Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah PAI (Aswaja)
Disusun :
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi kami rahmat dan
hidayahnya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“MENJELASKAN MANHAJ AL-FIKR ASWAJA NU; METODOLOGI
PENGAMBILAN DAN PENETAPAN HUKUM”
Ucapan terimakasih kami berikan kepada pihak – pihak yang telah membantu kami
sehingga kami bisa dengan lancar menyelesaikan makalah ini. Terima kasih kami sampaikan
juga kepada Bapak Dr. Anwar Sholikhin, S.Pd.I., M.Pd yang telah memberi kami ilmu yang
sangat berlimpah dan bermanfaat.
Semoga dengan adanya makalah ini, pembaca akan mendapat ilmu yang bermanfaat,
dan juga semoga pembaca akan dapat mudah untuk memahami isi makalah ini.
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Manhaj Al-fikr Aswaja NU
Aswaja biasanya didefinisikan sebagai orang yang mengikuti salah satu madzhab
empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) dalam bidang Fiqh, mengikuti Imam al-
Asy’ari dan Maturidi dalam bidang akidah dan mengikuti al-Junaydi dan al-Ghazali
dalam bidang tasawwuf. Hal ini pertama kali dirumuskan oleh Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari. Definisi ini diperutukkan untuk mereka yang belum memiliki ilmu
yang cukup Aswaja, maka dari itu definisi yang dirumuskakan Hadratus Syaikh KH.
Hasyim Asy’ari merupakan pemikiran yang bijak, dan dapat diketahui bahwa
kenyataan dimana kebanyakan umat Islam di Indonesia saat itu belum memungkinkan
untuk bisa dibawa ke alam pemikiran Aswaja sebagai sebuah manhaj al fikr
NU memandang bahwa Ahlussunnah Wal-Jamaah adalah orang-orang yang
memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan
berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran. "Aswaja
bukan sebuah madzhab, melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam
menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial kemasyarakatan,
inilah makna Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr,"Ujar Kakan Kemenag Sidrap.
Aswaja sebagai manhajul fikr adalah upaya dari cara berpikir yang bertujuan
menjaga peradaban dan stabilitas keamanan manusia di muka bumi. Aswaja sebagai
manhaj al-fikr juga dapat diartikan sebagai proses dinamika pemikiran yang terus
berkembang dan tidak pernah selesai. Mengembangkan pemikiran-pemikiran teologis
yang menyentuh pada persoalan-persoalan praktis yang terjadi di masyarakat dan
kepentingan umat manusia. Aswaja juga menolak cara-cara berpikir dan bertindak licik,
kasar, merusak, intoleran serta hal-hal yang membawa pada chaos dan kemudharatan.
2
Sementara sebagian yang lainnya lagi percaya bahwa Ali bin Abi Thalib yang paling
berhak atas tampuk kepemimpinan setelah Nabi.
Pada akhirnya Abu Bakar yang menjadi khalifah pada masa itu. Situasi politik yang
kacau, sementara masing-masing pihak saling tuding, menambah rumit kondisi umat.
Situasi yang kacau, saling menyalahkan, memfitnah dan membunuh saat itu
memunculkan sekelompok orang yang memiliki pemikiran untuk menjaga peradaban
dan keamanan umat. Bagi kelompok tersebut, situasi chaos jika tetap dibiarkan akan
menyengserakan umat dan membawa umat pada kemunduran dan kehancuran. Karena
hal itulah perlu usaha untuk menjaga kemananan dan menyelamatkan peradaban umat.
Cara berpikir demikianlah yang disebut dengan Aswaja sebagai manhaj al-fikr.
Aswaja sebagai manhajul fikr adalah respon para sahabat atas situasi umat yang kacau
pada saat itu, baik pola pikir masyarakat maupun infiltrasi kepentingan suatu kelompok
tertentu. Walaupun pada masa itu belum ada faham Aswaja, para khalifah telah
menerapkan cara berpikir Aswaja. Cara berpikir manhaj al-fikr inilah kemudian
diadopsi oleh Nahdhatul Ulama (NU) di Indonesia.
Kemudian tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap
Aswaja yang sampai saat itu diperlakukan sebagai sebuah madzhab. Padahal di dalam
Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqh. Selain itu, gugatan
muncul melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang
kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang tersebut dan dari penelusuran terhadap
bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan, lahirlah gagasan ahlussunnah
wal-jama’ah sebagai manhaj al-fikr (metode berpikir).
4
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Aswaja sebagai manhajul fikr adalah upaya dari cara berpikir yang bertujuan
menjaga peradaban dan stabilitas keamanan manusia di muka bumi. Aswaja sebagai
manhaj al-fikr juga dapat diartikan sebagai proses dinamika pemikiran yang terus
berkembang dan tidak pernah selesai.
Walaupun belum ada Aswaja pada masa wafat rasulullah, cara berpikir para sahabat
pada masa tersebut telah menerapkan manhaj Al-Fikr, Aswaja yang diperlakukan
sebagai sebuah madzhab menjadi latar belakang lahirnya manhaj Al-fikr Aswaja.
NU Memecahkan persoalan keagamaan yang dihadapi dengan merujuk langsung
kepada nash Alquran maupun sunnah, dan berkonsultasi dengan kitab-kitab yang
dianggap mu’tabarah (diakui) yang ditulis ulama mazhab empat.
3.2. Saran
Kami menyadari adanya kekurangan dalam makalah ini maka kami berharap atas
kritik dan sarannya untuk makalah yang lebih baik lagi kedepannya.
5
DAFTAR PUSTAKA
iii