melembaga di pesantren juga tetap
dipertahankan dengan cara mengadakan penelitian terhadap kitab-kitab yang
diajarkan untuk dapat diketahui, apakah kitab-kitab itu hasil karya para ulama
Ahlussunah wal Jamaah atau bukan.

Di samping itu telah didirikan lembaga-lembaga pendidikan formal dalam


pesantren maupun di luar pesantren yang mengajarkan pendidikan agama Islam ala
Ahlussunnah Wal Jamaah. Pendidikan formal ini terdiri dari madrasah dan sekolah
umum, juga perguruan tinggi.

Untuk menyatukan langkah pengajaran, telah dirumuskan kurikulum yang


dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Maarif NU, yaitu lembaga dalam NU yang
bertugas membina dan mengembangkan pendidikan. Nahdlatul Ulama tidak  berhenti
pada pendidikan di pesantren, madrasah dan sekolah saja. Tetapi dalam rangka
mengembangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah Waljamaah, para ulama
NU secara rutin memberikan pengajian di masjid dan mushalla dengan membaca
kitab-kitab yang kesemuanya berdasarkan Madzhab Ahlussunnah Wal Jamaah.

Banyak strategi variatif untuk melestarikan Ahlussunnah Wal Jamaah yang


dilaksanakan di masyarakat untuk kalangan muda, tua, pria ataupun wanita.
Pelestarian Aswaja tidak dapat dipisahkan dengan adat-istiadat di masyarakat.
Sehingga adat yang dilaksanakan harus sesuai dengan syariat Islam.

Dalam berita PW Aswaja NU Center Jawa Timur, rapat koordinasi dengan pengururs
NU di Jawa Timur mengemukakan dengan perkembangan zaman, NU juga
berupaya melakukan startegi dakwah dengan berbagai cara, diantaranya media
lokal baik televisi, radio hingga koran dan website. "Soal media apa yang
digunakan, terserah kepada masing-masing kota dan kabupaten. Karenanya
diharapkan para pengurus di daerah bisa menggandeng kalangan anak muda NU
yang memiliki keahlian dan semangat yang tinggi " tandas Kiai Navis.
Menurut Muhammad Tholhah Hasan dalam bukunya yang berjudul “Ahlussunnah Wal-
Jama’ah; dalam Persepsi dan Tradisi NU” mengemukakan bahwa untuk dapat memahami
Ahlussunnah wal Jama’ah secara utuh, tidak mungkin hanya menggunakan pendekatan
doctrinal saja, tetapi sedikitnya menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu :

Pertama : Pendekatan Historis, Ahlussunnah wal Jama’ah ini telah melahirkan konsep
dan pandangan serta doktrin-doktrin yang secara teoritis bersentuhan dengan perjalanan
sejarah umat ini sejak zaman Rasulullah SAW. sampai zaman mutaakhir. Meskipun akar-
akarnya tetap terkait kuat dengan aqidah “Tauhid”, dan prinsip-prinsip keimanan yang abadi,
tetapi wujud formulasi konseptualnya bias berbeda.

Kedua : Pendekatan Kultural, muncul dan berkembangnya “Ilmu Kalam” sebagai disiplin
keilmuan Islam yang berkonsentrasi pada masalah-masalah aqidah dengan menggunakan
dalil-dalil ‘aqliyah (argument rasional) tidak lepas dari factor internal Islam maupun factor
eksternal (terjadinya akulturasi atau persentuhan antar budaya), seperti perluasan disiplin
keilmuan Islam, ada Ilmu Tafsir, Ilmu Fiqih, Ilmu Hadits, Ilmu Nahwu dan lain sebagainya,
disamping berkembangnya ilmu-ilmu non-syari’ah, seperti Filsafat, Kedokteran, Ilmu Alam,
Matematika, Kimia, dan lain-lain, yang kesemuanya secara akumulatif memperluas
cakrawala pemikiran umat Islam.

Di tengah-tengah pergumulan pemikiran yang demikian (intelektualitas dan religiusitas),


para ulama dan pemikir Ahlusunnah wal Jama’ah mengambil posisi baru, dari pendekatan
Salaf yang mencukupkan diri dengan dalil-dalil Naqliyah, menjauhi ta’wil dan tafsir ayat-
ayat mutasyabihat dengan sikap tafwidl (penyerahan total) ke pendekatan Kholaf (yang
menggunakan dalil-dalil ‘aqliyah disamping dalil-dalil naqliyah, melakukan penafsiran ayat-
ayat mutasyabihat yang lebih mudah dicerna awam dan lebih menyelamatkan mereka dari
jebakan faham tasybih/penyerupaan Tuhan dengan sifat makhluk, dan mentolelir system
ta’wil secara kritis dan hati-hati). Disinilah tokoh-tokoh Ahlussunnah wal Jama’ah seperti
Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Al-Maturidi serta para pengikutnya berperan.

Ketiga : Pendekatan Doktrinal, meskipun pada mulanya Ahlussunnah wal Jama’ah itu
menjadi identitas kelompok/golongan dalam dimensi teologis atau aqidah Islam, dengan
Fokus masalah ushuluddin (fundamental agama), tetapi dalam perjalanan selanjutnya tidak
bisa lepas dari dimensi ke Islaman lainnya, seperti dimensi Syari’ah Fiqhiyah atau dimensi
Tashawwuf, bahkan masalah budaya, politik dan social, karena kuatnya jaringan yang tali-
temali antara yang fundamental tadi dengan cabang-rantingnya.1[7]
1
Upaya lain yang dilakukan NU, yang juga sebagai usaha atau wewenang NU dalam
memajukan bangsa Indonesia adalah:

1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan


yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan dengan:

a. Memperkuat pesatuan di antara sesama ulama penganut ajaran empat mazhab

b. Meneliti kitab-kitab yang akan dpergunakan untuk mengajar agar sesuai dengan
ajaran Ahlussunah wal Jama’ah

c. Menyebarkan ajaran Islam yang sesuai dengan ajaran empat mazhab

d. Memperbanyak jumlah lembaga pendidikan Islam dan memperbaiki organisasinya

e. Membantu pembangunan masjid, surau dan pondok pesantren serta membantu kehidupan
anak yatim dan orang miskin

f. Mendirikan badan-badan untuk meningkatkan perekonomian anggota

2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,


untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti
dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di
berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.

3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai
dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.

4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil


pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai
dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu
masyarakat.

5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha


mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

3.2 Penerapan Ahlusunnah Wal Jama’ah di Indonesia.


Sebelumnya kita sudah membahas mengenai Prinsip Ahlussunnah Wal Jama’ah. Prinsip
tersebut haruslah dibuktikan dalam segala bidang ajaran agama Islam, harus pula kita
pertahankan, pelihara dan kembangkan dengan sebaik-baiknya sehingga memancarkan
cahaya terang benderang bagi manusia di sekitarnya. Dengan demikian manusia di sekitarnya
akan turut menjadi terang dan terlepas dari kegelapan yang menjadi penghambat kemurnian
ajaran Islam.

Beberapa hal dapat kita kemukakan sebagai bukti penerapan Prinsip Ahlussunnah Wal
Jama’ah tersebut adalah :

A) Bidang Aqidah

1. Keseimbangan antara penggunaan dalil aqli (argumentasi rasional) dengan dalil naqli
(nash Al-Qur’an dan Al-Hadis).
2. Berusaha sekuat tenaga memurnikan aqidah dari segala campuran aqidah di luar
agama Islam.
3. Tidak terburu-buru menjatuhkan vonis musyrik, kufur dan sebagainya atas mereka
yang karena satu dan lain hal belum dapat memahami Tauhid atau Aqidah semurni-
murninya.

B) Bidang Syariah

1. Selalu berpegang pada Al-Qur’an dan Al-Hadis dengan menggunakan metode dan
sistem yang dapat dipertanggungjawabkan dan melalui jalur yang wajar.
2. Pada masalah yang sudah ada dalil Nash yang sharih dan qath’i (tegas dan pasti)
tidak boleh ada campur tangan pendapat akal.
3. Pada masalah yang zanniyat (tidak tegas dan tidak pasti) dapat ditoleransi adanya
perbedaan pendapat selama masih tidak bertentangan dengan prinsip agama Islam.

C) Bidang Akhlak

1. Tidak mencegah bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan agama


Islam dengan riyadhah dan mujahadah manurut kaifiyah yang tidak bertentangan
dengan prinsip hukum dan ajaran Islam.
2. Menegah ekstrimisme dan sikap berlebihan yang dapat menjerumuskan orang pada
penyelewengan syariah.
3. Berpedoman bahwa akhlak yang luhur selalu berada di antara dua ujung sikap yang
terujung (Tatharruf).

D) Bidang Mu’asyarah

1. Mengakui watak dan tabiat manusia yang selalu berkelompok dan bergolong-
golongan berdasar atas unsur pengikatnya masing-masing.
2. Pergaulan antar golongan harus diusahakan berdasarkan saling mengerti dan saling
menghormati.
3. Permusuhan terhadap suatu golongan hanya boleh dilakukan terhadap golongan yang
nyata memusuhi ummat Islam.

E) Bidang Kehidupan Bernegara

1. Negara yang didirikan bersama oleh seluruh rakyat wajib dipelihara dan
dipertahankan eksistensinya.
2. Penguasa Negara (Pemerintah) yang syah harus ditempatkan pada kedudukan yang
terhormat dan ditaati selama tidak menyeleweng dan atau memerintah ke arah yang
bertentangan dengan hukum dan ketentuan Allah swt.
3. Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tata
cara yang sebaik-baiknya.

F) Bidang Kebudayaan

1. Kebudayaan termasuk di dalamnya adat istiadat, tata pakaian, kesenian dan lain
sebagainya adalah hasil budi daya manusia yang harus ditempatkan pada kedudukan
yang wajar dan bagi pemeluk agama kebudayaan harus dinilai dan diukur dengan
norma-norma hukum dan ajaran agama.
2. Kebudayaan yang baik menurut Islam dari manapun datangnya dapat diterima dan
dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Namun sebaliknya kebudayaan yang tidak
baik menurut Islam harus ditinggalkan dan disingkirkan jauh-jauh.
3. Yang lama dan baik dalam pandangan Islam kita pelihara dan kembangkan sedang
yang baru dan lebih baik harus dicari dan dimanfaatkan.
4. Tidak boleh ada sikap apriori yaitu selalu menerima yang lama dan menolak yang
baru atau sebaliknya selalu menerima yang baru dan menolak yang lama.
G) Bidang Dakwah

1. Berdakwah adalah mengajak masyarakat untuk berbuat menciptakan keadaan yang


lebih baik, terutama menurut ukuran ajaran Islam. Tidak mungkin orang berhasil
mengajak seseorang dengan cara yang tidak mengenakkan hati yang diajak.
Berdakwah bukanlah menghukum.
2. Berdakwah harus dilakukan dengan sasaran dan tujuan yang jelas, tidaklah
hanyasekedar mengajar berbuat saja menurut selera.
3. Berdakwah harus dilakukan dengan keterangan yang jelas, dengan petunjuk-petunjuk
yang baik sebagaimana seorang dokter atau perawat terhadap pasien. Kalau terdapat
kesulitan, maka kesulitan itu harus ditanggulangi dan diatasi dengan cara yang sebaik-
baiknya.

3.3 Permasalahan dalam penerapan Ahlusunnah Wal Jama’ah di Indonesia.


BAB IV

HASIL SURVEY

Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam),


disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini berdiri
pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Dalam organisasi NU terdapat Pengurus pusat, provinsi, kabupaten atau kota, dan kecamatan.
Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) terdapat 439 Cabang. Dalam survey interets
group kami memilih Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama ditingkat Kota Yogyakarta yang
beralamat di Jl. Gedongkuning no. 24, Kota Yogyakarta. Dengan Ketua Pimpinan Bapak H.
Ahmad Yubaidi S.H., S.Pd., CN., M.H. Pengurus cabang Nadlatul Ulama ditingkat
yogyakarta ini dipimpin atau diketuai oleh H. Ahmad Yubaidi S.H., S.Pd., CN., M.H. lahir
pada 1 April 1964 di Malang, Jawa Timur. Beliau merupakan Alumnus Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Beliau bertempat tinggal di Pondok Pesantren
Ulul Albab yang beralamat di Jalan Balirejo UH II/531A RT 016 RW 005 Kota Yogyakarta.
Organisasi ini bergerak di berbagai bidang, agama, pendidikan, dan ekonomi, dan bukan
merupakan partai politik atau tidak bergerak dibidang politik melainkan merupakan
organisasi yang bergerak dikemsyarakatan.organisasi ini memiliki tujuan mulia yaitu untuk
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarahnya NU pernah terseret menjadi Parpol pada zaman Orde lama, saat itu NU
merupakan salah satu parpol yang menjadi 4 besar dengan masyumi,PNI dan PKI, namun
sekarang dengan adanya pertemuan-pertemuan organisasi kita (muktamar), dalam muktamar
itu diadakan agar NU tidak kembali menjadi partai politik tapi organisasi kemasyarakatan,
karena dari awalnya dulu NU pada tahun 1928 (berdiri) memang bukan sebagai parpol tetapi
organisasi kemasyarakatan. NU adalah organisasi kemasyarakatan tetapi NU mendirikan
partai untuk wadah orang NU berpolitik yang diberi nama PKB agar orang NU tidak
memiliki kebingungan berpolitik mempunyai wadah dalam menyalurkan aspirasinya untuk
politik Indonesia dan sampai sekarang masih ada, hubungan NU dan PKB dalam organisasi
itu terpisah tidak dalam satu komando, tetapi nilai-nilai perjuangan PKB sama dengan nilai
perjuangan NU tapi hanya bergerak dibidang berbeda,yaitu PKB bergerak pada politik
praktis. NU bukan parpol tetapi organisasi kemasyarakatan
(agama,sosial,kemasyarakatan,pendidikan),maka dibuatlah PKB untuk memperjuangkan
aswaja (tidak terlalu radikal dan liberal dan mencintai NKRI). PKB juga tidak merupakan
islam yang ekstrim.Dahulu pernah PKB pecah,kemudian ada orang-orang NU yang di PKB
mendirikan partai lagi PKNU (partai kebangkitan NU). Namun NU sendiri membebaskan
kader-kadernya dalam berpolitik dan mau bergabung dalam partai yang mana tetapi
semuanya harus berpegang teguh pada aswaja atau tidak bertentangan dengan akidah islam.

Dalam NU terdapat dua pandangan bebeda mengenai politik ada sebagian ulama yang
mengatakan atau menganggap bahwa politik itu kotor dan mereka tidak mau atau menolak
orang NU terjun ke ranah politik tetapi ada ulama di NU yang berpendapat bahwa politik itu
mulia dan semua itu tergantung dari orangnya mereka beranggapan jika bukan kaum-kaum
yang mengerti agama dan memiliki akidah yang baik yang memegang pemerintahan atau
dalam perpolitikan dan memimpin negara Indonesia maka negara ini akan hancur atau hanya
akan digunakan untuk mencari keuntungan orang-orang yang hanya mementingkan dirinya
sendiri tanpa memperhatikan rakyat atau masyarakat Indonesia. Mengingat NU mempunyai
asas atau pedoman yaitu aswaja atau ahlus sunnah wal jam`ah, Aswaja atau ahlus sunnah wal
jama`ah secara etimologi berasal dari bahasa arab ahl artinya keluarga, al-sunnah berarti
jalan, tabi`at dan perilaku kehidupan. Sedangkan a-jama`ah berarti perkumpulan atau
sekumpulan. Aswaja secara istilah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi
Muhammad SAW dan mayoritas sahabat (maa ana alaihi waashhabi), baik didalam syari`at
islam ( hukum islam) maupun akidah dan tasawuf. Jadi mereka ingin mempersatukan rakyat
indonesia melalui keikutsertaan mereka dalam parpol sembari menyebarkan ajaran sesuai
dengan akidah dan meluruskan yang menyeleweng dari ajaran islam.
Akidah dari berbagai aliran di Indonesia memang berbeda namun ditata,kita
mengetahui perbedaan tapi tidak usah membesar-besarkan perbedaan.Akidah jangan
ditampakan bedanya tetapi ditampakan samanya. Aswaja digunakan sebagai alat pemersatu
dan alat perekat persatuan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Seperti contoh, Gerakan
Nusantara Mengaji yang mentradisikan kajian Alquran di berbagai daerah di Indonesia
bertujuan untuk menguatkan persatuan bangsa dan negara. Dengan berpegang teguh pada
Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja) rajutan tali persatuan dan kesatuan bangsa akan
selalu terjaga dengan baik. "Insya Allah jika kita masih berpegang pada Islam Aswaja maka
kita akan tetap bersatu, tidak seperti negara-negara lain yang banyak terpecah seperti Rusia,
Balkan dan lainnya," kata inisiator Nusantara Mengaji Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat
menghadiri khataman Alquran bersama 50.000 warga, tokoh masyarakat, dan para santri di
Alun-Alun Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, kemarin.

Cak Imin menjelaskan, Aswaja adalah sabuk spiritual yang manyatukan spirit dan
semangat bangsa agar tidak mudah terpecah oleh adu domba kelompok ekstrem atau oleh
negara lain. Dalam konteks ini, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran penting. Dalam
keterang tertulisnya, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini sejak didirikan NU
telah mengikat bangsa ini dengan sabuk Aswaja sehingga tetap dalam semangat religius yang
makin menggelora."Di antara ghirah keagamaan saat ini ada yang menumpang ditarik-tarik
untuk menjadi jihadis di negara-negara lain baik ke Thailand, Filipina dan Suriah. Hal itu
menujukkan mereka belum paham makna sesungguhnya mencapai surga. Berbeda halnya
dengan cara NU merajut tali persatuan bangsa dengan Aswajanya. NU menurut dia tidak
pernah memberikan iming-iming kepada siapa pun untuk menjadi "pengantin surga" seperti
yang kerap digaungkan kelompok radikal. Mendambakan pengantin surga itu keliru, mereka
enggak yakin akan Islam seperti yang kita yakini Aswaja NU. Kalau kita ikut NU, para kiai,
insya Allah kita akan selamat di dunia dan akhirat.

Anda mungkin juga menyukai