Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH NAHDLATUL ULAMA

( NU )

(NAMA SEKOLAH)

Disusun Oleh :
Cheischa Putri Pratama

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat,
taufik, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah tentang Nahdlatul
Ulama tepat pada waktu. Terima kasih juga kami ucapkan kepada guru pembimbing yang selalu
memberikan dukungan dan bimbingannya.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk memenuhi nilai tugas biologi. Tak hanya itu, kami
juga berharap makalah ini bisa bermanfaat untuk penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya. Walaupun demikian, kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan
makalah ini.

Akhirnya kata, kami berharap semoga makalah tentang Nahdlatul Ulama ini bisa memberikan
informasi dan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua. Kami juga mengucapkan terima kami
kepada para pembaca yang telah membaca makalah ini hingga akhir. 

Wonosobo, 02 Maret 2023

2
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2

DAFTAR ISI....................................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................5
C. TUJUAN..............................................................................................................................5

BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
A. SEJARAH.......................................................................................................................6-12
B. IDENTITAS.................................................................................................................13-16
C. NU DAN POLITIK......................................................................................................17-18

BAB III
PENUTUP........................................................................................................................19
A. KESIMPULAN............................................................................................................19-20

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Nahdlatul Ulama (NU, bahasa Arab:  ْ‫ْض ُة ْال ُعلَ َم اء‬
َ ‫ َنه‬, translit. nahḍatul ‘ulamā', har. 'Kebangkitan Para
Ulama';) adalah organisasi keagamaan Islam Indonesia didirikan oleh Hasyim Asy'ari,
kepala pesantren di Jawa Timur. NU memiliki anggota berkisar lebih dari 105 juta pada Tahun 2021
yang menjadikannya sebagai organisasi Islam terbesar di dunia. NU juga merupakan badan amal
yang mengelola pondok pesantren, sekolah, perguruan tinggi, dan rumah sakit serta mengorganisir
masyarakat untuk membantu peningkatan kualitas hidup umat Islam.

NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H (yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926) di Kota
Surabaya oleh seorang ulama dan para pedagang untuk membela praktik Islam tradisionalis (sesuai
dengan akidah Asy'ariyah dan fikih Mazhab Syafi'i) dan kepentingan ekonomi anggotanya.
Pandangan keagamaan NU dianggap "tradisionalis" karena menoleransi budaya lokal selama tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Hal ini membedakannya dengan organisasi Islam terbesar
kedua di Indonesia, Muhammadiyah, yang dianggap "reformis" karena
membutuhkan interpretasi yang lebih literal terhadap Al-Qur'an dan Sunnah.

Beberapa tokoh NU adalah pendukung konsep islam nusantara, sebuah ciri khas Islam yang telah
mengalami interaksi, kontekstualisasi, pribumisasi, interpretasi, dan vernakularisasi sesuai dengan
kondisi sosial budaya di Indonesia. Islam Nusantara mempromosikan moderasi, anti-
fundamentalisme, pluralisme dan pada titik tertentu, sinkretisme. Namun, banyak sesepuh,
pemimpin, dan ulama "NU Garis Lurus" telah menolak Islam Nusantara dan memilih pendekatan
yang lebih konservatif.

4
B.RUMUSAN MASALAH
1. Apakah Sejarah Asal Usul Nahdlatul Ulama Indonesia ?
2. Bagaimana Peran Nahdlatul Ulama Indonesia ?
3. Bagaimana Transformasi Nahdlatul Ulama menjadi Partai Politik ?

C.TUJUAN
1. Mengetahui Sejarah Nahdlatul Ulama secara umum
2. Memahami peran apa saja yang ada di dalam Nahdlatul Ulama
3. Mempelajari Proses Tranformasi Nahdlatul ulama menjadi Partai Politik secara umum

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
1. ASAL USUL

NU didirikan pada tahun 1926 sebagai organisasi ulama Muslim Asy'ari ortodoks, yang


bertentangan dengan kebijakan modernis Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis),
dan munculnya gerakan Salafi dari organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah di Indonesia yang
sama sekali menolak adat istiadat setempat yang dipengaruhi oleh
tradisi Hindu dan Buddha Jawa pra-Islam. Organisasi ini didirikan setelah Komite Hijaz
telah memenuhi tugasnya dan akan dibubarkan. Organisasi ini didirikan oleh Hasyim
Asy'ari, kepala pesantren di Jawa Timur. Organisasi NU berkembang, tetapi basis
dukungannya tetap di Jawa Timur. Pada tahun 1928, NU menggunakan bahasa Jawa
dalam khotbahnya, di samping bahasa Arab.

Pada tahun 1937, meskipun hubungan NU dengan organisasi-organisasi Islam


Sunni lainnya di Indonesia buruk, organisasi-organisasi tersebut membentuk Majelis
Islam A'la Indonesia (MIAI) sebagai forum diskusi. Mereka bergabung dengan sebagian
besar organisasi Islam lainnya yang ada pada saat itu. Pada tahun 1942,
Jepang menduduki Indonesia dan pada bulan September diadakan konferensi para
pemimpin Islam di Jakarta.

Jepang ingin menggantikan MIAI, tetapi konferensi tidak hanya memutuskan untuk
mempertahankan organisasi, tetapi juga memilih tokoh-tokoh politik yang tergabung

6
dalam Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) untuk kepemimpinan, daripada anggota
non-politik NU atau Muhammadiyah seperti yang diinginkan penjajah. Lebih dari
setahun kemudian, MIAI dibubarkan dan digantikan oleh Masyumi (Majelis Syuro
Muslimin Indonesia) yang disponsori Jepang. Hasjim Asjari adalah ketua nasional, tetapi
dalam praktiknya organisasi baru itu dipimpin oleh putranya, Wahid Hasyim. Tokoh NU
dan Muhammadiyah lainnya memegang posisi kepemimpinan.

Pada tahun 1945, Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.


Selama perang kemerdekaan Indonesia, NU menyatakan bahwa perang melawan pasukan
kolonial Belanda adalah jihad/perang suci, wajib bagi semua umat Islam. Di antara
kelompok gerilya yang memperjuangkan kemerdekaan adalah Hizbullah dan Sabililah
yang dipimpin oleh NU.

2. TRANSFORMASI MENJADI PARTAI POLITIK ISLAM

Menyusul pengakuan kemerdekaan Indonesia, sebuah partai baru


bernama Masyumi didirikan dengan NU sebagai komponennya. Kepemimpinan NU pada
saat itu tidak memiliki keterampilan politik, dan dianugerahi beberapa posisi kabinet
yang berpengaruh, kecuali ketua Wahid Hasyim, yang diangkat menjadi menteri agama.
NU tidak senang dengan kurangnya pengaruhnya di dalam Masyumi, terutama setelah
keputusan pada konferensi partai tahun 1949 mengubah dewan agama partai, di mana NU
memegang beberapa posisi, menjadi badan penasihat yang tidak berdaya.

Dua tahun kemudian, perselisihan tentang organisasi Haji menyebabkan penentangan


Perdana Menteri Natsir terhadap pengangkatan kembali Hasyim sebagai menteri urusan
agama di kabinet berikutnya. Dalam krisis kabinet berikutnya, NU mengajukan
serangkaian tuntutan, termasuk mempertahankan Hasyim, dan mengancam akan
meninggalkan Masyumi. Pada tanggal 5 April 1952, beberapa hari setelah pengumuman
kabinet baru tanpa Hasyim, NU pada prinsipnya memutuskan untuk meninggalkan
Masyumi. Tiga bulan kemudian mereka menarik semua anggotanya dari dewan

7
Masyumi, dan pada tanggal 30 Agustus ia mendirikan Liga Muslim Indonesia, yang
terdiri dari NU, PSSI dan sejumlah organisasi yang lebih kecil. Diketuai oleh Hasyim.

Selama era demokrasi liberal (1950-1957), anggota NU menjabat di sejumlah jabatan


kabinet. Pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I, NU menduduki tiga kursi, dengan Zainul
Arifin ditunjuk sebagai wakil perdana menteri kedua. Namun, setelah kabinet ini jatuh,
beberapa anggota NU menentang NU bergabung dengan kabinet baru, yang akan
dibentuk oleh Kabinet Burhanuddin Harahap, dengan keyakinan bahwa jika dia tidak
dapat membentuk kabinet, NU akan diundang untuk mencoba. Akhirnya ditekan untuk
berpartisipasi, dan dianugerahi portofolio urusan dalam negeri dan agama di kabinet,
yang dilantik pada 12 Agustus 1955.

Pada tanggal 29 September 1955, Indonesia mengadakan pemilihan parlemen pertama.


NU berada di urutan ketiga, dengan hampir 7 juta suara, 18,4% dari total, di
belakang Partai Nasional Indonesia dan Masyumi. NU diberikan 45 kursi di Dewan
Perwakilan Rakyat, naik dari hanya delapan sebelum pemilihan. NU adalah partai
terbesar di basis Jawa Timurnya, dan 85,6% suaranya berasal dari Jawa. Ada pemisahan
yang jelas antara Masyumi, yang mewakili pulau-pulau terluar, pemilih perkotaan, dan
NU, yang mewakili konstituen pedesaan Jawa. Tiga bulan kemudian, pemilihan diadakan
untuk Konstituante, yang bertugas menyusun konstitusi permanen. Hasilnya sangat mirip,
NU meraih 91 dari 514 kursi.

Pada 1950-an, NU masih ingin melihat Indonesia menjadi negara Islam, dan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap pidato presiden tahun 1953 yang ditolak oleh Sukarno. Tiga
tahun kemudian, ia juga menentang "konsepsi" Sukarno yang pada akhirnya akan
mengarah pada pembentukan demokrasi terpimpin, karena ini berarti anggota PKI duduk
di kabinet. Pada tanggal 2 Maret 1957, pemberontakan Permesta pecah. Di antara
tuntutannya adalah kembalinya Mohammad Hatta menjadi wakil presiden. NU
mendukung seruan ini.

8
Sementara itu, di Konstituante, NU bergabung dengan Masyumi, Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan pihak lain untuk membentuk
Blok Islam, yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam. Blok terdiri 44,8% dari
total kursi. Namun, karena tidak ada satu pun blok yang mampu menguasai mayoritas
dan mendorong melalui konstitusi yang diinginkan, majelis gagal untuk menyetujui dan
dibubarkan oleh Sukarno dalam sebuah dekrit pada tanggal 5 Juli 1959 yang juga
mengembalikan Undang-Undang Dasar 1945 yang asli, yang menyatakan negara untuk
berdasarkan falsafah Pancasila, bukan Islam.

Pada tahun 1960, Presiden Sukarno melarang Masyumi karena diduga terlibat dalam
pemberontakan Permesta. Namun, kepemimpinan NU melihat Partai Komunis
Indonesia yang pro-kaum miskin, yang dekat dengan Sukarno, sebagai penghalang
ambisinya, dan bersaing dengannya untuk mendapatkan dukungan dari orang-orang
miskin. Lima tahun kemudian, upaya kudeta oleh Gerakan 30 September terjadi. Pada
tahun 1965, kelompok tersebut berpihak pada tentara pimpinan Jenderal Suharto dan
sangat terlibat dalam pembunuhan massal komunis Indonesia. Namun, NU kemudian
mulai menentang rezim Suharto.

Pada tahun 1984, Abdurrahman Wahid, cucu pendiri NU Hasyim Asy'ari, mewarisi


kepemimpinan dari ayahnya, dan kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia pada
tahun 1999. Ia secara resmi meminta maaf atas keterlibatan NU dalam peristiwa 1965. Ia
juga menyatakan bahwa "Nahdlatul Ulama (NU) seperti Syi'ah dikurangi Imamah;
demikian pula Syi'ah adalah NU ditambah Imamah." Ada banyak kesamaan antara
keduanya, seperti posisi dan peran kyai. Kontras utama di antara mereka adalah bahwa di
NU, konsep itu terlihat dalam bentuk budaya yang diterima, sedangkan di Syiah, itu
berbentuk teologi.

9
Setelah penggulingan Sukarno, rezim Orde Baru di bawah
Presiden Soeharto mengadakan pemilihan umum pada tahun 1971. Meskipun NU
dimanipulasi oleh pemerintah, yang menyebabkannya kehilangan banyak kredibilitas,
NU berhasil mempertahankan 18% suara dari pemilu 1955. pemilihan. Namun, pada
tahun 1973, ia terpaksa "menyatu" ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang
baru. PPP berada di urutan kedua, setelah organisasi Golongan Karya (Golkar) yang
disponsori pemerintah dalam pemilihan 1977 dan 1982, tetapi pada 1984, ketua NU yang
baru Abdurrahman Wahid (juga dikenal sebagai Gus Dur), putra Wahid Hasyim, menarik
NU dari PPP karena ketidakpuasan dengan kurangnya pengaruh NU. Akibatnya,
pada pemilu 1987, suara PPP anjlok dari 28% pada 1982 menjadi hanya 16%. Sejak saat
itu, NU diharapkan berkonsentrasi pada kegiatan keagamaan dan sosial.

3. DILUAR POLITIK

Pada tahun 1984, pemerintah Orde Baru mengumumkan bahwa semua organisasi harus
menerima ideologi negara Pancasila sebagai dasar mereka. Sekali lagi NU akomodatif,
dengan Gus Dur menyebut Pancasila sebagai "kompromi mulia" bagi umat Islam. Lima
tahun kemudian. Gus Dur terpilih kembali untuk masa jabatan lima tahun kedua sebagai
ketua, posisi yang dipegangnya hingga terpilih sebagai presiden pada 1999.

Pada tahun 1990, NU bekerja sama dengan Bank Summa membentuk sistem Bank
Perkreditan Rakyat. Soeharto tidak menyetujui NU menyimpang di luar kegiatan
keagamaan murni, dan fakta bahwa bank itu dimiliki oleh keluarga etnis Tionghoa
Kristen menimbulkan kontroversi. Bank itu akhirnya ditutup dua tahun kemudian karena
salah urus keuangan. Gus Dur juga menimbulkan ketidaksetujuan rezim dengan
mengadakan rapat umum di stadion Jakarta tiga bulan sebelum pemilihan legislatif 1992,
seolah-olah untuk menyatakan dukungan terhadap Pancasila.

Alhasil, Gus Dur diajak bertemu Letkol Prabowo Subianto, menantu Soeharto di Mabes
TNI Jakarta. Pada pertemuan itu, Gus Dur diperingatkan untuk menghindari perilaku

10
politik yang tidak dapat diterima, dan diberitahu bahwa jika dia bersikeras melibatkan
dirinya dalam politik, daripada membatasi dirinya pada masalah agama, dia harus
menyatakan dukungan untuk masa jabatan presiden lebih lanjut untuk Soeharto.
Menanggapi hal itu, Gus Dur mengancam akan keluar dari NU. Hal ini mengakibatkan
rezim mundur, karena tidak bisa mengambil risiko menjatuhkan Gus Dur.

4. ERA PASCA ORDE BARU

Selama jatuhnya Soeharto, anggota Nahdlatul Ulama dan ulama Islam dibunuh oleh


perusuh di Banyuwangi di Jawa Timur ketika perburuan terhadap dukun diduga lepas
kendali. Menyusul jatuhnya Suharto dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie,
pada Juli 1998 Gus Dur mengumumkan pembentukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada 10 November, Gus Dur bertemu dengan tokoh-tokoh pro reformasi lainnya Amien
Rais, Megawati Soekarnoputri dan Sultan Hamengkubuwono IX. Disebut Empat
Ciganjur, dinamai sesuai lokasi rumah Gus Dur, mengeluarkan deklarasi yang menyebut
pemerintahan Habibie "transisi" dan menyerukan pemilihan untuk dimajukan dan Militer
Indonesia untuk mengakhiri peran politiknya.

Dalam pemilihan umum bebas pertama di Indonesia sejak 1955, yang diadakan pada 7


Juni 1999, PKB memenangkan 13 persen suara. Dalam sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat berikutnya, Gus Dur terpilih sebagai Presiden Indonesia, mengalahkan Megawati
dengan 373 suara berbanding 313.  Namun, ia digulingkan hanya dua tahun kemudian.
PKB kemudian terpecah menjadi dua faksi yang bertikai, satu dipimpin oleh putri Gus
Dur, Yenny Wahid. Upaya Gus Dur pada 2008 untuk melibatkan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dalam menyelesaikan sengketa gagal, dan suara PKB
pada pemilihan umum 2009 hanya setengah dari suara sebelumnya pada 2004. Pada
konferensi 2010, yang diadakan di Makassar, NU memutuskan tidak untuk membahas

11
perpecahan, dan mengeluarkan resolusi yang melarang pejabat memegang jabatan politik,
yang dilihat sebagai komitmen untuk menghindari keterlibatan politik di masa depan.

Setelah konferensi, kekhawatiran tentang peran jangka panjang NU terus menarik


komentar di media nasional. Selama 2011, misalnya, diskusi terus berlanjut tentang peran
nasional yang harus dimainkan NU dan tentang hubungan politik yang erat antara NU
dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Komentar putri Gus Dur, Yenny Wahid,
misalnya, mencerminkan keprihatinan ini ketika dia mengatakan bahwa NU
terfragmentasi dan "meluncur menjadi tidak relevan".

5. DOKTRIN

Nahdlatul Ulama menganut firkah ahlussunah wal-jama'ah, yaitu sebuah pola pikir


yang mengambil jalan tengah antara nash (Al-Qur'an dan hadis) dengan akal
(ijmak dan qiyas). Oleh sebab itu sumber hukum Islam bagi warga NU tidak hanya
Al-Qur'an maupun Sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah
dengan realitas empiris.

Dalam persoalan akidah, NU merujuk kepada Imam Abu al-Hasan al-Asy'ari,


sedangkan dalam persoalan fikih, NU cenderung merujuk kepada Imam Syafi'i, dan
dalam bidang tasawuf, NU merujuk kepada Imam al-Ghazali. NU tetap mengakui dan
bersikap tasamuh kepada para mujtahid lainnya, seperti dalam bidang akidah dikenal
seorang mujtahid bernama Abu Mansur al-Maturidi, kemudian dalam
bidang fikih terdapat tiga mujtahid besar selain Imam Syafi'i, yakni Imam Abu
Hanifah, Imam Malik, dan Imam Hambali, serta dalam bidang tasawuf mengadaptasi
pemikiran Junaid al-Baghdadi.[26][27] Hal ini berbeda dengan PERTI yang hanya
mengakui mazhab Syafi'i, meski mayoritas warga NU bermazhab Syafi'i. NU telah
digambarkan oleh media barat sebagai gerakan Islam
yang progresif, liberal dan pluralistik, tetapi merupakan organisasi yang beragam
dengan faksi konservatif yang besar juga.

12
Adapun gagasan "Kembali ke Khittah NU" pada tahun 1984
merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal-
jama'ah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fiqih
maupun sosial, serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial
dalam NU.

Setelah 1971, Nahdlatul Ulama telah menyatakan bahwa mereka tidak terikat
pada organisasi politik mana pun

B. IDENTITAS

1. LAMBANG DAN WARNA


Lambang Nahdlatul Ulama diciptakan oleh K.H. Ridwan Abdullah yang dipasang di
Hotel Peneleh Surabaya pada 9 Oktober 1927 saat dilaksanakannya Muktamar Nahdlatul
Ulama ke 2. Komponen Lambang Nahdlatul Ulama terdiri dari :

 Lima bintang diatas


 Bola dunia

13
 Peta Dunia di dalam Bola Dunia, yang kemudian disempurnakan menjadi Peta
Indonesia pada Munas ke 33 tahun 2015 di Jombang.
 Tali Tampar tambang Warok
 Dua simpul ikatan Tali Tampar Tambang Warok
 Untaian tali tampar tambang warok berjumlah 99
 Empat bintang di bawah
 Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab melintang di tengah bumi
 Gambar dan Tulisan berwarna putih dengan latar belakang warna hijau

2. LEMBAGA

Lembaga adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan Nahdlatul Ulama sesuai dan berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu
dan yang memerlukan penanganan khusus. Lembaga Nahdlatul Ulama meliputi:

1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)


2. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU)
3. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LPMNU)
4. Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU)
5. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
6. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU)
7. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU)
8. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
9. Lembaga Kajian & Pengembangan SDM Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-NU)
10. Lembaga Penyuluhan & Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU)
11. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (LESBUMI)
12. Lembaga Zakat, Infaq, & Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU)
13. Lembaga Waqaf & Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU)

14
14. Lembaga Takmir Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU)
15. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)
16. Lembaga Penanggulangan Bencana & Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama
(LPBPINU)
17. Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU)
18. Lembaga Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama (LPTNU)

3. HIERARKI ORGANISASI

1. Pengurus Besar (PBNU), untuk kepengurusan pusat tingkat nasional di Jakarta.


2. Pengurus Wilayah (PWNU), untuk kepengurusan di tingkat provinsi.
3. Pengurus Cabang (PCNU), untuk kepengurusan di tingkat kabupaten/kota.
4. Majelis Wakil Cabang (MWCNU), untuk kepengurusan di tingkat kecamatan.
5. Pengurus Ranting (PRNU), untuk kepengurusan di tingkat desa/kelurahan.
6. Pengurus Anak Ranting (PARNU), untuk kepengurusan di tingkat
dusun/masjid/kelompok.
7. Pengurus Cabang Istimewa (PCINU), untuk kepengurusan di negara luar
Indonesia.

4. BADAN OTONOM

Badan Otonom NU adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi


melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat
tertentu dan beranggotakan perorangan. Badan Otonom dikelompokkan dalam kategori
Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom
berbasis profesi dan kekhususan lainnya.

15
Jenis badan otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah :

1. Gerakan Pemuda Ansor


2. Muslimat
3. Fatayat
4. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
5. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
6. Jam'iyatul Qurra' wal Huffazh (JQH)
7. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu)
8. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
9. Pencak Silat Pagar Nusa
10. Jam'iyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah an Nahdliyah (Jatman)
11. Ikatan Seni Hadrah Indonesia Nahdlatul Ulama (Ishari)
12. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
13. Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi)
14. Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU)
15. Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) 

16
C. NU DAN POLITIK

1. PARTAI DENGAN AFILIASI NAHDLATUL ULAMA


 Partai Kebangkitan Bangsa
Partai Kebangkitan Bangsa  (PKB), adalah sebuah partai
politik berideologi Moderat di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada
tanggal 23 Juli 1998 (29 Rabi'ul Awal 1419 Hijriyah) yang dideklarasikan
oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama, seperti Munasir Ali, Ilyas
Ruhiat, Abdurrahman Wahid, A. Mustofa Bisri, dan A. Muhith Muzadi).
Partai ini telah dikudeta oleh Muhaimin Iskandar dari kepemimpinan K.H.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang bermula dengan diadakannya
muktamar tandingan di samping muktamar yang resmi diadakan oleh Gus
Dur.

 Partai Persatuan Pembangunan


Partai Persatuan Pembangunan (disingkat PPP atau P3) adalah sebuah partai
politik di Indonesia. Pada saat pendeklarasiannya pada tanggal 5
Januari 1973 partai ini merupakan hasil gabungan dari empat partai
keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan

17
Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
dan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI). Ketua sementara saat itu
adalah Mohammad Syafa'at Mintaredja. Penggabungan keempat partai
keagamaan tersebut bertujuan untuk penyederhanaan sistem kepartaian di
Indonesia dalam menghadapi Pemilihan Umum pertama pada masa Orde
Baru tahun 1973.

 Partai Kebangkitan Nasional Ulama


Partai Kebangkitan Nasional Ulama adalah salah satu partai
politik di Indonesia yang dideklarasikan pada Maret 2007.
Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), yang didirikan pada tanggal 21
November 2006 di Pondok Pesantren Langitan, Widang, Tuban, Jawa Timur,
bisa diartikan sebagai alat politik para ulama untuk memperjuangkan
kebangkitan nasional sebagai perwujudan rasa cinta tanah air.

 Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia


Partai Solidaritas Uni Nasional Indonesia adalah salah satu partai politik yang
pernah ada di Indonesia. Partai ini didirikan oleh H Abu Hasan MA sebagai
ketua umum dan Ali Fahmi sebagai sekretaris jenderal. Partai ini didirikan
pada tanggal 27 Juli 1998 di Jakarta.

 Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia


Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia (PPNUI), sebelumnya
bernama Partai Nahdlatul Ummat (PNU), adalah sebuah partai
politik di Indonesia.
Pada Pemilu 1999, Partai Nahdlatul Ummat mendapatkan nomor urut 25.

18
Ketika Pemilu 2004, Partai Nahdlatul Ummat harus mengganti nama dan
lambang apabila ingin berpartisipasi kembali, karena tidak
memenuhi electoral threshold. Maka Partai Nahdlatul Ummat berganti nama
menjadi Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia dan mendapatkan
nomor urut 12.
Pada Pemilu 2009, PPNUI sebelumnya tidak lulus verifikasi, tetapi dengan
adanya gugatan 4 partai gurem pada Pemilu 2004 kepada Mahkamah
Konstitusi, akhirnya 4 partai politik gurem ini disahkan juga menjadi Parpol
perserta Pemilu, yang mana salah satunya ada PPNUI. Selanjutnya pada
Pemilu 2009 PPNUI mendapat nomor urut 42.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam di Indonesia yang sejak
kelahirannya adalah sebuah wadah perjuangan untuk menentang para penjajah dan
merebut kemerdekaan Indonesia dengan semangat nasionalisme yang tinggi.
Bagaimana peranan NU dalam memperjuangakan kemerdakaan Indonesia ini dapat
dilihat dari latar belakang kelahiran organisasi ini. Ada 3 alasan yang dapat melatar
belakangi kelahiran ormas ini yaitu, pertama motif agama, kedua motif
mempertahankan Ahlu al-Sunnah wa'l-Jama'ah dan ketiga motif nasionalisme.

Timbulnya motif nasionalisme ini tidak lain dari pemimpin NU itu sendiri yaitu
Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari yang memiliki sifat sangat nasionalis. Selain
itu, timbulnya motif nasionalisme ini karena lahirnya NU mempunyai niatan untuk

19
menyatukan para ulama dan tokoh-tokoh agama untuk melawan para penjajahan di
bumi nusantara. Rasa semangat nasionalisme ini pun dapat kita lihat dari nama
Nahdlatul Ulama itu sendiri yaitu " Kabangkitan Para Ulama".

Adapun peran Nahdlatul Ulama pada masa penjajahan Belanda dapat dilihat pada
keputusan Mukhatamar Nahdlatul Ulama ke-2 di Banjarmasin tahun 1936, yang
memutuskan kedudukan Hindia Belanda sebagai Dar al-Salam, yang menegaskan
keterikatan Nahdatul Ulama dengan Nusa-Bangsa. Menurut pandangan Nahdlatul
Ulama (NU) bahwa perjuangan jidah dalam mengusur para penjajah sebenarnya adalah
tuntunan dalam ajaran agama Islam yang harus dilaksanakan setiap umat-Nya sebagai
bentuk rasa syukur terhadap Allah yang maha kuasa. Jihad yang dilakuakan oleh para
ulama dan santrinya merupakan jihad sebagai bentuk membela tanah air, atau hubb al-
watan (sebagai bentuk cinta tanah air) yang disebut sebagai jihad fi sabillilah.

Selain menentang penjajahan NU dan para pemimpin NU juga memperhatikan bentuk


negara Indonesia yang akan datang. Hal ini bisa dilihat pada Muktamar XV yang
berlangsung pada bulan Juni 1940, yang didatanngi oleh sebelas ulama di bawah
pimpinan Mahfuz Shiddiq membciarakan calon siapa yang pantas menjadi presiden
pertama untuk Indonesia mendatang. Sebelas ulama NU itu menentukan pilihan
diantara dua nama yang disebutkan yaitu, Soekarno dan Mohammad Hatta. Para ulama
akhirnya memilih Soekarno dengan hasil suara 10 banding 1.

Keterlibatan Nahdlatul Ulama (NU) juga mempunya arti penting dalam perumusan
Pembukaan Undang-Undang Dasar negara Repbulik Indonesia yang terbutuk dalam
panitia Sembilan dalam BPUPKI yaitu "Piagam Jakarta". Seperti kita ketahui tujuh
kata tersbut dihapus dalam siding PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
tanggal 18 Agustus 1945. Pada waku itu Bung Hatta mengaku, beliau mendapat
telepon dari seorang perwira Jepang yang mengakui meyampaikan aspirasi kaum
Kristen Indonesia Timur, bahwa mereka tidak akan bergabung dengan NKRI jika
"tujuh kata" itu tidak dihapus.

20
Hal ini sampai kepada ketua organisasi NU yaitu KH Hasyim Asy'ari. Menurut beliau,
bahwa toleransi yang dilakukan oleh NU dan tokoh-tokoh pejuang muslim lain yang
menerima "tujuh kata" dan menerima tuntunan kaum Kristen Indonesia timur, itu
merupakan sebuah perjuangan dan perjuangan demi terpeliharanya kemerdekaan dan
juga persatuan dan kesatuan NKRI

Itulah merupakan pemikiran NU yang sangat kuat dan gigih dalam menjaga NKRI dan
menentang segala bentuk penjajahan hukumnya wajib karena merupakan perintah
agama, hal ini juga sejalan dengan para ulama-ulama pendahulunya yang sangat
senantiasa memberikan hukum wajib jihad untuk mengusir penjajahan Belanda.

21

Anda mungkin juga menyukai