( NU )
(NAMA SEKOLAH)
Disusun Oleh :
Cheischa Putri Pratama
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat,
taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Nahdlatul
Ulama tepat pada waktu. Terima kasih juga kami ucapkan kepada guru pembimbing yang selalu
memberikan dukungan dan bimbingannya.
Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas biologi. Tak hanya itu, kami
juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya. Walaupun demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan
makalah ini.
Akhirnya kata, kami berharap semoga makalah tentang Nahdlatul Ulama ini bisa memberikan
informasi dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Kami juga mengucapkan terima kami
kepada para pembaca yang telah membaca makalah ini hingga akhir.
2
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................5
C. TUJUAN..............................................................................................................................5
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
A. SEJARAH.......................................................................................................................6-12
B. IDENTITAS.................................................................................................................13-16
C. NU DAN POLITIK......................................................................................................17-18
BAB III
PENUTUP........................................................................................................................19
A. KESIMPULAN............................................................................................................19-20
3
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Nahdlatul Ulama (NU, bahasa Arab: ْْض ُة ْال ُعلَ َم اء
َ َنه, translit. nahḍatul ‘ulamā', har. 'Kebangkitan Para
Ulama';) adalah organisasi keagamaan Islam Indonesia didirikan oleh Hasyim Asy'ari,
kepala pesantren di Jawa Timur. NU memiliki anggota berkisar lebih dari 105 juta pada Tahun 2021
yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. NU juga merupakan badan amal
yang mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir
masyarakat untuk membantu peningkatan kualitas hidup umat Islam.
NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H (yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926) di Kota
Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai
dengan akidah Asy'ariyah dan fikih Mazhab Syafi'i) dan kepentingan ekonomi anggotanya.
Pandangan keagamaan NU dianggap "tradisionalis" karena menoleransi budaya lokal selama tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar
kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang dianggap "reformis" karena
membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-Qur'an dan Sunnah.
Beberapa tokoh NU adalah pendukung konsep islam nusantara, sebuah ciri khas Islam yang telah
mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi, dan vernakularisasi sesuai dengan
kondisi sosial budaya di Indonesia. Islam Nusantara mempromosikan moderasi, anti-
fundamentalisme, pluralisme dan pada titik tertentu, sinkretisme. Namun, banyak sesepuh,
pemimpin, dan ulama "NU Garis Lurus" telah menolak Islam Nusantara dan memilih pendekatan
yang lebih konservatif.
4
B.RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Sejarah Asal Usul Nahdlatul Ulama Indonesia ?
2. Bagaimana Peran Nahdlatul Ulama Indonesia ?
3. Bagaimana Transformasi Nahdlatul Ulama menjadi Partai Politik ?
C.TUJUAN
1. Mengetahui Sejarah Nahdlatul Ulama secara umum
2. Memahami peran apa saja yang ada di dalam Nahdlatul Ulama
3. Mempelajari Proses Tranformasi Nahdlatul ulama menjadi Partai Politik secara umum
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
1. ASAL USUL
Jepang ingin menggantikan MIAI, tetapi konferensi tidak hanya memutuskan untuk
mempertahankan organisasi, tetapi juga memilih tokoh-tokoh politik yang tergabung
6
dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) untuk kepemimpinan, daripada anggota
non-politik NU atau Muhammadiyah seperti yang diinginkan penjajah. Lebih dari
setahun kemudian, MIAI dibubarkan dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia) yang disponsori Jepang. Hasjim Asjari adalah ketua nasional, tetapi
dalam praktiknya organisasi baru itu dipimpin oleh putranya, Wahid Hasyim. Tokoh NU
dan Muhammadiyah lainnya memegang posisi kepemimpinan.
7
Masyumi, dan pada tanggal 30 Agustus ia mendirikan Liga Muslim Indonesia, yang
terdiri dari NU, PSSI dan sejumlah organisasi yang lebih kecil. Diketuai oleh Hasyim.
Pada 1950-an, NU masih ingin melihat Indonesia menjadi negara Islam, dan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap pidato presiden tahun 1953 yang ditolak oleh Sukarno. Tiga
tahun kemudian, ia juga menentang "konsepsi" Sukarno yang pada akhirnya akan
mengarah pada pembentukan demokrasi terpimpin, karena ini berarti anggota PKI duduk
di kabinet. Pada tanggal 2 Maret 1957, pemberontakan Permesta pecah. Di antara
tuntutannya adalah kembalinya Mohammad Hatta menjadi wakil presiden. NU
mendukung seruan ini.
8
Sementara itu, di Konstituante, NU bergabung dengan Masyumi, Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan pihak lain untuk membentuk
Blok Islam, yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam. Blok terdiri 44,8% dari
total kursi. Namun, karena tidak ada satu pun blok yang mampu menguasai mayoritas
dan mendorong melalui konstitusi yang diinginkan, majelis gagal untuk menyetujui dan
dibubarkan oleh Sukarno dalam sebuah dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang juga
mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 yang asli, yang menyatakan negara untuk
berdasarkan falsafah Pancasila, bukan Islam.
Pada tahun 1960, Presiden Sukarno melarang Masyumi karena diduga terlibat dalam
pemberontakan Permesta. Namun, kepemimpinan NU melihat Partai Komunis
Indonesia yang pro-kaum miskin, yang dekat dengan Sukarno, sebagai penghalang
ambisinya, dan bersaing dengannya untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang
miskin. Lima tahun kemudian, upaya kudeta oleh Gerakan 30 September terjadi. Pada
tahun 1965, kelompok tersebut berpihak pada tentara pimpinan Jenderal Suharto dan
sangat terlibat dalam pembunuhan massal komunis Indonesia. Namun, NU kemudian
mulai menentang rezim Suharto.
9
Setelah penggulingan Sukarno, rezim Orde Baru di bawah
Presiden Soeharto mengadakan pemilihan umum pada tahun 1971. Meskipun NU
dimanipulasi oleh pemerintah, yang menyebabkannya kehilangan banyak kredibilitas,
NU berhasil mempertahankan 18% suara dari pemilu 1955. pemilihan. Namun, pada
tahun 1973, ia terpaksa "menyatu" ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang
baru. PPP berada di urutan kedua, setelah organisasi Golongan Karya (Golkar) yang
disponsori pemerintah dalam pemilihan 1977 dan 1982, tetapi pada 1984, ketua NU yang
baru Abdurrahman Wahid (juga dikenal sebagai Gus Dur), putra Wahid Hasyim, menarik
NU dari PPP karena ketidakpuasan dengan kurangnya pengaruh NU. Akibatnya,
pada pemilu 1987, suara PPP anjlok dari 28% pada 1982 menjadi hanya 16%. Sejak saat
itu, NU diharapkan berkonsentrasi pada kegiatan keagamaan dan sosial.
3. DILUAR POLITIK
Pada tahun 1984, pemerintah Orde Baru mengumumkan bahwa semua organisasi harus
menerima ideologi negara Pancasila sebagai dasar mereka. Sekali lagi NU akomodatif,
dengan Gus Dur menyebut Pancasila sebagai "kompromi mulia" bagi umat Islam. Lima
tahun kemudian. Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun kedua sebagai
ketua, posisi yang dipegangnya hingga terpilih sebagai presiden pada 1999.
Pada tahun 1990, NU bekerja sama dengan Bank Summa membentuk sistem Bank
Perkreditan Rakyat. Soeharto tidak menyetujui NU menyimpang di luar kegiatan
keagamaan murni, dan fakta bahwa bank itu dimiliki oleh keluarga etnis Tionghoa
Kristen menimbulkan kontroversi. Bank itu akhirnya ditutup dua tahun kemudian karena
salah urus keuangan. Gus Dur juga menimbulkan ketidaksetujuan rezim dengan
mengadakan rapat umum di stadion Jakarta tiga bulan sebelum pemilihan legislatif 1992,
seolah-olah untuk menyatakan dukungan terhadap Pancasila.
Alhasil, Gus Dur diajak bertemu Letkol Prabowo Subianto, menantu Soeharto di Mabes
TNI Jakarta. Pada pertemuan itu, Gus Dur diperingatkan untuk menghindari perilaku
10
politik yang tidak dapat diterima, dan diberitahu bahwa jika dia bersikeras melibatkan
dirinya dalam politik, daripada membatasi dirinya pada masalah agama, dia harus
menyatakan dukungan untuk masa jabatan presiden lebih lanjut untuk Soeharto.
Menanggapi hal itu, Gus Dur mengancam akan keluar dari NU. Hal ini mengakibatkan
rezim mundur, karena tidak bisa mengambil risiko menjatuhkan Gus Dur.
11
perpecahan, dan mengeluarkan resolusi yang melarang pejabat memegang jabatan politik,
yang dilihat sebagai komitmen untuk menghindari keterlibatan politik di masa depan.
5. DOKTRIN
12
Adapun gagasan "Kembali ke Khittah NU" pada tahun 1984
merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal-
jama'ah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fiqih
maupun sosial, serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial
dalam NU.
Setelah 1971, Nahdlatul Ulama telah menyatakan bahwa mereka tidak terikat
pada organisasi politik mana pun
B. IDENTITAS
13
Peta Dunia di dalam Bola Dunia, yang kemudian disempurnakan menjadi Peta
Indonesia pada Munas ke 33 tahun 2015 di Jombang.
Tali Tampar tambang Warok
Dua simpul ikatan Tali Tampar Tambang Warok
Untaian tali tampar tambang warok berjumlah 99
Empat bintang di bawah
Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab melintang di tengah bumi
Gambar dan Tulisan berwarna putih dengan latar belakang warna hijau
2. LEMBAGA
Lembaga adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan Nahdlatul Ulama sesuai dan berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu
dan yang memerlukan penanganan khusus. Lembaga Nahdlatul Ulama meliputi:
14
14. Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU)
15. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)
16. Lembaga Penanggulangan Bencana & Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama
(LPBPINU)
17. Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU)
18. Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU)
3. HIERARKI ORGANISASI
4. BADAN OTONOM
15
Jenis badan otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah :
16
C. NU DAN POLITIK
17
Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
dan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI). Ketua sementara saat itu
adalah Mohammad Syafa'at Mintaredja. Penggabungan keempat partai
keagamaan tersebut bertujuan untuk penyederhanaan sistem kepartaian di
Indonesia dalam menghadapi Pemilihan Umum pertama pada masa Orde
Baru tahun 1973.
18
Ketika Pemilu 2004, Partai Nahdlatul Ummat harus mengganti nama dan
lambang apabila ingin berpartisipasi kembali, karena tidak
memenuhi electoral threshold. Maka Partai Nahdlatul Ummat berganti nama
menjadi Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia dan mendapatkan
nomor urut 12.
Pada Pemilu 2009, PPNUI sebelumnya tidak lulus verifikasi, tetapi dengan
adanya gugatan 4 partai gurem pada Pemilu 2004 kepada Mahkamah
Konstitusi, akhirnya 4 partai politik gurem ini disahkan juga menjadi Parpol
perserta Pemilu, yang mana salah satunya ada PPNUI. Selanjutnya pada
Pemilu 2009 PPNUI mendapat nomor urut 42.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam di Indonesia yang sejak
kelahirannya adalah sebuah wadah perjuangan untuk menentang para penjajah dan
merebut kemerdekaan Indonesia dengan semangat nasionalisme yang tinggi.
Bagaimana peranan NU dalam memperjuangakan kemerdakaan Indonesia ini dapat
dilihat dari latar belakang kelahiran organisasi ini. Ada 3 alasan yang dapat melatar
belakangi kelahiran ormas ini yaitu, pertama motif agama, kedua motif
mempertahankan Ahlu al-Sunnah wa'l-Jama'ah dan ketiga motif nasionalisme.
Timbulnya motif nasionalisme ini tidak lain dari pemimpin NU itu sendiri yaitu
Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yang memiliki sifat sangat nasionalis. Selain
itu, timbulnya motif nasionalisme ini karena lahirnya NU mempunyai niatan untuk
19
menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama untuk melawan para penjajahan di
bumi nusantara. Rasa semangat nasionalisme ini pun dapat kita lihat dari nama
Nahdlatul Ulama itu sendiri yaitu " Kabangkitan Para Ulama".
Adapun peran Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda dapat dilihat pada
keputusan Mukhatamar Nahdlatul Ulama ke-2 di Banjarmasin tahun 1936, yang
memutuskan kedudukan Hindia Belanda sebagai Dar al-Salam, yang menegaskan
keterikatan Nahdatul Ulama dengan Nusa-Bangsa. Menurut pandangan Nahdlatul
Ulama (NU) bahwa perjuangan jidah dalam mengusur para penjajah sebenarnya adalah
tuntunan dalam ajaran agama Islam yang harus dilaksanakan setiap umat-Nya sebagai
bentuk rasa syukur terhadap Allah yang maha kuasa. Jihad yang dilakuakan oleh para
ulama dan santrinya merupakan jihad sebagai bentuk membela tanah air, atau hubb al-
watan (sebagai bentuk cinta tanah air) yang disebut sebagai jihad fi sabillilah.
Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) juga mempunya arti penting dalam perumusan
Pembukaan Undang-Undang Dasar negara Repbulik Indonesia yang terbutuk dalam
panitia Sembilan dalam BPUPKI yaitu "Piagam Jakarta". Seperti kita ketahui tujuh
kata tersbut dihapus dalam siding PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
tanggal 18 Agustus 1945. Pada waku itu Bung Hatta mengaku, beliau mendapat
telepon dari seorang perwira Jepang yang mengakui meyampaikan aspirasi kaum
Kristen Indonesia Timur, bahwa mereka tidak akan bergabung dengan NKRI jika
"tujuh kata" itu tidak dihapus.
20
Hal ini sampai kepada ketua organisasi NU yaitu KH Hasyim Asy'ari. Menurut beliau,
bahwa toleransi yang dilakukan oleh NU dan tokoh-tokoh pejuang muslim lain yang
menerima "tujuh kata" dan menerima tuntunan kaum Kristen Indonesia timur, itu
merupakan sebuah perjuangan dan perjuangan demi terpeliharanya kemerdekaan dan
juga persatuan dan kesatuan NKRI
Itulah merupakan pemikiran NU yang sangat kuat dan gigih dalam menjaga NKRI dan
menentang segala bentuk penjajahan hukumnya wajib karena merupakan perintah
agama, hal ini juga sejalan dengan para ulama-ulama pendahulunya yang sangat
senantiasa memberikan hukum wajib jihad untuk mengusir penjajahan Belanda.
21