Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ASWAJA

NAHDLATUL ULAMA BENTENG AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH

Dosen : Siti Hamidahtur Rofi’ah M. Pd

Oleh:
1. Nur Halimah (2209629224)

FAKULTAS EKONOMI SYARI’AH


INSTITUT AGAMA ISLAM AL-QODIRI 1 JEMBER
TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat beriring salam selalu kita panjatkan kepada
Rasullullah SAW, karena kegigihan beliau dan ridho-Nyalah kita dapat merasakan kenikmatan dunia
seperti sekarang ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang diberikan olah
dosen pembimbing pada bidang studi Ahlussunnah Waljamaah (ASWAJA), makalah ini juga bertujuan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan bagi pembaca sekalian.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada selaku dosen pembimbing mata kuliah ASWAJA
(Ahlussunnah Waljamaah) yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah
ini tepat waktunya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
sembangsihnya dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik
dan saran penulis harapkan dari pembaca sekalian demi terciptanya kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang memerlukan. Terima kasih.

15 Desember 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Cover...........................................................................................................................i
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar isi...................................................................................................................iii
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
1.2. Rumusan masalah..........................................................................................4
1.3. Tujuan............................................................................................................5
BAB II Pembahasan.................................................................................................6
2.1. Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama..............................................................6
2.2. Tujuan Pendirian Nahdlatul Ulama...............................................................7
2.3. Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama....................................................................9
2.4. Ajaran Nahdlatul Ulama...........…………………………………………...15
2.5. Mengapa harus berorganisasi Nahdlatul Ulama?..………………………..16
BAB III Penutup.....................................................................................................18
3.1. Kesimpulan..................................................................................................18
Daftar Pustaka........................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nahdlatul Ulama yang lebih di kenal dengan sebutan NU, didirikan di Surabaya oleh sekelompok
ulama pesantren pada tanggal 31 Januari 1926, yang di pimpin oleh KH. Hasyim Asy’ary. Nahdlatul
ulama berkiprah di pentas Nasional sebagai organisasi sosial keagamaan. (Faisal Ismail, 2004: 28).
Sejarah berdirinya Organisasi Nahdlatul ulama adalah perluasan dari suatu komite Hijaz yang bertujuan
untuk mengimbangi Komite Khalifat secara berangsur-angsur jatuh ke tangan golongan pembaharu dan
berseru kepada Ibnu Saud penguasa baru Arab, agar kebiasaan beragama secara tradisi dapat di
teruskan. Dengan kata lain berdirinya Nahdlatul ulama adalah sebagai protes para ulama tradisional
yang menghendaki praktek-praktek seperti membangun atau berdoa di kuburan, pembacaan-pembacaan
dalail al-khairat , ajaran mazhab hendaknya di lanjutkan. (Taqiyuddin, 2008: 253). Selain itu sebagai
sebuah organisasi keagamaan,

Nahdlatul ulama memiliki karakteristik paham dan praktik keagamaan yang mendasari seluruh
perilaku dan denyut gerakan-gerakannya. Ia mendasarkan paham keagamaannya kepada Al-quran,
hadits, ijma’ dan qiyas. Dalam memahami Islam dari sumbernya, Nahdlatul ulama mengikuti paham
Ahlusunnah Wal Jama’ah (Sunnisme) dengan menggunakan metode pendekatan yaitu paham Abu
Hasan al-Asy’ary dan Abu Mansur al-Maturudi dalam bidang teologi, mengikuti salah satu dari empat
madzhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, dalam bidang fiqh pemikiran hukum Islam dan
mengikuti ajaran-ajaran Junaid al-Baghdadi dan al-Ghazali dalam bidang tasawuf. Keterikatan
Nahdlatul ulama kepada salah satu mazhab merupakan salah satu ciri khas Nahdlatul ulama sebagai
salah satu organisasi Islam tradisional Indonesia. (Faisal Ismail, 2004: 28-29).

1.2 Rumusan Masalah


 Mengetahui Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama
 Apa Tujuan Pendirian Nahdlatul Ulama?
 Siapa Saja Tokoh Pendiri Nhdlatul Ulama?
 Apa Saja Ajaran Nahdlatul Ulama?
 Mengapa harus berorganisasi Nahdlatul Ulama?

4
1.3 Tujuan

Untuk menambah wawasan pembaca dan penulis tentang sejarah dan ajaran Nahdlatul Ulama
serta mengetahui bagaimana Nahdlatul ulama berkembang sampai sekarang.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Kelahiran Nahdlatul Ulama

Nahdlatul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai reprensentatif dari ulama
tradisionalis, dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah tokoh-tokoh yang ikut berperan
diantaranya K.H. Hasyim Asy’ari. K.H. Wahab Hasbullah dan para ulama pada masa itu pada saat
kegiatan reformasi mulai berkembang luas, ulama belum begitu terorganisasi namun mereka sudah
saling mempunyai hubungan yang sangat kuat. Perayaan pesta seperti haul, ulang tahun wafatnya
seorang kiai, secara berkala mengumpulkan para kiai, masyarakat sekitar ataupun para bekas murid
pesantren mereka yang kini tersebar luas diseluruh nusantara. Berdirinya Nahdlatul Ulama tak bisa
dilepaskan dengan upaya mempertahankan ajaran ahlus sunnah wal jamaah (aswaja).

Ajaran ini bersumber dari Al-qur’an, Sunnah, Ijma’(keputusan-keputusan para


ulama’sebelumnya). Dan Qiyas (kasus-kasus yang ada dalam cerita alQur’an dan Hadits) seperti
yang dikutip oleh Marijan dari K.H. Mustofa Bisri ada tiga substansi, yaitu (1) dalam bidang-
bidang hukum-hukum Islam menganut salah satu ajaran dari empat madzhab (Hanafi, Maliki,
Syafi’I, dan Hanbali), yang dalam praktiknya para Kyai NU menganut kuat madzhab Syafi’I. (2)
dalam soal tauhid (ketuhanan), menganut ajaran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu
Mansur Al-Maturidzi. (3) dalam bidang tasawuf, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qosim
AlJunaidi. Proses konsulidasi faham Sunni berjalan secara evolutif. Pemikiran Sunni dalam bidang
teologi bersikap elektik, yaitu memilih salah satu pendapat yang benar. Hasan Al-Bashri (w. 110
H/728) seorang tokoh Sunni yang terkemuka dalam masalh Qada dan Qadar yang menyangkut soal
manusia, memilih pendapat Qodariyah, sedangkan dalam masalah pelaku dosa besar memilih
pendapat Murji’ah yang menyatakan bahwa sang pelaku menjadi kufur, hanya imannya yang
masih (fasiq). Pemikiran yang dikembangkan oleh Hasan AL-Basri inilah yang sebenarnya
kemudian direduksi sebagai pemikiran Ahlus sunnah waljama’ah.

Menurut Muhammad Abu Zahra, perbedaan pendapat dikalangan kaum muslim pada
hakikatnya menampak dalam dua bentu, yaitu Praktis dan Teoritis. Perbedaan secara praktis
terwujud dalam kelompok – kelompok seperti kelompok Ali bin Abi Tholib (Syi’ah), Khawarij
dan kelompok Muawiyah. Bentuk kedua dari perbedaan pendapat dalam Islam bersifat ilmiah
6
teoritis seperti yang terjadi dalam masalah ‘aqidah dan furu’ (fiqih). Ahlus Sunnah Waljama’ah
sebagai salah satu aliran dalam Islam meskipun pada awal kelahirannya sangat kental dengan
nuansa politiknya, namun, dalam perkembangannya diskursus yang dikembangkannya juga masuk
pada bagian wilayahseperti Aqidah, Fiqih, Tasawuf dan Politik. Dengan haluan ideologi ahlus
sunnah waljamaah ini lahir dengan alasan yang mendasar, antara lain: Pertama; Kekuatan penjajah
belanda untuk meruntuhkan potensi islam telah melahirkan rasa tanggung jawab alim ulama
menjaga kemurnian dan keluhuran ajaran islam. Kedua; Rasa tanggung jawab alim ulama sebagai
pemimpin umat untuk memperjuangkan kemerdekaan dan membebaskan dari belenggu penjajah.
Ketiga; Rasa tanggung jawab alim ulama menjaga ketentraman dan kedamaian bangsa Indonesia.

Tidak seluruh perjalanan sejarah bangsa indonesia dalam fase-fase yang telah dikemukakan
sejak akhir abad ke-19 sampai sekarang. Merupakan proses tese dan antitese. Dalam fase
pergerakan kemerdekaan misalnya, ada tiga kelompok kekuatan yang berkembang secara
bersamaan. Munculnya elit baru sebagai sekolah-sekolah belanda, dibarengi pula oleh dua
kekuatan pergerakan yang bersumber islam, yaitu ”islam moderen” dan “islam tradisional”. Dalam
fase ini moderenisasi islam yang tersalur dalam berbagai keagamaan mulai tersebar dan
memperoleh sambutan yang cukup luas dihampir semua kota besar di Indonesia sampai di Desa-
desa kecil di pelosok negri.

Sejak permulaan tahun 1910-an. Sebelum didirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama pada tahun
1926. Kyai H. Hasyim As’ari tidak melarang salah seorang muridnya yang paling cemerlang yaitu
KH. Wahab Hasbullah untuk mengambil bagian dalam aktifitas-aktifitas sosial pendidikan dan
keagamaan dari kelompok modernisasi Islam. Kelihatannya sampai meninggalnya pendiri
Muhamadiyah, Kyai H. Ahmad Dahlan, dalam tahun 1923, pikiran-pikiran islam moderen dari
gerakan Muhamadiyah belum meyentuh ideologi yang paling fundamental dari islam tradisional.
Pada tingkat permulaan gerakan islam moderen tersebut, tekanan diletakkan pada pengaktifan
sosial, ekonomi dan politik. Mungkin itulah sebabnya gerakan tersebut belum di rasakan
mengancam kedudukan pemimpin pemimpin islam tradisional.

2.2 Tujuan Pendirian Nahdlatul Ulama

Sebagaimana yang ditulis para akademisi, penulis, pemerhati, intelektual, dan ilmuan. Baik
dalam maupun luar negri tentang NU, demikian juga yang terdapat dalam anggaran dasar (AD)
Nahdlatul Ulama Bab I pasal 1 disebutkan bahwa: jam’iyah ini bernama NAHDLATUL ULAMA’

7
di singkat NU. Didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1334 H. bertetapan dengan tanggal 31
januari 1926 M, latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama’ adalah kondisi transisi dari
keterpurukan umat menuju kepada penyadaran pemahaman keagamaan mengalami puncaknya
pada tahun 1924, Makkah pada waktu itu ditakhlukkan oleh Abdul al- Aziz ibn Saud yang
beraliran Wahabi. Karena itu Makkah menjadi tren reformasi ajaran agama Islam dengan
menekankan wawasan Islam sebagai falsafah hidup berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Ibnu Saud
ketika berkuasa dengan mengalahkan raja Hijaz (Makkah), Sarif Husain, dan putranya pada tahun
1924, tersebarlah berita bahwa para penguasa baru ini akan menghilangkan Madzhab yang ada.
Dan untuk mengambil ahli umat, maka ibnu Saud merencanakan menggelar muktamar khilafiyah
sebagai ganti Daulah Usmaniyah. Kala itu, seluruh negara Islam diundang melalui perwakilannya,
termasuk Indonesia. Awalnya, Utusan direkomendasi adalah HOS Cokro Aminoto (Syarikat
Islam), Kyai H. Mas Mansyur (Muhammadiyah) serta Kyai H. Wahab Hasbullah (pesantren).

Namun, karena tidak mewakili organisasi permanen, maka, nama Kyai H. Wahab Hasbullah
dicoret. Peristiwa ini menyisahkan sakit hati bagi kalangan pesantren karena tidak ada lagi yang
dapat dtitipi keberatan akan tindakan pemerintahan ibnu Saud. Kalangan pesantren sangat tidak
menerima sikap penguasa Makkah kala itu yang anti kebebasan bermadzhab, anti ziarah ke makam
Ulama’, anti kegiatan membaca kitab barzanji dan sebagainya. Berdirinya Nahdlatul Ulama tidak
terlepas dari nuansa politis yang muncul sebelum terjadinya kongres Al Islam di Bandung, didalam
rapat antar organisasi pembaharu di Cianjur memutuskan untuk mengirim utusan yang terdiri dari
dua orang pembaharu ke Makkah, satu bulan kemudian kongres Al Islam tidak menyambut baik
gagasan K.H. Wahab Hasbullah yang menyarankan agar usulan-usulan kaum tradisionalis
mengenai praktek keagamaan dibawa oleh delegasi Indonesia, penolakan yang memang masuk
akal itu dikarenakan kaum reformis itu menyambut baik pembersihan dalam kebiasaan ibadah
agama di Arab Saudi, yang menyebabkan kaum tradisionalis terpojok dan terpaksa
memperjuangkan kepentingan mereka dengan cara mereka sendiri yaitu dengan membentuk
komite Hijaz untuk mewakili mereka dihadapan raja Ibnu Su’ud. Untuk memudahkan tugas ini
maka diputuskan untuk mendirikan organisasi yang mewakili Islam tradisionalis yaitu Nahdlatul
Ulama.

NU menetapkan dirinya bertujuan menjadi pengawas islam tradisi dengan mempertahankan


ajaran keempat madzhab, meskipun pada kenyataannya madzhab Syafi’I yang dianut oleh umat
Islam seuruh nusantara. Ini berarti NU mempertahankan ilmu dan hak para ulama’ untuk

8
menafsirkan ayat-ayat suci dan hadits dari kekeliruan. Nahdlatul Ulama’ sebagai sebuah organisasi
jamiyah lahir dari wawasan keagamaan yang bertujuan memajukan faham Islam ahli sunnah wal
jama’ah aliran pemikiran Islam dibidang sosial kemasyarakatan berlandasan pada prinsip-prinsip
keagamaan yang bercorak tasamuh (toleran) dan bersifat tawasud (moderat). Prinsip-prinsip sosial
kemasyarakatan ini memberikan ruang gerak lebih luas kepada Nahdlatul Ulama’ (NU) untuk
merespons berbagai perubahan di lingkungannya, dan sangat toleran terhadap berbagai perbedaan
yang berkembang dalam masyarakat plural seperti di Indonesia, tanpa terjebak dalam ekstrim kiri
dan kanan yang secara fundamen sering kali merusak dimensi-dimensi solidaritas sosial dan
kemanusiaan di Indonesia. Responsif, akurat, dan objektif atas kompleksitas problema empirik
masyarakat bangsa tidak cukup hanya dengan mengandalkan peran Kyai (ulama’) semata, sudah
barang tentu membutuhkan tenaga-tenaga profesional muda yang trampil, visibel dan kapabel
dalam memberikan solusi alternatif yang konseptual dan sistematis. Disinilah pendirian sebuah
organisasi yang independen dan otonom Nahdlatul Ulama’ (NU) mengemukakan pikiran
urgensinya.

2.3 Tokoh Pendiri Nahdlatul Ulama

1. KH. M. Hasyim Asyaari


2. KH Abdul Wahid Hasyim
3. KH Zainul Arifin
4. KH Zainal Mustofa
5. KH Idham Chalid
6. KH Abdul Wahab Chasbullah
7. KH As’ad Syamsul Arifin
8. KH. Syam’un
9. KH Masykur

1. KH. M. Hasyim Asyaari


Tokoh pertama dari pendiri NU adalah KH. M Hasyim Asyaari atau dikenal pula dengan
nama Mbah Hasyim, ia lahir di Kabupaten Jombang, Jawa Timut pada 14 Februari tahun 1971.
Mbah Hasyim adalah tokoh utama sekaligus pendiri NU pada 31 Januari 1926. Mbah Hasyim
adalah sosok pendiri sekaligus oengasuh pertama dari Pesantren Tebuireng di Jombang dan

9
menjadi satu-satunya tokoh yang menyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayat dan
hingga kini, belum ada lagi tokoh yang menyandang gelar Rais Akbar NU selain Mbah Hasyim.

KH Hasyim Asyaari adalah kakek dari Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yaitu Presiden
Republik Indonesia yang keempat. Mbah Hasyim diketahui pertama kali belajar dasar agama
melalui ayah serta kakeknya. Lalu pada usia 15 tahun, Mbah Hasyim sudah mulai belajar agama
di berbagai pesantren. Kemudian pada tahun 1892, Mbah Hasyim pun berangkat ke Mekkah
lalu berguru pada Syekh Ahmad Khatib Minangkabau serta beberapa guru lainnya. Perjuangan
Mbah Hasyim untuk kemerdekaan Indonesia dimulai pada tahun 1899, ketika ia pulang dari
Mekkah. Usai pulang menyelesaikan studinya di Mekah, KH Hasyim Asyaari pun mendirikan
Pondok Pesantren Tebu Ireng. Pesantren tersebut kini, menjadi salah satu pesantren besar di
Indonesia serta memegang peran penting dalam perjuangan umat Islam di Indonesia. Lalu,
pada tahun 1925 KH Hasyim Asyaari pun menjadi pendiri dari Nahdlatul Ulama. Dengan
berdirinya NU, organisasi menjadi salah satu bentuk pernyataan tegas atas kebangkitan ulama
yang turut andil pula dalam kemerdekaan Indonesia.

KH Hasyim Asyaari memiliki jasa dengan memustuskan bahwa NU mengeluarkan


resolusi Jihad Fi Sabilillah yang kemudian direkomendasikan pada pemerintah Indonesi yang
baru berdiri serta Jihad Fi Sabilillah untuk umat Islam di Indonesia dengan fatwa bagwa setiap
orang dewasa yang berada dalam radius dari 90 km dari tempat pertempuran saat itu wajib
melawan penjajah dan berperang. Kedua putusan tersebut kemudian dijadikan sebagai
pernyataan resmi NU pada 22 Oktober 1945.

2. KH Abdul Wahid Hasyim


Abdul Wahid Hasyim adalah seorang pahlawan Indonesia yang pernah menjabat sebagai
seorang menteri negara serta pernah menjabat sebagai menteri agama di orde lama. Abdul
Wahid Hasyim adalah ayah dari Abduraahman Wahid dan anak dari KH Hasyim Asyaari.

Selain sebagai menteri, Wahid Hasyim turut berperan dalam berdirinya organisasi Islam
terbesar di Indonesia saat ini yaitu NU. Bersama dengan ayahnya, KH Hasyim Asyaari, Wahid
Hasyim memiliki kiprah pada perkembangan dunia pesantren di Indonesia. Ketika menginjak
usia ke 21 tahun, Wahid Hasyim membuat gebrakan baru dengan semangat memajukan
10
pesantren yang selalu ia bawa. Wahid Hasyim kemudian memadukan pola pengajaran pesantren
yang menitik beratkan pada ajaran-ajran agama dengan pelajaran dari ilmu umum. Sistem
klasikal pun ia ubah menjadi sistem tutorial. Kemudian pada usia 25 tahun, Wahid Hasyim pun
memutuskan untuk bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia atau MIAI yaitu federasi
dari organisasi masaa serta partai Islam yang saat itu aktif.

Selain itu, Wahid Hasyim memiliki peranan dalam membentuk Madrasah Nidzamiyah
yang mengajarkan pelajaran umum selain bahasa Arab, seperi bahasa Inggris dan Belanda.
Selain itu, Wahid Hasyim adalah sosok penggagas dari sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dalam
Pancasila. Lalu pada Muktamar Nahdaltul Ulama yang ke 19 di Palembang pada tahun 1951,
Wahid Hasyim pun terpilih sebagai ketua umum dari pengurus besar NU bersama dengan Rais
Aam yaitu KH A Wahhab Hasbullah. Wahid Hasyim kemudian wafat pada tahun 1953 karena
kecelakaan mobil di Cimahi pada 19 April. Wahid Hasyim pun mendapat gelar sebagai
Pahlawan Nasional, seperti ayahnya.

3. KH Zainul Arifin
Zainul Arifin Pohan lahir di Barus, Tapanuli Tengah Sumatera Utara pada tanggal 2
September 1909. Zainul Arifin adalah sosok yang dikenal sebagai pecinta kesenian serta turut
aktif dalam kegiatan seni musikl melayu sekaligus sandiwara. Ia adalah penyanyi serta pemain
biola di Stambul Bangsawan dan aktif pula memperdalam ilmu agama di masjid ketika ia
tengah menjalani pelatihan bela diri pencak silat.

KH Zainul Arifin adalah salah satu sosok pendiri NU. Perannya dimulai sejak ia berusia
16 tahun dan memutuskan untuk merantau ke Batavia. Sejak memutuskan untuk merantau,
Zainul Arifin pun aktif bekerja sebagai guru dan mendirikan beberapa balai pendidikan untuk
orang-orang dewasa, perguruan rakyat yang berada di Jatinegara. Sejak usia muda, Zainul
Arifin pun terampil dalam berdakwah ketika ia memulai menjabat sebagai muballigh muda dan
menjadi anggota dari GP Ansor. Karena kepandaiannya dalam berdakwah, Zainul Arifin pun
menarik perhatian pada tokoh Nahdlatul Ulama yang masuk dalam organisasi induk Ansor
termasuk Wahid Hasyim, Muhammad Ilyas dan lainnya. Kemudian dalam beberapa tahun usai
bergabung dalam GP Ansor, Zainul Arifin pun menjadi Ketua Cabang NU di Jatinegara
kemudian berlanjut menjadi Ketua Majelis Konsul NU di Batavia.

11
KH Zainul Arifin berjasa dalam pembentukan pasukan semi militer Hizbullah. Ia
kemudian menjabat sebagai panglima. Selain itu, Zainul Arifin pun pernah menjabat sebagai
perdana menteri Indonesia, dan Ketua DPR GR. Zainul Arifin juga memiliki jasa ketika
menjadi anggota dari badan pekerja Komite Nasional Pusat. Zainul Arifin wafat karena luka
yang ia terima ketika tengah melaksanakan sholat Idul Adha di barisan terdepan bersama
dengan Sukarno pada 14 Mei 1962. Ketika itu, pemberjntak dari DI/TII berusaha membunuh
presiden akan tetap tembakan melesat dan mengenai bahu Zainal Arifin. Karena luka dibahunya
tersebut, Zainul Arifin menderita selama kurang lebih sepuluh bulan dan akhirnya meninggal
dunia pada 2 Maret 1963 di usianya yang ke 53 tahun. Pada 4 Maret 1963, Zainul Arifin
kemudian mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

4. KH Zainal Mustofa
Zainal Mustofa lahir di Bageur, Cimerah, Singapama Tasikmalaya tahun 1899. Zainal
Mustafa adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama
bersama para tokoh lainnya. Zainal Mustofa merupakan sosok pemimpin dari sebuah pesantren
di Tasikmalaya serta pejuang Islam pertama yang berasal dari Jawa Barat dan yang pertama
pula mengdakan pemberontakan kepada pemerintahan Jepang. Zainal Mustofa memiliki nama
kecil yait Hudaemi. Nama kecil tersebut kemudian berganti usai Zainal Mustofa melaksanakan
ibadah haji pada tahun 1927. Sejak awal, Zainal Mustofa telah memeroleh pendidikan formal di
Sekolah Rakyat. Dalam hal agama, Zainal Mustofa memelajari ilmu agama melalui guru agama
yang ada di kampunya. Kemudian, Zainal Mustofa memiliki kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan agama di pesantren selama kurang lebih 17 tahun, ia belajar ilmu agama dari satu
pesantren ke pesantren lainnya hingga ia mahir dalam bahasa Arab serta menguasai ilmu agama.
Kemudian ketika melaksanakan ibadah Haji, Zainal Mustofa pun berkesempatan untuk
mengenali para ulama terkemuka hingga bertukar pikiran mengenai ilmu agama. Usai kembali
dari melaksanakan haji tersebut, berkat diskusi pada ulama terkemuka, Zainal Mustofa
kemudian mendirikan sebuah pesantrean di Kampung Cikembang dengan nama pesantren
Sukamanah. Zainal Mustofa kemudian dikenal sebagai sosok ulama yang vokal dan tegas
melawan para penjajah. Melalui beragam khutbah dan ceramah yang ia hadiri, Zainal Mustof
secara terang-terangan turut membangkitkan semangat nasionalisme dari rakyat Indonesia untuk
menyerang penjajah. Bahkan, tak jarang Zainal Mustofa diturunkan paksa dari mimbar oleh

12
para ulama yang saat itu pro Belanda. Berkat jasanya, Zainal Mustofa pun mendapatkan gelar
pahlawan yang diberikan oleh Presiden pada 6 November 1972.

5. KH Idham Chalid
Tokoh pendiri NU kelima adalah KH Idham Chalid, selain tercatat sebagai pendiri NU
Idham Chalid pun juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia pada Kabinet
Djuanda dan Kabinet Ali Sastroamidjojo II. Selain itu, Idham Chalid pun pernah menjabat
sebagai Ketua MPR serta Ketua DPR. Idham Chalid aktif masuk ke badan-badan perjuangan
ketika Jepang telah kalah dan para sekutu kembali ke Indonesia. Ketika menjelang masa
kemerdekaan, Idham Chalid pun turut aktif sebagai panitia kemerdekaan Indonesia Daerah
untuk Amuntai. Selain itu, Idham Chalid juga turut bergabung dengan beberapa partai yaitu
Persatuan Rakyat Indonesia dan kemudian memutuskan untuk pindah ke partai Serikat Muslim
Indonesia.

Selain aktif ketika menjelang masa-masa kemerdekaan, Idham Chalid juga memiliki
peran ketika perang pada masa kemerdekaan di tahun 1947. Ia bersama dengan Hasan Basry
turut berjuang dalam Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia di Kalimantan. Usai perang,
Idham Chalid kemudian diangkat menjadi anggota Parlemen Sementera untuk Republik
Indonesia dan mewakili Kalimantan. Pada tahun 1950, KH. Idham Chalid juga terpilih sebagai
anggota dari DPRS dan hadir mewakili Masyumi. namun , pada tahun 1952 ketika Nahdlatul
Ulama memisahkan diri dengan Masyumi, Idham Chalid pun memutuskan untuk bergabung
dengan Partai NU.

Selain sukses dengan karir politiknya, Idham Chalid juga memiliki peran sebagai kia yang
diberi amanah sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tahun
1956 hingga 1984. Hingga kini, Idham Chalid masih menjadi ketua yang paling lama menjabat
di NU. Atas jasa-jasanya, Idham Chalid pun diberi gelar sebagai Pahlawan pada 8 November
2011. Lalu pada 19 Desember 2016, pemerintah mengabadikan Idham Chalid di pecahan uang
kertas rupiah baru dengan nominal pecahan Rp 5 ribu.

13
6. KH Abdul Wahab Chasbullah
KH Abdul Wahab Chasbullah atau akrab disapa Mbah Wahab adalah salah satu pendiri
Nahdlatul Ulama yang sebelumnya dikenal pula sebagai sosok pendiri kelompok dari diskusi.
Tashwirul Afkar atau pergolakan pemikiran, selain itu Mbah Wahab pun adalah sosok pendiri
Madrasah Nahdlatul Wathan atau kebangkitan negeri serta pendiri dari Nahdlatul Tujjar atau
kebangkitan pedagang.

Sejak tahun 1924, Mbah Wahab telah mengusulkan agar membentuk suatu perhimpunan
ulama di mana perhimpunan tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan dari kaun
tradisionalis yang memiliki mazhab. Usulan dari Mbah Wahab pun terwujud dengan ia
mendirikan NU pada tahun 1926 bersama dengan kiai dan tokoh pendiri lain. Mbah Wahab
mendapatkan gelar sebagai Rais Aam PBNU dan pernah menjabat sebagai pengasuh pesantren
Bahrul Ulum Tambakberas di Jombang, ia juga adalah penggagas dari Majelis Islam A’la di
Indonesia atau disingkat MIAI. pada tahun 1971, Mbah Wahab meninggal dunia lalu
mendapatkan gelar sebagai pahlawan di 8 November tahun 2014.

7. KH As’ad Syamsul Arifin

As’ad Syamsul Arifin adalah salah seorang kiai yang aktif dan berani ketika berperang
melawan para penjajah, ia adalah salah seorang pengasuh dari pesantren Salafiyah Syafiiyah di
Sukorejo, Banyuputih, Situbondo. Ketika menjadi pengasuh pesantren, As’ad Syamsul Arifin
pun memimpin para pejuang Situbondo di Jember serta Bondowoso.

Ketika Indonesia memasuki masa-masa revolusi fisik, ia menjadi sosok kiai yang
memotori atau menggerakan masaa dalam pertempuran ketika melawan penjajah 10 November
1945. Usai Indonesia mengalami kemerdekaan, para penggerak eknomi dan sosial masyarakat
pun menyerap aspirasi dari para warga untuk kemudian mendorong para pemerintah daerah,
presiden serta menteri untuk mewujudkan pembangunan yang merata. Selain itu, Kiai As’ad
Syamsul Arifin pun memiliki peran yang penting ketika menjelaskan kedudukan Pancasila pada
rakyat. Saat itu, Kiai As’ad menjelaskan bahwa hadirnya Pancasila tidak akan mengganggu nilai
keislaman. Berkat jasanya tersebut, Kiai As’ad pun mendapatkan anugerah sebagai Pahlawan
pada tahun 2016 tepatnya pada 9 November.

14
8. KH. Syam’un
Selain sebagai pendiri NU, KH. Syam’un adalah pengurus NU di Serang, Banten. Ia
pernah menghadiri Muktamar NU yang keempat di Semarang, Jateng pada tahun 1929,
Muktamar NU yang kelima di Pekalingan tahun 1930 serta Muktamar NU yang kesebelas di
Banjarmasi pada tahun 1936.

Syam’un adalah seorang alim dalam hal keilmuan yang menguasai tiga bahasa asing serta
pernah mengajar di Arab ketika masa muda. Ketika kembali ke Indonesia usai mengajar di Arab
Saudi, Syam’un kemudian bergabung dengan kelaskaran dan pernah menjadi soerang perwira
tenta sukarela dari Pembela Tanah Air atau PETA. Ia juga pernah menjabat sebagai Komandan
Batalyon yang memiliki pangkat daidancho atau mayor di tahun 1943.

Kemudian pada tahun 1948, ia naik pangkat menjadi brigadir jenderal dan memimpin
gerilya di wilayah Banten dan wafat di tahun 1949 lalu mendapat gelar pahlawan nasional pada
8 November 2018.

9. KH Masykur
KH Masykur adalah salah satu tokoh NU yang pernah menjadi anggota BPUPKI dan turut
terlibat dalam perumusan Pancasila. Ia juga tercata sebagai pendiri dari Perta dan muncul
sebagai pemimpin Barisan Sabilillah ketika terjadi pertempuran pada 10 November 1945. Ia
memiliki peran penting dalam pembangunan moral anak bangsa dengan mendirikan Yayasan
Sabilillah, yaitu lembaga yang aktif di bidang pendidikan dan mendapatkan gelar pahlawan
nasional pada 8 November 2019.

2.4 Ajaran Nahdlatul Ulama

Fatih Syuhud menjelaskan dalam buku Ahlussunnah Wal Jamaah, ideologi dan perilaku
Ahlussunnah Wal Jamaah dapat terangkum dalam tiga ajaran pokok, yaitu iman, islam, dan ihsan.
Berikut jabaran dari ketiga ajaran pokok Ahlussunnah Wal Jamaah:

15
1. Iman

Iman adalah keyakinan hati seorang mukmin terhadap kebenaran ajaran-ajaran Islam.
Baik itu meliputi hal-hal tentang ketuhanan, tentang kenabian, dan tentang hal-hal gaib yang
telah dijelaskan dalam Alquran dan Al-Hadits.

2. Islam (Ilmu Fikih)

Islam dapat terwujud dengan melaksanakan hukum dan aturan fikih yang telah ditetapkan
oleh Alquran dan Al-Hadits dengan berbagai perangkat pemahamannya. Untuk saat ini, dari
sekian banyak madzhab yang berkembang di masa awal Islam, hanya ada 4 madzhab yang
sanggup bertahan, yaitu:

Madzhab Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali. Sedangkan yang lain sudah tidak ada
generasi yang meneruskan, maka madzhabnya tidak terjaga keasliannya.

3. Ihsan (Tasawuf)

Tasawuf adalah usaha untuk menjaga hati agar dalam berperilaku dan bertingkah laku
selalu menuju satu harapan, yakni mengharap ridha Allah SWT sebagai wujud dari ihsan. Hal
itu terwujud dengan mengetahui seluk-beluk penyakit hati dan mengobatinya dengan senantiasa
bermujahadah dengan amal baik serta selalu bermunajat kepada Allah SWT.

2.5 Mengapa harus berorganisasi Nahdlatul Ulama?

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Manan Ghani memaparkan
alasan mengapa harus bangga menjadi warga NU. Setidaknya ada tiga alasan mengapa Nahdlatul
Ulama menjadi organisasi pilihan utama dalam berjuang memperjuangkan agama dan negara.  
"Pertama karena Nahdlatul Ulama didirikan oleh para ulama. Ulamalah yang menjadi pewaris
Nabi. Merekalah sosok yang menjadi wasilah manusia mengenal Allah SWT," katanya saat
memberi sambutan pada Pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten
Pringsewu, Lampung, Sabtu (14/3).  

Kiai Manan menegaskan bahwa ulama pendiri NU juga memiliki sanad atau silsilah
keilmuan yang jelas memyambung sampai dengan Rasulullah SAW. Maka ia menyebut bahwa

16
ulama atau kiai merupakan kekayaan besar dari Nahdlatul Ulama.   Dasar kedua mengapa harus
ber-NU menurutnya adalah paham yang dianut NU yakni Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja)
merupakan paham yang paling banyak dianut oleh Muslim di Indonesia dan dunia. Paham ini
sudah terbukti membawa kedamaian dan kemaslahatan bagi kehidupan dunia dan akhirat.

17
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Nahdlatul Ulama lahir pada tanggal 31 Januari 1926 sebagai reprensentatif dari ulama
tradisionalis, dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah tokoh-tokoh yang ikut berperan
diantaranya K.H. Hasyim Asy’ari. K.H. Wahab Hasbullah dan para ulama pada masa itu pada saat
kegiatan reformasi mulai berkembang luas, ulama belum begitu terorganisasi namun mereka sudah
saling mempunyai hubungan yang sangat kuat.

NU menetapkan dirinya bertujuan menjadi pengawas islam tradisi dengan mempertahankan


ajaran keempat madzhab, meskipun pada kenyataannya madzhab Syafi’I yang dianut oleh umat
Islam seuruh nusantara. Ini berarti NU mempertahankan ilmu dan hak para ulama’ untuk
menafsirkan ayat-ayat suci dan hadits dari kekeliruan. Nahdlatul Ulama’ sebagai sebuah organisasi
jamiyah lahir dari wawasan keagamaan yang bertujuan memajukan faham Islam ahli sunnah wal
jama’ah aliran pemikiran Islam dibidang sosial kemasyarakatan berlandasan pada prinsip-prinsip
keagamaan yang bercorak tasamuh (toleran) dan bersifat tawasud (moderat).

Setidaknya ada tiga alasan mengapa Nahdlatul Ulama menjadi organisasi pilihan utama
dalam berjuang memperjuangkan agama dan negara.   "Pertama karena Nahdlatul Ulama didirikan
oleh para ulama. Ulamalah yang menjadi pewaris Nabi. Merekalah sosok yang menjadi wasilah
manusia mengenal Allah SWT," katanya saat memberi sambutan pada Pelantikan Pengurus
Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pringsewu, Lampung, Sabtu (14/3).  

18
DAFTAR PUSTAKA
AH, Hujair dan Sanaky, Paradigma Pendidikan Islam Membangun Masyarkat Madani Indonesia,
Yogyakarta: Safira Madani Press,2003.

Alarna, Badrun, NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja, Yogyakarta: Tiara Wacana,
2000.

al-Asy‟ari, Abi al-Hasan Ali ibn Ismail, al-Ibanah An Ushul al-Diyanah, Beirut: Dar al- Kutub
al-Ilmiyyah, t.t.

Anam, Muhamad Khoirul, “Pembelajaran ASWAJA sebagai Implementasi Pendidikan Akhlak di


MTs Miftahul Ulum Mranggen Demak”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN
Walisongo Semarang. 2016.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006.

Aswaja Centre UNISMA, 2001.

Bafadal, Ibrahim, Teknik Analisa Data Penelitian Kualitatif, (dalam Metodelogi Penelitian
Kualitatif: Tinjauan Teoritis dan Praktis), Malang: Unisma, tt.

Bogdan danTaylor, Introduction to Qualitatif Research Methods: Aphenomenologikal approach


to the social sciences, New York: John Willy & Sons, 1982.

Bulletin Al-amin.2013.http://buletinalamin.blogspot.com/2013/05/peran-pendidikanaswajadalam-
lingkup.html.diakses tanggal, 7 Mei 2018

Chalim, Asep S, dkk.,Membumikan Aswaja, Surabaya: Khalista, 2012.

Creswell,J.W, Penelitian Kualitatif & Riset, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: PT Toha Putra, 1995.

Farid, Ahmad, Pendidikan Berbasis Metode Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, Surabaya: Pustaka
eLBA, 2011.

FKI LIM, Gerbang Pesantren, Pengantar Memahami Ajaran Ahlussunnah wal Jama‟ah, Kediri:
Litbang Lembaga Ittihadul Muballigin PP. Lirboyo, 2010.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offset, 1`9890, 91.

Huberman, A. Maicel and B Miles Mathew, Analisa data kualitatif, buku sumber tentang metode-
metode baru, penerjemah; tjetjep rohendi rohidi, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1992.

19

Anda mungkin juga menyukai