Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

MANHAJ AL-FIKR ASWAJA NU

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah PAI (Aswaja)

Dosen Pengampu : Dr. Anwar Sholikhin, S.Pd.I., M.Pd.

Disusun :

1. Muhammad Rhois (22032045)


2. Muhammad Khoiron (22032059)
3. Indrawati (22032064)
4. Inesti Jaya Astri (22032067)
5. Selviana Mawarni (22032065)
6. Sopia Nurjanah (22032063)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM
LAMONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi kami rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“MENJELASKAN MANHAJ AL-FIKR ASWAJA NU; METODOLOGI
PENGAMBILAN DAN PENETAPAN HUKUM”

Ucapan terimakasih kami berikan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami
sehingga kami bisa dengan lancar menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kami sampaikan
juga kepada Bapak Dr. Anwar Sholikhin, S.Pd.I., M.Pd yang telah memberi kami ilmu yang
sangat berlimpah dan bermanfaat.

Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca akan mendapat ilmu yang bermanfaat,
dan juga semoga pembaca akan dapat mudah untuk memahami isi makalah ini.

Lamongan, 29 November 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2

2.1. Pengertian Manhaj Al-Fikr Aswaja NU .......................................................... 2


2.2. Metodologi Pengambilan Manhaj Al-Fikr Aswaja NU .................................. 2
2.3. Penetapan Hukum Manhaj Al-Fikr Aswaja NU.............................................. 3

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 5

3.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 5


3.2. Saran ............................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. ii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


NU (Nahdlatul Ulama) adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia yang telah
memberikan kontribusi besar dalam sejarah dan perkembangan Islam di Nusantara.
Nahdlatul Ulama adalah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Didirikan pada tanggal
31 Januari 1926 di kota Surabaya, NU merupakan gerakan Islam yang berkomitmen
untuk memperkuat ajaran Islam yang tradisional, menjaga persatuan umat Muslim, serta
berperan aktif dalam pembangunan sosial dan politik di Indonesia.
NU memiliki jutaan anggota yang terdiri dari ulama, santri (murid pesantren), dan
masyarakat umum. Organisasi ini memiliki ribuan pesantren di seluruh Indonesia yang
menjadi pusat pendidikan agama dan sosial. NU juga memiliki peran yang signifikan
dalam politik Indonesia, dengan anggota yang terpilih menjadi anggota parlemen dan
terlibat dalam pembentukan kebijakan nasional.
NU hadir sebagai gerakan yang ingin memperkuat ajaran Islam yang tradisional
dan memperjuangkan kepentingan umat Muslim di Indonesia. Pendidikan aswaja
NU mengatur hubungan antar manusia dalam tiga macam ikatan di atas, yang menuju
kepada persaudaraan/ kerukunan berdasar saling mengerti dan menghornati.
Persaudaraan/kerukunan yang diajarkan oleh Islam ini disebut dengan persaudaraan
(ukhuwah) yang diajarkan oleh Islam.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa Pengertian Manhaj Al-Fikr Aswaja NU ?
2. Bagaimana metodologi Pengambilan Manhaj Al-Fikr Aswaja NU?
3. Bagaimana Penetapan Hukum Manhaj Al-Fikr Aswaja NU?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Untuk Memahami Pengertian Manhaj Al-Fikr Aswaja NU.
2. Untuk Memahami Metodologi Pengambilan Manhaj Al-Fikr Aswaja NU.
3. Untuk Mengetahui Penetapan Hukum Manhaj Al-Fikr Aswaja NU.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Manhaj Al-fikr Aswaja NU
Aswaja biasanya didefinisikan sebagai orang yang mengikuti salah satu madzhab
empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dalam bidang Fiqh, mengikuti Imam al-
Asy’ari dan Maturidi dalam bidang akidah dan mengikuti al-Junaydi dan al-Ghazali
dalam bidang tasawwuf. Hal ini pertama kali dirumuskan oleh Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari. Definisi ini diperutukkan untuk mereka yang belum memiliki ilmu
yang cukup Aswaja, maka dari itu definisi yang dirumuskakan Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari merupakan pemikiran yang bijak, dan dapat diketahui bahwa
kenyataan dimana kebanyakan umat Islam di Indonesia saat itu belum memungkinkan
untuk bisa dibawa ke alam pemikiran Aswaja sebagai sebuah manhaj al fikr
NU memandang bahwa Ahlussunnah Wal-Jamaah adalah orang-orang yang
memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan
berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran. "Aswaja
bukan sebuah madzhab, melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam
menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial kemasyarakatan,
inilah makna Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr,"Ujar Kakan Kemenag Sidrap.
Aswaja sebagai manhajul fikr adalah upaya dari cara berpikir yang bertujuan
menjaga peradaban dan stabilitas keamanan manusia di muka bumi. Aswaja sebagai
manhaj al-fikr juga dapat diartikan sebagai proses dinamika pemikiran yang terus
berkembang dan tidak pernah selesai. Mengembangkan pemikiran-pemikiran teologis
yang menyentuh pada persoalan-persoalan praktis yang terjadi di masyarakat dan
kepentingan umat manusia. Aswaja juga menolak cara-cara berpikir dan bertindak licik,
kasar, merusak, intoleran serta hal-hal yang membawa pada chaos dan kemudharatan.

2.2. Metodologi Pengambilan Manhaj Al-Fikr Aswaja NU


Setelah wafatnya Nabi, para pemimpin Muslim harus menentukan bentuk umat
seperti apa yang harus mereka pilih. Sebagian mungkin tidak percaya jika harus ada
“negara” dengan demikian tidak perlu satu pimpinan untuk memimpin keseluruhan suku
dan kelompok pada saat itu. Sementara sebagian yang lain seperti Abu Bakar dan Umar
berpendapat bahwa umat harus memiliki satu pemimpin sebagaimana pada saat Nabi.

2
Sementara sebagian yang lainnya lagi percaya bahwa Ali bin Abi Thalib yang paling
berhak atas tampuk kepemimpinan setelah Nabi.
Pada akhirnya Abu Bakar yang menjadi khalifah pada masa itu. Situasi politik yang
kacau, sementara masing-masing pihak saling tuding, menambah rumit kondisi umat.
Situasi yang kacau, saling menyalahkan, memfitnah dan membunuh saat itu
memunculkan sekelompok orang yang memiliki pemikiran untuk menjaga peradaban
dan keamanan umat. Bagi kelompok tersebut, situasi chaos jika tetap dibiarkan akan
menyengserakan umat dan membawa umat pada kemunduran dan kehancuran. Karena
hal itulah perlu usaha untuk menjaga kemananan dan menyelamatkan peradaban umat.
Cara berpikir demikianlah yang disebut dengan Aswaja sebagai manhaj al-fikr.
Aswaja sebagai manhajul fikr adalah respon para sahabat atas situasi umat yang kacau
pada saat itu, baik pola pikir masyarakat maupun infiltrasi kepentingan suatu kelompok
tertentu. Walaupun pada masa itu belum ada faham Aswaja, para khalifah telah
menerapkan cara berpikir Aswaja. Cara berpikir manhaj al-fikr inilah kemudian
diadopsi oleh Nahdhatul Ulama (NU) di Indonesia.
Kemudian tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap
Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebagai sebuah madzhab. Padahal di dalam
Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqh. Selain itu, gugatan
muncul melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang
kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang tersebut dan dari penelusuran terhadap
bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah
wal-jama’ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir).

2.3. Penetapan Hukum Manhaj Al-Fikr Aswaja NU


Dalam tradisi NU, bermazhab ada dua kategori, yaitu bermazhab secara qauli dan
bermazhab secara manhaji. Bermazhab seara qauli adalah mengikuti mazhab dari segi
hukum yang sudah jadi (produk) dan bermazhab secara manhaji adalah mengikuti
mazhab dari segi pola pikir (manhaj al-fikr), sebagai sebuah proses bukan produk.
Dalam era modern seperti sekarang ini, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi
semakin canggih, perubahan sosial begitu cepat dan problem-problem sosial pun
semakin kompleks, maka ketentuan-ketentuan hukum yang telah dirumuskan ASWAJA
yang bersifat qaul atau aqwal tidak selamanya mampu menjawab problem dan tantangan
zaman tersebut, maka yang harus segera dilakukan adalah merujuk mazhab
secara manhaji, atau harus berani mencari alternatif lain dari ketentuan-ketentuan
3
mazhab yang selama ini dijadikan frame of reference, sebab kalau tidak yang terjadi
adalah kemandekan berpikir dan tidak berani mengeluarkan keputusan-keputusan
hukum baru yang menjadi tuntutan masyarakat. Kita tidak bisa memaksakan Aswaja
sebagai teologi kemapanan (estabilished), tetapi ia merupakan khazanah, turats yang
tidak selalu benar adanya. Dengan begitu, maka Aswaja sebagai manhaj al-fikr tidak lain
adalah proses dinamika pemikiran yang terus berkembang dan tidak pernah selesai.
Metode manhaji adalah suatu cara menyelesaikan masalah keagamaan yang
ditempuh Lajnah Bahsul Masail dengan mengikuti jalan fikiran dan kaidah penetapan
hukumyang telah disusun oleh imam mazhab. Ahlussunnah wal-jama’ah mengikuti
salah satu empat Imam Mazhab sebab keempat imam mazhab tersebut berlandaskan
Alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Namun di antara yang empat Imam Mazhab ini lebih
condong pada pendapat Imam Syafi’i.
Walaupun begitu NU dalam memahami Islam terkesan sangat hati-hati dan tidak
mau memecahkan persoalan keagamaan yang dihadapi dengan merujuk langsung
kepada nash Alquran maupun sunnah. Hal ini tidak terlepas dari pandangan bahwa mata
rantai perpindahan ilmu agama Islam tidak boleh terputus dari suatu generasi ke
generasi berikutnya. Yang dapat dilakukan adalah menelusuri mata rantai yang baik dan
sah pada setiap generasi. Dari pernyataan tersebut, maka dapat dipahami bahwa
mengapa NU dalam memecahkan persoalan keagamaan yang dihadapi merasa perlu
berkonsultasi dengan kitab-kitab yang dianggap mu’tabarah (diakui) yang ditulis ulama
mazhab empat. Demikian juga yang dilakukan terhadap sebagian terbesar persoalan
keagamaan yang dibahas dan ditetapkan keputusan hukumnya oleh Lajnah Bahsul
Masail.

4
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Aswaja sebagai manhajul fikr adalah upaya dari cara berpikir yang bertujuan
menjaga peradaban dan stabilitas keamanan manusia di muka bumi. Aswaja sebagai
manhaj al-fikr juga dapat diartikan sebagai proses dinamika pemikiran yang terus
berkembang dan tidak pernah selesai.
Walaupun belum ada Aswaja pada masa wafat rasulullah, cara berpikir para sahabat
pada masa tersebut telah menerapkan manhaj Al-Fikr, Aswaja yang diperlakukan
sebagai sebuah madzhab menjadi latar belakang lahirnya manhaj Al-fikr Aswaja.
NU Memecahkan persoalan keagamaan yang dihadapi dengan merujuk langsung
kepada nash Alquran maupun sunnah, dan berkonsultasi dengan kitab-kitab yang
dianggap mu’tabarah (diakui) yang ditulis ulama mazhab empat.
3.2. Saran
Kami menyadari adanya kekurangan dalam makalah ini maka kami berharap atas
kritik dan sarannya untuk makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

5
DAFTAR PUSTAKA

H, D. (2011). MANHAJ BAHSUL MASAIL MENURUT NAHDATUL ULAMA (NU). Dipetik


11 29, 2023, dari journal.uin-alauddin.ac.id: file:///C:/Users/hp/Downloads/1406-
Article%20Text-2888-1-10-20160926.pdf
walisongo. (2019).Kontekstualisasi Aswaja ; Pemahaman Aswaja Sebagai Manhaj al Fikr.
dipetik dari febi.walisongo.ac.id:
https://febi.walisongo.ac.id/editorial/kontekstualisasi-aswaja-pemahaman-aswaja-
sebagai-manhaj-al-fikr/
Siradj, M. (2021, agustus 5). Ini Makna Aswaja Sebagai Manhaj Al Fikr Dalam Bingkai
NKRI Menurut Muhammad Idris Usman. Diambil kembali dari Kementrian Agama
RI Provinsi Sulawesi Selatan : https://sulsel.kemenag.go.id/daerah/ini-makna-
aswaja-sebagai-manhaj-al-fikr-dalam-bingkai-nkri-menurut-muhammad-idris-
usman-Tu7aZ

iii

Anda mungkin juga menyukai